Cari Blog Ini

Faktor yg Mempengaruhi Eliminasi Urine

Faktor yg Mempengaruhi Eliminasi Urine
1. Diet dan Asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faiKtcw utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, juga dapat meningkatkan pembentukan urine.

2. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.

3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet.

4. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.

5. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.

6. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. I-Ial tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang airkecil

7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.

8. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang meaarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.

9. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.

10. Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otioti kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontirolan pengeluaran urine.

11. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menye;babkan penurunan pemberian obat anestesi menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat jumlah produksi urine karena dampak dari

12. Pengobatan
Pemberiantindakanpengobatandapatberdampakpadaterjadinyapeningkatan atau penurunan -proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat meningkatkan jumlah urine, se;dangkan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.

13. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.
Baca Selengkapnya - Faktor yg Mempengaruhi Eliminasi Urine

Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Urine

Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Urine
Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Urine eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra
Saluran perkemihan dilapisi membran mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Meskipun mikroorganisme secara normal tidak ada yang bisa melewati uretra bagian bawah, namun membran mukosa ini pada keadaan patologis yang terus menerus akan menjadikannya sebagai media yang baik untuk pertumbuhan beberapa patogen.

Proses Berkemih
Kemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Jika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi kurang 450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak). Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian ,sangan tersebut diteruskan melalui medulla spinalis ke pusat pengontrol yang terdapat di korteks serebral. Selanjutnya otak memberikan impuls/rangsangan melalui medulla spinalis ke neuromotoris di daerah sakra;, kemudian terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot sfingter internal. Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan sfingter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan akan menyebabkan relaksasi sfingter eksternal dan kemungkinan dikeluarkan (berkemih).

Komposisi Urine:
1. Air (96''0).
2. Larutan (4 °Xa).
a. Larutan organik:
Urea, ammonia, kreatin, dan asam nitrat
b. Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium lpasium, sulfat, magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan gararn anorganik yang paling banyak.



"
Baca Selengkapnya - Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Urine

Perawatan Kulit

Perawatan Kulit
Kulit merupakan salah satu bagian penting dari tubuh yang dapat melindungi tubuh dari berbagai kuman atau trauma, sehinggadiperlukan perawatan yang adekuat (cukup) dalam mempertahankan fungsinya. Sebagai bagian dari organ pelindung, kulit seeara anatomis terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan epidermis atau dikenal dengan nama kutikula dan lapisan dermis atau disebut dengan korium. Lapisan epidermis terdiri atas bagian bagian seperti stratum korneum, stratum lusidum, dan stratum granulosum. Lapisan kedua at:atn lapisan dermis yang terdiri atras ujung saraf sensorik, kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus.

Fungsi Kulit
Kulit secara umum memiliki berbagai fungsi, di antaranya:
  1. Melindungi tubuh dari berbagai masuknya kuman atau trauma jaringan bagian dalam yang juga dapat menjaga keutuhan kulit.
  2. Mengatur keseimbangan suhu tubuh dan membantu dalam produksi keringat serta penguapan.
  3. Sebagai alat peraba yang dapat membantu tubuh untuk menerima rangsangan dari luar melalui rasa sakit, sentuhan, tekanan, atau suhu.
  4. Sebagai alat ekskresi keringat melalui pengeluaran air, garam, dan nitrogen. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit yang bertugas mencegah pengeluaran cairan tubuh secara berlebihan.
  5. Memproduksi dan menyerap vitamin D sehagai penghubung atau pemberi vitamin D dari sinar ultraviolet yang datang dari sinar matahari.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kulit
Perubahan dan keutuhan pada kulit dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya:
  1. Umur. Perubahan kulit dapat ditentukan oleh umur seseorang, hal ini dapat terlihat pada bayi yang berumur relatif masih muda, kondisi kulitnya sangat rawan terhadap berbagai trauma atau masuknya kuman. Sebaliknya pada orang dewasa, keutuhan kulit sudah memiliki kematangan sehingga fungsinya sebagai pelindung sudah baik.
  2. Jaringan Kulit. Perubahan dan keutuhan kulit dapat dipengaruhi oleh struktur jaringan kulit. Apabila jaringan kulit rusak, maka terjadi perubahan pada struktur kulit.
  3. Kondisi/Keadaan Lingkungan. Beberapa keadaan lingkungan atau kondisi yang dapat memengaruhi keadaan kulit secara utuh, antara lain keadaan panas, adanya nyeri akibat sentuhan dan tekanan, dan sebagainya.
Tindakan Perawatan Diri pada Kulit
Merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan perawatan pada kulit. yang mengalami atau berisiko terjadi kerusakan jaringan lebih lanjut khusunya pada r;acwai~ vang mengalami tekanan (tonjolan). Tujuannya adalah untuk mencegah -ve,ngatasi terjadinya luka dekubitus akibat tekanan lama dan tidak hilang.

A1at dan Bahan:
1. Baskom cuci.
2. Sabun
3. Air.
4. Agen pembersih.
5. Balutan.
6. Pelindung kmlit.
7. Plester.
8. Sarung tangan.

Prosedur Kerja:
1. Jelaskan prosedur pada pasien.
2. Cuci tangam dan gunakan sarung tangan.
3. Tutup pintu ruangan.
4. Atur posisi pasien.
5. Kaji luka/kulit tertekan dengan memperhatikan warna, kelembapan, penampilan sekitar kulit, ukur diameter kulit, ukur kedalaman.
6. Cuci kulit sekitar luka dengan air hangat atau sabun cuci secara menyeluruh dc:ngan air.
7. Perlahan-lahan keringkan kulit secara menyeluruh yang disertai dengan pij atan.
8. Bersihkan luka secara menyeluruh dengan cairan normal atau larutan pembersih, gunakan semprit irigasi luka pada luka yang dalam.
9. Setelah selesai berikan obat atau agen topikal.
10. Catat hasil.
11. Cuci tangan.



"
Baca Selengkapnya - Perawatan Kulit

Perawatan Diri (Personal Hygiene)

Perawatan Diri (Personal Hygiene)
Perawatan diri atau kebersihan diri (personal hygiene) merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor, di antaranva: budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan terhadap peerawatan diri, serta persepsi terhadap perawatan diri.

JENIS PERAWATAN DIRI BERDASARKAN WAKTU PELAKSANAAN
Perawatan diri berdasarkan waktu pelaksanaan-dibagi menjadi empat, yaitu:
  1. Perawatan Dini Hari. Merupakan perawatan diri yang dilakukan pada waktu bangun dari tidur, untuk melakukan tindakan . seperti perapian dalam pengambilan bahan pemeriksaan (urine atau feses), memberikan pertolongan, mempersiapkan pasien dalam melakukan makan pagi dengan melakuhan tindakan perawatan diri seperti mencuci m> rka dan tangan serta menjaga kebersihan mulut.
  2. Perawatan Pagi Hari. Perawatan yang dilakukan setelah melakukan makan pagi dengan melakukan perawatan diri seperti melakukan pertolongan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi (buang air besar dan keeil), mandi atau mencuci rambut, melakukan perawatan kulit, melakukan pijatan pada punggung, membersihkan mulut, kuku, dan rambut, serta merapikan tempat tidur pasien.
  3. Perawatan Siang Hari. Perawatan diri yang dilakukan setelah melakukan berbagai tindakan pengobatan atau pemeriksaan dan setelah makan siang. Berbagai tindakan perawatan diri yang dapat dilakukan antara lain mencuci muka dan tangan, membersihkan mulut, merapikan tempat tidur, serta melakukan pemeliharaan kebersihan lingkungan kesehatan pasien.
  4. Perawatan Menjelang Tidur. Perawatan diri yang dilakukan pada saat rnenjelang tidur agar pasien dapat tidur atau beristirahat dengan tenang. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan antara lain pemenuhan kebutuhan eliminasi (buang air besar dan keeil), mencuci tangan dan muka, membersihkan mulut, dan memijat daerah punggung.
Tujuan umum perawatan diri adalah untuk mcmpertahankan perawatar, diri baik secant sendiri maupun dengan menggunakan bantuan, dapat melatih hidup sehat/bersih dengan eara memperbaiki gambaran atau persepsi terhadap kesehatan dan kebersihan serta menciptakan penampilan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan. Membuat rasa nyaman dan relaksasi dapat dilakukan untuk menghilangkan kelelahan serta mencegah infeksi, mencegah gangguan sirkulasi darah, dan mempertahankan integritas pada jaringan.



"
Baca Selengkapnya - Perawatan Diri (Personal Hygiene)

Gangguan Masalah Eliminasi ALVI

Gangguan Masalah Eliminasi ALVI
Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan caiminasi yang jarang atau keras, atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras.
Tanda Klinis:
a. Adanya feses yang keras.
b. Defekasi kurang dari 3 kali seminggu.
c. Menurunnya bising usus.
d. Adanya keluhan pada rektum.
e. Nyeri saat mengejan dan defekasi.
f. Adanya perasaan masih ada sisa feses

Kemungkinan Penyebab:
  • Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA (cerebro uaskular accident) dan lain-lain.
  • Pola defekasi yang tidak teratur.
  • Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
  • Menrunnya peristaltik karena stres psikologis.
  • Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anaestesi.
  • Proses menua (usia lanjut).

Diare

Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah.
Tanda Klinis:
a. Adanya pengcauaran feses cair.
b. Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
c. Nyeri/kram abdomen.
d. Bising usus meningkat.

Kemungkinan Penyebab:
a. Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi.
b. Peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme.
c. Efek tindakan pembedahan usus.
d. Isfek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotik, dan lain-lain. e. Stres psikologis.

Inkontinensia Usus
Inkontiinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses de:fekasi normal mengalami proses pengeluaran fesca tak disadari. Hlal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter.
Tanda Klinis:
a. Pengeluaran feeses yang tidak dikehendaki.

Kemungkinan Penyebab:
a. Gangguan sfingter rektal akibat cedera anus, pembedahan, dan lain¬lain.
b. Distensi rektum berlebih.
c. Kurangmya kontrol sfingter akibat cedera medula spinalis, CVA, dan lain-lain.
d. Kerusakan kognitif.

Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung atau usus.

Hemorroid
Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, perenggangan saat defe;kasi, dan lain-lain.

Fecal Impaction
Fecal impacaion merupakan masa feses keras dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. 1'enyebab konstipasi asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kele•.mahan tonus otot.

FAKTOR YANG MEMENGARUHI PROSES DEFEKASI
1. Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol sec;ara penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol secara penuh, kemudian pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan.

2. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat meme:ngaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun dapat memengaruhinya.

3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh karena proses absorpsi air yang kurang sehingga dapat memengaruhi kesulitan proses defekasi.

4. Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu keelancaran proses defekasi, sehingga proses gerakan kelancaran proses defekasi.

5. Pengobatan
Pengabatan juga dapat me:mengaruhinya proses defeekasi seperti pengunaan obat-obatan laksatif atau antasida yang terlalu sering.

6. Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defe:kasi. I-lal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup se hat/kebiasaan melakukan buang air besar ditempat yang bersih atau toilet, maka ketika seseorang terse:but buang air besar ditempat yang terbuka atau tempat yang kotor maka ia akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.

7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit penyakit tersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainya.

8. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi seperti nyeri pada kasus hemoroid, dan episiotomi.

9. Kerusakan Sensoris dan Motoris
Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi. Hal tersebut dapat diakibatkan karena kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya.

TINDAKAN MENGATASI MASALAH ELIMINASI ALVI (BUANG AIR BESAR)
Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan
Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan cara yang dilakukan untuk mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan, yaitu pemeriksaan lengkap dan pemeriksaan kultur (pembiakan).
  1. Pemeriksaan feses lengkap merupakan pemeriksaan feses yang terdiri atas pemeriksaan warna, bau, konsistensi, lendir, darah, dan lain-lain.
  2. Pemeriksaan feses kultur merupakan pemeriksaan feses melalui biakan dengan cara toucher (lihat prosedur pengambilan feses melalui tangan).
Alat:
1. Tempat penampung atau botol penampung beserta penutup.
2. Etiket khusus.
3. Dua batang lidi kapas sebagai alat untuk mengambil feses.

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Anjurkan untuk buang air besar lalu ambil feses melalui lidi kapas yang telah dikoluarkan. Setelah selesai anjurkan untuk membe;rsihkannya daerah sekitar anus.
4. Elsupan bahan pemeriksaan ke dalam botol yang telah disediakan.
5. Catat nama pasien dan tanggal pengambilan bahan peme;riksaan.
6. Cuci tiangan.

Menolong Buang Air Besar dengan Menggunakan Pispot
Menolong buang air besar dengan menggunakan pispot merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu buang air . beaar sec:ara sendiri di kamar kecil dengan cara membantu menggunakan pispot (penampung) untuk buang air besar di tempat tidur, dengan tujuan me:menuhi kebutuhan eliminasi alvi.
Alat dan Bahan:
1. Alas/perlak.
2. Pispot.
3. Air besih.
4. Tisu.
5. Sampiran apabila tempat pasien di bangsal umum.
6. Sarung tangan.

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. JElaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Pasang sampiran kalau di bangsal umum.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Pasang pengalas di bawah glutea.
6. Mempatkan pispot di antara pengalas tepat di bawah glutea dengan posisi bagian lubang pispot. tepat di bawah rektum.
7. Setelah pispot tepat di bawah glutea, tanyakan pada pasie,n apakah sudah nyaman atau belum kalau be;lum, atur sesuai dengan kebutuhan.
8. Anjurkan pasien untuk buang air besar pada pispot yang disediakan.
9. Setelah selesai siram dengan air hingga bersih dan keringkan dengari tisu.
10. Catat tanggal dan jam defekasi serta karakteristiknya.
11. Cuci tangan.

Memberikan Huknah Rendah
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukan cairan hangat ke dalam kolon desendeen dengan menggunakan kanula rekti melalui anus, yang bertujuan untuk mengosongkan usus pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan sebagai dampak dari pas(:aoperasi dan merangsang buang air be;sar bagi pasien yang mengalami kesulitian dalam buang air besar.
Alat dan Bahan:
1. Pengalas.
2. Irigator lengkap dengan kanula rekti.
3. Cairan hangat kurang lebih 700 m1-1000 ml dengan suhu 40,5-43 derajat ccelcius pada orang dewasa.
4. Bengkok.
5. Jeli.
6. Pispot.
7. Sampiran.
8. Sarung tangan.
9. Tisu.

Prosedur Kerja:
  1. Cuci tangan.
  2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
  3. Atur ruangan, letakkan sampiran apabila di bangsal umum atau tutup pintu apabila di ruang 'sendiri.
  4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kiri.
  5. Pasang pengalas di bawah glutea.
  6. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu ceacius) dan hubungkan kanula rekti, kemudian cekkanula dan keluarkan air ke bengkok dan berikan jeli pada ujung kanula.
  7. Gunakan sarung tangan dan asupan kanula kira-kira 15 cm ke dalam rektum ke arah kolon desenden sambil pasiendiminta untuk bernapas panjang dan memegang irigator setinggi 50 cm dari tempat tidur. Buka klemnya dan air dialirkan sampai pasien menunjukkan keinginan untuk buang air besar.
  8. Anjurkan pasien untuk momahan se;bentar bila mau buang air besar dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet. Jika pasien tidak mampu mobilisasi jalan bersihkan daerah sekitar rektum hingga bersih.
  9. Cuci tangan.
  10. Catat jumlah feses yang keluar, warna, konsistensi dan reapons pasien.
Memberikan Huknah Tinggi
Memberikan huknah tinggi me;rupakan tindakan keperawatan d<;ngan c:ara memasukkan cairan hangat ke dalam kolon asenden dengan menggunakan kanula usus, dengan tujuan untuk mengosongkan usus pada pasien prabedah atau untuk prosedur diagnostik.
Alat dan Bahan:
1. Pengalas.
2. Irigator lengkap dengan kanula usus.
3. Cairan hangat (seperti huknah rendah).
4. Bengkok.
5. Jeli.
6. Pispot.
7. Sampiran.
8. Sarung tangan.
9. Tisu.

Prosedur Kerja:
  1. Cuci tangan.
  2. Alaskan prosedur yang akan dilakukan.
  3. Atur ruangan, gunakan sampiran apabila pasien berada di ruang bangsal umum atau tutup pintu.
  4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kanan.
  5. Gunakan sarung tangan.
  6. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan dan hubungkan kanula usus, kemudian cek aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok lalu berikan jeli pada ujung kanula.
  7. Masukkan kanula ke dalam re;ktum ke arah kolon asenden kurang lebih 15-20 cm sambil pasien disuruh napas panjang dan pegang irigator setinggi 30 cm dari te;mpat tidur dan buka k1c;m sehingga air mengalir pada rectum sampai pasie:n me;nunjukkan ingin buang air besar,
  8. Anjurkan pasie;n untuk me:nahan sebe;ntar bila rnau buang air besar dan pasang pispot atau anjurkan ke; toilet, kalau tidak mampu ke toilet bersihkan dengan air sampai bersih dan keringkan dengan tisu.
  9. Buka sarung tangan dan catat jumlah, warna, konsistensi, dan respons pasien.
  10. Cuci tangan
Memberikan Gliserin
Memberikan gliserin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan c;airan gliserin kedalam poros usus dengan menggunakan spuit glise;rin,, be:rtujuan me,rangsang peristaltik usus, se:hingga pasien dapat buang air beaar (khus-Lisnya pada orang yang mengalami sembelit) dan juga dapat digunakan untuk pe;rsiapan ope;rasi,
Alat dan liahan:
1. Spuit gliserin,
2. Gliserin dalam tempatnya.
3. Bengkok.
4. Pengalas.
5. Sampiran.
6. Sarung tangan.
7. Tisu.

Prosedur Kerja:
  1. Cuci tangan.
  2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
  3. Atur ruangan, apabila pasien sendiri rnaka tutup pintu, dan gunakan sampiran bila di ruang bangsal umum.
  4. Atur posisi pasien (miringkan ke kiri), dan berikan pengalas di bawah glutea, serta buka pakaian ke arah pasien.
  5. unakan sarung tangdn, kemudian spuit diisi gliserin kurang lebih 10-20 cc; dan cek kehangatan c:airan gliserin.
  6. Masukkan gliserin pe;rlahan-lahan ke; dalam anus dengan c;ara tangan kiri mendnrong pe;renggangan daerah rektum, tangan kanan memasukkann spuit kedalam anus sampai pangkal kanula dengan ujung spuit diarahkan kedepan dan anjurkan pasien napas dalam.
  7. Setelah selesai, cabut dan masukkan ke dalam bengkok. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defekasi dan pasang pispot. Apabila pasien tidak mampu ke toilet, bersihkan dengan air hingga bersih dan keringkan dengan tisu.
  8. Pasang pispot atau anjurkan ke toilet.
  9. Lepaskan sarung tangan, catat jumlah feses yang keluar, warna, konsistensi, dan respons pasien.
  10. Cuci tangan.
Mengeluarkan Feses dengan Jari
Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan jari ke dalam rektum pasien c:ara ini digunakan untuk me;ngambil atau menghancurkan massa feses sekaligus mengeluarkannya. Indikasi tindakan ini adalah apabila massa feses terlalu keras dan dalam pemberian enema tidak berhasil, konstipasi serta terjadi pengerasan feses pada lansia yang tidak mampu dikeluarkan.
Alat dan Bahan:
1. Sarung tangan.
2. Minyak pelumas/jeli.
3. Alat penampung atau pispot.
4. Pengalas.
5. Sarung tangan.

Prosedur Kerja:
  1. Cuci tangan.
  2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
  3. Gunakan sarung tangan dan beri minyak pelumas (jeli) pada jari telunjuk.
  4. Posisi miring dengan lutut rileks.
  5. Masukkan jari ke dalam rektum dan dorong dengan perlahan-lahan sepanjang dinding rektum ke arah umbilikus (ke arah masa feses yang impaksi).
  6. Secara perlahan-lahan lunakkan massa dengan masase daerah feses yang impaksi (arahkan jari pada inti yang keras).
  7. Gunakan pispot bila ingin buang air besar atau bantu ke toilet.
  8. Lepaskan sarung tangan, kemudian catat jumlah feses yang keluar, warna, kepadatan, serla respons pasien.
  9. Cuci tangan.



"
Baca Selengkapnya - Gangguan Masalah Eliminasi ALVI

Proses Buang Air Besar (Defekasi)

Proses Buang Air Besar (Defekasi)
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. 'Perdapat dua pusat yang momguasai refieks untuk defe:kasi, yang te:rletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendor dan usus besar mengucup. Reflek defe;kasi dirangsang untuk buang air beaar, kemudian sfingter anus bagian luar yang diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendor. Selama defekasi berbagai otot lain membantu proses itiu, seperti otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis.

Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak direncanakan dan zat makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. feaes yang normal terdiri atas masa padat, berwarna coklat karena disebabkan ole;h mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil.

Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu pertama, refieks, defekasi intrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam rektum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus, lalu pada saat sfingter interna relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Kedua, refieks defekasi parasimpatis. Adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke kolon desenden, ke;mudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sfingte:r interna, maka terjadilah proses defekasi saat sfingter interna berelaksasi.



"
Baca Selengkapnya - Proses Buang Air Besar (Defekasi)

Elimanasi ALVI (Buang Air Besar)

Elimanasi ALVI (Buang Air Besar)
ELIMINASI ALVI (BUANG AIR BESAR)
Sistem yang Berperan dalam Eliminasi ALVI
Sistem tubuh yang memiliki peran dalam prosf;s eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 meter dengan diameter 2,5 cm, serta berfungsi absorpsi elektrolit Na', Cl-, K, Mg', HC03, dan kalsium. Usus besar dimulai dari rektum, kolon hingga anus yang memiliki panjang kurang lebih 1,5 meter atau 50-F0 inci dengan diameter 6 cm. Usus besar merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari saluran pencernaan, dimulai dari katup ileum caecum sampai ke dubur (anus).

Pada batas antara usus besar dan ujung usus halus terdapat katup ilcocaecal. Katup ini biasanya mencegah zat yang masuk ke usus beaar sebelum waktunya, dan menc:egah produk buangan untuk kembali ke usus halus. Produk huangan yang memasuki usus besar isinya berupa c;airan. Setiap hari saluran anus menyerap sekitar 800-1000 ml cairan. Penyerapan inilah yang menye:babkan feses mempunyai bentuk dan setengah padat. Jika penyerapan tidak baik, produk buangan c:epat melalui usus besar, feses itu lunak dan berair. Kalau feses terlalu lama dalam usus besar, maka terlalu banyak air yang diserap sehingga feaes menjadi kering dan keras.

Kolon sigmoid mengandung feses yang sudah siap untuk dibuang dan diteruskan ke dalam rektum. Panjang rektum 12 cm (5 inci), 2,5 cm (1 inci) merupakan saluran anus. Dalam rektum terdapat tiga lapisan jaringan transversal. Segitiga lapisan terse;but merupakan rektum yang menahan feses untuk sementara, dan setiap lipatan lapisan tersebut mempunyai arteri dan vena.

Gerakan peristaltik yang kuat dapat mendorong feses ke depan. Uorakan ini terjadi 1-4 kali dalam waktu 24 jam. Peristaltik sering terjadi sesudah makan. Biasanya 1/2-1/3 dari produk buangan hasil makanan di<;ernakan dalam waktu 24 jam, dibuang dalam feses dan sisanya sesudah 24-48 jam berikutnya.

Makanan yang diterima oleh usus halus dari lambung dalam bentuk setengah padat, atau dikenal dengan nama chyme, baik berupa air, nutrien, maupun elektrolit kemudian akan diabsorbsi. Usus akan mensekresi mukus, kalium, bikarbonat, dan enzim. Se:cara umum, kolon berfungsi sebagai tempati absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Proses perjalanan makanan dari mulut hingga sampai rektum me;mbutuhkan waktu selama 12 jam. Proses perjalanan makanan, khususnya pada daerah kolon, memiliki beberapa gerakan, di antaranya haustral suffing atiau dikenal sebagai gerakan mencampur zat makanan dalam bentuk padat untuk mengabsorpsi air, ke;mudian diikuti dengan kontraksi haustral atau gerakan mendorong zat makanan/air pada daerah kolon dan terakhir terjadi gerakan pe;ristaltik yaitu geerakan maju ke anus.
Otot lingkar (sf ngter) bagian dalam dan luar saluran anus menguasai pembuangan feses dan gas dari anus. 12angsangan motorik disalurkan oleh sistem simpatis dan rangsangan pe:nghalang oleh sistem parasimpatis (kraniosakral). Bagian dari sistem saraf otonom ini memiliki sistem kerja yang berlawanan dalam keseimbangan yang dinamis. Sfingter luar anus merupakan otot bergaris dan di bawah penguasaan parasimpatis. Baik di waktu sakit maupun sehat dapat terjadi gangguan pada fungsi normal pembuangan oleh usus yang dipengaruhi oleh jumlah, sifat cairan, makanan yang masuk, taraf kegiatan, dan keadaan emosi.



"
Baca Selengkapnya - Elimanasi ALVI (Buang Air Besar)

Gangguan Masalah Kebutuhan Eliminasi

Gangguan Masalah Kebutuhan Eliminasi
1. Retensi Urine
Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih, sehingga menyebabkan distemsi veaika urinaria, atau merupakan keadaan ketika seseorang me:ngalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3000-4000 ml urine.

Tanda klinis retensi:
a. Keaidaknyamanan daerah pubis.
b. Distensi vesika urinaria
c. Ketidaksanggupan untuk berkemih.
d. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml).
e. Ketidakseirribangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya.
f. Meningkat keresahan dan keinginan berkemih.
g. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.

Penyebab
a. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria.
b. Trauma sumsum tulang belakang.
c. Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang lemah
d. Sfingter yang kuat.
e. Sumbatan (striktur uretra, pembesaran kelenjar prostat).

2. Inkontinensia Urine
Adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum penyebab dari inkontinensia urine adalah: proses penuaan (aging process), pembesaran kelenjar prostati, penurunan kesadaran, penggunaan obat narkotik dan sedatif.

3. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (memgompol) yang diakibatkan tidak mampu mengontrol spingter eksterna enuresis biasanya terjadi pada anak atau orang jompo. Umumnya terjadi pada malam hari (noeturnal enuresis).

Faktor penyebab enuresis:
  1. Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal.
  2. Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan kxerke;mih tidak diketahui, yang mengakibatkan ierlambatnya bangun tidur untuk ke kamar mandi.
  3. Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat menampung urinoc dalam jumlab besar.
  4. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan saudara kandung atau ce:ke;ok dengan orangtua).
  5. Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatiasi kebiasaannya tanpa dibantu untuk mendidiknya.
  6. Infeksi saluran kemih atau perubahan Fisik atau neurologis sistem perkemihan.
  7. Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral.
  8. Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.
4. Perubahan Pola Eliminasi Urine
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine yang dis<:babkan oleh obstruksi anatomis, ke;rusakan motorik sensorik, infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas:
a. Frekuensi.
Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Meningkatnya frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat diakibatkan karena sistitis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada ke:adaan stres atau hamil.

b. Urgensi.
Adalah perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sfingter eksternal. Yerasaan segera ingin berkemih biasanya terjadi pada anak karena komampuan sfingter untuk mengontrol berkurang.

c. Disuria.
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hlal ini sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.

d. Poliuria.
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya dapat ditemukan pada penyakit diabetes melitus dan penyakit ginjal kronis.

e. Urinaria supresi.
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Sec:ara normal urine diproduksi oleh ginjal secara terus-menerus pada kecepatan 60-120 ml/jam.

TINDAKAN MENGATASI MASALAH ELIMINASI URINE
Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
Mengingat tujuan pemeriksaan dengan bahan urine te rsebut berbeda-beda, maka dalam pengambilan atau pengumpulan urine juga dibedakan sesuai dengan tujuannya. Di antara cara pengambilan urine tersebut antara lain: pengambilan urine biasa, pengambilan urine steril, dan pengumpulan selama 24 jam.
  1. Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine dengan cara mengeluarkan urine sec:ara biasa yaitu buang air kecil. Pengambilan urine biasa ini biasanya digunakan untuk pemeriksaan kadar gula dalam urine, pemeriksaan kehamilan, dan lain-lain.
  2. Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine de:ngan menggunakan alat stieril, dilakukan dengan cara kateterisasi atau fungsi suprapubis yang bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal, atau saluran kemih lainnya.
  3. Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang dikumpulkan dalam waktu 24 jam, bertujuan untuk mengetahui jumlah urine selama 24 jam dan mengukur berat jenis, asupan dan output, serta mengetahui fungsi ginjal.
Alat :
1. Botol penampung beserta penutup.
2. Etiket khusus.

Prosedur Kerja (untuk pasien mampu buang air kecil sendiri):
  1. Cuci tangan.
  2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
  3. Bagi pasien yangtidak mampu sendiri untuk buang air kecil maka bantu untuk buang air kecil (lihat prosedr menolong buang air kecil), keluarkan urine.z, setelah itu tampung ke dalam botol.
  4. Bagi pasien yang mampu untuk buang air kecil sendiri anjurkan pasien untuk buang air kecil biarkan urine yang pertama keluar dahulu, kemudian anjurkan menampung urine ke dalam botol.
  5. Catat nama pasien, dan tanggal pengambilan bahan pemeriksaan.
  6. Cuci tangan.
Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal
Merupakan tindakan ke;perawatan dengan membantu pasien yang tidak mampu buang air ke°.cil sendiri di kamar kecil dengan menggunakan alat penapung (urineal) dengan tujuan manampung urine dan mengetahui kelainan dari urine (warna, dan jumlah).
Alat dan bahan:
1. Urineal.
2. Pengalas.
3. Tisu.

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan ,
2. Jelaskan prosedur pada pasien.
3. Pasang alas urineal di bawah glutea.
4. hepas pakaian bawah pasien.
5. Yasang urinceal di bawah glutea/pinggul atau di antara kedua paha.
6. Anjurkan pasien untuk berkemih.
7. Setelah selesai rapikan alat.
8. Cuci tiangan, catat warna, dan jumlah produksi urine.

Melakukan Kateterisasi
Kateterisasi merupakan c:ara memasukkan kate;ter ke dalam kandung kemih melalui uretira yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan eliminasi, se;bagai pengambilan bahan pemeriksaan. Pelaksanaan kateterisasi te:rbagi menjadi dua tipe: tipe intermiten (straight katetier) dan tipe; indwelling (foley kateter).
Indikasi:
Tipe Intermiten
a. Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi. .
b. Reetensi akut setelah trauma uretra.
c. 'fidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgesik. d. Cedera tulang belakang.
e. l)egenerasi neuromuskular secara progresif.
f. Untuk me:ngeluarkan urine residual.

Tipe Indwelling
a. Obstruksi aliran urine.
b. J'os1 p urelra dan strukfur disekitarnya (TUR-P).
c. Obstruksi uretra.
d. Inkontinensia dan disorientasi berat.
Baca Selengkapnya - Gangguan Masalah Kebutuhan Eliminasi

Pengaturan Elektrolit

Pengaturan Elektrolit
1. Pengaturan Keseimbangan Natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi dalam pengaturan osmolaritas dan volume cairan tubuh. Natrium ini paling banyak pada c:airan ekstrasel. Yengaturan konsentrasi cairan ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron. Aldosteron dihasilkan oleh korteks suprarenal dan berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan konsentirasi natrium dalam plasma dan prosesnya dibantu oleh ADH. ADH mengatur sejumlah air yang diserap ke;mbali ke dalam ginjal dari tubulus renalis. Aldosteron juga mengatur keseimbangan jumlah natrium yang diserap kembali oleh darah. Natrium tidak hanya berge:rak ke dalam atau ke luar tubuh, tetapi juga mengatur keseimbangan c;airan tubuh. Ekskresi dari natrium dapat dilakukan melalui ginjal atau sebagian kecil meelalui tinja, keringat dan air mata.

2. Pengaturan Keseimbangan Kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam c:airan intrasel dan berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi aldosteron. E1ldosteron juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium dalam plasma (c;airan ekstrasel). Sistem pengaturannya melalui tiga langkah, yaitu:
  • Peningkatankonsentrasi kalium dalam cairan ekstirasel yang menyebabkan peningkatan produksi aldosteron.
  • Meningkatan jumlah aldosteron akan memengaruhi jumlah kalium yang dikeluarkan melalui ginjal.
  • Peningkatan pengeluaran kalium; konsentrasi kalium dalam cairan ekstra sea menurun.
Kalium berpengaruh terhadap fungsi sistem pernapasan. Partikel penting dalam kalium ini berfungsi untuk menghantarkan impuls listrik ke jantung, otot lain, jaringan paru, jaringan usus pencernaan. Ekskresi kalium dilakukan melalui urine, dan sebagian lagi melalui tinja dan keringat.

3. Pengaturan Keseimbangan Kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi untuk pembe:ntukan tulang, penghantar impuls kontraksi otiot, koagulasi darah (pemb(;kuan darah), dan membantu beberapa enrim pankreas. Kalsium diekskresi melalui urine dan keringat. Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur langsung oleh hormon paratiroid melalui proses reabsorpsi tulang. Jika kadar kalsium darah me:nurun, kelenjar paratiroid akan merangsang pembentukan hormon paratiroid yang langsung meningkatkan jumlah kalsium dalam darah.

4. Pengaturan Keseimbangan Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasea tetapi khlorida dapat ditemukan pada cairan ekstrasel dan intrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu dengan natrium yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan osmotik dalam darah. I-Iipokloremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar klorida dalam darah. Sedangkan hiperkloremia merupakan kelebihan klor dalam darah. Kadar klorida yang normal dalam darah orang de;wasa adalah 95-108 mHq/ I,.

5. Pengaturan Keseimbangan Magnesium
Magnesium merupakan kation dalam tubuh yang terpenting kedua dalam cairan intrasel. Keseimbangannya diatur oleh kelenjar paratiroid. Magnesium diabsorpsi dari saluran pencernaan. Magnesium dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium. Ilipomagnesemia te°.rjadi bila konsentrasi serum turun kurang dari 1,5 mLq/ I, dan bila hipermagneaemia kadar magnesiumnya lebih dari 2,5 mEq/h.

6. Pengaturan Keseimbangan Bikarbonat
Bikarbonat merupakan elektrolit utama dalam larutan buffer (penyangga) dalam tubuh.

7. Pengaturan Keseimbangan Fosfat (POa)
Fosfat bersama-sama dengan kalsium berfungsi dalam pembentukan gigi dan tulang. Fosfat diserap dari saluran pencernaan dan dikeluarkan melalui urine.

JENIS CAIRAN ELEKTROLIT
Cairan eleektrolit adalah cairan saline atau cairan yang memiliki sifat bertegangan tetap. Cairan salin terdiri atas cairan isotonik, hipotonik, dan hipertonik. Konsentrasi isotonik disebut juga normal saline yang banyak dipergunakan. Contohnya:
1. Cairan Ringer's terdiri atas: Na, K', C 1-, Cal'.
2. Cairan Ringer's laktat, terdiri atas: Na', K', Mg', C1-, Cal', HC03 .
3. Cairan Buffer's terdiri atas: Na', K`, Mg2+', C1-, HC03-.



"
Baca Selengkapnya - Pengaturan Elektrolit

Keseimbangan Asam Basa

Keseimbangan Asam Basa
Aktivitas sel tubuh memerlukan keseimbangan asam-basa, keseimbangan asam¬basa tersebut dapat diukur dengan pII (derajat keasaman). Dalam keadaan normal pI-1 cairan tubuh 7,35-7,45.
Keseimbangan asam-basa dapat dipertahankan melalui proses meaabolisme. dengan sistem buffer pada seluruh cairan tubuh dan oleh pernapasan de:ngan sistem regulasi (pengaturan di ginjal). liga macam sistem larutan buffer cairan tubuh yaitu larutan bikarbonat, larutan buffer fosfat dan larutan buffer protein. Sistem buffer itu sendiri terdiri atas natrium bikarbonat (NaHC03), kalium bikarbonat (KHC03), asam karbonat (H2C:03).

Pengaturan keseimbangan asam-basa dilakukan oleh paru. melalui pengangkutan kelebihan CO 2 dan kelebihan H2C03 dari darah yang dapat meningkatan pII menjadi standar (normal). Ventilasi dianggap memadai apabila suplai O2seimbang dengan kebutuhan O2 demikian juga pembuangan O2. 1'embuangan melalui paru harus seimbang dengan pembentukan CO2 agar ventilasi memadai. Ventilasi yang memadai dapat mempertahankan kadar paCOJ sebesar 40 mmHg.
Jika pembentukan C02 metabolik meningkat, konsentrasinya dalam cairan ekstrasel juga meningkat. Sebaliknya penurunan metabolism(,, memperkecil konsentrasi CO2, jika kecepatan ventilasi paru meningkat, kecepatan pengeluaran CO., juga meningkat, dan ini me;nurunkan jumlah CO2 yang berkumpul dalam c:airan ekstrasel. peningkatan dan penurunan ventilasi alveolus e°.feknya akan memengaruhi pH c:airan ekstra sel. peningkatan paCOz menurunkan pl-I sebaliknya paCO2 meningkatkan pH darah. Perubahan ventilasi alveolus juga akan mengubah konsentrasi ion H. Sebaliknya konsentrasi ion H+ dapat memengaruhi kecepatan ventilasi alveolus (umpan balik). Kadar pH yang rendah, konsentrasi ion IP yang tinggi disebut asidosis, sebaliknya pI-I yang tinggi, konsentrasi ion H' remdah disebut alkalosis.

JENIS ASAM-BASA
Cairan basa (alkali) digunakan untuk mengoreksi asidosis. Keadaan asidosis dapat disebabkan karena henti jantung dan koma diabetikum. Contoh c:airan alkali antara lain natrium (sodium laktat) dan natrium bikarbonat. laktat merupakan garam dari asam lemah yang dapat mengambil ion H dari cairan, sehingga mengurangi keasaman (asidosis). Ion H diperole;h dari asam karbonat (H2C03), yang mana terurai menjadi IIC03- (bikarbonat) dan H'. Selain sistem pernapasan, ginjal juga berperan untuk mempertahankan keseimbangan asam¬basa yang sangat kompleks. Csinjal mengeluarkan ion hidrogen dan membentuk ion bikarbonat sehingga pH darah normal. Jika pH plasma turun dan menjadi lebih asam, ion hidrogen dikeluarkan dan bikarbonat dibentuk kembali.


GANGGUAN/MASALAH KESEIMBANGAN ASAM-BASA
1. Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik merupakan suatu ke:adaan yang disebabkan oleh kare:na kegagalan sistem pernapasan dalam membuang karbon dioksida dari c:airan tubuh sehingga terjadi kerusakan pada pernapasan, peningkatan paCO2 arteri di atas 45 mmHlg dan penurunan pada pH yakni kurang dari 7,35 yang dapat disebabkan adanya penyakit obstruksi, trauma kepala, perdarahan dan lain-lain.

2. Asidosis Metabolik
Asisdosis metabolik merupakan suatu keadaan kehilangan basa atau terjadi penumpukan asam yang ditandai dengan adanya penurunan pH kurang dari 7,35 dan IIC03 kurang dari 22 mEq/h.

3. Alkalosis Respiratorik
Alkoholik respiratorik suatu keadaan kehilangan CO 2 dari paru yang dapat menimbulkan terjadinya paCOz arteri kurang dari 35 mmIIg, pII lebih dari 7,45 yang dapat disebabkan oleh karena adanya hiperve:ntilasi, ke;cemasan, emboli paru, dan lain-lain.

4. Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik suatu keadaan kehilangan ion hidrogen atau penambahan basa pada cairan tubuh dengan adanya peningkatan bikarbonat plasma le:bih dari 26 mEq/h dan pI-I arteri lebih dari 7,45, atau secara umum keadaan asam-basa dapat dilihat sebagaimana tabel berikut.



"
Baca Selengkapnya - Keseimbangan Asam Basa

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber