Cari Blog Ini

Sikap Ibu dalam Menghadapi Rendahnya Pengetahuan Seks Remaja 16-20 Tahun di Desa

ABSTRAK
SIKAP IBU DALAM MENGHADAPI RENDAHNYA PENGETAHUAN SEKS REMAJA 16-20 TAHUN DI DESA ......... KECAMATAN ......... KABUPATEN ......... TAHUN 2010

Pengetahuan seks remaja saat ini tidak jarang yang diperoleh hanya sebatas informasi bukan berupa pendidikan. Padahal anak sudah harus mendapatkan pendidikan seks sejak dini. Berdasar hasil praktek klinik lapangan di Desa ......... Kecamatan ......... Kabupaten ........., didapatkan data dari 50 orang remaja 36% diantaranya mempunyai pengetahuan yang rendah tentang pendidikan seks.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau informasi tentang sikap ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun.
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif subyek penelitian adalah 153 ibu yang mempunyai remaja 16-20 tahun teknik sampling yang digunakan adalah quota sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan angket, dengan menggunakan metode skala likert. Kemudian data dimasukkan dalam rumus sehingga diperoleh prosentase yaitu sikap negatif dan sikap positif.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 56,86% responden cenderung bersifat negatif dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun.
Dari hasil tersebut perlu dilakukan penyuluhan agar ibu-ibu mengetahui cara menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja.
Kata kunci : rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pengetahuan seks remaja saat ini sering tidak tepat. Tidak jarang pengetahuan seks yang diperoleh hanyalah sebatas informasi, bukan berupa pendidikan. Padahal menurut Vania Djohan Salim (2006) anak sudah harus mendapatkan pendidikan seks sejak dini, tapi tetap dalam pemberian pendidikan tersebut harus disesuaikan dengan usia anak. Bagi remaja 11-15 tahun mereka harus sudah mulai mengenal mengenai sikap terhadap seks dan usia 16-20 tahun pengetahuan seks remaja harus sudah berkembang mengenai masalah keyakinan dan norma-norma, jadi diharapkan pada masa ini pengetahuan seks pada remaja sudah baik. Boyke Dian (2006) mengutip hasil sebuah penelitian para dokter di Jakarta, bahwa 10-12% remaja di Jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang.
(www.glorianet.org/mow/serabi/seramene.html:2januari2006).
Pengetahuan seks yang rendah tidak hanya mendorong remaja untuk mencoba-coba, tapi juga bisa menimbulkan salah persepsi, misalnya saja, berciuman atau berenang dikolam renang yang “tercemar” sperma bisa mengakibatkan kehamilan, dan lain-lain. Beberapa akibat yang tentunya memprihatinkan ialah terjadinya pengguguran kandungan dengan berbagai resikonya, perceraian pasangan keluarga muda atau terjangkitnya penyakit menular seksual, termasuk HIV (www.google.com).
Dari hasil penelitian pada tahun 2006 di kelas 2 SMU Pawayatan Daha ........., terdapat 59 siswa (60,82%) mempunyai pengetahuan yang baik tentang pendidikan seks, dan 38 siswa (39,18%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang pendidikan seks. Pengetahuan seks yang kurang terjadi karena minimnya peran orang tua dalam memberikan pendidikan seks pada anak-anaknya. Sebagian orangtua menganggap bahwa membicarakan masalah seks adalah sesuatu yang tabu (Ajen Dianawati. 2003: 7) dan remaja tidak mendapatkan pendidikan seks di dalam sekolah atau lembaga formal lainnya. Sehingga keingintahuan yang sangat berlebihan mengenai seks didapatkan dari berbagai media yang salah (www.mediaindonesia-online.com). Sebab itu, orang tua hendaknya memberikan pendidikan seks kepada anak-anaknya sejak dini, karena orang tua terutama ibu mempunyai peran yang cukup kuat agar para remaja dapat mengetahui dampak dari segala sesuatu tentang rendahnya pengetahuan seks (www.dunia.web.id). Ibu menempati peranan yang strategis dalam mendidik putra putrinya untuk menjadi manusia yang sehat (www.jurnalkopertij4.or.T.newsuiew.php?id).
Berdasar hasil Praktek Klinik Lapangan di Desa ......... Kecamatan ......... Kabupaten ........., didapatkan data dari 50 orang remaja 18 remaja diantaranya (3 6%) diantaranya mempunyai pengetahuan yang rendah tentang pendidikan seks. Dari sini peneliti tertarik untuk meneliti sikap ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun di Desa ......... Kecamatan ......... Kabupaten ..........

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yaitu : Bagaimana sikap ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun di Desa ......... Kecamatan ......... Kabupaten ..........

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran atau informasi tentang sikap ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja usia 16-20 tahun.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1.1. Untuk mengetahui komponen kognitif ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun.
1.3.1.2. Untuk mengetahui komponen afektif ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun.
1.3.1.3. Untuk mengetahui komponen konatif ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun.

1.4. Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi
Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan atau masukan pengetahuan dan informasi serta pengembangan untuk penelitian selanjutnya.
1.4.2 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan atau wawasan mengenai sikap ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja usia 16-20 tahun.
1.4.3 Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan bagi pembaca dan untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya.
1.4.4 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi warga Desa ......... Kecamatan ......... Kabupaten ......... dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja usia 16-20 tahun.

Menuju Link:
Baca Selengkapnya - Sikap Ibu dalam Menghadapi Rendahnya Pengetahuan Seks Remaja 16-20 Tahun di Desa

Hubungan Pengetahuan Ibu Pasca Nifas tentang Hubungan Seksual Pasca Nifas dengan Minatnya Berhubungan

ABSTRAK
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU PASCA NIFAS TENTANG HUBUNGAN
SEKSUAL PASCA NIFAS DENGAN MINATNYA BERHUBUNGAN
SEKSUAL DI BPS Ny. INDAH SW DESA ...........
KECAMATAN ........ KABUPATEN .......

Seks adalah sesuatu yang sangat naluriah, dan semua manusia akan melewatinya. Tapi seks juga sangat berkaitan dengan lingkungan, norma masyarakat, faktor psikologis maupun fisik seseorang. Artinya dorongan seks bisa berubah setiap saat. Begitu seorang wanita melewati masa nifas, hubungan seks sudah boleh dilakukan, tentunya dengan frekuensi dan kekuatan yang tidak sekuat sebelum hamil. Karena masih dalam proses penyesuaian, kadang masih sering muncul ketakutan, cemas, atau takut jahitan robek, seringkali akan sedikit mengurangi kenikmatan berhubungan seks, bahkan tidak jarang justru menimbulkan rasa sakit (dispareuni). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual.
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif cross sectional yaitu suatu penelitian dimana variabel – variabel yang termasuk faktor resiko dan efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama. Sedangkan analisa data yang digunakan adalah analisa korelasi dengan taraf signifikan 5% dengan menggunakan rumus Spearman Rank.
Dari penelitian didapatkan responden yang berpengetahuan baik sebanyak 65,22% dan 52,17% berminat melakukan hubungan seksual pasca nifas. Dengan perhitungan Spearman Rank didapatkan hasil 0,576 dimana. ñ hitung > ñ tabel yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual.
Kata kunci : Pengetahuan, Ibu pasca nifas, Hubungan seksual, Minat.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Salah satu pertanyaan yang paling sering diajukan pada akhir kelas persiapan kelahiran adalah berapa lama setelah melahirkan dapat melakukan kembali hubungan seksual yang normal (Jimenez, Sherry. 1999 : 28). Pada masa ini ibu menghadapi peran baru sebagai orang tua sehingga sering melupakan perannya sebagai pasangan (Mellyana Huliana. 2003 : 9).
Banyak kekhawatiran yang biasanya melanda dan biasanya malu untuk ditanyakan kepada dokter maupun orang-orang terdekat. Akibatnya aktivitas bercinta menjadi terganggu dan jika tidak ditangani dengan benar, bisa berbuntut panjang. Banyak pertanyaan yang berputar soal itu saja. Alasan ini terus bermunculan dan memenuhi pikiran kebanyakan suami istri. Akibatnya energi yang seharusnya disalurkan untuk berhubungan seksual hilang seketika. Ritme hubungan seksualpun menjadi menurun (http ://www.astaga.com. 2007).
Sebagian pria dan wanita menginginkan hubungan seks secepat mungkin setelah melahirkan, sebagian lagi mungkin lebih suka menunggu atau bahkan mungkin merasa takut (Hasselquist. 2006 : 28). Banyak wanita setelah melahirkan, merasa cemas atau takut untuk berhubungan seksual lagi dengan pasangannnya. Banyak perempuan yang merasa tidak berhasrat untuk melakukan senggama pasca persalinan, karena takut terhadap rasa nyeri yang mungkin ditimbulkannya. Waktu yang dibutuhkan oleh seorang perempuan untuk mengembalikan gairahnya seperti semula, sangat bergantung kepada pengalaman persalinannya (apakah persalinan normal atau dengan cara caesar) (Ryan Thamrin. 2008)
Pada banyak pasangan, perubahan karena kehamilan dapat mengganggu keseimbangan dalam hubungan mereka, terutama dalam hubungan seksual. Begitu juga setelah persalinan. Sehingga muncul banyak pertanyaan, kapan seks yang aman setelah melahirkan sehingga tidak mengganggu keharmonisan rumah tangga (Ryan Thamrin. 2007).
Ibu yang baru melahirkan boleh melakukan hubungan seksual kembali setelah 6 minggu persalinan. Batasan waktu 6 minggu didasarkan atas pemikiran pada masa itu semua luka akibat persalinan, termasuk luka episiotomi biasanya telah sembuh dengan baik dan 6 minggu adalah waktu dimana rahim telah kembali pada ukuran sebelum hamil. Pengecilan rahim adalah perubahan fisik utama persalinan yang terakhir, cara alamiah rahim akan kembali mengecil pelahan-lahan ke bentuknya semula,. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram. Ini dianggap masa nifas telah selesai. Namun, sebetulnya rahim akan kembali ke posisi normal dengan berat 30 gram sekitar 3 bulan kemudian. Setelah masa pemulihan 3 bulan ini, bukan hanya rahim saja yang kembali normal tapi juga kondisi tubuh ibu secara keseluruhan (Novitasari. 2007), mencegah timbulnya infeksi merupakan alasan selanjutnya (Ryan Thamrin. 2007)
Sebuah penelitian di Australia mendapatkan bahwa enam minggu adalah waktu rata-rata bagi para perempuan pasca persalinan untuk mulai melakukan hubungan seks. Tapi penelitian tersebut juga menemukan bahwa sekitar setengah dari mereka memiliki masalah sejak awal, terus mengalaminya selama tahun pertama pasca persalinan. Penelitian lain menemukan 20% perempuan yang baru pertama kali melahirkan membutuhkan waktu 6 bulan untuk merasa nyaman secara fisik saat bersenggama, dengan waktu rata-rata sekitar 3 bulan (http://cyberwoman.cbn.net.id. 2007).
Studi pendahuluan yang pernah dilakukan peneliti di BPS Ny. Indah SW Desa ........... Kecamatan ........ Kabupaten ....... pada bulan Maret– April 2010 terdapat 12 ibu bersalin normal, 5 ibu masih dalam masa nifas dan 2 diantaranya saat ini belum memikirkan untuk berhubungan seksual, karena masih takut, 3 ibu yang masih dalam masa nifas mengatakan akan memulai hubungan seks setelah darah nifas berhenti dan luka jahitan kering ( + 40 hari). Sedangkan 7 ibu sudah melalui masa nifas, 5 diantaranya mengatakan akan mulai berhubungan seksual kira-kira 3 bulan setelah melahirkan. Dan 2 ibu mengatakan belum memikirkan tentang kapan akan mulai berhubungan seksual lagi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan dan minat ibu pasca nifas mengenai hubungan seksual pasca nifas.
Dari data di atas, peneliti tertarik mengadakan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual di BPS Ny. Indah SW Desa ........... Kecamatan ........ Kabupaten ........

1.2. Rumusan Masalah
Bertolak dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan yakni tentang “Adakah hubungan antara pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual?”.

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengidentifikasi pengetahuan pada ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas.
1.3.2.2. Mengidentifikasi minat ibu pasca nifas berhubungan seksual pasca nifas.
1.3.2.3. Menganalisa hubungan antara pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual pasca nifas.

1.4. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait, antara lain :
1.4.1. Bagi Peneliti
Meningkatkan pemahaman dan wawasan secara langsung bagi
peneliti mengenai pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan
seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual. 1.4.2. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan tambahan dalam memberikan informasi tentang hubungan seksual pada ibu pasca nifas.
1.4.3. Bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan masukan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.

Menuju Link:
Baca Selengkapnya - Hubungan Pengetahuan Ibu Pasca Nifas tentang Hubungan Seksual Pasca Nifas dengan Minatnya Berhubungan

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Makanan Bergizi dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi Usia 6-12 Bulan

ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG
MAKANAN BERGIZI DENGAN PEMBERIAN MAKANAN
PENDAMPING ASI PADA BAYI USIA 6-12 BULAN DI
POSYANDU DESA ............. WILAYAH KERJA
PUSKESMAS ......... KABUPATEN ........
2010

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Hal yang paling utama dalam pemberian makanan pendamping pada anak adalah makanan apa yang seharusnya diberikan, kapan waktu pemberian dan dalam bentuk yang bagaimana makanan tersebut diberikan. Penelitian dilaksanakan tanggal 15-16 Juli 2010 di Posyandu desa ............., Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten ........ dengan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi cross sectional.Populasi adalah semua bayi yang ikut posyandu di desa .............. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik sampling jenuh. Variable independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dan variable dependennya adalah pemberian makanan pendamping ASI. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner.
Hasil penghitungan terhadap 26 responden didapatkan hasil bahwa harga rho hitung adalah 0,45 8 dan harga rho tabel adalah 0,3 92, maka terlihat bahwa rho hitung > rho tabel berarti ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6- 12 bulan.
Kata kunci: Pengetahuan, Makanan Bergizi, MP-ASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Hal yang paling utama dalam pemberian makanan anak adalah makanan apa yang seharusnya diberikan, kapan waktu pemberian dan dalam bentuk yang bagaimana makanan tersebut diberikan (Helvetia, 2007).
Pada usia 6 bulan saluran pencernaan bayi sudah mulai bisa diperkenalkan pada makanan padat sebagai makanan tambahannya. Berdasarkan ilmu gizi, para bayi perlu diperkenalkan kepada jenis makanan pendamping ASI agar mereka dapat memperoleh unsur gizi diantaranya karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang mereka perlukan untuk pertumbuhan mereka. Pemberian makanan pendamping ASI harus bertahap dan bervariasi mulai dengan 1 jenis rasa setiap mengenalkan jenis makanan baru, mulai bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, D.A dan Herlianty, 2001).
Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka bayi termasuk kelompok yang paling mudah menderita kelainan gizi. Sedangkan saat ini mereka sedang mengalami proses pertumbuhan yang relatif pesat dan memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang relatif besar. Maka kesehatan yang baik ditunjang dengan keadaan gizi yang baik, ini merupakan hal yang utama untuk tumbuh kembang yang optimal bagi seorang anak. Pengetahuan ibu yang baik dalam pemberian makanan pendamping ASI sangat menunjang status gizi anak (Yustina Rostiawati, 2002).
Salah satu faktor penyebab perilaku penunjang orang tua dalam memberikan makanan pendamping ASI pada bayinya adalah masih rendahnya pengetahuan ibu tentang makanan bergizi bagi bayinya. Yang dimaksud dengan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi adalah hasil tahu karena faktor penginderaan terhadap suatu obyek tertentu tentang bahan makanan yang diperlukan dalam satu hari yang beraneka ragam dan mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur yang dibutuhkan oleh tubuh. Karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh ibu, sehingga banyak bayi yang mengalami gizi kurang. Untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan gizi dan masalah psikososial diperlukan adanya perilaku penunjang dari para orang tua, khususnya perilaku ibu dalam memberikan makanan pendamping ASI pada bayinya. Yang dimaksud dengan pemberian makanan pendamping ASI adalah pemberian makanan tambahan pada bayi setelah bayi berusia 6-24 bulan, jadi selain makanan pendamping, ASI pun harus tetap diberikan pada bayi sampai bayi berusia 2 tahun (Depkes, RI, 2006).
Pemantauan rutin yang telah dilakukan pemerintah melalui sistem kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) menunjukkan jumlah kasus gizi buruk yang dilaporkan dari Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit semakin meningkat. Data hasil penelitian saudari Suyanah berdasarkan data SUSENAS (Survei Kesehatan Nasional) pada tahun 2002 dari 23.323.731 balita, dijumpai prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) ringan pada balita adalah 4.576.035 balita (19,6 %), KEP sedang 1.954.500 balita (8,4 %), sedangkan untuk KEP berat 972.292 balita (4,2 %). (Depkes RI, 2002)
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota ........ bayi yang diberi makanan pendamping ASI yaitu sebanyak 701 bayi (80 %). Berdasarkan data hasil studi pendahuluan pada tanggal 10-29 maret 2010 di posyandu desa ............., dari 85 jumlah bayi, 25 bayi yang usia 6-12 bulan didapatkan lebih dari 60 % dari bayi mempunyai riwayat pernah mendapatkan MP-ASI sejak 3-4 bulan dan 40 % dari bayi diberi MP-ASI sesuai umur bayi. Pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan terdiri dari usia 6-9 bulan tediri dari ASI, nasi tim, dan buah, sedangkan untuk usia 9-12 bulan terdiri dari ASI, nasi tim, bubur susu, dan buah, sedangkan pada MP-ASI instan bisa langsung dibuat sendiri oleh ibu. Tapi lebih baiknya kalau ibu men\mberikan MP-ASI pada bayinya dengan membuat sendiri, tidak beli yang instan, karena lebih hieginies dan tidak mengandung pengawet.
Selain itu berdasarkan hasil wawancara didapatkan hasil ibu yang mempunyai pengetahuan kurang tentang makanan bergizi sebanyak 5 orang (20 %), yang berpengetahuan cukup 8 orang (30 %), sedang yang berpengetahuan baik 12 orang (50 %). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian “Adakah hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan di Posyandu desa .............?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Desa ..............
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi
1.3.2.2 Mengetahui pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan
1.3.2.3 Menganalisa hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan di Wilayah desa ............. Kecamatan Gampengrejo Kabupaten .........

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Mendapatkan pengalaman untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Memberikan masukan dan sebagai data dasar tentang pengetahuan ibu-ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan tentang makanan bergizi dalam pemberian makanan pendamping ASI.
1.4.3 Bagi Institusi
Sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan informasi dan panduan dalam penelitian lebih lanjut mengenai hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan.

Menuju Link:
Baca Selengkapnya - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Makanan Bergizi dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi Usia 6-12 Bulan

Hubungan Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorhea dengan Motivasi untuk Periksa ke Yankes

ABSTRAK
HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG
DISMENORHEA DENGAN MOTIVASI UNTUK PERIKSA KE PELAYANAN KESEHATAN
DI PROGRAM STUDI KEBIDANAN .......

Dismenorhea adalah sakit menstruasi sampai dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Nyeri yang dirasakan bersifat cramping di bagian bawah perut, punggung bawah bahkan sampai paha. Sekarang dokter mengetahui bahwa dismenorhea merupakan kondisi mediis yang nyata, pemeriksaannya harus dilakukan secara sistematis. Riwayat medis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh merupakan cara diagnostik yang berhubungan dengan asal dismenorhea. Secara efektif motivasi memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan merupakan faktor penting dalam mendukung perilaku periksa ke pelayanan kesehatan. Motivasi memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan dapat ditimbulkan dari pengetahuan tentang dismenorhea. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian korelasi yang bersifat deskriptif analitik cross sectional yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama. Sedangkan analisa data yang digunakan adalah analisa korelasi bivariate dengan taraf signifikan 5% dengan menggunakan rumus Spearman Corelation dengan bantuan nilai Z.
Dari penelitian ini didapatkan sebagian besar responden berpengetahuan cukup 59,46% dan 67,57% memiliki motivasi yang sedang untuk periksa ke pelayanan kesehatan. Dengan perhitungan Spearman menggunakan bantuan nilai Z, didapatkan angka Z hitung 2,94 dan Z tabel 1,96 dengan taraf signifikan 5% sehingga Z hitung > Z tabel yang berarti ada hubungan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan.

Kata Kunci : Pengetahuan, Remaja Putri, Dismenorhea, Motivasi, Pelayanan Kesehatan.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Setiap bulan secara periodik seorang wanita normal akan mengalami peristiwa reproduksi, yaitu menstruasi. Peristiwa itu begitu wajar dan alami sehingga dapat dipastikan bahwa semua wanita yang normal pasti akan mengalami proses itu. Walaupun begitu, pada kenyataannya banyak wanita yang mengalami masalah menstruasi, diantaranya adalah nyeri haid. Nyeri haid adalah nyeri yang bersifat cramping (dipuntir – puntir) di bagian bawah perut, punggung bawah bahkan sampai paha. Nyeri ini timbul bersamaan dengan haid, sebelum haid atau bisa juga segera setelah haid. (Widjajanto, 2005)
Beberapa tahun yang lalu, nyeri haid hanya dianggap sebagai penyakit psikosomatis. Dahulu, wanita yang menderita nyeri haid hanya bisa menyembunyikan rasa sakitnya tanpa mengetahui apa yang harus dilakukannya dan kemana ia harus mengadu. Bahkan orang menganggap bahwa wanita yang menderita nyeri haid hanyalah wanita yang mencari perhatian atau kurang diperhatikan. Tetapi sekarang dokter mengetahui bahwa dismenorhea merupakan kondisi medis yang nyata. Banyak metode yang telah dikembangkan oleh ahli dibidangnya yang bertujuan mengatasi nyeri haid. (Syamsul, A, 2005)
Di Amerika Serikat, nyeri haid didapatkan pada 3 0-50% wanita dalam usia reproduksi, serta pada 60-70% wanita dewasa yang tidak menikah dan berusia antara 30-40 tahun. Penelitian di Swedia menjumpai 30% wanita pekerja industri menurun penghasilannya karena rasa nyeri haid. Penelitian di Indonesia mengatakan 35% wanita subur mengalami nyeri haid, dan 10- 15% membuktikan keluhan haid menurunkan kinerja produktif. (Harun, R, 2002)
Dismenorhea merupakan keluhan yang paling sering ditemukan oleh ahli ginekologi, pemeriksaannya harus dilakukan secara sistematis. Riwayat medis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh merupakan cara diagnostik yang berhubungan dengan asal dismenorhea ( A. Friedman, Emanuel, 1998 : 48). Diagnostik tidak boleh berhenti pada jenis kelainan adanya penyakit atau kelainan yang menjadi dasar atau penyebabnya harus dicari, didiagnosis kemudian diterapi dengan sesuai. (www.kompas.co.id)
Tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah penderita nyeri haid di Indonesia, namun di Surabaya didapatkan 1,07% hingga 1,31% dari jumlah penderita datang ke bagian kebidanan (Harun, R, 2002). Pelayanan kesehatan remaja yang tercatat di Dinkes Jawa Timur adalah sebesar 3 8,25% (www.dinkesjatim.go.id), sedangkan target pelayanan kesehatan remaja di ....... sebesar 50%, namun yang berhasil dicakup sebesar 26,11%. (www.jatim.go.id)
Masih banyak perempuan yang menganggap nyeri haid sebagai hal yang biasa, mereka beranggapan 1-2 hari sakitnya akan hilang. Padahal nyeri haid
hebat bisa menjadi tanda gej ala suatu penyakit misalnya Endometriosis yang bisa mengakibatkan sulitnya punya keturunan. Menurut dr. Andon Hestiantoro, SpOG(K) upaya preventif perlu dilakukan untuk mengurangi kelanjutan dari penyakit. Begitu mengalami nyeri haid yang perlu diatasi dengan minum obat, sebaiknya segera memeriksakan diri, memang bisa merupakan nyeri haid primer atau normal, tetapi tidak ada salahnya periksa bahkan jika masih gadis atau belum menikah. (Andon, 2007)
Berdasarkan wawancara kepada 10 mahasiswa Prodi Kebidanan ....... sebanyak 9 orang yang mengalami nyeri haid dan hanya satu mahasiswa yang telah periksa. Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalahnya yaitu : “Adakah hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan?”

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan. 1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengidentifikasi pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea
1.3.2.2. Mengidentifikasi motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan
1.3.2.3. Menganalisa hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
Dengan penelitian ini bisa menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman secara langsung yang dapat digunakan untuk praktek di lapangan nantinya.
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Memberi informasi dalam mengidentifikasi hubungan pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan.
1.4.3. Bagi Tempat Penelitian
Memberikan gambaran tentang hubungan pengetahuan mahasiswa tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan sehingga bisa mendorong mahasiswa yang mengalami dismenorhea untuk periksa sebagai deteksi dini.


Menuju Link:
Baca Selengkapnya - Hubungan Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorhea dengan Motivasi untuk Periksa ke Yankes

Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Minat Orang Tua dalam Memberikan Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun di TK

ABSTRAK
Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Minat Orang Tua dalam Memberikan Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun di Taman Kanak-kanak Dharma Wanita Desa ............ Kecamatan ............ Kabupaten .........

Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan diluar individu anak.Anak yang banyak mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang dari pada anak yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi. Peran seorang ibu/orang tua dalam pemberian stimulasi pada anaknya sangat besar, karena itu diperlukan pemahaman yang besar mengenai masalah ini adalah: umur,tingkat pendidikan, dan jumlah anak.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikan stimilasi tumbuh kembang pada anak usia 4-5 tahun di Desa ............ Kecamatan ............ Kabupaten .........
Desain penelitian yang digunakan adalah korelasi Cross Sectional. Sampel penelitaian adalah semua orang tua yang mempunyai anak usia 4-5 tahun di T K Dharma Wanita Desa ............ Kecamatan ............ Kabupaten ........ yang berjumlah 30 orang. Teknik sampling adalah sampling jenuh . Alat ukur yang digunakan adalah angket. Analisa data dengan menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukan : (1) sebagian besar orang tua yang mempunyai anak usia 4-5 tahun di TK Dharma Wanita Desa ............ Kecamatan ............ Kabupaten ........ mempunyai pengetahuan tinggi dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan yang lain mempunyai pengetahuan rendah; (2) sebagian besar orang tua yang mempunyai anak usia 4-5 tahun di TK Dharma Wanita Desa ............ Kecamatan ............ Kabupaten ........ berminat dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan yang lain tidak berrminat dalam memberikan stimulasi tumbuh kembang; (3) untuk hasil analisa data diketahuai bahwa ada hubungan antara pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikn stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.
Peneliti memberikan saran pengetahuan orang tua masih harus selalu dipertahankan supaya tetap baik, agar mereka paham besar mengenai manfaatnya.

Kata Kunci : Pengetahuan, Minat, Stimulasi, Pertumbuhan dan Perkembangan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Di Indonesia seperti kemungkinan besar di negara-negara yang sedang berkembang lainnya masih banyak ditemukan praktek pengasuhan anak yang kurang kaya stimulasi tumbuh kembang. Sedangkan stimulasi ini sangat penting untuk perkembangan mental psikososial anak tersebut (Trie Hariweni. 2000).
Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu anak. Anak yang banyak mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada anak yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi,stimulasi dapat juga sebagai penguat (reinforcement) (Soetjiningsih. 1998 : 105). Kegiatan stimulasi juga merangsang kemampuan dan tumbuh kembang anak yang dilakukan oleh ibu dan keluarga untuk membantu tumbuh dan berkembang sesuai usianya (Harnawatiaj. 2008).
Untuk menjadikan anak cerdas, faktor stimulus menjadi sangat penting, baik yang berkaitan dengan fisik maupun mental/emosional anak. Orang tua dapat memberikan stimulasi sejak buah hatinya masih dalam kandungan, saat lahir, sampai dia tumbuh besar. Tentu saja dengan intensitas dan bentuk stimulasi yang berbeda-beda pada setiap tahap perkembangannya. Namun hal ini masih sedikit dipahami masyarakat, baik orang tua, kader maupun pemerhati anak (Dedeh kurniasih. 2008). Pada anak usia 4-5 tahun, minta anak menceritakan apa yang sedang dilakukan, menyebut nama teman-temannya, biasakan untuk berdo’a sebelum dan sesudah tidur, biasakan mencuci tangan dan mengeringkan sendiri sebelum dan sesudah makan/bermain, biasakan setelah mandi memakai pakaian sendiri (Eddy Fadlyana. 2008).
Pemberian stimulasi yang teratur dan terus menerus akan menciptakan anak yang cerdas, bertumbuh kembang dengan optimal, mandiri serta memiliki emosi yang stabil dan mudah beradaptasi, melalui stimulasi anak dapat mencapai perkembangan optimal pada penglihatan, pendengaran, perkembangan bahasa, sosial, kognitif, gerak kasar, gerak halus, keseimbangan, koordinasi dan kemandirian (Caroline Mulawi. 2007).
Peran seorang ibu/orang tua dalam pemberian stimulasi pada anaknya sangat besar, karena itu diperlukan pemahaman yang besar mengenai masalah ini. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dalam masalah ini adalah: umur, tingkat pendidikan, dan jumlah anak. Dari hasil penelitian di daerah kumuh di kelurahan Pulogadung Jakarta ditemukan bahwa pengetahuan orang tua tentang stimulasi bagi perkembangan anak masih sangat kurang, hanya sekitar 1,3% yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang stimulasi, 34,4 % pengetahuan sedang dan 6,4% berpengetahuan rendah tentang stimulasi (Trie Hariweni.2000)
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada waktu praktek kerja lapangan (PKL) didesa ............ Kecamatan ............ Kabupaten ........ pada tanggal 24 Maret 2010 di Taman Kanak-kanak (TK) Dharma Wanita pada 28 ibu yang mempunyai anak usia 4-5 tahun didapatkan data
sebagai berikut : 14,2 % ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang stimulasi, 17,8 % ibu mempunyai pengetahuan sedang dan 67,8 % ibu berpengetahuan rendah.
Dari uraian tersebut diatas peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua dan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun di TK Dharma Wanita desa ............ kecamatan ............ kabupaten .........

1.2 Rumusan Masalah
“Adakah hubungan pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun di TK Dharma Wanita Desa ............ Kecamatan ............ Kabupaten ........ ”?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.
1.3.2.2 Mengidentifikasi minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembanga anak usia 4-5 tahun.
1.3.2.3 Menganalisis hubungan pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhgan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peneliti mengenai pengetahuan dan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan dapat menjadi masukkan guna meningkatkan pengetahuan orang tua tentang pemberian stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun
1.4.3 Bagi Institusi
Diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat digunakan sebagai bahan informasi, pertimbangan dan evaluasi bagi institusi guna meningkatkan pengetahuan orang tua dan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan usia 4-5 tahun.

Menuju Link:
Baca Selengkapnya - Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Minat Orang Tua dalam Memberikan Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun di TK

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber