Cari Blog Ini

KONSEP SEHAT - SAKIT

KONSEP SEHAT - SAKIT

Konsep Sehat
A. Pengertian
1. Sehat menurut WHO 1974
Kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental, social bukan hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
2. UU N0. 23/1992 tentang kesehatan
kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis.
1. Pepkin’s
Sehat adalah suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara bentuk tubuh dan fungsi yang dapat mengadakan penyesuaian, sehingga dapat mengatasi gangguan dari luar.
2. Kesehatan mental menurut UU No.3/1961 adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
3. Kesehatan social adalah suatu kemampuan untuk hidup bersama dengan masyarakat dilingkungannya.
4. Kesehatan fisik adalah suatu keadaan dimana bentuk fisik dan fungsinya tidak ada ganguan sehingga memungkinkan perkembangan psikologis, dan social serta dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan optimal.

Sesuai dengan pengertian sehat di atas dapat di simpulkan bahwa kesehatan terdiri dari 3 dimensi yaitu fisik, psikis dan social yang dapat diartikan secara lebih positif, dengan kata lain bahwa seseorang diberi kesempatan untuk mengembangkan seluas-luasnya kemampuan yang dibawanya sejak lahir untuk mendapatkan atau mengartikan sehat.
Meskipun terdapat banyak pengertian/definisi, konsep sehat adalah tidak standart atau baku serta tidak dapat diterima secara mutlak dan umum. Apa yang dianggap normal oleh seseorang masih mungkin dinilai abnormal oleh orang lain, masing-masing orang/kelompok/masyarakat memiliki patokan tersendiri dalam mengartikan sehat. Banyak orang hidup sehat walau status ekonominya kekurangan, tinggal ditempat yang kumuh dan bising, mereka tidak mengeluh adanya gangguan walau setelah ditimbang berat badanya dibawah normal. Penjelasan ini menunjukan bahwa konsep sehat bersifat relatif yang bervariasi sangat luas antara sesama orang walau dalam satu ruang/wilayah.
Sehat tidak dapat diartikan sesuatu yang statis, menetap pada kondisi tertentu, tetapi sehat harus dipandang sesuatu fenomena yang dinamis. Kesehatan sebagai suatu spectrum merupakan suatu kondisi yang fleksibel antara badan dan mental yang dibedakan dalam rentang yang selalu berfluktuasi atau berayun mendekati dan menjauhi puncak kebahagiaan hidup dari keadaan sehat yang sempurna.
Sehat sebagai suatu spectrum, Pepkins mendefinisikan sehat sebagai keadaan keseimbangan yang dinamis dari badan dan fungsi-fungsinya sebagai hasil penyesuaian yang dinamis terhadap kekuatan-kekuatan yang cenderung menggangunya. Badan seseorang bekerja secara aktif untuk mempertahankan diri agar tetap sehat sehingga kesehatan selalu harus dipertahankan. Berikut adalah tahap-tahap spectrum kesehatan :

Positive Health
Better Health
Freedom from Sickness
Spektrum
Kesehatan
Unrecognized Sickness
Mild Sickness
Severe Sickness
Death

Konsep Sakit
A. Pengertian
1. Perkins mendefinisikan sakit sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga seseorang menimbulkan gangguan aktivtas sehari-hari baik aktivitas jasmani, rohani dan social
2. R. Susan mendefinisikan sakit adalah tidak adanya keserasian antara lingkungan dan individu.
3. Oxford English Dictionary mengartikan sakit sebagai suatu keadaan dari badan atau sebagian dari organ badan dimana fungsinya terganggu atau menyimpang.

Keadaan sehat – Sakit
A. Kontinum Sehat - sakit
Status kesehatan seseorang terletak antara dua kutub yaitu “ sehat optimal dan “ kematian “, yang sifatnya dinamis. Bila kesehatan seseorang bergerak kekutub kematian maka seseorang berada pada area sakit (illness area) dan bila status kesehatan bergerak kearah sehat (optimal well being) maka seseorang dalam area sehat (wellness area).



Kematian __________________________________health

Illness area ----------- Wellness area


B. Mempertahankan status kesehatan
1. Sesuai dengan sifat sehat-sakit yang dinamis, maka keadaan seseorang dapat dibagi menjadi sehat optimal, sedikit sehat, sedikit sakit, sakit berat dan meninggal.
2. Bila seseorang dalam area sehat maka perlu diupayakan pencegahan primer (primary prevention) yang meliputi health promotion dan spesific protection guna mencegah terjadinya sakit.
3. Bila seseorang dalam area sakit perlu diupayakan pencegahan sekunder dan tersier yaitu early diagnosisand promt treatment, disability limitation dan rehabilitation.

C. Factor yang berpengaruh terhadap perunbahan sehat sakit
A. Blum, mengemukakan terdapat 6 faktor yang mempengaruhi status sehat-sakit, yaitu :
1. Faktor politik meliputi keamanan, tekanan, tindasan dll.
2. Faktor perilaku manusia meliputi kebutuhan manusia, kebiasaan manusia, adat istiadat.
3. Faktor keturunan meliputi genetic, kecacatan, etnis, fator resiko, ras dll.
4. Factor pelayanan kesehatan meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
5. Faktor lingkungan meliputi udara, air, sungai dll.
6. Factor social ekonomi meliputi pendidikan, pekerjaan dll.


D. Tingkat Pencegahan
Dalam perkembangan selanjutnya untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk penyakit di kenal tiga tahap pencegahan:
Pencegahan primer: promosi kesehatan (health promotion) dan perlindungan khusus (specific protection).
Pencegahan sekunder: diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment), pembatasan cacat (disability limitation)
Pencegahan tersier: rehabilitasi.
1. Pencegahan primer dilakukan pada masa individu belum menderita sakit, upaya yang dilakukan ialah:
a. Promosi kesehatan/health promotion yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan.
b. Perlindungan khusus (specific protection): upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu, misalnya melakukan imunisasi, peningkatan ketrampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunakan narkotik dan untuk menanggulangi stress dan lain-lain.
2. Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit
a. Diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment), tujuan utama dari tindakan ini ialah 1) mencegah penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular, dan 2) untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat.
b. Pembatasan cacat (disability limitation) pada tahap ini cacat yang terjadi diatasi, terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan terjadinya cacat yang lebih buruk lagi.
3. Pencegahan tersier
a. Rehabilitasi, pada proses ini diusahakan agar cacat yang di derita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial.
Adapun skema dari ketiga upaya pencegahan itu dapat di lihat pada gambar dua. Pada gambar dua proses perjalanan penyakit dibedakan atas a) fase sebelum orang sakit: yang ditandai dengan adanya keseimbangan antara agen (kuman penyakit, bahan berbahaya), host/tubuh orang dan lingkungan dan b) fase orang mulai sakit: yang akhirnya sembuh atau mati.
Gambar dua: Tingkat pencegahan penyakit (sumber: Leavel and clark, 1958)
Promosi kesehatan dilakukan melalui intervensi pada host/tubuh orang misalnya makan makanan bergizi seimbang, berperilaku sehat, meningkatkan kualitas lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit misalnya menghilangkan tempat berkembang biaknya kuman penyakit, mengurangi dan mencegah polusi udara, menghilangkan tempat berkembang biaknya vektor penyakit misalnya genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes, atau terhadap agent penyakit seperti misalnya dengan memberikan antibiotika untuk membunuh kuman.
Perlindungan khusus dilakukan melalui tindakan tertentu misalnya imunisasi atau proteksi pada bahan industri berbahaya dan bising . Melakukan kegiatan kumur-kumur dengan larutan flour untuk mencegah terjadinya karies pada gigi. Sedangkan terhadap kuman penyakit misalnya mencuci tangan dengan larutan antiseptik sebelum operasi untuk mencegah infeksi, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan untuk mencegah penyakit diare.
Diagnosa dini dilakukan melalui proses skrining seperti misalnya skrining kanker payudara, kanker rahim, adanya penyakit-penyakit tertentu pada masa kehamilan, sehingga pengobatan dapat dilakukan saat dini dan akibat buruknya dapat dicegah.
Kadang-kadang batas dari ketiga tahap pencegahan itu tidak jelas sehingga ada kegiatan yang tumpang tindih dapat digolongkan pada perlindungan khusus akan tetapi juga dapat digolongkan pada diagnosa dini dan pengobatan segera misalnya pengobatan lesi prekanker pada rahim dapat termasuk pengobatan dini dapat juga perlindungan khusus.
Selain upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier yang dikalangan kesehatan dokter, perawat dan praktisi kesehatan masyarakat dikenal sebagai lima tingkat pencegahan, juga dikenal empat tahapan kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat, empat tahapan itu (Rossenberg, Mercy and Annest, 1998) ialah:
Apa masalahnya (surveillance). Identifikasi masalah, apa masalahnya, kapan terjadinya, dimana, siapa penderitanya, bagaimana terjadinya, kapan hal itu terjadi apakah ada kaitannya dengan musim atau periode tertentu.
Mengapa hal itu terjadi (Identifikasi faktor resiko). Mengapa hal itu lebih mudah terjadi pada orang tertentu, faktor apa yang meningkatkan kejadian (faktor resiko) dan faktor apa yang menurunkan kejadian (faktor protektif).
Apa yang berhasil dilakukan (evaluasi intervensi). Atas dasar kedua langkah terdahulu, dapat di rancang upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah, menanggulangi dengan segera penderita dan melakukan upaya penyembuhan dan pendampingan untuk menolong korban dan menilai keberhasilan tindakan itu dalam mencegah dan menanggulangi masalah.
Bagaimana memperluas intervensi yang efektif itu (implementasi dalam skala besar). Setelah diketahui intervensi yang efektif, tindakan selanjutnya bagaimana melaksanakan intervensi itu di pelbagai tempat dan setting dan mengembangkan sumber daya untuk melaksanakannya.


Baca Selengkapnya - KONSEP SEHAT - SAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN HERNIA

ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN HERNIA

A. Pengertian dan Penyebab

1. Pengertian
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal malalui sebuah defek konsenital atau yang didapat. (Long, 1996 : 246).
Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang (Oswari, 2000 : 216).
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001 : 253).
Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio inguinalis). (Oswari, 2000 : 216)
2. Penyebab
Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir, contoh hernia bawaan adalah hermia omphalokel yang terjadi karena sewaktu bayi lahir tali pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka. Demikian pula hernia diafragmatika. Hernia dapat diawasi pada anggota keluarga misalnya bila ayah menderita hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya.
Pada manusia umur lanjut jaringan penyangga makin melemah, manusia umur lanjut lebih cenderung menderita hernia inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut (Oswari. 2000 : 217).

B. Patofisiologi/Pathways
Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena melemahkan jaringan atau ruang luas pada ugamen inguinal atau dapat disebabkan oleh trauma. Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat berat juga menyebabkan peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cidera traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada bersama dengan kelemahan otot, individu akan mengalami hernia.
Hernia inguinalis indirek, hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumya terjadi pada pria dari pada wankita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum.
Hernia inguinalis direk, hernia ini melewati dinding abdomen diarea kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital.
Hernia femoralis, hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan strangulasi dengan tipe hernia ini.
Hernia embilikalis, hernia imbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara (Ester, 2002 : 53)
Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal untuk menutup (Nettina, 2001 : 253)
Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangren karena kekurangan supali darah (Ester, 2002 : 55).
Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia. Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es akan membantu mengurangi nyeri (Long. 1996 : 246).

C. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Penunjang
1. Manifestasi klinis
a. Tampak benjolan di lipat paha.
b. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan mual.
c. Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas.
d. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) disamping benjolan di bawah sela paha.
e. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sasak nafas.
f. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.
(Oswari, 2000 : 218)

2. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus.
b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit.
( sumber ………)

D. PENGKAJIAN FOKUS
Aktivitas/istirahat
Gejala : - Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi dan waktu lama
- membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur
- Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh
- Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan
Eliminasi
Gejala : konstipasi dan adanya inkartinensia/retensi urine
Integritas Ego
Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial keluarga
Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga
Neurosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki
Tanda : penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri
Kenyamanan
Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher.
(Doenges, 1999 : 320-321)
Post Operasi
Status Pernapasan
- Frekuensi, irama dan ke dalaman
- Bunyi napas
- Efektifitas upaya batuk
Status Nutrisi
- Status bising usus, mual, muntah
Status Eliminasi
- Distensi abdomen pola BAK/BAB
Kenyamanan
- Tempat pembedahan, jalur invasif, nyeri, flatus
Kondisi Luka
- Keadaan/kebersihan balutan
- Tanda-tanda peradangan
- drainage
Aktifitas
- Tingkat kemandirian dan respon terhadap aktivitas

E. Fokus IntervensiI
1. Medis
a. Hernia yang terstrangulasi atau inkarserata dapat secara mekanis berkurang. Suatu penokong dapat digunakan untuk mempertahankan hernia berkurang. Penyokong ini adalah bantalan yang diikatkan ditempatnya dengan sabuk. Bantalan ditempatkan di atas hernia setelah hernia dikurangi dan dibiarkan ditempatnya untuk mencegah hernia dan kekambuhan. Klien harus secara cermat memperhatikan kulit di bawah penyokong untuk memanifestasikan kerusakan (Long, 1996 : 246)
b. Perbaikan hernia dilakukan dengan menggunakan insisi kecil secara langsung di atas area yang lemah. Usus ini kemudian dikembalikan ke rongga perintal, kantung hernia dibuang dan otot ditutup dengan kencang di atas area tersebut. Hernia diregion inguinal biasanya diperbaikan hernia saat ini dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. (Ester, 2002 : 54).

2. Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah
Intervensi :
1). Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan faktor pemberat/penghilang
2). Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai.
3). Pantau tanda-tanda vital
4). Kaji insisi bedah, perhatikan edema ; perubahan konter luka (pembentukan hematoma) atau inflamasi mengeringnya tepi luka.
5). Berikan tindakan kenyamanan, misal gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernapas, lingkungan tenang.
6). Berikan analgesik sesuai terapi
Rasional :
a. Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal, diperberat oleh pergerakan, batuk, distensi abdomen, mual.
b. Intervensi diri pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan menurunkan tegangan otot dan memperbaiki sirkulasi
c. Respon autonemik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
d. Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
e. Memberikan dukungan relaksasi, memfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
f. Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik
2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD postural, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan
b. Palpasi nadi perifer. Evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit, dan status membran mukosa.
c. Perhatikan adanya edema
d. Pantau masukan dan haluaran (mencakup semua sumber : misal emesis, selang, diare), perhatikan haluaran urine
e. Pantau suhu
f. Tinjau ulang penyebab pembedahan dan kemungkinan efek samping pada keseimbangan cairan.
g. Berikan cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi.

Rasional :
a. Tanda-tanda awal hemorasi usus dan/ atau pembentukan hematoma yang dapat menyebabkan syok hipovotemik
b. Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat dehidrasi
c. Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumen serum/protein.
d. Indikator langsung dari hidrasi/perjusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan
e. Demam rendah umum terjadi selama 24 – 48 jam pertama dan dapat menambah kehilangan cairan
f. Mengeksaserbasi cairan dan kehilangan elektrolit
g. Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
Intervensi :
a. Pantau tnda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi
c. Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas, misal : demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen
d. Pertahankan perawatan luka aseptik, pertahankan balutan kering
e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel)
Rasional :
a. Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
b. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan
c. Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat terjadi bila susu terganggu. Misal : ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca operasi) atau bila pembedahan adalah darurat/akibat dari luka kecelakaan
d. Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogad, menyerap kontaminasi eksternal.
e. Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
4. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna/makan-makanan
Intervensi :
a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna/makan makanan, misal : status puasa, mual, ikusperistaltik setelah selang dilepaskan
b. Aukultasi bising usus palpasi abdomen. Catat pasase flatus.
c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C
d. Berikan cairan IU, misal : albumin. Lipid, elektrolit

Rasional :
a. Mempengaruhi pilihan intervensi
b. Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2 – 4 hari)
c. Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet, protein/vitamin C adalah kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah faktor dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi
d. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Inflamasi usus, erosi mukosa, infeksi.
5. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Intervensi :
a. Awasi respon fisiologis, misal : takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan.
b. Dorong pernyataan takut dan ansietas : berikan umpan balik.
c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan, misal : sensasi yang diharapkan, prosedur biasa
d. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien, berespon terhadap tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan cepat
e. Tunjukkan teknik relaksasi, contoh : visualisasi, latihan napas dalam, bimbingan imajinasi
f. Berikan obat sesuai dengan indikasi, misal : Diazepam (valium), klurazepat (Tranxene), alprazolan (Xanax)
Rasional :
a. Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/status syok
b. Membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep
c. Melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.
d. Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
e. Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan takut dan ansietas
f. Sedatif/transquilizer dapat digunakan kadang-kadang untuk menurunkan ensietas dan meningkatkan istirahat, khususnya pada pasien ulkus.
6. Pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
Intervensi :
a. Kaji frekuensi ke dalaman pernapasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernapasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran masal
b. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti : krekels, mengi, gesekan plurtal
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan ambuasi sesegera mungkin
d. Bantu pasien mengatasi takut/ansietas (rujuk DK : ketakutan/ansietas)
e. Berikan oksigen tambahan
Rasional :
a. Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan terjadi peningkatan kerja napas (pada awal atau hanya tanda EP sub akut). Ke dalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas
b. Bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruktif sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis).
c. Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeola sehingga memperbaiki difusi gas
d. Perasaan takut dan ansietas berat berhubungan dengan ketidakmampuan bernapas/terjadinya hipoksemia dan dapat secara aktual meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan
e. Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas.
7. Intelorensi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Intervensi :
a. Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tentang : batasi pengunjung sesuai keperluan
b. Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik
c. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentan, gerak sendi pasif/aktif
d. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh : relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat, contoh : menonton TV, radio, membaca
e. Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, agen antiansietas. Contoh : cliazepam (valium), lorazepam (Ativan)
Rasional :
a. Meningkatkan istirahat dan ketenagan : menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Meningkatkan tinggi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada urea tertentu untuk menurunkan risiko kerusakan jaringan
c. Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat
d. Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.
e. Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta
Ester, M., 2001, Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Jakarta
Long, B.C. 1999, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan padjajaran Bandung
Nettina, S.M, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan, EGC. Jakarta
Oswari, E. 2000, Bedah dan Perawatannya, FKUI. Jakarta


Baca Selengkapnya - ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN HERNIA

Asuhan Keperawatan Klien Fraktur

Asuhan Keperawatan
Klien Fraktur

A. Pengertian dan Penyebab
1. Pengertian
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (Oswari, 2000: 144).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, 1995: 1183).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2000: 43). Fraktur klavikula adalah fraktur yang dapat terjadi sebagai akibat trauma langsung atau gaya tidak langsung yang dihantarkan melalui bahu.
2. Penyebab fraktur / patah tulang menurut adalah:
a. Benturan dan cidera (jatuh pada kecelakaan)
b. Fraktur patologik (osteoporosis, kelemahan hilang akibat penyakit kanker)
c. Patah karena letih
d. Patah tulang karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh
Long (1996: 367)

B. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000: 346)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996: 378)
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346). Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)

C. Manifestasi Klinik dan Pemeriksaan Penunajang
Manifestasi klinik dari fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, kreptus, pembengkakan lokasi dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui membandingkan ekstremitas yang normal dengan ekstremitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tanan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat)
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
(Brunner & Suddarth, 2002: 2358)
Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakuka pada pasien fraktur antara lain:
a. Scan tulang, tomogran, memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi jaringan lunak
b. Anteriogram, dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskular
c. Hitung darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple) kreatinin, trauma otot meningkatkan perban creatinin untuk klirans ginjal.
Doengos (2000: 762)

D. Klasifikasi dan Penatalaksanaan Patah Tulang
Klasifikasi patah tulang menurut bentuk dan garis patah tulang sebagai berikut:
a. Klasifikasi menurut bentuk patah tulang
a. Fractur complet, pemisahan komplit dari tulang menjadi 2 fragmen
b. Fractur incomplet, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
c. Simple atau closed fractura, tulang patah tapi kulit utuh
d. Fractur complicata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat
e. Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah pada posisi tempatnya yang normal
f. Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah
g. Continued fractur, tulang patah menjadi beberapa bagian fragmen
h. Impacted (Telescoped), faktur salah satu tulang ujung tulang yang padah menancap pada yang lain
b. Klasifikasi menurut garis patah tulang
a. Green stick, retak pada sebelah sisi dari tulang (sering terjadi pada anak dengan tulang yang lembek)
b. Transverse, patah menyilang
c. Obligue, garis patah miring
d. Spiral, patah tulang melingkari tulang
Long (1996:358)
Penatalaksanaan Fraktur antara lain:
a. Terapi Konservatif
a. Proteksi saja
Misal mitela untuk fractur collum chirurgicum humari dengan kedudukan baik.
b. Imobilitas saja tanpa reposisi, misal pemasangan gips pada fractur incomplete dan fraktur dengan kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips misal pada fractur supracondilius, fractur collest, fractur smith. Reposisi dapat dalam anestasi umum atau lokal.
d. Traksi untuk reposisi secara permanen
Pada anak-anak dipakai traksi kulit. Traksi kulit dipakai terbatas untuk 4 minggu dengan beban kurang dari 5 minggu.
b. Terapi Operatif
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eskterna
Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open reduction and internal fixation) arteoplasti ekssisional, eksisi fragmen dan pemasangan endoprosteus.
(Mansjoer, 2000: 348)



E. Diagnosa keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, spasme otot, edema, cedera pada jaringan lunak, stres, ansietas, alat traksi/imobilisasi.
a. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri ketidaknyamanan, terapi restriktif (imobilitas tungkai)
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, cedara tusuk, bedah perbaikan; pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi; akumulasi/sekret, imobilisasi fisik.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi tulang.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi/tidak mengenal sumber informasi.
5. Resiko tinggi terhadap trauma jaringan berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, imobilisasi fisik.


F. Fokus Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, spasme otot, edema, cedera pada jaringan lunak, stres ansietas, alat traksi/imobolisasi.
Intervensi
Rasional
a. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi

a. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang atau tegangan jaringan yang rusak
b. Tinggikan dan dukung esktremitas yang terkena
b. Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri
c. Hindari menggunakan speri atau bantal plastik di bawah ekstremitas dalam gips
c. Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering
d. Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi, karakteriktik, intensitas (0-10)
d. Meningkatkan kefektifan intervensi, tingkatkan ansietas dapat mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri
e. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri
e. Meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri
f. Beri alternatif tindakan kenyamanan : pijatan alih baring
f. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot
g. Beri obat sesuai indikasi
g. Diberikan untuk menurunkan nyeri
h. Lakukan kompres dingin atau es 24-28 jam pertama dan sesuai keperluan
h. Menurunkan edema, pembentukan hematon dan menurunkan sensasi nyeri

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, kerusakan rangka neuromuskuler: nyeri/ketidaknyamanan; terapi restriktif (imobolisasi tugkai)
Intervensi
Rasional
a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera

a. Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri atau persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual
b. Instruksikan pasien untuk atau bantu dalam rentang gerak pasien atau aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit
b. Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktor atau atrofi
c. Dorong penggunaan alat isometrik mulai dengan tungkai yang tersakit
c. Kontraksi otot insometrik tanpa menekuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dan masa otot
d. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodik
d. Menurunkan resiko kontraktor fleksi panggul
e. Bantu atau dorong perawatan diri atau kebersihan (mandi, keramas)
e. Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan perawatan diri langsung
f. Dorong peningkatan masukan sampai 2000-3000 ml/hari. Termasuk air asam, jus
f. Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, cedera tusuk, bedah perbaikan; pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi; akumulasi ekskresi/sekret, imobilisasi fisik
Intervensi
Rasional
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna
a. Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat atau pemasangan gips, edema
b. Masase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
b. Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
c. Ubah posisi dengan sering
c. Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan kerusakan jaringan

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi tulang
Intervensi
Rasional
a. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas
a. Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan atau abrasi
b. Kaji sisi pen atau kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri
b. Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi lokal
c. Berikan perawatan pen atau kawat steril
c. Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
d. Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak
d. Menghindarkan infeksi
e. Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara
e. Kekuatan otot, spasme tonik otot rahang, mengindikasi tetanus
f. Selidiki nyeri tiba-tiba atau keterbatasan gerakan dengan edema lokal
f. Dapat mengindikasi adanya osteomeiktis
g. Berikan obat sesuai indikasi
g. AB membantu mengatasi nyeri


e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi/tidak mengenal sumber informasi
Intervensi
Rasional
a. Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang
b. Beri penguatan metode mobilitas adan ambulasi sesuai instruksidg terapis fisik yg diindikasikan
c. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi diatas dan di baeah fraktur

d. Kaji ulang perawatan luka yang tepat


a. Memberi dasar pengetahuan untuk membuat pilihan informasi
b. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan a


c. Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelemahan otot, mengembalikan kembalinya aktivitas secara dini
d. Menurunkan resiko trauma tulang/jaringan daninfeksi yang dapat berlanjut menjadi osteomielitis

6. Resiko tinggi terhadap trauma jaringan berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
Intervensi
Rasional
i. Pertahankan tirah baring sesuai indikasi




a. Sokong fraktur dengan bantal, pertahankan posisi netral pada bagian sakit

b. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema


c. Kaji integritas alat fiksasi eksternal

a. Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan
b. Mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi

c. Pembebat mungkin digunakan untuk memberi imobilisasi fraktur dimana pembengkakan jaringan berlebihan
d. Memungkinkan mobilitas/kenyamanan






b. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, imobilisasi fisik.
Intervensi
Rasionals
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna

b. Ubah posisi dengan sering


c. Masase kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
a. Memberi informasi tentang sirkulasi kulit


b. Mengurangi tekanan pada kulit dan meminimalkan resiko kerusakan kulit.
c. Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit
Baca Selengkapnya - Asuhan Keperawatan Klien Fraktur

Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Endokrin

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin. Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:

  1. Hormon plasenta.
  2. Hormon pituitary.
  3. Hipotalamik pituitary ovarium.
  4. Hormon oksitosin.
  5. Hormon estrogen dan progesteron.

Hormon plasenta.
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.

Hormon pituitary.
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

Hipotalamik pituitary ovarium.
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita manyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.

Hormon oksitosin.
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri.

Hormon estrogen dan progesteron.
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina.

Referensi
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 82-84).
Kuliahbidan. 2008. Perubahan dalam Masa Nifas. kuliahbidan.wordpress.com/2008/09/19/perubahan-dalam-masa-nifas/ diunduh 6 Feb 2010, 02:25 PM.
scribd.com/doc/17226035/Post-Partum-Oke diunduh 8 Feb 2010, 11:46 PM.
scribd.com/doc/24817163/Postpartum-Normal diunduh 12 Feb 2010, 04:46 PM.
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm: 60).

Baca Selengkapnya - Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Endokrin

Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Muskuloskeletal

Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Pada Sistem Muskuloskeletal



Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin bertambah. Adaptasi muskuloskelatal ini mencakup: peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum sistem muskuloskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri.

Adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa nifas, meliputi:

  1. Dinding perut dan peritoneum.
  2. Kulit abdomen.
  3. Striae.
  4. Perubahan ligamen.
  5. Simpisis pubis.

Dinding perut dan peritoneum.
Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fasia tipis dan kulit.

Kulit abdomen.
Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar dan mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali normal kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal.

Striae.
Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastasis muskulus rektus abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal.

Perubahan ligamen.
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.

Simpisis pubis.
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.

Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum antara lain:

  1. Nyeri punggung bawah.
  2. Sakit kepala dan nyeri leher.
  3. Nyeri pelvis posterior.
  4. Disfungsi simpisis pubis.
  5. Diastasis rekti.
  6. Osteoporosis akibat kehamilan.
  7. Disfungsi rongga panggul.

Nyeri punggung bawah.
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik dikontraindikasikan selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa nyaman pada pasien.

Sakit kepala dan nyeri leher.
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi umum.

Nyeri pelvis posterior.
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri.

Disfungsi simfisis pubis.
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri; perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.

Diastasis rekti.
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis.
Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi, kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan sit-up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan sehari–hari, menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan.

Osteoporosis akibat kehamilan.
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang buruk. .

Disfungsi dasar panggul.
Disfungsi dasar panggul, meliputi :

  1. Inkontinensia urin.
  2. Inkontinensia alvi.
  3. Prolaps.

Inkontinensia urin.
Inkontinensia urin adalah keluhan rembesan urin yang tidak disadari. Masalah berkemih yang paling umum dalam kehamilan dan pasca partum adalah inkontinensia stres .
Terapi : selama masa antenatal, ibu harus diberi pendidikan mengenai dan dianjurkan untuk mempraktikan latihan otot dasar panggul dan transversus sesering mungkin, memfiksasi otot ini serta otot transversus selam melakukan aktivitas yang berat. Selama masa pasca natal, ibu harus dianjurkan untuk mempraktikan latihan dasar panggul dan transversus segera setelah persalinan. Bagi ibu yang tetap menderita gejala ini disarankan untuk dirujuk ke ahli fisioterapi yang akan mengkaji keefektifan otot dasar panggul dan memberi saran tentang program retraining yang meliputi biofeedback dan stimulasi.

Inkontinensia alvi.
Inkontinensia alvi disebabkan oleh robeknya atau merenggangnya sfingter anal atau kerusakan yang nyata pada suplai saraf dasar panggul selama persalinan (Snooks et al, 1985).
Penanganan : rujuk ke ahli fisioterapi untuk mendapatkan perawatan khusus.

Prolaps.
Prolaps genetalia dikaitkan dengan persalinan per vagina yang dapat menyebabkan peregangan dan kerusakan pada fasia dan persarafan pelvis. Prolaps uterus adalah penurunan uterus. Sistokel adalah prolaps kandung kemih dalam vagina, sedangkan rektokel adalah prolaps rektum kedalam vagina (Thakar & Stanton, 2002).
Gejala yang dirasakan wanita yang menderita prolaps uterus antara lain: merasakan ada sesuatu yang turun ke bawah (saat berdiri), nyeri punggung dan sensasi tarikan yang kuat.
Penanganan: prolaps ringan dapat diatasi dengan latihan dasar panggul.

Referensi
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 81-82).
Anisah, N., dkk. 2009. Perubahan Fisiologi Masa Nifas. Akademi Kebidanan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta.
scribd.com/doc/16287636/ASUHAN-KEPERAWATAN-MATERNITAS
diunduh 12 Feb 2010, 04:30 PM.
scribd.com/doc/17226035/Post-Partum-Oke diunduh 8 Feb 2010, 11:46 PM.
scribd.com/doc/24817163/Postpartum-Normal diunduh 12 Feb 2010, 04:46 PM.
Kuliahbidan. 2008. Perubahan dalam Masa Nifas. kuliahbidan.wordpress.com/2008/09/19/perubahan-dalam-masa-nifas/ diunduh 6 Feb 2010, 02:25 PM.
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm: 59).
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 82-83).
Zietraelmart. 2008. Perubahan Fisiologi Masa Nifas. zietraelmart.multiply.com/journal/item/22/PERUBAHAN_FISIOLOGIS_MASA_NIFAS diunduh 6 Feb 2010, 02:35 PM

Baca Selengkapnya - Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Muskuloskeletal

HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN

________________________________________
HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN
________________________________________

PENDAHULUAN

Hubungan terapeutik perawat-klien adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman untuk memperbaiki emosi klien. Dalam hubungan ini perawat memakai diri sendiri dan teknik pendekatan yang khusus dalam bekerja dengan klien untuk memberi pengertian dan merubah perilaku klien.
Secara umum tujuan hubungan terapeutik adalah untuk perkembangan klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 96), yaitu:
1. Kesadaran diri, penerimaan diri dan penghargaan diri yang meningkat
2. Pengertian yang jelas tentang identitas diri dan integritas diri ditingkatkan
3. Kemampuan untuk membina hubungan intim interdependen, pribadi dengan kecakapan menerima dan memberi kasih sayang.
4. Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pribadi yang realistis.
Untuk mencapai tujuan di atas, berbagai aspek kehidupan klien akan diekspresikan selama berhubungan dengan perawat. Perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran dan persepsi serta dihubungkan dengan perilaku yang tampak (hasil observasi dan laporan). Area yang diidentifikasi sebagai konflik dan kecemasan perlu diklarifikasi. Penting bagi perawat untuk mengidentifikasi kemampuan klien dan mengoptimalkan kemampuan melakukan hubungan sosial dan keluarga. Komunikasi akan menjadi baik dan perilaku maladaptif akan berubah jika klien sudah mencoba pola perilaku dan koping baru yang konstruktif.
Status klien dalam hubungan terapeutik perawat-klien sudah berubah dari dependen menjadi interdependen. Pada waktu yang lalu, perawat mengambil keputusan untuk klien, saat ini perawat memberi alternatif dan membantu klien dalam proses pemecahan masalah (Cook dan Fontaine, 1987; 14).
Di dalam hubungan terapeutik perawat-klien, perawat memakai dirinya secara terapeutik dalam membantu klien, perlu mengenal dirinya, termasuk perilaku, perasaan, pikiran dan nilai agar asuhan yang diberikan tetap berkualitas dan menguntungkan klien.
Makalah ini akan menguraikan bagaimana meningkatkan kesadaran diri perawat agar berkembang kualitasnya dalam memberikan asuhan keperawatan yang mencakup uraian tentang tahap hubungan perawat-klien, sifat hubungan dan teknik komunikasi dalam berhubungan.



ANALISA DIRI PERAWAT

Perawat merupakan profesi yang menolong manusia untuk beradaptasi secara positif terhadap stres yang dialami. Pertolongan yang diberikan harus bersifat terapeutik. Instrumen utama yang dipakai adalah diri perawat sendiri. Jadi analisa diri sendiri merupakan dasar utama untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.
Fokus analisa diri yang penting adalah kesadaran diri, klarifikasi nilai, eksplorasi perasaan, kemampuan menjadi model dan rasa tanggung jawab. Khususnya dalam berhubungan dengan klien anak, perawat perlu mengkaji pengalaman masa kanak-kanaknya karena dapat mempengaruhi interaksi. Dengan mengetahui sifat diri sendiri diharapkan perawat dapat memakai dirinya secara terapeutik untuk menolong klien tanpa merusak integritas diri.


KESADARAN DIRI

Banyak pendapat mengatakan bahwa perawat perlu menjawab pertanyaan “siapa saya?”. Perawat harus dapat mengkaji perasaan, reaksi dan perilakunya secara pribadi maupun sebagai pemberi asuhan keperawatan. Kesadaran diri akan membuat perawat menerima perbedaan dan keunikan klien.
Kesadaran diri dan perkembangan diri perawat perlu ditingkatkan agar penggunaan diri secara terapeutik dapat lebih efektif. Johari Window (Stuart dan Sundeen, 1987; 98) menggambarkan tentang perilaku, pikiran dan perasaan seseorang melalui gambar berikut.


1
Diketahui oleh diri sendiri
dan orang lain

2
Hanya diketahui oleh
orang lain


3
Hanya diketahui oleh
diri sendiri

4
Tidak diketahui oleh
siapapun

Johari Window Sundeen, SJ., dikutip oleh Stuart dan Sundeen (1987; 98)

Kuadran 1 adalah kuadran yang terdiri dari perilaku, pikiran dan perasaan yang diketahui oleh individu dan orang lain di sekitarnya. Kuadran 2 sering disebut kuadran buta karena hanya diketahui oleh orang lain. Kuadran 3 disebut rahasia karena hanya diketahui oleh individu. Ada 3 prinsip yang dapat diambil dari Johari Window, yaitu:
1. Perubahan satu kuadran akan mempengaruhi kuadran yang lain.
2. Jika kuadran 1 yang paling kecil, berarti komunikasinya buruk atau kesadaran dirinya kurang.
3. Kuadran 1 paling besar pada individu yang mempunyai kesadaran diri yang tinggi.

Kesadaran diri dapat ditingkatkan melalui 3 cara (Stuart dan Sundeen, 1987; 98-99), yaitu:

1. Mempelajari diri sendiri
Proses eksplorasi diri sendiri, tentang pikiran, perasaan, perilaku, termasuk pengalaman yang menyenangkan, hubungan interpersonal dan kebutuhan pribadi.

2. Belajar dari orang lain
Kesediaan dan keterbukaan menerima umpan balik dari orang lain akan meningkatkan pengetahuan tentang diri sendiri. Aspek yang negatif memberi kesadaran bagi individu untuk memperbaikinya sehingga individu akan selalu berkembang setiap menerima umpan balik.

3. Membuka diri.
Keterbukaan merupakan salah satu kriteria kepribadian yang sehat. Untuk ini harus ada teman intim yang dapat dipercaya untuk menceritakan hal yang meupakan rahasia.
Proses peningkatan kesadaran diri sering menyakitkan dan tidak mudah khususnya jika ditemukan konflik dengan ideal diri tetapi hal ini merupakan tantangan untuk berubah dan tumbuh.


KLARIFIKASI NILAI

Walaupun hubungan perawat-klien merupakan hubungan timbal balik tetapi kebutuhan klien selalu diutamakan. Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang cukup sehingga tidak menggunakan klien untuk kepuasan dan keamanannya.
Jika perawat mempunyai konflik, ketidakpuasan, sebaiknya perawat menyadari dan mengklarifikasi agar tidak mempengaruhi hubungan perawat-klien. Dengan menyadari sistem nilai yang dimiliki perawat, misalnya kepercayaan, seksual, ikatan keluarga, perawat akan siap mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan sistem nilai yang dimiliki.


EKSPLORASI PERASAAN

Perawat perlu terbuka dan sadar terhadap perasaannya dan mengontrolnya agar ia dapat menggunakan dirinya secara terapeutik (Stuart dan Sundeen, 1987; 102). Jika perawat terbuka pada perasaannya maka ia mendapatkan dua informasi penting yaitu bagaimana responnya terhadap klien dan bagaimana penampilannya terhadap klien. Sewaktu berbicara dengan klien, perawat harus menyadari responnya dan mengontrol penampilannya.


KEMAMPUAN MENJADI MODEL

Perawat yang mempunyai masalah pribadi seperti ketergantungan obat, hubungan interpersonal yang terganggu akan mempengaruhi hubungannya dengan klien. (Stuart dan Sundeen, 1987; 103). Perawat mungkin menolak dan mengatakan bahwa ia dapat memisahkan hubungan profesional dengan kehidupan pribadi. Tetapi hal ini tidak mungkin pada asuhan kesehatan jiwa karena perawat memakai dirinya secara terapeutik dalam menolong klien.
Perawat yang efektif adalah perawat yang dapat memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distres atau pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat diharapkan bertanggung jawab atas perilakunya, sadar akan kelemahan dan kekurangannya.



HUBUNGAN TERAPEUTIK

Hubungan terapeutik antara perawat-klien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik (Stuart dan Sundeen, 1987; 103). (Lihat Tabel 1)

Tabel 1. Perbedaan Hubungan Sosial dan Hubungan Terapeutik

Komponen Hubungan Hubungan Sosial Hubungan Terapeutik
Saling membuka diri


Fokus percakapan


Topik yang tepat


Hubungan pengalaman dengan topik percakapan


Orientasi waktu

Pengungkapan perasaan


Pengakuan harkat individu
Bervariasi


Tidak dikenal oleh partisipan


Sosial, bisnis, umum dan tidak pribadi

Tidak terkait dan mengguna-kan pengetahuan yang tidak berhubungan

Masa lalu dan masa mendatang

Ungkapan perasaan dihindari


Tidak diakui
Klien membuka diri, pera-wat membuka diri dalam rangka menanggapi saja.
Dikenal oleh perawat dan klien

Pribadi dan berhubungan dengan perawat dan klien

Ada keterlibatan dan meng-gunakan pengetahuan yang berkaitan.

Sekarang

Ungkapan perasaan dido-rong oleh perawat.

Sangat diakui.

Sumber: Longo, DC. dan William, RA (1986; 25)

Dalam proses membina hubungan sesuai dengan tingkat perkembangan klien dengan mendorong perkembangan klien dalam menyadari dan mengidentifikasi masalah dan membantu pemecahan maslah. Menurut ahli pendidikan anak membutuhkan asuhan dan pengalaman belajar agar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Perawat memberi umpan balik dan alternatif pemecahan dan klien dapat memakai informasi untuk menangani masalah yang belum dipecahkan secara konstruktif.
Proses berhubungan perawat-klien dapat dibagi dalam 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase perkenalan atau orientasi, fase kerja dan fase terminasi (Stuart dan Sundeen, 1987; 104). Setiap fase ditandai dengan serangkaian tugas yang perlu dilaksanakan (lihat Tabel 2).

Tabel 2. Tugas Perawat pada Hubungan Terapeutik

Fase Tugas
Prainteraksi
• Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri
• Analisa kekuatan-kelemahan profesional
• Dapatkan data tentang klien jika mungkin
• Rencanakan pertemuan pertama
Orientasi
• Tentukan alasan klien minta pertolongan
• Bina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka
• Rumuskan kontrak pertama
• Eksplorasi pikiran, perasaan dan perilaku klien
• Identifikasi masalah klien
• Rumuskan tujuan dengan klien
Kerja
• Eksplorasi stressor yang tepat
• Dorong perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif.
• Atasi penolakan perilaku adaptif
Terminasi
• Ciptakan realitas perpisahan
• Bicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan
• Saling mengeksplorasi perasaan penolakan dan kehilangan, sedih, marah dan perilaku klien
Sumber: Stuart dan Sundeen (1987; 104)

FASE PRA INTERAKSI

Fase pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan.
Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri serta nilai tambah pengalamannya berguna agar lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Ia seharusnya mempunyai konsep diri yang stabil dan harga diri yang adekuat, mempunyai hubungan yang konstruktif dengan orang lain dan berpegang pada kenyataan dalam menolong klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 105).
Pemakaian diri secara terapeutik berarti memaksimalkan pemakaian kekuatan dan meminimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
Tugas tambahan pada fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan menetukan kontak pertama

FASE ORIENTASI

Fase ini dimulai pada saat pertemuan pertama dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-klien.
Dalam memulai hubungan, tugas utama perawat adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Elemen-elemen kontrak (lihat Tabel 3) perlu diuraikan dengan jelas kepada klien sehingga kerjasama dapat dilakukan secara optimal. Diharapkan klien berperan serta secara penuh dalam kontrak, tetapi pada kondisi tertentu misalnya pada klien dengan gangguan realitas, maka kontrak dilakukan sepihak dan perawat perlu mengulang kontrak jika kontak relitas klien meningkat.
Tugas perawat adalah mengeksplorasi pikiran, perasaan, perbuatan klien dan mengidentifikasi masalah serta merumuskan tujuan bersama klien.

Tabel 3. Elemen Kontrak Perawat-Klien

• Nama individu (perawat dan klien)
• Peran perawat dan klien
• Tanggung jawab perawat dan klien
• Tujuan hubungan
• Tempat pertemuan
• Waktu pertemuan
• Situasi terminasi
• Kerahasiaan
Sumber: Stuart dan Sundeen (1987; 107)
FASE KERJA

Pada fase kerja perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang tepat dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan perbuatan klien. Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri serta mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif merupakan fokus fase ini.


FASE TERMINASI

Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik. Rasa percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Keduanya (perawat dan klien) akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.
Apapun alasan terminasi, tugas perawat pada fase ini adalah menghadapi realitas perpisahan yang tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih, penolakan perlu dieksplorasi dan diekspresikan.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses terminasi yang sehat akan memberi pengalaman positif dalam membantu klien mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menghadapi terminasi dapat bermacam cara. Klien mungkin mengingkari perpisahan atau mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat mengekspresikan perasaan marah dan bermusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan atau bicara yang dangkal. Terminasi mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien sebagai penolakan atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan kerena klien masih memerlukan bantuan.


KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987; 111), karena:
1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan terapeutik. Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti keberhasilan intervensi keperawatan tergantung pada komunikasi karena proses keperawatan ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
3. Komunikasi adalah hubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi.

Dalam membina hubungan terapeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan masalahnya.

Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima pesan, pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu (pengirim dan penerima) adalah komunikasi yang akan memberikan efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat verbal maupun non verbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik dengan klien anak.

Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji pesan secara non verbal antara lain:
1. Vokal: nada, kualitas, keras atau lembut, kecepatan yang semuanya menggambarkan suasana emosi.
2. Gerakan: refleks, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang atau gerakan-gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
3. Jarak (space): jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan tingkat keintiman hubungan.
4. Sentuhan: dikatakan sangat penting tetapi perlu mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan setempat.


SIKAP PERAWAT DALAM BERKOMUNIKASI

Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi.


KEHADIRAN DIRI SECARA FISIK

Egan (1975, dikutip oleh Kozier dan Erb, 1983; 372) mengidentifikasi 5 sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu:
1. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah ”saya siap untuk anda”.
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5. Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon terhadap klien.

Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku non verbal yang dikemukakan oleh Clunn (1991; 168-173) yang perlu diketahui dalam merawat anak adalah:

1. Gerakan mata.
Gerakan mata dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata berkembang pada anak sejak lahir. Kontak mata antara ibu dan bayi merupakan cara interaksi dan kontak sosial. Perawat perlu mengetahui perkembangan kontak mata, misalnya usia 2 bulan bayi tersenyum jika kontak mata dengan ibu. Bayi dan anak memperlihatkan reaksi yang tinggi terhadap rangsangan visual (Mahler, dikutip oleh Clunn, 1991; 171).
Kontak mata dan ekspresi muka adalah alat pertama yang dipakai untuk pendidikan dan sosialisasi. Anak sangat mengerti akan ekspresi ibu yang marah, sedih atau tidak setuju.

2. Ekspresi muka
Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa non verbal namun banyak dipengaruhi oleh budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan tampak dari ekspresi muka tanpa ia sadari.

3. Sentuhan
Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Konsep diri didasari oleh asuhan ibu yang memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui. Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan ego, perpisahan dan kemandirian (Rubin, dikutip oleh Clunn, 1991, 173).
Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat komunikasi dan memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian hari (dewasa) mengembangkan hal yang sama baginya.


KEHADIRAN DIRI SECARA PSIKOLOGIS

Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi dalam 2 dimensi yanitu dimensi respon dan dimensi tindakan (Truax, Carkhoff dan Benerson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 126).

Dimensi Respon

Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal berhubungan dengan klien untuk membina hubungan saling percaya dan komunikasi yang terbuka. Respon ini harus terus dipertahankan sampai pada akhir hubungan.

1. Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam berhubungan demgan klien. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura-pura, mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.

2. Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek dan tidak menghina. Rasa menghargai dapat dikomunikasikan melalui: duduk diam bersama klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien dan menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.

3. Empati
Empati merupakan kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat merasakan pikiran dan perasaannya. Perawat memandang melalui pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien serta membantu klien mengatasi masalah tersebut. Melalui penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 129) mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang menunjukkan tingkat empati yang tinggi sebagai berikut:
• Memperkenalkan diri kepada klien.
• Kepala dan badan membungkuk ke arah klien.
• Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
• Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara, gelisah, ekspresi wajah.
• Tunjukkan perhatian, minat, kehangatan, melalui ekspresi wajah.
• Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.


4. Konkrit
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik, bukan yang abstrak. Hal ini perlu untuk menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan. Ada 3 kegunaannya, yaitu:
• Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien
• Memberi penjelasan yang akurat oleh perawat
• Mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik.


Dimensi Tindakan

Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan pengertian. Perawat senior sering segera masuk dimensi tindakan tanpa membina hubungan yang adekuat sesuai dengan dimensi respon. Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri yang tinggi dan kemudian dilanjutkan dengan dimensi tindakan.
Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emotional chatarsis dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1987; 131)

1. Konfrontasi.
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak sesuai. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3 katagori konfrontasi, yaitu:
a. Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri klien (keinginan klien)
b. Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
c. Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan pengalaman perawat.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien terhadap kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan dan perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif, bukan marah atau agresif.
Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.

3. Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).

4. Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.

Ringkasan dimensi respon dan tindakan dapat dilihat pada Tabel 4. Perawat senantiasa harus mencoba berbagai teknik, cara dan sikap yang dapat meningkatkan efektivitas komunikasi dan hubungan perawat-klien.

Tabel 4. Respon dan Tindakan Terapeutik dalam Hubungan Perawat-Klien

Dimensi Karakteristik

Respon:

1. Ikhlas

2. Respek (Menghargai)



3. Empati







4. Konkrit


- Perawat terbuka, jujur, realistis, dapat dipercaya

- Menerima klien, mempercayai klien mempunyai kemampuan memecahkan masalah dengan bantuan
- Menghargai klien tanpa syarat

- Memandang klien melalui pandangan klien sendiri (internal)
- Peka terhadap perasaan klien saat ini
- Dapat mengidentifikasi masalah klien dan memberi alternatif pemecahan pada klien sesuai dengan ilmu dan pengalaman perawat tanpa menggangu integritas diri perawat

- Menggunakan terminologi yang spesifik bukan yang abstrak dalam mendiskusikan perasaan, pengalaman dan perilaku


Tindakan:

1. Konfrontasi


2. Segera




3. Keterbukaan



4. Emotional chatarsis



5. Bermain peran







- Perawat mengekspresikan kesenjangan perilaku klien untuk meningkatkan kesadaran dirinya.

- Memberi respon segera pada hal yang terjadi sekarang di tempat ini.
- Terjadi pada waktu interaksi dan dipakai untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal

- Perawat mengemukakan informasi tentang dirinya, ide, perasaan, nilai dan sikapnya untuk mendukung kerjasama dengan klien

- Mendorong klien bicara hal yang mencemaskan, perasaan takut, pengalaman dan kecemasan didiskusikan secara terbuka

- Bermain peran tentang situasi tertentu untuk meningkatkan kesadaran dalam hubungan interaksi dan kemampuan melihat situasi dari pandangan yang berbeda
- Klien belajar perilaku baru pada situasi yang aman.
Sumber: Stuart dan Sundeen, 1987; 13.


KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN KLIEN ANAK

Cara yang terapeutik dalam berkomunikasi dengan anak adalah sebagai berikut:

1. Nada suara
Bicara lambat dan jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana. Hindari sikap mendesak untuk dijawab dengan mengatakan “jawab dong”.

2. Mengalihkan aktivitas
Kegiatan anak yang berpindah-pindah dapat meningkatkan rasa cemas terapis dan mengartikannya sebagai tanda hiperaktif. Anak lebih tertarik pada aktivitas yang disukai sehingga perlu dibuat jadual yang bergantian antara aktivitas yang disukai dan aktivitas terapi yang diprogramkan.

3. Jarak interaksi
Perawat yang mengobservasi tindakan non verbal dan sikap tubuh anak harus mempertahankan jarak yang aman dalam berinteraksi.

4. Marah
Perawat perlu mempelajari tanda kontrol perilaku yang rendah pada anak untuk mencegah temper tantrum. Perawat menghindari bicara yang keras dan otoriter serta mengurangi kontak mata jika respon anak meningkat. Jika anak mulai dapat mengontrol perilaku maka kontak mata dimulai kembali namun sentuhan ditunda dahulu.

5. Kesadaran diri
Perawat harus menghindari konfrontasi secara langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Meja tidak diletakkan antara perawat dan anak. Perawat secara non verbal selalu memberi dorongan, penerimaan dan persetujuan jika diperlukan.

6. Sentuhan
Jangan sentuh anak tanpa izin dari anak. Salaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan stres dan cemas khususnya pada anak laki-laki.


TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1987; 124):


1. Mendengar (Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.

2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Memberi kesempatan untuk memilih, contoh: apakah yang sedang saudara pikirkan?, apa yang akan kita bicarakan hari ini?. Beri dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan, saya mengerti atau oohh .…

3. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien.

4. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh: dapatkah anda menjelaskan kembali tentang …? Gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat-klien.

5. Refleksi
a. Refleksi isi, memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
b. Refleksi perasaan, memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.
Gunanya untuk:
a. mengetahui dan menerima ide dan perasaan
b. mengoreksi
c. memberi keterangan lebih jelas.
Kerugiannya adalah:
a. mengulang terlalu sering tema yang sama
b. dapat menimbulkan marah, iritasi dan frustasi.

6. Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.
Contoh:
Klien : Wanita sering jadi bulan-bulanan.
Perawat : Coba ceritakan bagaimana perasaan anda sebagai wanita.

7. Membagi Persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi.
Contoh: Anda tertawa, tetapi saya rasa anda marah kepada saya.

8. Identifikasi Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting.
Misalnya: Saya lihat dari semua keterangan yang anda jelaskan, anda telah disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?


9. Diam (Silence)
Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya untuk memberi kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara. Pada klien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima klien.

10. Informing
Memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan.

11. Saran
Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan.

Perawat perlu menganalisa teknik komunikasi yang tepat setiapkali ia berhubungan dengan klien. Melalui komunikasi verbal dapat disampaikan informasi yang akurat tetapi aspek emosi dan perasaan tidak dapat diungkapkan seluruhnya secara verbal.
Dengan mengerti proses komunikasi dan menguasai berbagai keterampilan berkomunikasi, diharapkan perawat dapat memakai dirinya secara utuh (verbal dan non verbal) untuk memberi efek terapeutik kepada klien.


KESIMPULAN

Hubungan perawat-klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terpeutik dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah yang positif seoptimal mungkin.
Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisa dirinya: kesadaran diri, klarifikasi nilai, persaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat (verbal atau non verbal) hendaknya bertujuan terapeutik untuk klien.
Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan keterampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip di sini dan saat ini (here and now).
Rasa aman merupakan hal utama yang harus diberikan pada anak agar anak bebas mengemukakan perasaannya tanpa kritik dan hukuman.

Daftar Pustaka.
-Budi Anna Keliat,Hubungan & komunikasi Terapeutik
-Stuart & Sundeen
Baca Selengkapnya - HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK USIA SEKOLAH


KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA
ANAK USIA SEKOLAH


1. PENDAHULUAN

Komunikasi pada anak usia sekolah merupakan suatu proses penyampaian dan transfer informasi yang melibatkan anak usia sekolah, baik sebagai pengirim pesan maupun penerima pesan.Dalam proses ini melibatkan usaha-usaha untuk mengelompokkan, memilih dan mengirimkan lambang- lambang sedemikian rupa yang dapat membantu seorang pendengar atau penerima berita mengamati dan menyusun kembali dalam pikirannya arti dan makna yang terkandung dalam pikiran komunikator.
Pada anak usia sekolah, komunikasi yang terjadi mempunyai perbedaan bila dibandingkan dengan yang terjadi pada usia bayi, balita,remaja, maupun orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh karakteristikkhusus yang dimiliki anak tersebut sesuai dengan usia dan perkembangannya .
Komunikasi pada anak usia sekolah sangat penting karena pada proses tersebutmereka dapat saling mengekspresikan perasaan dan pikiran, sehingga dapat diketahui oleh orang lain. Disamping itu dengan berkomunikasi anak - anak dapat bersosialisasi dengan lingkungannya .
Pada anak -anak yang dirawat dirumah sakit karena banyaknya permasalahan yang dialaminya baik yang berhubungan dengan sakitnya maupun karena ketakutan dan kecemasannya terhadap situasi maupun prosedur tindakan , sering komunikasi menjadi terganggu. Anak menjadi lebih pendiam ataupun tidak berkomunikasi. Keadaan ini apabila dibiarkan akan dapat memberikan efek yang kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan disamping proses penyembuhan penyakitnya .
Perawat yang mempunyai banyak waktu dengan pasien , diharapkan dapat memulai menciptakan komunikasi yang efektif. Keterlibatan perawat dalam berkomunikasi sangat penting karena dengan demikian perawat mendapat informasi dan dapat membina rasa percaya anak pada perawat serta membantu anak agar dapat mengekspresikan perasaannya sehingga dapat dicari solusinya.
Sehubungan dengan itu perawat dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi dalam memberikan askep pada anak usia sekolah, menguasai teknik-teknik komunikasi yang cocok bagi anak usia sekolah sesuai dengan perkembangannya .

2. TINJAUAN TEORI
2.1 Tumbuh kembang Anak
Menurut Jean Peuget, anak pada usia 7-11 tahun merupakan tahap konkrit operasional. Pada fase ini anak sudah mulai berpikir lebih logis dan terarah,dapat memilih , menggolongkan , mengorganisasikan fakta, disamping itu mampu berpikir dari sudut pandang orang lain. Pada fase ini pula anak dapat mengetahui konsep guru, tetapi belum dapat berpikir hal - hal yang abstrak. Anak telah dapat mengatasi persoalan dengan konkrit dan sistematis menurut persepsinya .

Sedangkan menurut Erickson, usia 6-12 tahun adalah tahap industri Vs. inferiority. Anak siap menjadi pekerja dan ingin dilibatkan dalam aktifitas , bila diberi tugas akan dikerjakan sampai selesai. Sudah ingin menghasilkan sesuatu , mulai belajar aturan - aturan dan kompetisi melalui proses pendidikan belajar dan berhubungan dengan orang lain. Jika harapan anak terlalu tinggi dan tidak mampu memenuhi standart maka anak menjadi inferiority, kurang percaya diri , gangguan prestasi dan takut kompetisi.

2.2 Komunikasi
2.2.1 Pengertian Komunikasi
1) Pengertian komunikasi yaitu :
• Menurut Harold Koont dan Cyril O'Donell :
Komunikasi adalah pemindahan informasi dari satu orang ke orang lain terlepas percaya atau tidak . Tetapi informasi yang ditransfer tentulah harus dimengerti oleh penerima .
• Menurut William Ablig :
Komunikasi adalah proses pengoperan lambang- lambang yang mengandung pengertian antara individu- individu.
• Menurut Dale Yoder :
Kata communications berasal dari sumber yang sama , seperti kata common yang artinya bersama , bersama-sama dalam membagi ide,apabila seseorang berbicara, orang yang lain mendengarkan .
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah :
- komunikasi dilakukan dua orang atau lebih
- komunikasi merupakan pembagian ide, pikiran, fakta , pendapat.
- Komunikasi melalui lambang-lambang yang harus dimengerti oleh pelaku komunikasi
2) Komunikasi terapeutik adalah :
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar,bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
3) Komunikasi terapeutik pada anak usia sekolah adalah:
Komunikasi yang dilakukan antara perawat dan klien (anak usia sekolah ), yang direncanakan secara sadar , bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien .
2.2.2 Kegunaan komunikasi terapeutik:
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dan klien melalui hubungan perawat dan klien.
2.2.3 Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
1) Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal- hal yang diperlukan .
2) Mengurangi keraguan , membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektifdan mempertahankan kekuatan egonya.
3) Mempengaruhi orang lain , lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
2.2.4 Unsur-unsur komunikasi terapeutik
1) Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan
2) Pesan-pesan yang disampaikan berupa bahasa verbal dan non verbal
3) Penerima pesan membalas pesan yang disampaikan oleh sumber sehingga dapat dimengerti atau tidak suatu pesan
4) Lingkungan pada waktu komunikasi berlangsung meliputi saluran penyampaian dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan
2.2.5 Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers:
1) Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut
2) Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima percaya,dan menghargai
3) Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh klien
4) Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun mental
5) Perawat harus menciptakansuasana yang memungkinkan klien bebas berkembang tanpa rasa takut
6) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah - masalah yang dihadapi
7) Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan ,maupun frustasi
8) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya
9) Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik
10) Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar hubungan komunikasi terapeutik.
11) Mampu berperan sebagai role model.
12) Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila di anggap mengganggu.
13) Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
14) Berpegang pada etika.
15) Bertanggungjawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggungjawab terhadap orang lain.
2.2.6 Teknik -teknik komunikasi terapeutik :
1) Mendegar
Merupakan dasar utama dalam berkomunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2) Pertanyaan terbuka
Membneri kesempatan untuk memilih, contoh : "Apakah yang sedang saudara pikirkan ?", " Apa yang akan kita bicarakan hari ini ?" Beri dorongan dengan cara mengatakan : " Saya mengerti…. atau o - o - o.
3) Mengulang
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien , gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien .
4) Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu , tidak jelas, tidak mendengar, atau klien malu mengemukakan informasi , informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh : "Dapatkah anda jelaskan kembali tentang ….", gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, persepsi, dan perasaan perawat dan klien .
5) Refleksi
(1) Refleksi isi : memvalidasi apa yang di dengar, klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
(2) Refleksi perasaan : memberi respon pada perasaan klien
terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima ide dan perasaannya.
Keuntungan :
 Mengetahui dan menerima ide dan perasaan
 Mengoreksi
 Memberi keterangan lebih jelas
Kerugian :
 Mengulang terlalu sering hal yang sama
 Dapat menimbulkan marah dan frustasi
6) Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting menjaga pembicaraan tetap pada tujuan , yaitu lebih spesifik,jelas, dan berfokus pada realitas .
Contoh :
- Klien : " Wanita sering jadi bulan - bulanan ".
- Perawat : " Coba ceritakan bagaimana perasaan anda
sebagai wanita ".
7) Membagi persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan . Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi .
Contoh : " Anda tertawa, tetapi saya rasa anda marah pada saya ".
8) Identifikasi " tema"
Latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan . Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting , misalnya : " Saya lihat dari semua keterangan yang anda jelaskan , anda telah disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya ?"
9) Diam (silence)
Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan . Tujuannya memberi kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara. Pada klien yang menarik diri , teknik diam berarti perawat menerima klien.
10) Informing
Memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan.
11) Saran
Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada awal hubungan.

2.2.7 Hambatan komunikasi
1) Faktor yang bersifat teknis yaitu kurangnya penguasaan teknik berkomunikasi .
Teknik komunikasi mencakup unsur - unsur yang ada dalam komunikator dalam mengungkapkan pesan, menyandi lambang - lambang , kejelian dalam memilih saluran , dan metode penyampaian pesan.
2) Faktor yang sifatnya perilaku
Bentuk dari perilaku yang dimaksud adalah perilaku komunikasi yang bersifat :
a. Pandangan bersifat apriori
b. Prasangka yang didasarkan atas emosi
c. Suasana yang otoriter
d. Ketidakmampuan untuk berubah walaupun salah
e. Sifat yang egosentris
3) Faktor yang bersifat situasional
Kondisi dan situasi yang menghambat komunikasi ,misalnya : situasi ekonomi, sosial, politik,dan keamanan.

2.3 Model - model Komuniasi
2.3.1 Shannon - Weaver Model
Dalam model Shannon, komunikasi dipresentasikan sebagai suatu sistem , dimana memilih sumber informasi yang diformulasi ke dalam suatu pesan . Pesan kemudian ditransmisikan dengan signal melalui chanel ke receiver . Penerima / receiver menginterpretasikan pesan dan mengirimkan ke tujuan . Bentuk unik dari konsep ini adalah adanya noise/ gangguan .Noise adalah faktor-faktor yang mempengaruhi atau mengganggu transfer pesan dari sumber ke tujuan yang akan dicapai. Dalam model komunikasi manusia, noise dapat berupa distorsi persepsi misalnya : interpretasi psikologis ,suara yang tidak terdengar.

Salah satu kekuatan / keunggulan dari model ini adalah kesamaan jalur dalam pengiriman komunikasi yaitu dari sumber ke penerima. Kekurangannya adalah tidak menunjukkan hubungan transaksi antara sumber dan receiver. Model ini sifatnya linear yang berarti jalurnya satu arah. Model ini dibatasi oleh omitting komponen feed back dan tidak secara jelas mengilustrasikan fungsi proses.

Jika diaplikasikan ke lingkungan perawatan kesehatan, kita tidak bisa melihat faktor yang mempengaruhi. Komunikasi klien seperti sikap dan latarbelakang. Model ini dapat menerangkan bagaimana pengalaman pendidikan berpengaruh terhadap komunikasi antar profesional ( sebagai contoh komunikasi antara lulusan ners baru dan ners yang berpengalaman ), tetapi tidak bisa diketahui bagaimana umpan balik mempengaruhi dialog antar profesional - profesional selanjutnya.

2.3.2 Leary Model
Dalam komunikasi transaksional dan model multidimensional, menguatkan aspek interaksional dalm komunikasi. Dimana komunikasi manusia adalah proses dua orang dimana satu dan lainnya saling dipengaruhi dan mempengaruhi. Leary mengembangkan teori ini dari hasil pengalamannya sebagai terapis pada pasien psikoterapi.

Tingkah laku Leary berbeda saat menghadapi tiap pasien dan Leary menemukan bahwa pasien juga terpengaruh tingkah laku Leary. Leary menyimpulkan bahwa tingkah laku orang merupakan respon dari tingkah laku yang kita tampilkan ,misalnya bila kita bertingkah dominan maka kita kondisikan orang lain bertingkah submisive.

Dalam perspektif Leary, setiap pesan komunikasi dapat dilihat melalui dua dimensi : Dominan - Submision dan Hate - Love. Ada dua aturan yang mengatur fungsi dimensi ini dalam interaksi manusia .
Aturan pertama : Tingkah laku komunikatif dominan atau submisive biasanya menstimuli tingkah laku sebaliknya pada orang lain; berlaku autokratik (dominan) biasanya akan menstimuli orang lain untuk berlaku submisive dan sebaliknya.
Aturan kedua : Tingkah laku membenci / mencintai biasanya akan menstimuli tingkah laku yang sama dari orang lain , artinya dengan bertingkah laku yang baik pada orang lain , orang lain akan berlaku baik juga dan sebaliknya.

Leary menyatakan bahwa aturan - aturan ini berlaku secara reflek, respon kita terhadap perilaku orang lain secara involuntary dan immediate sehingga komunikasi kita otomatis akan distimulasi oleh reaksi dominan - submisive atau hate - love dari yang lain.

Dominan

Hate Love

Submisive

Model Leary dapat secara langsung diterapkan dalam komunikasi dipelayanan kesehatan. Selama beberapa tahun , pasien yang datang dengan kondisi akut sering diasumsikan / ditempatkan dalam peran submisive sedangkan tenaga profesional dalam peran dominan. Trend sekarang dimana konsumen memegang peranan , perlu adanya balancing antara profesional dan pasien. Pasien menjadi lebih asertive dan penyedia jasa pelayanan harus mengevaluasi kembali otoritas dan kontrol mereka. Kekuatan / keunggulan model Leary adalah adanya transaksional dimana dia mendeskripsikan power dan issue-issue affiliasi dalam interaksi manusia. Jika kita benar-benar ingin mengerti komunikasi kita dengan orang lain, kita perlu melihat kualitas dari dua individu yang berinteraksi.

2.3.3 Selected Health - Related Model
Pada model-model yang terseleksi ini , tidak berfokus pada komponen - komponen yang ada dalam komunikasi, tetapi pada pencapaian tujuan utama yaitu kesehatan maksimal, model yang terseleksi ini ada 3 yaitu, : model terapeutik, model keyakinan kesehatan , dan model interaksi King. Selain tiga model ini sebetulnya masih banyak model lain yang bisa digunakan dalam pelayanan kesehatan seperti model Orem, Rogers / roy, namun 3 model ini dipilih karena tiap model menekankan perbedaan fokus dalam pelayanan kesehatan dan tiap model mempunyai hubungan langsung dalam komunikasi manusia

1) Model Terapeutik
Model terapeutik menekankan pentingnya peran hubungan dalam membantu klien dan pasien menempatkan diri dalam situasinya dan berusaha untuk tetap sehat dan menjauhi sakit. Bila digunakan oleh profesional kesehatan komunikasi terapeutik dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk membantu individu mengatasi stress, menghadapi masalah psikologis dan bagaimana berhubungan dengan orang lain secara efektif.

Meskipun banyak model- model yang dikembangkan untuk mendeskripsikan teori psikoterapeutik, tidak semua model tersebut cocok dalam interaksi yang berhubungan dengan kesehatan. Salah satu model yang cocok adalah model Rogerian,Carl Rogers (1951) yakin bahwa jika seorang terapis berkomunikasi secara jujur dan mengerti klien , akan membantu klien dalam mengatasi situasi yang dialami. Model Roger ini berfokus pada klien " client centered" karena fokus interaksi ada pada klien. Dalam model ini penolong berkomunikasi dengan empati, positif regard , dan congruence .(Figur 1-7 )

Menurut Roger, empati adalah proses komunikasi untuk mengerti / memahami perasaan klien. Positif regard adalah proses komunikasi untuk mendukung / support klien selama perawatan , tidak memvonis / non jugdment dan tidak mengancam. Sedangkan congruence merupakan pengekspresian perasaan dan pikiran penolong kepada klien secara jujur.

Dalam lingkungan pelayanan kesehatan , model terapeutik dapat secara langsung diterapkan dalam komunikasi profesional - klien . Model Rogerian mendeskripsikan bagaimana para profesional kesehatan harus berkomunikasi dengan klien jika mereka memilih klien sebagai fokus. Dengan adanya empati ,positive regard, dan congruence , klien merasa mengerti dan lebih mampu mengatasi sakitnya .



2) Model Keyakinan Kesehatan
Model keyakinan kesehatan diformulasikan oleh Rosenstock dan koleganya (1966,1974 ). Pada model ini ditekankan pada persepsi klien. Model ini didesign untuk menjelaskan tindakan preventif kesehatan individu. Sejak dikembangkan model ini , dapat diketahui pengaruh teori sosial -psikological dalam usaha individu mencari kesehatannya dan menghindari sakit.

Model keyakinan kesehatan terdiri dari tiga elemen mayor:
(1) Persepsi individual tentang penerimaan tingkat keparahan penyakit.
(2) Persepsi individual tentang keuntungan dan hambatan dalam mengambil tindakan untuk mencegah sakit.
(3) Petunjuk -petunjuk yang tersedia untuk individu yang dapat menstimulasi individu untuk melakukan aktifitas pencegahan. (Becker & Maiman , 1975)

Contoh dibawah ini mungkin membantu untuk mengklarifikasi bagaimana model ini digunakan dalam riset komunikasi kesehatan. Peneliti tertarik untuk mengetahui apakah mahasiswa menggunakan kondom pada saat intercourse sebagai tindakan preventif kesehatan.

Penelitian diatas diatas memberikan konseptual frame work untuk masalah di atas. Tingkah laku para mahasiswa akan dipengaruhi oleh tingkat pemahaman AIDS sebagai ancaman dimana hal ini juga dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,etnik, variable sosial dan psikological.Selain ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kampanye mass media , artikel majalah,atau dari orang-orang yang mengetahui tentang AIDS . Mereka akan memilih sex yang aman dengan menggunakan kondom setelah mengetahui keuntungannya lebih besar daripada hambatannya.

Meskipun banyak aspek yang terlibat dalam model komunikasi ini , ada dua aspek fokus yaitu adanya elemen -elemen petunjuk meliputi kampanye mass media, saran dari orang lain yang mengerti, artikel koran,dan pesan-pesan yang berhubungan dengan variable-variable. Komunikasi menjadi penting jika individu tersebut menerima petunjuk-petunjuk yang dapat memotivasi mereka untuk tindakan kesehatan, contohnya artikel majalah yang menjelaskan hubungan kanker dan merokok akan mempengaruhi individu untuk berhenti merokok. Elemen kedua adalah berhubungan dengan faktor -faktor modifikasi yang mencakup variable sosial - psikological, contohnya pasien yang mengalami kegagalan dalam mengekspresikan pikirannya karena pola komunikasi yang ada di profesional kesehatan dideskripsikan seperti formal, penolakan / kontroling,para profesional secara kuat tidak setuju dengan pasien , dalam interview tidak menggunakan feed back sehingga akan mempengaruhi perilaku kesehatan klien.

Model ini juga mempunyai kelemahan dan kelebihan . Sisi positifnya, model ini mengilustrasikan pentingnya penggunaan dan pengaruh mass media pada perilaku sehat, model ini berfokus pada persepsi dan keyakinan klien yang dapat mempengaruhi perilaku- perilaku yang diadopsi. Sisi negatifnya, model ini banyak menempatkan keyakinan konseptual dan abstrak. Model ini menekankan persepsi klien dalam tindakan preventif perawatan daripada interaksi transaksional profesional - klien dalam meningkatkan perawatan kesehatan .

3) Model Interaksi King
King's (1971,1981) mengembangkan frame work untuk keperawatan yang menekankan pentingnya proses komunikasi antara ners dan klien .King menggunakan sistem perspektif untuk menggambarkan bagaimana profesional kesehatan (ners) membantu klien untuk mempertahankan kesehatan. King menunjukkan konseptual frame work yang menekankan interrelation antara personel , interpersonel,dan sistem sosial dimana sistem interpersonal adalah penekanan specifik.

Paradigma King mendiskusikan peran sistem interpersonal dalam perawatan kesehatan. Dalam model ini , selama interaksi antara ners - pasien , secara simultan membuat judgment tentang keadaan mereka dan satu dengan yang lainnya berdasarkan persepsi mereka tentang situasi tersebut. Adanya judgment akan berdampak aksi verbal dan nonverbal yang dapat menstimulasi reaksi ners dan klien . Pada point ini ,persepsi baru terbentuk dan proses terulang lagi. Interaksi adalah proses dinamis yang mencakup interplayresi prokal yang terbentuk antara ners dan klien dimana secara bersama-sama menentukan tujuan bersama.

Model King ini mempunyai dimensi penting yaitu relationship,proses,dan trasaksi . Adanya feed back juga mengidentifikasi pentingnya arti berbagi / sharing antara ners dan klien. Dalam model ini tidak ditunjukkan bagaimana hubungan interpersonal dipengaruhi oleh faktor - faktor situasional atau hubungan interpersonal berhubungan dengan perilaku kesehatan klien ; King menjelaskan issue - issue ini dalam A Theory For Nursing (1981).

2.3.4 Model Komunikasi Kesehatan
Model hubungan komunikasi dan kesehatan kami gambarkan " previous section" yang memberikan fondasi (dasar ) untuk membentuk komunikasi kesehatan . Model pada Figur 1-10 mengilustrasikan komunikasi kesehatan seperti konsep yang kami tunjukkan . Komunikasi kesehatan memberikan spesifikasi terhadap transaksi antar semua partisipan dalam perawatan kesehatan tentang issue kesehatan .Fokus utama komunikasi kesehatan terjadi dalam bermacam - macam hubungan saat terjadi perawatan kesehatan . Perbedaannya , model komunikasi kesehatan meletakkan sistem yang lebih luas daripada komunikasi , dan ini menekankan cara dimana serangkaian faktor dapat mempengaruhi interaksi dalam lingkungan perawatan kesehatan. Model komunikasi kesehatan pada Figur 1-10 mengilustrasikan 3 faktor mayor dari proses komunikasi kesehatan , yaitu : relationship, transaksi,dan konteks.


Relationship
Dari perspektif sistem , model komunikasi kesehatan menggambarkan 4 type mayor dari relationship yang exis dalam lingkungan perawatan kesehatan : profesional- profesional, profesional-klien, profesional-other, klien-other. Aturan mainnya , bila individu diikutsertakan dalam komunikasi kesehatan , dia terlibat dalam satu dari 4 type hubungan. Model ini juga mengindikasikan hubungan interpersonal dapat mempengaruhi type hubungan dalam lingkungan perawatan kesehatan. Sebagai contoh, bagaimana komunikasi profesional kesehatan dengan setiap orang dapat berefek pada interaksi profesional kesehatan dengan pasien. Sama halnya , bagaimana klien bereaksi dengan anggota - anggota dari jaringan sosialnya akan mempengaruhi interaksi antara klien dengan profesional kesehatan.

Dalam model ini batasan profesional kesehatan adalah digunakan untuk mengidentifikasi beberapa individu yang berpendidikan, dilatih dan berpengalaman untuk memberikan pelayanan kesehatan untuk orang lain. Profesional kesehatan, termasuk didalamnya perawat, administrasi kesehatan , pekerja sosial, dokter, buruh kesehatan, ahli terapi okupasi dan fisik, farmakolog,pendeta, personel kesling, kesehatan jiwa , teknisi , dan spesialis lainnya . Setiap profesional kesehatan membawa karakteristik unik, kepercayaan, nilai, dan persepsi terhadap lingkungan perawatan kesehatan ,yang akan berpengaruh terhadap bagaimana dia berinteraksi dengan klien dan anggota tim kesehatan . Sebagai contoh,, usia, latarbelakang sosiokultural, dan pengalaman yang dilalui dari profesional kesehatan akan berpengaruh/ mempengaruhi cara dalam merespon kepada klien dan mitra kerja.

Klien adalah individu yang diberikan layanan kesehatan . Pada kondisi "acut setting care" perilaku pasien tidak selalu menunjukkan sebagai pasien. Dalam lingkungan kesehatan lain, individu yang menerima pelayanan menunjukkan sebagai klien. Pada model komunikasi kesehatan, batasan klien digunakan untuk menunjukkan seseorang yang menjadi fokus pelayanan perawatan kesehatan yang "are being provided" .Batasan meliputi karakteristik khusus, nilai dan kepercayaan yang dibawa individu ke lingkungan perawatan kesehatan. Sepantasnya karakteristik personel sebagai profesional kesehatan mempengaruhi interaksinya. Karakteristik unik dari klien mempengaruhi interaksi klien dengan yang lainnya.

Jaringan sosial klien termasuk set ke-tiga dari sifat individu yang berpartisipasi dalam komunikasi kesehatan . Client's significant others telah ditemukan sebagai hal yang paling essensial dalam mendorong klien seperti yang mereka sampaikan untuk menjaga kesehatan .



Comm. Variables

Lifespan Health transactions


Comm. Variables



Figur 1-10. Health communication model.

Transaksi
Transaksi adalah elemen mayor ke-dua dalam model komunikasi kesehatan. Transaksi merupakan suatu interaksi antara partisipan yang terlibat.Transaksi ini melibatkan individu tentang informasi yang mencakup verbal dan non verbal. Transaksi kesehatan merupakan bentuk kesepakatan bagaimana klien itu mencari dan mempertahankan kesehatannya sepanjang hidup.

Transaksi kesehatan merupakan suatu proses yang berkesinambungan ,dinamis dan bukan suatu yang statis, dimana terdapat feed back yang continue yang partisipan mampu untuk menempatkan diri dalam berkomunikasi.

Konteks
Elemen ke-tiga model komunikasi kesehatan adalah konteks, yaitu setting / tempat dimana proses terjadiyang punya pengaruh besar dalam komunikasi antara health professional - client - anggota keluarga dan orang lain yang terlibat dalam konteks. Salah satu unsur konteks adalah tempat dimana perawatan kesehatan dilaksanakan ,seperti : rumah sakit, klinik, ruang rawat jalan, atau ruang intensive yang mempengaruhi pola komunikasi didalamnya. Unsur yang lain adalah jumlah partisipan yang terlibat dalam komunikasi (lingkungan perawatan ) misalnya dalam bentuk group kecil atau interaksi antar individu atau kelompok besar. Jumlah partisipan yang ada mempengaruhi situasi yang ada di dalamnya .

3. PEMBAHASAN

Dari berbagai macam model komunikasi , yang sesuai untuk diterapkan pada klien anak usia sekolah adalah model komunikasi kesehatan (Health Communication Model) karena pada model ini penekanan pada proses relationship terdapat empat tipe relationship yang ada ,yaitu hubungan antara: professional - professional, profesional - client , professional - significant others , dan client - significant others.

Sesuai dengan teori perkembangan Jean Peaget, pada fase ini anak dapat mengetahui konsep baru ( merasakan sakit) tetapi belum dapat berpikir tentang hal-hal yang abstrak sehingga untuk mencapai proses perawatan diperlukan significant othes / keluarga / teman untuk membantu profesional kesehatan mengekspresikan hal abstrak yang dirasakan oleh klien.

Sedangkan menurut teori Erickson, pada fase ini anak belajar untuk dilibatkan dalam aktifitas dan berusaha untuk menyelesaikan tugasnya, mulai belajar aturan - aturan baru melalui proses belajar dan berhubungan dengan orang lain sehingga mendukung profesional kesehatan untuk melakukan tindakan - tindakan keperawatan pada klien.

Konteks adalah tempat / situasi dimana pelayanan kesehatan diberikan berdasarkan : tempat / ruang, jenis pelayanan, dan jumlah personel, hal ini berkaitan dengan peran significant others (keluarga, teman dll.) dan profesional kesehatan untuk menyiapkan lingkungan yang terapeutik bagi kesembuhan klien. Hal ini berkaitan dengan proses tumbang yang diungkapkan oleh Erickson yakni anak sudah mulai berpikir logis dan terarah ,dapat memilih , menggolongkan , mengorganisasikan fakta, disamping itu mampu berpikir dari sudut pandang orang lain sedangkan jumlah partisipan yang terlibatdalam komunikasi ( group kecil / interaksi antar individu ) akan membantu klien untuk mengekspresikan tentang perasaan .

Transaksi, kesepakatan interaksi antar partisipan didalam proses komunikasi meliputi verbal , nonverbal yang terjadi secara kontinyu , ini menunjukkan bahwa komunikasi tidak hanya bersifat satu arah dan terdapat umpan balik, ini terkait dengan teori Erickson dimana anak siap menjadi pekerja dan ingin dilibatkan dalam aktifitas.

4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
4.1.1 Komunikasi terapeutik sangat penting diterapkan pada anak usia sekolah,dengan demikian perawat dapat membina hubungan saling percaya pada anak dan anak dapat mengekspresikan perasaannya .
4.1.2 Komunikasi teraputik mempunyai tujuan, unsur-unsur, prinsip,
teknik-teknik dan hambatan yang perlu diketahui dan disadari sehingga memudahkan dalam penerapan.
4.1.3 Dari model konsep komunikasi yang ada adalah model komunikasi
kesehatan yang dapat digunakan dalam berinteraksi dengan pasien anak usia sekolah.
4.2 Saran
Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi perawat terutama perawat yang bekerja pada ruang perawatan anak, sehinga kami menyarankan agar teman-teman perawat membaca dan memahami isi makalah ini sehinga menjadi bekalkan bila berinteraksi dengan anak usia sekolah.






DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Kesehatan Anak dalam Kontek Keluarga, pusdiknakes Depkes RI , Jakarta (1993).

Hubungan Terapeutik Perawat - Klien , Budiana Keliat ,S.Kp.

Health Communication Strategies for Health Professional, Laurel L. Northouse third edition, application &lange 1998.a
Baca Selengkapnya - KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK USIA SEKOLAH

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber