Cari Blog Ini

ASI UNTUK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

ASI UNTUK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANRata Penuh

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal untuk meningkatkan mutu kehidupan bangsa, keadaan gizi yang baik merupakan salah satu unsur penting. Kekurangan gizi , terutama pada anak-anak akan menghambat proses pembangunan .
Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Lingkungan disini merupakan lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial yang mempengaruhi indifidu setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya.Gizi anak merupakan faktor biologis dalam faktor lingkungan,memegang peranan penting dalam tumbuh kembang.
Menurut SKRT 1992 kematian bayi dan anak balita pada tahun 1992 adalah sekitar 30 % dari seluruh kematian. Dari 30 % kematian ini, 10% atau 1/3 nya terjadi pada neonatus, 7,5 % terjadi pada bayi usia 7 hari. Data tersebut memberikan gambaran bahwasannya golongan bayi dan anak anak benar –benar rentan terhadap penyakit dan gizi kurang yang seringkali menyebabkan kematian.
Asi dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas anak karena disamping nilai gizinya tinggi juga menganndung zat imunologis yang melindungi anak dari berbagai macam infeksi.
Menurut Departemen Kesehatan RI 1995, pemberian ASI merupakan cara pemberian makanan bayi yang paling baik untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada saat awal.Tetapi pemberiab asi yang benar antara lain pemberian asi ekslusif hanya ditemui pada 47 % populasi dan menyusui dini pada jam pertama ditemui hanya pada 8 % populasi saja. Fenomena inilah yang pada akhirnya mendorong pemerintah untuk menggalakkan program asi ekslusif.
Dengan melihat hal diatas, maka peneliti ingin melihat perbandingan tumbuh kembang anak usia 1-4 bulan yang mendapat asi ekslusif dan yang mendapat asi non ekslusif.

Batasan dan Rumusan Masalah
Permasalahan yang kami teliti kami batasi, pada tumbuh kembang anak usia 1-4 bulan yang mendapat asi eksklusif dan yang tidak mendapat asi eksklusif, kemudian kami bandingkan tumbuh kembangnya.Penilaian pertumbuhan pada penelitian ini adalah secara antropometri sedangkan penilaian perkembangan pada anak usia 1-4 bulan menggunakan Denver Development Screening Test.
Berdasarkan batasan tersebut diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk untuk membandingkan tumbuh kembang bayi yang mendapat asi eksklusif dan bayi yang mendapat asi non eksklusif.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1 Pengertian tumbuh kembang

Pertumbuhan dan perkembangan anak adalah proses yang dinamik dan berlangsung terus menerus mulai dari masa konsepsi sampai dengan dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan adalah dua hal yang berbeda yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.(5)

Pertumbuhan (growth)
Pertumbuhan adalah setiap perubahan atau bertambahnya jumlah dan ukuran tubuh baik fisik (anatomi) maupun struktur. Peertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitas yaitu penambahan jumlah sel dan besar sel tubuh.Anak tidak hanya menjadi besar secara fisik tetapi ukuran dan stuktur pertumbuhan otaknya juga bertambah.Akibat adanya pertumbuhan otak anak mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk belajar, mengingat dan berfikir.(5) Pertumbuhan anak lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama masukan zat gizi dari pada faktor genetik. Pertumbuhan dapat diukut dengan ukuran tinggi atau panjang dan ukuran berat.(6)

Perkembangan (development)
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill)dalam struktur dan fungsi yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Perkembangan anak berhubungan dengan perubahan kualitatif yang meliputi beberapa dimensi perkembangan anak yaitu perkembangan mental,motorik, bahasa, sosial, emosi dan pekembangan moral.(5) Dalam proses perkembangan terdapat proses deferensiasi dari sel tubuh, jaringan, organ, sistim organ sehingga masing-masing dapat berfungsi dengan baik. Hail ini dapat dicontohkan dengan kemampuan bermain, berbahasa, termasuk juga perkembangan emosi dan tingkah laku sebagai suatu hasil interaksi dengan lingkungan sekitarnya.(6)
Peristiwa pertumbuhan dan perkembangan berjalan seiring dan saling terkait, berkesinambungan dengan ritme laju tumbuh kembang yang tak selalu tetap. Pada saat dalam kandungan proses tumbuh kembang berlangsung pesat sekali demikian pula pada tahun-tahun pertama kehidupan setelah kelahiran, kemudian menurun dan meningkat kembali pada usia 12- 14 tahun menuju tahap dewasa.(4)
2. Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

Faktor post natal yang berperan dalam tumbuh kembang anak adalah faktor bio-fisiko-psiko-sosial. Contoh ari komponen biologis adalah kesehatan tubuh/organ,keadaan gizi, kekebalan penyakit. Yang termasuk komponen fisik misalnya perumahan, kebersihan lingkungan, fasilitas kesehatan dan pendidikan. Komponen psiko-sosial misalnya kesehatan jiwa,stimulasi mental,pengaruh keluarga dan sekolah, nilai budaya dll.(4)
Wirsiki menyatakan bahwa proses tumbuh kembang dipemgaruhi oleh 2 faktor.
1.Mikro kosmos (keadaan anak itu sendiri )
Termasuk disini adalah sifat dasar konstitusi anak sejak lahir dan keadaan biologis anak .
2. Makro kosmos (keadaan lingkungan anak)
Termasuk disini adalah sikap orang tua, teman bermain dan guru serta masyarakat.

3 Kesehatan Anak
Kesehatan anakmerupakan suatau hal yang penting karena akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.Golongan bayi dan anak justru merupakan golongan yang sangat rentan terhadap penyakit infeksi dan gizi kurang.(3)
Pemberian imunisasi aktif pada bayi adalh penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi misalnya tbc,difteri, pertusis, tetenus, polio, campak, hepatitis b dll.
Imunisasi pasif dapat diperoleh melalui antibodi maternal dan asi yang akan menolong bayi untuk mencegah dan menghadapi infeksi selama bulan-bulan pertama kehidupan.Karena daya imunitas itu akan menurun dan kontak dengan lingkungan akan makin meningkat, kejadian penyakit infeksi akan bertambah secara cepat dan menetap pada tingkat yang tinggi selama tahun kedua dan ketiga kehidupan(.9)
Bayi yang mendapat asi eksklusif mempunyai resiko yang jauh lebih rendah terhadap penyakit diare jika dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula atau menerima makanan lain selain susu, karena bayi yang mendapat asi akan menerima zat protektif disamping proses penyediaan susu formula atau makanan tambahan tersebut sering kurang higienis.
Bayi atau anak yang sehat pada umumnya akan tumbuh dengan baik,berbeda dengan anak yang sering terkena infeksi, biasanya pertumbuhannya akan terganggu.(9)
4. Pola Konsumsi Bayi 0-4 Bulan

Masa bayi ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang pesatdisertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi. Selama periode ini bayi sepenuhnya tegantung pada perawatan dan pemberian makan oleh ibunya.
Asi tanpa makanan lain dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 4 bulan dan sesudahnya hanya berfungsi sebagai sumber protein, vitamin, mineral utama bagi bayi.Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut maka mulai usia 4 sampai 24 bulan disamping asi juga diberikan makanan pendamping asi.(1)
Dahulu pemberian makanan tambahan diberikan sedini mungkin tetapi setelah ada laporen tentang bahaya yang ditimbulkannya maka dianjurkan agar makanan tambahan diberikan secara bertahap mulai usia 5 bulan.(3)

5. Asi

5.1 Komponen Asi
Asi merupakan substansi bahan yang hidupdengan kompleksitas biologi yang luas yang mampu memberikan daya perlindungan baik secara aktif melalui pengauran imunologis.Asi bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi, tetapi juga mengandung inunoglobulin a (Ig a) yang memainkan peran penting dalam fungsi proteksi. Asi juga mengandung kadar lisozim yang tinggi yang sangat menguntungkan untuk menghancurkan bakteri didalam rongga usus.(7)
Kolustrum yaitu asi yang bewarna kekuningan yang keluar pertama kali setelah bayi lahir mengandung protein yang terdiri dari lactalbumin, lactalglobin,casein, minyak, mineral, vitamin A dan Ig a. Kandungan Ig a dalam kolustrum jauh lebih besar dibandingkan dengan yang terkandung dalam asi. Kolustrum menjamin bayi baru lahir dapat beradaptasi dan berhasil melewati masa trasnsisi.

5.1.2 Manfaat Asi
Asi merupakan makanan terbaik bagi bayi karena mengandung semua bahan yang diperlukan oleh bayi untuk masa 0-4 bulan,
Menurut depkes RI 1994 manfaat asi adalah :
Mudah dicerna
Mengandung zat berkualitas tinggi untuk kecerdasan dan pertumbuhan
Mengandung zat kekebalan
Aman dan bersih
Suhu tepat
Menghindarkan bayi dari alergi dan diare
Asi praktis dan ekonomis, dapat diberikan dimana saja dan kapan saja. Disamping itu asi juga bebas dari kesalahan dalam penyediaan dan penyajian.(7)

5.1.3 Pola Menyusui
Pola menyuu\sui dalam hal ini meliputi cara pemberian,sikap dan tingkah laku ibu dalam menyusukan bayinya. Sebaiknya bayi disusui secara call feeding maksudnya setiap saat bayi menginginkannya. Yang juga penting adalah ibu harus berada dalam keadaan tenang dan bebas dari ketegangan fisik maupun mental. Cara menyusui sebaiknya pada kedua buah payudara secara bergantian

6. Pengukuran Tumbuh Kembang

6.1 Pengukuran Pertumbuhan cara Antropometri
Antropometri selama ini dikenal sebagai indikator sederhana dalam penilaian status gizi perorangan maupun masyarakat. Jenis antropometri yang digunakan adalah berat badab, tinggi badab/panjang badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada dan lapisan lemak bawah kulit
Dalam penilaian untuk menentukan status gizi balita, antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Indeks yang digunakan adalah indeks berat badan menurut tinggi badan.
Klasifikasi berat badan menurut tinggi badan berdasarkan who menggunakan baku indks NCHS (terlampir)(10)

6.2 Pengukuran Perkembangan Menurut DDST
DDST adalah salah satu dari metode skining terhadap kelainan perkrmbangan anak.Tes ini bukanlah merupakan tes untuk diagnosa atau tes IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skining yang baik. Tes ini dapat dilakukan dengan cepat ( sekitar 15-20 menit ) dan menunjukkan validitas yang tinggi.
Dalam DDST semua tugas perkembangan disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam 4 kelompok besar yang meliputi
1.Personal sosial
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya
2. Gerakan motor halus
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot –otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat.
3. Bahasa
Yaitu kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan
4. gerakan motor kasar
Yaitu aspek yang berhubungan dengan sikap tubuh.
Untuk menentukan perkembangan berdasarkan DDST maka hasil tes diklasifikasikan dalam
Abnormal
Bila terdapat 2 atau lebih keterlambatan pada 2 sektor atau lebih
Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan ditambah dengan 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan
Pada sektor yang sama tersebu tidak ada yang lulus
Meragukan
Bila pada 1 sektor terdapat 2 keterlambatan
Tidak dapat dites
a. Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi meragukan
Normal
a. Semua yang tak tercantum dalam kriteria tersebut diatas

Kerangka konsep Penelitian
Bayi 1-4 bl
Asi eksklusif Asi non eksklusif
Stimulasi Keadaan kesehatan

Tumbuh kembang
Pertumbuhan BB/umur
Perkembangan (DDST)

Penjelasan Kerangka konsep

Pemberian asi secara eksklusif dan noneksklusif merupakan upaya pemenuhan gizi anak yang memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak. Pada bayi yang lahir cukup bulan dan punya berat badan lahir yang cukup seharusnya mempunyai pertumbuhanyang sesuai dengan standart pertumbuhan menurut WHO/NCHS. Untuk mengetahui apakah berat badan bayi yang mendapat asi eksklusif dan non eksklusif itu sesuai atau tidak dengan standart diatas maka perlu diketahui berat badan lahir dan berat badan saat dilakukan penelitin.

Keadaan kesehatan anak berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Anak yang sehat pada umumnya akan tumbuh dengan baik. Berbeda dengan anak yang sering sakit biasanya pertumbuhannya akan terganggu. Kesehatan anak ini dipengaruhi oleh frequensi sakit, beat atau ringannya penyakit dan lama masa sakit yang dialami.

Stimulasi merupakan hal yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang banyak mendapat stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapat stimulasi. Kualitas stimulasi ini dipengaruhi oleh ibu atau pengasuh anak, lama waktu stimulasi, alat atau permainan yang digunakan dan cara stimulasi.
DAFTAR PUSTAKA

Akre, j ,Pemberian Makanan untuk Bayi, Dasar-dasar Fisiologis WHO, 1990.

Hurlock, Elizabeth, Perkembangan Anak, Jilid I , Penerbit Airlangga, 1998.

Muhilal, Krisdina, dkk, Angka kecukupan Gizi yang Dianjurkan, Aksara Widya Karya Nasional, Jakarta, 1998.

Satoto, Tumbuh Kembang Anak dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Proceeding of Seminar cum Workshop on Safe Motherhood and Child Survival Growth and Development, Surabaya, 1990.

Samsudin, Cara Penilaian Keadaan Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik Anak, 1985.

Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1995.

Suradi, Rusina, Manfaat Pemberian ASI Ekslusif Bagi Tumbuh Kembang Anak dalam Seminar Sehari ASI Ekslusif, Jakarta, 1994.

Tarwotjo, Ig & Soekiman, Status Gizi Anak, Majalah Gizi Indonesia vol.IX No.2, 1987.

Tumbelaka, WAFC, Peranan ASI dalam Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya, Media Hospitalia vol.54, 1998.

WHO, A Growth Chart fot International Use in Maternal and Child Health Care, Geneva, 1980.

WHO / FAO, Energy and Protein Requirement, Report of Joint WHO / FAO, WHO Technical Report Series No. 52.
Baca Selengkapnya - ASI UNTUK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

ASKEP GAGAL NAFAS

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GAGAL NAFAS

PENGERTIAN

Gagal nafas adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankan pertukaran O2 dan CO2 dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (Heri Rokhaeni, dkk, 2001)

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran O2 terhadap CO2 dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi O2 dan pembentukan CO2 dalam sel-sel tubuh sehingga menyebabkan PO2 <>2 > 45 mmHg (hiperkapnia) (Smeltzer, C Susane, 2001)

ETIOLOGI

Kerusakan atau depresi pada system saraf pengontrol pernafasan

o Luka di kepala

o Perdarahan / trombus di serebral

o Obat yang menekan pernafasan

o Gangguan muskular yang disebabkan

o Tetanus

o Obat-obatan

o Kelainan neurologis primer

Penyakit pada saraf seperti medula spinalis, otot-otot pernafasan atau pertemuan neuromuskular yang terjadi pada pernafasa sehingga mempengaruhi ventilasi.

o Efusi pleura, hemathorak, pneumothorak

Kondisi ini dapat mengganggu dalam ekspansi paru

o Trauma

Kecelakakan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan hidung, mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas dan depresi pernafasan

o Penyakit akut paru

Pneumonia yang disebabkan bakteri dan virus, asma bronchiale, atelektasis, embolisme paru dan edema paru

TANDA DAN GEJALA

Tanda

a. Gagal nafas total

o Aliran udara di mulut, hidung tidak terdengar / dirasakan

o Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada pengemabngan dada pada inspirasi

b. Gagal nafas partial

o Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, growing dan wheezing

o Ada retraksi dada

Gejala

o Hiperkapnia yaitu peningkatan kadar CO2 dalam tubuh lebih dari 45 mmHg

o Hipoksemia terjadi takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis atau PO2 menurun

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. BGA

Hipopksemia

o Ringan : PaO2 <>

o Sedang : PaO2 <>

o Berat : paO2 <>

b. Pemeriksaan rontgen dada

Untuk melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui

c. Hemodinamik: tipe I terjadi peningkatan PCWP

d. EKG

o Memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan

o Disritmia

PENGKAJIAN

a. Airway

o Terdapat secret di jalan nafas (sumbatan jalan nafas)

o Bunyi nafas krekels, ronchi, dan wheezing

b. Breathing

o Distress pernafasan: pernafasan cuping hidung, takhipnea / bradipnea

o Menggunakan otot asesoris pernafasan

o Kesulitan bernafas: lapar udara, diaforesis, dan sianoasis

o Pernafasan memakai alat Bantu nafas

c. Circulation

o Penurunan curah jantung, gelisah, letargi, takikardi

o Sakit kepala

o Gangguan tingkat kesadaran: gelisah, mengantuk, gangguan mental (ansietas, cemas)

PENATALAKSANAAN MEDIS

  1. Terapi oksigen: pemberian oksigen rendah nasal atau masker
  2. Ventilator mekanik dengan memberikan tekanan positif kontinu
  3. Inhalasi nebulizer
  4. Fisioterapi dada
  5. Pemantauan hemodinamik / jantung
  6. Pengobatan: bronkodilator, steroid
  7. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir

Tujuan: jalan nafas efektif

Kriteria hasil:

o Bunyi nafas bersih

o Secret berkurang atau hilang

Intervensi:

a. Catat karakteristik bunyi nafas

b. Catat karakteristik batuk, produksi dan sputum

c. Monitor status hidrasi untuk mencegah sekresi kental

d. Berikan humidifikasi pada jalan nafas

e. Pertahankan posisi tubuh / kepala dan gunakan ventilator sesuai kebutuhan

f. Observasi perubahan pola nafas dan upaya bernafas

g. Berikan lavase cairan garam faaal sesuai indiaksi untuk membuang skresi yang lengket

h. Berikan O2 sesuai kebutuhan tubuh

i. Berikan fisioterapi dada

j. Berikan bronkodilator

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam interstitial / area alveolar, hipoventilasi alveolar, kehilangan surfaktan

Tujuan; pertukaran gas adekuat

Criteria hasil:

o Perbaikan oksigenasi adekuat: akral hangat, peningkatan kesadaran

o BGA dalam batas normal

o Bebas distres pernafasan

Intervensi:

o Kaji status pernafasan

o Kaji penyebab adanya penurunan PaO2 atau yang menimbulkan ketidaknyaman dalam pernafasan

o Catat adanya sianosis

o Observasi kecenderungan hipoksia dan hiperkapnia

o Berikan oksigen sesuai kebutuhan

o Berikan bantuan nafas dengan ventilator mekanik

o Kaji seri foto dada

o Awasi BGA / saturasi oksigen (SaO2)

c. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik

Tujuan: klien bebas dari cidera selama ventilasi mekanik

Intervensi:

o Monitor ventilator terhadap peningkatan tajam pada ukuran tekanan

o Observasi tanda dan gejala barotrauma

o Posisikan selang ventilator untuk mencegah penarikan selang endotrakeal

o Kaji panjang selang ET dan catat panjang tiap shift

o Berikan antasida dan beta bloker lambung sesuai indikasi

o Berikan sedasi bila perlu

o Monitor terhadap distensi abdomen

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET dengan kondisi lemah

Tujuan: klien tidak mengalami infeksi nosokomial

Intervensi:

o Evaluasi warna, jumlah, konsistensi sputum tiap penghisapan

o Tampung specimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi

o Pertahanakan teknik steril bila melakukan penghisapan

o Ganti sirkuit ventilator tiap 72 jam

o Lakukan pembersihan oral tiap shift

o Monitor tanda vital terhadap infeksi

o Alirkan air hangat dalam selang ventilator dengan cara eksternal keluar dari jalan nafas dan reservoir humidifier

o Pakai sarung tangan steril tiap melakukan tindakan / cuci tangan prinsip steril

o Pantau keadaan umum

o Pantau hasil pemeriksaan laborat untuk kultur dan sensitivitas

o Pantau pemberian antibiotik

e. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi tubuh tidak mampu makan peroral

Tujuan: klien dapat mempertahankan pemenuhan nutrisi tubuh

Intervensi:

o Kaji status gizi klien

o Kaji bising usus

o Hitung kebutuhan gizi tubuh atau kolaborasi tim gizi

o Pertahankan asupan kalori dengan makan per sonde atau nutrisi perenteral sesuai indikasi

o Periksa laborat darah rutin dan protein

DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

2. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993

3. Hudak, Carolyn M, Gallo, Barbara M., Critical Care Nursing: A Holistik Approach (Keperawatan kritis: pendekatan holistik). Alih bahasa: Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasmin Asih. Edisi VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997

4. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)

5. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999)

6. Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, Buku-ajar Ilmu Bedah. Ed: revisi. Jakarta: EGC, 1998

7. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;





"
Baca Selengkapnya - ASKEP GAGAL NAFAS

ASKEP HEMORRHOIDS


ASUHAN KEPERAWATAN HEMORRHOIDS

Pengertian :

Terjadi pelebaran ( dilatasi ) vena pada anus maupun rectal ( fleksus haemorrhoidalis superior dan media : haemorrhoid interna dan fleksus haemorrhoidalis inferior : haemorrhoid eksterna ).

Insiden terjadi pada usia 20 - 50 tahun.

Faktor resiko tinggi adalah :

1. Kehamilan.

2. Konstipasi yang lama.

3. Hipertensi portal.

Pathofisiologi

a) Dilatasi vena anorectal dan mengembang akibat peningkatan tekanan intra abdominal dan terbendungnya aliran darah vena daerah anorectal.

b) Ketegangan vena yang terjadi pada jaringan lunak akan menyebabkan prolaps, ini dapat menyebabkan thrombus atau peradangan, serta terjadi perdarahan.

Manifestasi klinik :

1. Bengkak (bendungan) di dalam atau diluar rectum.

2. Nyeri.

3. Gatal daerah rectum.

4. Gangguan mukosa rectum.

5. Perdarahan pada saat b.a.b.

Diagnostik

a) Riwayat

· Mengkaji nyeri, gatal, atau kemungkinan perdarahan.

· Pertanyaan kebiasaan buang air besar ; konstipasi, mengejan saat defekasi.

b) Pemeriksaan fisik

· Inspeksi untuk haemorrhoid eksternal ada prolaps atau internal haemorrhoid.

· Pemeriksaan rectal toucer ( colok dubur )

c) Proctosigmoidoscopy, untuk menentukan lokasi dan keadaan dari haemorrhoid.

Penatalaksanaan klinis

a) Tujuan untuk memberikan rasa nyaman dan menurunkan gejala.

b) Intervensi non pharmakologis

1) Memberikan posisi recumben untuk mengurangi penekanan, edema dan prolaps.

2) Memberikan makanan yang mengandung serat untuk memudahkan b.a.b tidak mengedan.

3) Meningkatkan pemasukkan cairan sehingga tinja jadi lunak.

4) Melakukan kompres dingin pada saat nyeri di daerah anus, dan lakukan rendam bokong (sitz baths) secara kontinyu untuk memberi rasa nyaman.

c) Intervensi pharmakologis

1) Menggunakan obat pelembut tinja untuk memudahkan b.a.b.

2) Laksative bila terjadi konstipasi

3) Gunakan obat luar (oles), cream dan suppositoria untuk mengurangi nyeri sedang maupun berat atau gatal.

d) Prosedur khusus medikal-surgikal.

1) Hemorrhoidectomy : pembedahan pada hemorrhoids.

2) Sclerosing pada hemorrhoid : injeksi pada jaringan sub mukosa.

KOMPILKASI

1) Perdarahan yang menyebabkan anemia.

2) Strangulasi (perlengketan).

3) Trombosis pada hemorrhoid.

Prognosis : berulang kembali 50 % setelah pengobatan sclerosing. Yang lebih baik adalah dilakukan ligasi dan hemorroidectomy.

Baca Selengkapnya - ASKEP HEMORRHOIDS

ASKEP FISTEL UMBILIKALIS

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FISTEL UMBILIKALIS

PENGERTIAN

Umbilikalis fistel atau fistel umbilikalis atau fistula vitellina adalah suatu keadaan kongenital dimana duktus vitellinus tetap dipertahankan seluruhnya sehingga membentuk hubungan langsung antara pusat dengan seluruh pencernaan. Dalam hal ini dapat dikeluarkan tinja melalui pusat.

PENATALAKSANAAN

1. Tindakan Medis : Pembedahan

2. Tindakan Keperawatan :

Preoperasi;

Diagnosa keperawatan

a) Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses berpikir, pembedahan, ancaman gangguan fungsi tubuh, nyeri dan rasa tidak nyaman; dan kemungkinan tumor ganas.

b) Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat dan gangguan pencernaan dan absorsi makanan dan cairan yang harus diberikan untuk proses penyakit.

c) Potensial infeksi sehubungan dengan pembedahan di dalam usus dan berkurangnya resistensi karena malnutrisi dan atau proses penyakit.

Intervensi keperawatan

· Eksplorasi pasien untuk mengungkapkan rasa takut (kuatir).

· Libatkan keluarga pasien dengan memperhatikan keadaan sosial ekonomi atau masalah di dalam keluarga.

· Jelaskan kepada keluarga dan pasien prosedur-prosedur yang akan digunakan saat postoperasi; napas dalam, batuk teratur, ambulasi awal.

· Kaji tanda-tanda kemungkinan dehidrasi pada pasien.

· Beri cairan ekstra untuk hidrasi yang optimal, makanan tinggi kalori, rendah sisa termasuk tinggi protein dan vitamin.

· Transfusi darah diberikan untuk mencegah anemia dan menunjang kondisi umum pasien.

· Persiapan operasi dengan puasakan pasien 26 - 36 jam sebelum operasi.

Selama masa preoperasi, pasien diberikan obat oral antimikroba untuk merusak organisme diusus ( sterilisasi eliminasi / b.a.b.)

Bila dengan pemberian antibiotika oral, pasien mengalmi diare, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Postoperasi;

Diagnosa keperawatan

1. Potensial infeksi sehubungan dengan tindakan pembedahan dan proses penyembuhan.

2. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan sehubungan dengan bedah intestinal, berkurangnya kerja usus, dan kehilangan cairan dan elektrolit karena pengeringan intestinal.

3. Pola napas yang tidak efektif sehubungan dengan nyeri insisi, distensi abdomen dan kurangnya mobilisasi.

4. Gangguan pola eliminasi (sistem perkemihan ) sehubungan dengan bedah perineal (mengikuti abdominoperineal)

5. Gangguan pola eliminasi (sistem pencernaan /b.a.b.) sehubungan dengan peristaltik berkurang, mobilisasi yang kurang, dan ileostomi.

6. Kurangnya pengetahuan tentang nutrisi, membagi / mengatur aktifitas dan pola eliminasi sendiri.

Intervensi Keperawatan

1. Kontrol balutan dan area luka apakah terjadi tanda-tanda awal perdarahan. Inspeksi insisi dan ganti balutan bila terlihat kemerahan, edema dan pengeringan

2. Monitor suhu pasien secara teratur untuk bebrapa hari. Evaluasi suhu yang tiba-tiba dapat diindikasikan terjadinya infeksi.

3. Hindari kontaminasi area peritoneum dari sekret intestinal.

4. Makanan peoral selama beberapa hari pertama tidak diberikan; cairan intravena digunakan untuk membantu pasien. Bila cairan dapat ditolerir pasien (NGT dapat dilepas) dan nutrisi dapat diberikan berupa makanan lunak. Hindari makanan yang mengandung gas dan cairan yang mengandung karbonat.

5. Catat intake dan output termasuk drainage intestinal. Ispeksi kerja peristaltik usus dengan stetoskop.

6. Lakukan 5 -10 kali napas setiap jam sebagai ventilasi penuh alveoli pasien dan batuk teratur beberapa kali untuk memancing mukus keluar.

7. Ganti posisi pasien setiap jam untuk mencegah tekanan pada diafragma.

8. Lakukan ambulasi malam dan pagi hari. Kolaborasi dengan fisioterapi.

9. Hindari kontaminasi pada daerah perineal, terutama bila ada pemasangan kateter.

10. Catat bila terjadi flatus, sebagai indikasi peristaltik.

11. Lakukan ambulasi awal untuk mengaktifkan peristaltik.

12. Ajarkan klien dan keluarga pentingnya nutrisi; menghindari makanan mengandung gas dan makanan kasar; cairan yang adekuat.

13. Ajarkan pasien berdiri dan berjalan. Hindari aktifitas fisik yang berat.

14. Ajarkan perawatan mandiri ileostmi pasien.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Salder, TW.1988. Embriologi Kedokteran, Edisi ke V. Alih bahasa : Dr. Irwan Susanto. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Watson, JE. dan Joan R. Royle, 1987. Medical Surgical Nursing and Related Physiology. Clays Ltd. St. Ives plc, England

Baca Selengkapnya - ASKEP FISTEL UMBILIKALIS

PENGKAJIAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

PENGKAJIAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
Terdapat beberapa pertanyaan kunci bahwa perawat harus mempertimbangkan saat mengkaji kebutuhan akan sentuhan pasien dan keluarga

T Jumlah total sentuhan saat ini dari keluarga dan anggota tim kesehatan

Pasien membutuhkan sedikit perawatan fisik, mungkin diisolasi, atau mungkin menggunakan tempat tidur kinetik. Sering kali pasien ini mempunyai atau tidak sama sekali mempunyai pengunjung, atau anggota keluarga sangat ragu-ragu menyentuh pasien. Ketika dengan pasien mereka tetap jauh dari tempat tidur dan munculnya ketakutan atau rasa tidak nyaman dengan menyentuh atau menunjukkan pengaruhnya dan perawatan.

O Pasien lansia sering meningkat akan kebutuhan sentuhan yang berarti selama periode krisis. Agging process yang juga membuat mereka lebih cenderung terjadi penurunan sensori, kekacauan mental, dan kesulitan komunikasi yang dapat dikurangi dengan sentuhan yang berarti dalam memberikan perawatan. Mmepunyai pengunjung dan interaksi verbal sedikit dapat memperbesar kebutuhan memreka akan sentuhan.

U Ancaman yang tidak biasa terhadap gambaran diri dan jarak kedekatan pribadi terjadi pada saat pasien mengalami ketidaknyamanan dan bingung tentang bagian tubuhnya dan menyatukan bagian-bagian tubuhnya ke dalam satu tubuh yang utuh.

C Tingkat kesadaran pasien memberi isyarat akan kebutuhan sentuhan. Mungkin terjadi kurang jika mereka stabil dan dapat berpartisipasi pada perawatan mereka.

Krisis dapat memicu peningkatan akan kebutuhan dukungan, kedekatan dengan orang lain, komunikasi yang jelas. Sering terjadi sedikit kesempatan bagi perawat memberikan dukungan verbal yang lama selama situasi krisis, walaupun kebutuhan dukungan dan perawatan semakin meningkat.

H Teknologi canggih sangat menunjang perawatan intensif. Ketidakberdayaan dan keputusasaan merupakan perasaan yang dialami pasien jika mereka mengetahui bahwa mereka tidak meningkatkan situasi mereka pada tingkat yang dapat diterima. Perasaan ini memungkinkan mereka dalam kehancuran dan depressi. Mereka akan menampakkan perasaan ini dengan tampak apatis terhadap kondisi mereka atau perawatan, withdrawal, atau menghindari komunikasi, atau menangis dan terluka. Merasa kesepian dalam krisis mereka hanya membuat mereka makin putus asa. Pasien ini mungkin sangat terbuka terhadap dukungan dan pemberian perhatian sentuhan perawat sebagai tanda bahwa seseorang memperhatikan dan bersamanya.

I Psikosis ICU, kekacauan mental dan tak berdaya merupakan kemungkinan efek samping dari lingkungan perawatan kritis pada kombinasi tingkat stress pasien. Kurang istirahat, perubahan status nutrisi dan penggunaan obat juga mendukung terjadinya ketidakseimbangan yang dialami pasien. Sentuhan yang hati-hati dan direncanakan dapat membantu pasien melalui episode ini. Keinginan menyentuh bagi pasien mungkin merupakan isyarat kebutuhannya untuk mengadakan kontak rasa dengan orang lain. Pasien yang meraih perawat atau memegang lengan atau tangan perawat mungkin menandakan kebutuhan mereka untuk kedekatan dan kontak dengan orang lain.

N Menggunakan lima indra secara normal dan input sensoris yang normal dan jumlah serta kualitasnya meningkatkan kemampuan pasien untuk mengatasi ansietas, lingkungan asing dan situasi krisis. Sayangnya semua itu sering mengubah input sensoris dan penggunaannya. Memberikan perhatian yang sensitif pada perilaku pasien merupakan langkah pertama dalam mencapai keseimbangan proses sensoris. Langkah kedua termasuk menggunakan sentuhan yang bermakna dalam mencoba mengkomunikasikan keperawatan dan menghubungkan pasien dengan realita, martabat dan harga diri. Langkah ketiga membutuhakan perawat untuk melihat respons pasien untuk menilai intervensi pada tingkat individu.

G Memberikan isyarat perilaku terhadap kebutuhan sentuhan merupakan fenomena yang tidak disadari pasien. Expresi wajah, kontak mata, ungkapan verbal, ingin menyentuh dan sering memanggil perawat mungkin menandakan kebutuhan pasien akan seseorang disampingnya

Sama pentingnya menyadari isyarat pasien untuk menghindari sentuhan. Ingatlah pasien sebagai individu, perubahan suasana hati, pengaruh budaya dan perubahan fisiologis mungkin menyebabkan fluktuasi pada kebutuhan pasien atau kesiapan fisik untuk kontak. Keterbuakaan untuk menyentuh pada satu waktu tidak meyakinkan bahwa pasien akan merasa nyaman dengan sentuhan dibawah kondisi lain. Penting untuk memahami bahwa kebutuhan pasien dan berespons menyentuh berubah dari waktu ke waktu atau dari hari ke hari.*)

*) Hudak & Gallo Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Ed VI Vol I 1997
Baca Selengkapnya - PENGKAJIAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

B. ETIOLOGI
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
• Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
- Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
- Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
- Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
- Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
- Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85




MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
1.Pemeriksaan lab.darah
- hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test )
ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
- koagulasi studi
PTT, PTTK
- BGA
2. Urine
- urine rutin
- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )

E. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal




















I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Perubahan nutrisi
4. Perubahan pola nafas
5. Gangguan perfusi jaringan
6. Intoleransi aktivitas
7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis
8. resti terjadinya infeksi

J. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.
a. Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.
b. Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).
c. Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
d. Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
e. Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.
























DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI

download askep diatas klik disini
Baca Selengkapnya - CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

ASKEP DHF

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DHF

A. Pengertian
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk AEDES ( AEDES ALBOPICTUS dan AEDES AEGEPTY )

B. Penyebab
Penyebab DHF adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus ) melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dn Aedes Aegepty )

C. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :
- Meningkatnya suhu tubuh
- Nyeri pada otot seluruh tubuh
- Suara serak
- Batuk
- Epistaksis
- Disuria
- Nafsu makan menurun
- Muntah
- Ptekie
- Ekimosis
- Perdarahan gusi
- Muntah darah
- Hematuria masih
- Melena

D. Klasifikasi DHF menurut WHO
Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan ( uju tourniquet positif )

Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.

Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( 20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi )

Derajat IV
Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur

Pemeriksaan Diagnostik
- Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau kurang )
- Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
- Rontgen Thorac = Effusi Pleura

E. Pathways


































F. Penatalaksanaan
 Medik
A. DHF tanpa Renjatan
- Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak <1th dosis 50 mg Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ kg BB.
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat

B. DHF dengan Renjatan
- Pasang infus RL
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 – 30 ml/ kg BB )
- Tranfusi jika Hb dan Ht turun
 Keperawatan
1. Pengawasan tanda – tanda Vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
- Observasi intik output
- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2 liter per hari, beri kompres
- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2 pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.

2. Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal

3. Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
- Beri minum banyak
- Berikan kompres



F. Asuhan Keperawatan pada pasien DHF
Pengkajian
- Kaji riwayat Keperawatan
- Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda perdarahan , mual muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hai, nyeri otot dan tanda – tanda renjatan ( denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab, terutama pada ekstremitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran )

Diagnose Keperawatan
1. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler , perdarahan, muntah, dan demam
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan
4. Hiertermi berhubungan dengan proses infeksivirus
5. Perubahan proses proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak

Perencanaan
1. Anak menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan
2. Anak menunjukkan tanda – tanda perfusi jaringan perifer yang adekwat
3. Anak menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal
4. Keluarga menunjukkan kekoping yang adaptif
Implementasi
1. Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan
- Mengobservasi tanda – tanda vital paling sedikit setiap 4 jam
- Monitor tanda – tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis, ubun – ubun cekung, produktie urin menurun
- Mengobservasi dan mencatat intake dan output
- Memberikan hidrasi yang adekwat sesuai dengan kebutuhan tubuh
- Memonitor nilai laboratorium : elektrolit / darah BJ urin , serum tubuh
- Mempertahankan intake dan output yang adekwat
- Memonitor dan mencatat berat badan
- Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
- Mengurangi kehilangan cairan yang tidak telihat ( insesible water loss / IWL )

2. Perfusi jaringan Adekwat
- Mengkaji dan mencatat tanda – tanda Vital ( kualitas dan Frekwensi denyut nadi, tekanan darah , Cappilary Refill )
- Mengkaji dan mencatat sirkulasi pada ektremitas ( suhu , kelembaban dan warna )
- Menilai kemungkinan terjadinya kematian aringan pada ekstremitas seperti dingin , neri , pembengkakan kaki )

3. Kebutuhan nutrisi adekwat
- Ijinka anak memakan makanan yang dapa ditoleransi anak. Rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
- Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
- Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
- Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
- Mempertahankan kebersihan mulut pasien
- Menjelaskan pentingnya intake nutirisi yang adekwat untuk penyembuhan penyakit

4. Mempertahankan suhu tubuh normal
- Ukur tanda – tanda vital suhu tubuh
- Ajarkan keluarga dala pengukuran suhu
- Lakukan “ tepid sponge” ( seka ) dengan air biasa
- Tingkatkan intake cairan
- Berikan terapi untuk menurunkan suhu
5. Mensupport koping keluarga Adaptif
- mengkaji perasaan dn persepsi orang tua atau anggota keluarga terhadap situasi yang penuh stress
- Ijinkan orang tua dan keluarga untuk memberikan respon secara panjang lebar dan identifikasi faktor yang paling mencmaskan keluarga
- Identifikasikan koping yang biasa digunakan dn seberapa besar keberhasilannya dalam mengatasi keadaan

G. Pencegahan DHF
Menghindari atau mencegah berkembangnya nyamuk Aedes Aegepty dengan cara:
- Rumah selalu terang
- Tidak menggantung pakaian
- Bak / tempat penampungan air sering dibersihkan dan diganti airnya minimal 4 hari sekali
- Kubur barang – barang bekas yang memungkinkan sebagai tempat terkumpulnya air hujan
- Tutup tempat penampungan air
Perencanaan pemulangan dan PEN KES
- Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktifitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
- Jelaskan terapi yang diberikan, dosis efek samping
- Menjelaskan gejala – gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala
- Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan
DAFTAR PUSTAKA
Buku ajar IKA infeksi dan penyakit tropis IDAI Edisi I. Editor : Sumarmo, S Purwo Sudomo, Harry Gama, Sri rejeki Bag IKA FKUI jkt 2002.
Christantie, Effendy. SKp, Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995
Prinsip – Prinsip Keperawatan Nancy Roper hal 269 – 267
Baca Selengkapnya - ASKEP DHF

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber