Cari Blog Ini

Gambaran Kekerasan dalam Pacaran pada Remaja Usia 17 – 21 tahun di Program Studi Kebidanan

ABSTRAK
Gambaran Kekerasan dalam Pacaran Pada Remaja Usia 17 – 21 Tahun di
Program Studi Kebidanan

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak – anak menuju dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Dalam kehidupan sosial remaja, mereka mulai tertarik pada lawan jenisnya dan mulai pacaran. Banyak orang tidak sadar bahwa dibalik indahnya pacaran ternyata tidak lepas dari hal-hal yang mengarah pada kekerasan yang populer disebut kekerasan dalam pacaran.
Kekerasan dalam pacaran (KDP) atau dating violence adalah perilaku atau tindakan seseorang yang dapat digolongkan sebagai tindakan kekerasan dalam percintaan atau pacaran bila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan disakiti dengan apa yang telah dilakukan pasangannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh mahasiswa Program Studi Kebidanan ....... Dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan angket, setelah data terkumpul diberi kode responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 116 responden yang diteliti didapatkan hasil 28,4 % mengalami kekerasan fisik dalam pacaran, 50,9 % mengalami kekerasan seksual dalam pacaran, 86,2 % mengalami kekerasan emosional dalam pacaran dan 22,4 % mengalami kekerasan ekonomi dalam pacaran.
Kata kunci :Remaja, pacaran, kekerasan dalam pacaran.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, Elizabeth B. 1999 : 206). Banyak hal yang terjadi dalam masa remaja salah satu yang menarik adalah trend pacaran (http://www.cumacewe.com). Pacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya dan belajar membina hubungan sebagai persiapan sebelum menikah, untuk menghindari terjadinya ketidakcocokkan dan permasalahan pada saat sudah menikah. Masing-masing berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta reaksi-reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa (http://www.balipost.com). Indahnya romantika pacaran sudah menghipnotis remaja sampai mereka lupa bahwa dibalik indahnya pacaran, kalau tidak hati – hati justru akan terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan atau bahkan akan menjadi cerita yang tidak akan terlupakan seumur hidup (http://www.cumacewe.com). Karena dalam pacaran, ternyata tidak lepas dari hal-hal yang berbau kekerasan (http://www.balipost.com).
Banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidak mungkin terjadi kekerasan, karena pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal – hal yang indah, dimana setiap hari diwarnai oleh
manisnya tingkah laku dan kata – kata yang dilakukan dan diucapkan pacar (http://situs.kespro.info/gendervaw). Orang sering tidak sadar sebuah hubungan pacaran dapat berubah menjadi tidak sehat dan dipenuhi kekerasan. Jika dalam kehidupan berumah tangga dikenal ada KDRT, dalam pacaran istilah itu disebut dengan KDP (Kekerasan Dalam Pacaran) (http: //www.balipost.com).
KDP atau dating violence adalah perilaku atau tindakan seseorang yang dapat digolongkan sebagai tindakan kekerasan dalam percintaan atau pacaran, bila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan disakiti dengan apa yang telah dilakukan pasangannya (http://immunnes.blogspot.com). Kekerasan yang terjadi terdiri dari beberapa jenis, misalnya serangan terhadap fisik, emosional, ekonomi dan seksual (http://situs.kespro.info/gendervaw). Terlepas akibat kekerasan itu dapat terlihat langsung atau baru tampak kemudian, tetapi yang jelas dampak kekerasan seperti gangguan kesehatan, hilangnya konsep diri dan rasa percaya diri akan menghambat perempuan korban kekerasan untuk berpartisipasi secara optimal dalam masyarakat. WHO memperkirakan perempuan yang mengalami kekerasan akan kehilangan 50 % produktivitasnya (http://www.rahima. or. id).
Salah satu penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa dari 77 remaja, 66 % dari mereka mengaku mengalami kekerasan saat sedang berpacaran (http://situs.kespro.info/gendervaw). Dalam sebuah diskusi mengenai KDP, 70% remaja putri melaporkan mendapatkan pelecehan waktu pacaran, sedangkan remaja putra dalam kesempatan yang sama mengaku mendapat pelecehan dari pacarnya adalah sebesar 27% (http://situs.kespro.info/gendervaw). Kemudian menurut data yang terkumpul di Komnas perempuan selama kurun waktu tiga tahun, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia mengalami pertambahan yang sangat memprihatinkan menjadi 20,391 kasus (2005). Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2004 (14.020 kasus), 2003 (5.934 kasus), dan 2002 (5.163 kasus) (http://www.rahima.or.id). Sepanjang tahun 2005 tercatat sebanyak 20.39 1 kasus, 3,82 % di antaranya atau sekitar 635 kasus adalah KDP (http://immunnes.blogspot.com).
Menurut catatan LSM Kelompok Perempuan Pro Demokrasi (KPPD) Samitra Abhaya, kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa Timur selama 2007 sebesar 664 kasus, 88 (13,3%) adalah kasus kekerasan dalam pacaran (http://www.d-infokom-jatim.go.id). Berdasarkan hasil wawancara tanggal 23 April 2010 dengan bapak Mudjiadi selaku Kanit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) Polresta ......, pada awal tahun 2010 ini saja sudah ada 1 kasus kekerasan dalam pacaran yang berupa kekerasan seksual. Jumlah sebenarnya bisa jadi lebih banyak sebab korban KDP enggan melaporkan kekerasan yang dialaminya (http://immunnes.blogspot.com). Kasus yang tampak hanya kasus – kasus yang dilaporkan atau tanpa sengaja terbukti dan diketahui. Dalam hal ini yang tampak berupa fenomena gunung es (iceberg), dimana kasus sebenarnya masih jauh lebih besar lagi, namun banyak hal yang membuatnya tidak muncul ke permukaan (http://indomcusa.com).
Dari studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 03 April 2010 di Program Studi Kebidanan ...... terhadap 20 mahasiswa yang berada pada rentang usia 17 – 21 tahun, didapatkan 19 mahasiswa mengaku pernah mengalami kekerasan dalam pacaran dan hanya 1 mahasiswa yang tidak pernah mendapat kekerasan saat sedang pacaran. Dari pendataan tanggal 29 April 2010 di Universitas Kadiri Jurusan Kebidanan, dari 20 mahasiswa, ada 14 mahasiswa yang pernah mendapatkan kekerasan dalam pacaran, 6 mahasiswa tidak pernah. Sedangkan di Akademi Kebidanan Dharma Husada, dari 20 mahasiswa, 16 mahasiswa mengaku pernah mengalami kekerasan saat pacaran dan 4 diantaranya mengaku tidak pernah mendapatkan kekerasan dalam pacaran.
Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti gambaran kekerasan dalam pacaran yang dialami remaja usia 17 – 21 tahun di Program Studi Kebidanan .......

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana gambaran kekerasan dalam pacaran pada remaja usia 17 – 21 tahun di Program Studi Kebidanan ......?“.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memperoleh gambaran kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh mahasiswa Program Studi Kebidanan .......
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui bentuk kekerasan fisik dalam pacaran.
1.3.2.2 Mengetahui bentuk kekerasan seksual dalam pacaran. 1.3.2.3 Mengetahui bentuk kekerasan emosional dalam pacaran. 1.3.2.4 Mengetahui bentuk kekerasan ekonomi dalam pacaran.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan dan memperluas cakrawala pandang tentang gambaran kekerasan dalam pacaran yang dialami mahasiswa Program Studi Kebidanan .......
1.4.2 Bagi Mahasiswa
1.4.2.1 Mahasiswa menyadari bentuk kekerasan dalam pacaran yang pernah di alaminya.
1.4.2.2 Mahasiswa mampu mengambil tindakan yang tepat jika mengalami kekerasan dalam pacaran.
1.4.3 Bagi Institusi
Sebagai bahan tambahan pengetahuan dan informasi sehingga dapat dikembangkan pada penelitian – penelitian selanjutnya.

 silahkan download dalam bentuk dokumen word
KTI KEBIDANAN
GAMBARAN KEKERASAN DALAM  PACARAN PADA REMAJA USIA 17 – 21 TAHUN DI PROGRAM STUDI KEBIDANAN
(isi: abstrak, Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka, kuesioner)
 
Menuju Link:
Baca Selengkapnya - Gambaran Kekerasan dalam Pacaran pada Remaja Usia 17 – 21 tahun di Program Studi Kebidanan

Gambaran Pengetahuan Remaja Usia 17-20 tahun tentang Hak-hak Reproduksi di SMK 2

ABSTRAK
Gambaran Pengetahuan Remaja Usia 17-20 Tahun
Tentang Hak-hak Reproduksi di SMAN 3 ......

Pada masa remaja informasi mengenai hak reproduksi sudah seharusnya mulai diberikan agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas. Faktor utama yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak reproduksi remaja adalah karena tingkat pengetahuan yang kurang bisa menyebabkan misalnya kasus perdagangan prostitusi, kehamilan tidak dihendaki pada remaja. Pada remja akhir usia 17-20 tahun sudah mengalami perkembangan fisik secara penuh seperti orang dewasa,mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan mereka sudah mulai mengembangkan dalam bentuk pacaran. Pada fenomena yang ditemukan di SMAN 3 ...... terdapat 15 orang pernah mengalami pelecehan seksual, 2 orang pernah seks pranikah, 8 orang tidak mengetahui apa infeksi menular seksual.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahun remaja usia 17-20 tahun tentang hak-hak reproduksi di SMAN 3 .
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif. Populasi yang dgunakan adalah semua remaja usia 17-20 tahun di SMAN 3 ...... sebanyak 500 orang.Sedangkan sampel yang digunakan adalah 15% dari seluruh remaja didapatkan 75 responden yang memenuhi kriteria inklusi dengan teknik sampling yang digunakan yaitu sampling. Untuk pengambilan datanya yaitu menyebar kuesioner pada 75 responden, setelah diisi pada saat itu juga lansung diambil oleh peneliti
Data hasil didambil dengan kuesioner. Setelah itu ditabulasi dan dianalisis kemudian didapatkan hasil penelitian yaitu sebagian besar remaja memiliki pengetahuan yang kurang tentang hak-hak reproduksi.
Kata kunci: Pengetahuan, remaja, hak-hak reproduksi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada masa remaja, informasi mengenai hak reproduksi sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas. Dengan banyaknya persoalan kesehatan reproduksi remaja, maka pemberian informasi, layanan dan pendidikan kesehatan reproduksi remaja jadi sangat penting. Sebut saja, misalnya, kasus-kasus yang banyak dialami remaja saat ini, perdagangan (trafficking) remaja perempuan, prostitusi remaja, kehamilan tidak dihendaki (unwanted pregnan), aborsi tidak aman (unsave abortion), pelecehan seksual, perkosaan remaja, dan penganiayaan anak ( Child Abuse). ( Efrie Christanto, 2005)
Informasi tentang hak-hak reproduksi sangat sedikit sekali yang didapatkan remaja padahal seharusnya sudah didapat dari lingkungan rumah atau keluarga.(Erni N, 2008) Perlunya menyadari hak-hak reproduksi agar kita menyadari bahwa pemegang kendali utama tubuh kita ya seharusnya kita sendiri, bukan orang tua, pacar, atau teman. Dengan menyadari hal itu kita tidak mudah menjadi korban berbagai paksaan yang menyangkut tubuh dan jiwa kita. Remaja sulit mendapat hak atas informasi, hak atas pemberdayaan, hak atas pelayanan kesehatan reproduksi, sehingga menderita infeksi, hamil, mengalami pelecehan atau kekerasan seksual (Ilyani A S, 2002).
Dari survey yang dilakukan Yuoth Center Pilar PKBI Jawa Tengah (2004) pada remaja di Semarang tentang pengetahuan proses terjadinya bayi, keluarga berencana, cara-cara pencegahan HIV/AIDS, anemia, cara-cara merawat organ reproduksi dan pengetahuan fungsi organ reproduksi,diperoleh informasi bahwa 43,22% pengetahuannya rendah, 37,28% pengetahuannya cukup, sedangkan 19,50% pengetahuan nya memadai. ( Farid Husni, 2005)
Pada tahun 2007 di Surabaya Jawa Timur menurut catatan LSM kelompok Pro Demokrasi (KPPD) Samitra Abhaya terdapat 181 (27,3%) kasus pemerkosaan, 25 (3,8%) kasus pelecehan seksual, 88 (13,3%) kasus kekerasan masa pacaran, 44 (6,6%) kasus trafficking.
Faktor-faktor utama yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak reproduksi remaja adalah karena tingkat pengetahuan yang kurang terhadap seksualitas, terbatasnya informasi tentang kesehatan reproduksi dan ketidak terjangkauan remaja terhadap akses pelayanan kesehatan reproduksi, disamping pelayanan tidak memadai, serta sikap negatif terhadap anak perempuan dan tentu saja tindakan diskriminatif terhadap mereka. Remaja perlu menyadari hak-hak reproduksinya agar tidak mudah menjadi korban atas berbagai paksaan yang menyangkut tubuh dan jiwa, sehingga kita bisa memperjuangkan dan membela diri dari orang lain yang akan melanggar hak kita. (Ilyani A S, 2002)
Tidak terpenuhinya hak-hak kesehatan reproduksi remaja pada akhirnya tidak saja mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam menangani masalah seksualitas tetapi juga mengahadapi para pelanggar hak-hak reproduksi. Pemerintah harus merancang program informasi yang terjangkau, melalui kampanye kesehatan umum, media, membuka konsultasi-konsultasi dan mengembangkan pendidikan karena pemerintah mempunyai kewajiban untuk memudahkan semua orang memperoleh informasi dan pelayanan yang memadai agar mereka dapat melaksanakan fungsi reproduksinya secara sehat, aman dan terjangkau. (Kartono M, 1998)
Dari fenomena yang ada di SMAN 3 Muhamadiyah pada 20 orang terdapat 8 (40%) pernah mengalami pelecehan seksual, 6 (3 0%) tidak mengerti IMS (Infeksi Menular Seksual),dan tidak ada seks pranikah,untuk yang di SMK Taman Siswa terdapat 9 (45%) pernah mengalami pelecehan seksual, 1(5%) seks pranikah, 3(15%) tidak mengetahui IMS (Infeksi Menular Seksual), di SMK 1 terdapat 10(50%) mengalami pelecehan seksual, tidak ada seks pranikah, 6(30%) tidak mengetahui IMS (Infeksi Menular Seksual), di SMAN 3 terdapat 15(75%) mengalami pelecehan seksual, 2(10%) seks pranikah, 8(40%) tidak mengetahui IMS. Pada remaja akhir usia 17-20 tahun sudah mengalami perkembangan fisik secara penuh seperti orang dewasa. Mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan mereka sudah mulai mengembangkan dalam bentuk pacaran. Perkembangan moral masa ini telah mencapai dimana seseorang individu dalam mengambil keputusan akan disadarkan pada pengertiannya tentang norma-norma dalam masyarakatnya dan pengetiannya tentang hak- haknya. (Soetjiningsih, 2004)
Dari masalah-masalah kesehatan reproduksi remaja diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti “Gambaran Pengetahuan Remaja Usia 17-20 Tahun Tentang Hak-hak Reproduksi di SMAN 3 ......”

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah ”Bagaimanakah Pengetahuan Remaja Tentang Hak-Hak Reproduksi Remaja Usia 17-20 Tahun di SMAN 3 ?”

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pegetahuan remaja usia 17-20 tahun tentang hak-hak reproduksi di SMAN 3 .......
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengidentifikasi pengetahuan remaja usia 17-20 tahun tentang hak-hak reproduksi di SMAN 3 ...... yang meliputi :
1. Hak untuk mendapat informasi kesehatan reproduksi.
2. Hak untuk mendapat perlindungan dalam kesehatan reproduksi.
3. Hak untuk merencanakan keluarga.
4. Hak atas kebebasan dari diskriminasi.

1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Bagi Peneliti
Untuk memberi motivasi dalam memberikan pelayanan kesehatan
yang benar sesuai dengan hak-hak reproduksi remaja.
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan
1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa kebidanan tentang hak-hak reproduksi yang harus diketahui remaja dalam memberikan bimbingan dan konseling dalam lingkup kebidanan.
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang permasalahan kehidupan remaja dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi
1.3.3 Bagi Instansi Penelitian
Hasil penelitian dapat dijadikan bahan evaluasi bagi instansi atau tempat penelitian untuk lebih mengarahkan pendidikan pada kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi remaja.
1.3.4 Bagi Pembaca
Memberi wawasan dan informasi mengenai pengetahuan tentang hak-hak reproduksi.

silahkan download dalam bentuk dokumen word
KTI KEBIDANAN
http://GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA USIA 17-20 TAHUN TENTANG HAK-HAK REPRODUKSI DI SMK 2
(isi: abstrak, Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka, kuesioner)
 
Menuju Link:
 
Baca Selengkapnya - Gambaran Pengetahuan Remaja Usia 17-20 tahun tentang Hak-hak Reproduksi di SMK 2

Hubungan Paritas dengan Kejadian Prolaps Uteri di BKIA RSUD

ABSTRAK
Hubungan Paritas Dengan Kejadian Prolaps Uteri Di BKIA RSUD .......... Kota .......
Periode 1 Januari – 31 Desember 2010 Tahun 2010

Prolaps uteri adalah salah kelainan yang tidak banyak diungkap, penderitanya malu berobat karena dianggap sebagai penyakit kutukan. Prolaps uteri adalah turunnya rahim beserta jaringan penunjangnya kedalam liang vagina. Penyakit ini tidak hanya terjadi pada wanita yang memiliki tingkat paritas tinggi, tetapi juga dapat terjadi pada wanita yang belum pernah melahirkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan paritas dengan kejadian prolaps uteri.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Bagian Rekam Medik RSUD .......... Kota ....... pada tanggal 17-19 Juli 2009. Sampling yang digunakan adalah sampling jenuh.
Hasil penelitian didapatkan terdapat 24 kejadian prolaps uteri selama periode 1 Januari-3 1 Desember 2010. Kejadian paling banyak diderita oleh grande multipara (66,67 %). Analisa data menggunakan uji korelasi Spearman dengan α = 0,05, diperoleh ada hubungan paritas dengan kejadian prolaps uteri. Dengan adanya fenomena diatas maka perlu adanya peningkatan pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang pembatasan jumlah anak dan KB.
Kata Kunci : Paritas, Prolaps Uteri

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sejak dulu turunnya peranakan di dunia medis disebut dengan prolaps genetalia telah banyak dikenal orang. Keadaan ini disamakan dengan suatu hernia yaitu dimana bagian organ bagian dalam tubuh turun ke rongga kemaluan atau bahkan mungkin keluar dari liang kemaluan tersebut. Turunnya peranakan dapat terjadi karena adanya kelemahan pada otot besar panggul sehingga satu atau lebih organ didalam panggul turun.
Prolaps uteri merupakan salah satu bentuk dari turunya peranakan, yaitu turunnya rahim beserta jaringan penunjangnya kedalam liang atau rongga kemaluan (Arsep Pajario. 2004).
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan otot ligamen endopelvik terutama ligamentum tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiokoli disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada enterokele. Pada keadaan ini fasia pelvis kurang baik pertumbuhannya dan kurang keregangannya. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause. Persalinan lama yang sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala dua, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot panggul yang tidak baik (Hanifa Wikjosastro. 1999 : 429).
Diprediksi hampir setengah dari seluruh wanita yang pernah melahirkan akan mengalami penurunan organ peranakan (Mazna, Shafinaz Sheikh. 2007). Menurut dokter R Muharam SpOG, ahli kebidanan dan kandungan dari bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM Jakarta wanita yang baru saja melahirkan atau wanita yang sudah berkali-kali melahirkan tergolong dalam kelompok wanita yang beresiko tinggi menderita gangguan prolaps uteri. Tapi patut pula dicatat peranakan turun tidak hanya di derita oleh wanita yang pernah melahirkan saja, artinya wanita yang belum pernah melahirkan pun dapat mengalami gangguan ini, tapi kemungkinannya kecil (http://www.anakku.net).
Faktor lain yang dapat menyebabkan turunnya rahim adalah peningkatan tekanan di perut menahun. Misalnya, obesitas, batuk berbulan-bulan, adanya tumor dalam rongga perut, tumor pelvis, serta konstipasi atau susah buang air besar berkepanjangan (http://www.jawapos.com/index.php).
Meskipun sudah dikenal sejak lama, kelainan ini tidak banyak terungkap. Penderitanya masih malu untuk berobat, karena dianggap sebagai penyakit kutukan. Karena dianggap memalukan, maka penderitanya terutama wanita Indonesia sangat jarang berobat. Fenomena penyakit ini seperti layaknya gunung es , yang terungkap hanya permukaannya saja. Jumlah penderitanya lebih banyak dari yang datang berobat. Mereka yang datang berobat setelah kondisinya sangat parah, misalnya sudah perdarahan atau organ dalamnya turun (http://sumeks.co.id)
Penyakit ini berpotensi menurunkan kualitas hidup. Pada stadium yang berat, prolaps uteri membuat seorang wanita sulit melakukan aktivitas sehari¬hari karena sakit yang dirasakan (http://www.anakku.net).
Dari study lapangan pada tanggal 26 Febuari 2009 di BKIA RSUD .......... Kota ....... pada bulan November sampai Desember 2010 ditemukan kasus prolaps uteri sebanyak 9 kasus dan 7 diantaranya dialami oleh ibu grandemultipara.
Dengan adanya fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan paritas dengan kejadian prolaps uteri di BKIA RSUD .......... Kota ....... periode 1 Januari - 31 Desember 2010.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian “Adakah hubungan paritas dengan kejadian prolaps uteri di BKIA RSUD .......... Kota ....... periode 1 Januari - 31 Desember 2010 ?”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan paritas dengan kejadian prolaps uteri di BKIA RSUD .......... Kota ....... periode 1 Januari - 31 Desember 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi jumlah kejadian prolaps uteri di BKIA RSUD .......... Kota ....... periode 1 Januari - 31 Desember 2010.
1.3.2.2 Mengidentifikasi tingkat paritas penderita prolaps uteri di BKIA RSUD .......... Kota ....... periode 1 Januari - 31 Desember 2010.
1.3.2.3 Menganalisa hubungan paritas dengan kejadian prolaps uteri di BKIA RSUD .......... Kota ....... periode 1 Januari - 31 Desember 2010.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk melakukan penelitian selanjutnya, juga menjadi bekal bagi peneliti dalam memberikan pelayanan kesehatan saat bekerja di lapangan nantinya.
1.4.2 Bagi Lahan Penelitian
Dapat menjadi informasi bagi tenaga kesehatan tentang kejadian prolaps uteri terutama dengan hubungan dengan paritas sehingga tenaga kesehatan dapat mengupayakan pencegahan dengan penyuluhan bahwa wanita yang berparitas tinggi memiliki resiko terjadinya prolaps.
1.4.3 Bagi Institusi
Menjadi sumber informasi dan data dasar khususnya tentang kejadian prolaps uteri, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

silahkan download dalam bentuk dokumen word
KTI KEBIDANAN
HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPS UTERI DI BKIA RSUD
(isi: abstrak, Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka, kuesioner)
 
Menuju Link:
 
Baca Selengkapnya - Hubungan Paritas dengan Kejadian Prolaps Uteri di BKIA RSUD

Hubungan Pengetahuan dengan Kecemasan Suami tentang Berhubungan Seks Selama Kehamilan

ABSTRAK
Judul : Hubungan Pengetahuan Dengan Kecemasan Suami
Tentang Berhubungan Seks Selama Kehamilan Di BPS Desa Kecamatan Kabupaten
Tahun : 2010

Kehamilan bukan merupakan halangan untuk melakukan hubungan seks. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hubungan seks selama kehamilan tidak berbahaya. Sampai saat ini dilaporkan 22%-79% dari calon ayah mengalami perubahan hormonal, 1 1%-50% diantaranya mengalami penurunan gairah dan mengalami kecemasan karena tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi. Pemahaman tentang mengapa berhubungan seks selama kehamilan menjadi berbeda dengan biasanya, akan dapat meredakan ketakutan dan kecemasan.
Penelitian dilaksanakan tanggal 13-20 Juli 2010 dengan tujuan penelitian untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan. Desain dalam penelitian ini yaitu korelasi cross sectional dengan populasinya yaitu suami dari ibu hamil yang mengantar periksa dengan teknik accidental sampling diperoleh sampel sebanyak 16 responden dan variabel yang digunakan yaitu variabel bebas adalah pengetahuan suami dan variabel tergantung adalah kecemasan suami. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan Spearman.
Hasil analisa dari 16 responden didapatkan hasil bahwa harga ρ hitung 0,901 dan harga ρ tabel 0,506 maka terlihat bahwa ρ hitung lebih besar dari ρ tabel yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan. Sebagai petugas kesehatan (bidan) khususnya diharapkan lebih aktif memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang hubungan seks selama kehamilan sehingga dapat mengurangi kecemasan.
Kata Kunci : Pengetahuan, Hubungan seks, Kecemasan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kehamilan bukan merupakan halangan untuk melakukan hubungan seks. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hubungan seks selama kehamilan tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keguguran atau kelahiran prematur. Hubungan seks dapat dilakukan dengan aman sejak terbentuknya janin sampai dengan mulainya saat persalinan asalkan kehamilan berjalan normal. (Close, Sylvia, 1998:1)
Beberapa situasi yang menyarankan untuk menghentikan hubungan seks yaitu jika terdapat tanda infeksi dengan pengeluaran cairan disertai rasa nyeri atau panas, terjadi perdarahan saat berhubungan seks, terdapat pengeluaran cairan (air) yang mendadak, pernah mengalami keguguran, terjadi plasenta previa, kehamilan kembar. (Manuaba, 1998:139)
Secara fisiologis pada saat istri hamil suami tidak terganggu, tetapi keinginan berhubungan seks dengan istri akan terganggu secara emosi. Oleh karena itu, keinginan berhubungan seks dengan istrinya yang sedang hamil berbeda. Pada kebanyakan pasangan akan timbul kecemasan karena perubahan saat istri hamil antara lain rasa takut pada keguguran sehingga suami memilih untuk menghentikan hubungan seks. Suami menjadi terlalu sensitif dan menyesuaikan perasaan istri pada masa hamil dengan maksud bertanggung jawab untuk melindungi sang ibu, janin dan kehamilan atau karena menuruti peraturan agama atau adat setempat. (Close, Sylvia, 1998: 10)
Pada satu kelompok wanita, hanya 21% yang tidak mengalami atau sedikit mengalami kenikmatan seksual sebelum kehamilan. Hal tersebut meningkat menjadi 41% pada trimester I kehamilan, dan 59% pada trimester III. Hampir setiap pasangan selama kehamilan akan mengalami beberapa perubahan seperti tidak berhubungan seks sama sekali atau menjadi sedikit tidak nyaman. (Eisenberg, Arlene, 1998:184)
Keengganan berhubungan seks saat istri sedang hamil juga dipengaruhi oleh perubahan hormon yang terjadi pada wanita. Banyak istri saat hamil yang kurang bergairah, bahkan ada yang tidak mau disentuh sama sekali. Disisi lain, begitu suami mengetahui istri hamil, suami juga akan mengalami perubahan hormon. Pada saat itu, produksi hormon estradiol dan estrogen lebih tinggi, sedangkan testoteron sedikit berkurang. Hal ini menyebabkan penurunan gairah dan kecemasan pun meningkat (problemseks.blogspot.com).
Berdasarkan penjelasan seorang psikiater di Jakarta mengatakan bahwa beberapa pria mengalami perubahan hormonal selama kehamilan istrinya. Sampai saat ini dilaporkan 22%-79% dari calon ayah mengalami perubahan hormonal, 1 1%-50% diantaranya mengalami penurunan gairah dan mengalami kecemasan karena tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi. (Bibilung, 2007)
Pemahaman tentang mengapa berhubungan seks selama kehamilan menjadi berbeda dengan biasanya, akan dapat meredakan ketakutan dan kecemasan sehingga pasangan dapat merasa tenang dengan keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan hubungan seks. (Eisenberg, Arlene, 1998:185)
Berdasarkan studi pendahuluan di 4 BPS Kabupaten ....... yaitu di BPS Ny. Ida Fariati Desa Tugurejo Kecamatan Gurah Kabupaten ....... didapatkan 1 suami yang mengantar periksa dan tidak merasa khawatir tentang berhubungan seks selama kehamilan, di BPS Ny. Agustin Desa Doko Kecamatan Gampengrejo Kabupaten ....... ada 2 suami ibu hamil yang mengantar periksa, dari 2 suami ini 1 merasa khawatir dan 1 tidak mengalami kekhawatiran tentang berhubungan seks selama kehamilan. Dan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ....... didapatkan 5 suami ibu hamil yang mengantar periksa. Dari 5 suami ibu hamil 3 diantaranya khawatir untuk melakukan hubungan seks karena tidak mengerti tentang hubungan seks selama kehamilan dan 2 diantaranya tidak khawatir, sedangkan di BPS Ny. Ninik Desa Plemahan Kecamatan Plemahan Kabupaten ....... didapatkan 1 suami yang mengantar periksa dan mengalami kekhawatiran mengenai hubungan seks selama kehamilan.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Dengan Kecemasan Suami Tentang Berhubungan Seks Selama Kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten .......”.

1.2 Rumusan Masalah
“Adakah hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ....... ?”

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui pengetahuan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.3.2.2 Mengetahui tingkat kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kabupaten ........
1.3.2.3 Menganalisa hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Dapat menerapkan riset kebidanan tentang hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan atau informasi bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya.
1.4.3 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan antenatal care.

silahkan download dalam bentuk dokumen word
KTI KEBIDANAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN SUAMI TENTANG BERHUBUNGAN SEKS SELAMA KEHAMILAN
(isi: abstrak, Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka, kuesioner)
 
Menuju Link:
 
Baca Selengkapnya - Hubungan Pengetahuan dengan Kecemasan Suami tentang Berhubungan Seks Selama Kehamilan

Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Minat Orang Tua dalam Memberikan Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun di TK

ABSTRAK
Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Minat Orang Tua dalam Memberikan Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun di Taman Kanak-kanak Dharma Wanita Desa ............ Kecamatan ............ Kabupaten .........

Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan diluar individu anak.Anak yang banyak mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang dari pada anak yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi. Peran seorang ibu/orang tua dalam pemberian stimulasi pada anaknya sangat besar, karena itu diperlukan pemahaman yang besar mengenai masalah ini adalah: umur,tingkat pendidikan, dan jumlah anak.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikan stimilasi tumbuh kembang pada anak usia 4-5 tahun di Desa ............ Kecamatan ............ Kabupaten .........
Desain penelitian yang digunakan adalah korelasi Cross Sectional. Sampel penelitaian adalah semua orang tua yang mempunyai anak usia 4-5 tahun di T K Dharma Wanita Desa ............ Kecamatan ............ Kabupaten ........ yang berjumlah 30 orang. Teknik sampling adalah sampling jenuh . Alat ukur yang digunakan adalah angket. Analisa data dengan menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukan : (1) sebagian besar orang tua yang mempunyai anak usia 4-5 tahun di TK Dharma Wanita Desa ............ Kecamatan ............ Kabupaten ........ mempunyai pengetahuan tinggi dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan yang lain mempunyai pengetahuan rendah; (2) sebagian besar orang tua yang mempunyai anak usia 4-5 tahun di TK Dharma Wanita Desa ............ Kecamatan ............ Kabupaten ........ berminat dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan yang lain tidak berrminat dalam memberikan stimulasi tumbuh kembang; (3) untuk hasil analisa data diketahuai bahwa ada hubungan antara pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikn stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.
Peneliti memberikan saran pengetahuan orang tua masih harus selalu dipertahankan supaya tetap baik, agar mereka paham besar mengenai manfaatnya.

Kata Kunci : Pengetahuan, Minat, Stimulasi, Pertumbuhan dan Perkembangan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Di Indonesia seperti kemungkinan besar di negara-negara yang sedang berkembang lainnya masih banyak ditemukan praktek pengasuhan anak yang kurang kaya stimulasi tumbuh kembang. Sedangkan stimulasi ini sangat penting untuk perkembangan mental psikososial anak tersebut (Trie Hariweni. 2000).
Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu anak. Anak yang banyak mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada anak yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi,stimulasi dapat juga sebagai penguat (reinforcement) (Soetjiningsih. 1998 : 105). Kegiatan stimulasi juga merangsang kemampuan dan tumbuh kembang anak yang dilakukan oleh ibu dan keluarga untuk membantu tumbuh dan berkembang sesuai usianya (Harnawatiaj. 2008).
Untuk menjadikan anak cerdas, faktor stimulus menjadi sangat penting, baik yang berkaitan dengan fisik maupun mental/emosional anak. Orang tua dapat memberikan stimulasi sejak buah hatinya masih dalam kandungan, saat lahir, sampai dia tumbuh besar. Tentu saja dengan intensitas dan bentuk stimulasi yang berbeda-beda pada setiap tahap perkembangannya. Namun hal ini masih sedikit dipahami masyarakat, baik orang tua, kader maupun pemerhati anak (Dedeh kurniasih. 2008). Pada anak usia 4-5 tahun, minta anak menceritakan apa yang sedang dilakukan, menyebut nama teman-temannya, biasakan untuk berdo’a sebelum dan sesudah tidur, biasakan mencuci tangan dan mengeringkan sendiri sebelum dan sesudah makan/bermain, biasakan setelah mandi memakai pakaian sendiri (Eddy Fadlyana. 2008).
Pemberian stimulasi yang teratur dan terus menerus akan menciptakan anak yang cerdas, bertumbuh kembang dengan optimal, mandiri serta memiliki emosi yang stabil dan mudah beradaptasi, melalui stimulasi anak dapat mencapai perkembangan optimal pada penglihatan, pendengaran, perkembangan bahasa, sosial, kognitif, gerak kasar, gerak halus, keseimbangan, koordinasi dan kemandirian (Caroline Mulawi. 2007).
Peran seorang ibu/orang tua dalam pemberian stimulasi pada anaknya sangat besar, karena itu diperlukan pemahaman yang besar mengenai masalah ini. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dalam masalah ini adalah: umur, tingkat pendidikan, dan jumlah anak. Dari hasil penelitian di daerah kumuh di kelurahan Pulogadung Jakarta ditemukan bahwa pengetahuan orang tua tentang stimulasi bagi perkembangan anak masih sangat kurang, hanya sekitar 1,3% yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang stimulasi, 34,4 % pengetahuan sedang dan 6,4% berpengetahuan rendah tentang stimulasi (Trie Hariweni.2000)
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada waktu praktek kerja lapangan (PKL) didesa ............ Kecamatan ............ Kabupaten ........ pada tanggal 24 Maret 2010 di Taman Kanak-kanak (TK) Dharma Wanita pada 28 ibu yang mempunyai anak usia 4-5 tahun didapatkan data
sebagai berikut : 14,2 % ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang stimulasi, 17,8 % ibu mempunyai pengetahuan sedang dan 67,8 % ibu berpengetahuan rendah.
Dari uraian tersebut diatas peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua dan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun di TK Dharma Wanita desa ............ kecamatan ............ kabupaten .........

1.2 Rumusan Masalah
“Adakah hubungan pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun di TK Dharma Wanita Desa ............ Kecamatan ............ Kabupaten ........ ”?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.
1.3.2.2 Mengidentifikasi minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembanga anak usia 4-5 tahun.
1.3.2.3 Menganalisis hubungan pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhgan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peneliti mengenai pengetahuan dan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan dapat menjadi masukkan guna meningkatkan pengetahuan orang tua tentang pemberian stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun
1.4.3 Bagi Institusi
Diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat digunakan sebagai bahan informasi, pertimbangan dan evaluasi bagi institusi guna meningkatkan pengetahuan orang tua dan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan usia 4-5 tahun.


silahkan download dalam bentuk dokumen word
KTI KEBIDANAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA DENGAN MINAT ORANG TUA DALAM MEMBERIKAN STIMULASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-5 TAHUN DI TK
(isi: abstrak, Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka, kuesioner)
 
Menuju Link:
 
Baca Selengkapnya - Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Minat Orang Tua dalam Memberikan Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun di TK

Hubungan Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorhea dengan Motivasi untuk Periksa ke Yankes

ABSTRAK
HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG
DISMENORHEA DENGAN MOTIVASI UNTUK PERIKSA KE PELAYANAN KESEHATAN
DI PROGRAM STUDI KEBIDANAN .......

Dismenorhea adalah sakit menstruasi sampai dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Nyeri yang dirasakan bersifat cramping di bagian bawah perut, punggung bawah bahkan sampai paha. Sekarang dokter mengetahui bahwa dismenorhea merupakan kondisi mediis yang nyata, pemeriksaannya harus dilakukan secara sistematis. Riwayat medis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh merupakan cara diagnostik yang berhubungan dengan asal dismenorhea. Secara efektif motivasi memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan merupakan faktor penting dalam mendukung perilaku periksa ke pelayanan kesehatan. Motivasi memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan dapat ditimbulkan dari pengetahuan tentang dismenorhea. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian korelasi yang bersifat deskriptif analitik cross sectional yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama. Sedangkan analisa data yang digunakan adalah analisa korelasi bivariate dengan taraf signifikan 5% dengan menggunakan rumus Spearman Corelation dengan bantuan nilai Z.
Dari penelitian ini didapatkan sebagian besar responden berpengetahuan cukup 59,46% dan 67,57% memiliki motivasi yang sedang untuk periksa ke pelayanan kesehatan. Dengan perhitungan Spearman menggunakan bantuan nilai Z, didapatkan angka Z hitung 2,94 dan Z tabel 1,96 dengan taraf signifikan 5% sehingga Z hitung > Z tabel yang berarti ada hubungan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan.

Kata Kunci : Pengetahuan, Remaja Putri, Dismenorhea, Motivasi, Pelayanan Kesehatan.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Setiap bulan secara periodik seorang wanita normal akan mengalami peristiwa reproduksi, yaitu menstruasi. Peristiwa itu begitu wajar dan alami sehingga dapat dipastikan bahwa semua wanita yang normal pasti akan mengalami proses itu. Walaupun begitu, pada kenyataannya banyak wanita yang mengalami masalah menstruasi, diantaranya adalah nyeri haid. Nyeri haid adalah nyeri yang bersifat cramping (dipuntir – puntir) di bagian bawah perut, punggung bawah bahkan sampai paha. Nyeri ini timbul bersamaan dengan haid, sebelum haid atau bisa juga segera setelah haid. (Widjajanto, 2005)
Beberapa tahun yang lalu, nyeri haid hanya dianggap sebagai penyakit psikosomatis. Dahulu, wanita yang menderita nyeri haid hanya bisa menyembunyikan rasa sakitnya tanpa mengetahui apa yang harus dilakukannya dan kemana ia harus mengadu. Bahkan orang menganggap bahwa wanita yang menderita nyeri haid hanyalah wanita yang mencari perhatian atau kurang diperhatikan. Tetapi sekarang dokter mengetahui bahwa dismenorhea merupakan kondisi medis yang nyata. Banyak metode yang telah dikembangkan oleh ahli dibidangnya yang bertujuan mengatasi nyeri haid. (Syamsul, A, 2005)
Di Amerika Serikat, nyeri haid didapatkan pada 3 0-50% wanita dalam usia reproduksi, serta pada 60-70% wanita dewasa yang tidak menikah dan berusia antara 30-40 tahun. Penelitian di Swedia menjumpai 30% wanita pekerja industri menurun penghasilannya karena rasa nyeri haid. Penelitian di Indonesia mengatakan 35% wanita subur mengalami nyeri haid, dan 10- 15% membuktikan keluhan haid menurunkan kinerja produktif. (Harun, R, 2002)
Dismenorhea merupakan keluhan yang paling sering ditemukan oleh ahli ginekologi, pemeriksaannya harus dilakukan secara sistematis. Riwayat medis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh merupakan cara diagnostik yang berhubungan dengan asal dismenorhea ( A. Friedman, Emanuel, 1998 : 48). Diagnostik tidak boleh berhenti pada jenis kelainan adanya penyakit atau kelainan yang menjadi dasar atau penyebabnya harus dicari, didiagnosis kemudian diterapi dengan sesuai. (www.kompas.co.id)
Tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah penderita nyeri haid di Indonesia, namun di Surabaya didapatkan 1,07% hingga 1,31% dari jumlah penderita datang ke bagian kebidanan (Harun, R, 2002). Pelayanan kesehatan remaja yang tercatat di Dinkes Jawa Timur adalah sebesar 3 8,25% (www.dinkesjatim.go.id), sedangkan target pelayanan kesehatan remaja di ....... sebesar 50%, namun yang berhasil dicakup sebesar 26,11%. (www.jatim.go.id)
Masih banyak perempuan yang menganggap nyeri haid sebagai hal yang biasa, mereka beranggapan 1-2 hari sakitnya akan hilang. Padahal nyeri haid
hebat bisa menjadi tanda gej ala suatu penyakit misalnya Endometriosis yang bisa mengakibatkan sulitnya punya keturunan. Menurut dr. Andon Hestiantoro, SpOG(K) upaya preventif perlu dilakukan untuk mengurangi kelanjutan dari penyakit. Begitu mengalami nyeri haid yang perlu diatasi dengan minum obat, sebaiknya segera memeriksakan diri, memang bisa merupakan nyeri haid primer atau normal, tetapi tidak ada salahnya periksa bahkan jika masih gadis atau belum menikah. (Andon, 2007)
Berdasarkan wawancara kepada 10 mahasiswa Prodi Kebidanan ....... sebanyak 9 orang yang mengalami nyeri haid dan hanya satu mahasiswa yang telah periksa. Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalahnya yaitu : “Adakah hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan?”

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan. 1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengidentifikasi pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea
1.3.2.2. Mengidentifikasi motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan
1.3.2.3. Menganalisa hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
Dengan penelitian ini bisa menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman secara langsung yang dapat digunakan untuk praktek di lapangan nantinya.
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Memberi informasi dalam mengidentifikasi hubungan pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan.
1.4.3. Bagi Tempat Penelitian
Memberikan gambaran tentang hubungan pengetahuan mahasiswa tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan sehingga bisa mendorong mahasiswa yang mengalami dismenorhea untuk periksa sebagai deteksi dini.

silahkan download dalam bentuk dokumen word
KTI KEBIDANAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI  TENTANG DISMENORHEA DENGAN MOTIVASI UNTUK PERIKSA KE YANKES
(isi: abstrak, Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka, kuesioner)
 
Menuju Link:
 
Baca Selengkapnya - Hubungan Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorhea dengan Motivasi untuk Periksa ke Yankes

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Makanan Bergizi dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi Usia 6-12 Bulan

ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG
MAKANAN BERGIZI DENGAN PEMBERIAN MAKANAN
PENDAMPING ASI PADA BAYI USIA 6-12 BULAN DI
POSYANDU DESA ............. WILAYAH KERJA
PUSKESMAS ......... KABUPATEN ........
2010

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Hal yang paling utama dalam pemberian makanan pendamping pada anak adalah makanan apa yang seharusnya diberikan, kapan waktu pemberian dan dalam bentuk yang bagaimana makanan tersebut diberikan. Penelitian dilaksanakan tanggal 15-16 Juli 2010 di Posyandu desa ............., Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten ........ dengan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi cross sectional.Populasi adalah semua bayi yang ikut posyandu di desa .............. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik sampling jenuh. Variable independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dan variable dependennya adalah pemberian makanan pendamping ASI. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner.
Hasil penghitungan terhadap 26 responden didapatkan hasil bahwa harga rho hitung adalah 0,45 8 dan harga rho tabel adalah 0,3 92, maka terlihat bahwa rho hitung > rho tabel berarti ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6- 12 bulan.
Kata kunci: Pengetahuan, Makanan Bergizi, MP-ASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Hal yang paling utama dalam pemberian makanan anak adalah makanan apa yang seharusnya diberikan, kapan waktu pemberian dan dalam bentuk yang bagaimana makanan tersebut diberikan (Helvetia, 2007).
Pada usia 6 bulan saluran pencernaan bayi sudah mulai bisa diperkenalkan pada makanan padat sebagai makanan tambahannya. Berdasarkan ilmu gizi, para bayi perlu diperkenalkan kepada jenis makanan pendamping ASI agar mereka dapat memperoleh unsur gizi diantaranya karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang mereka perlukan untuk pertumbuhan mereka. Pemberian makanan pendamping ASI harus bertahap dan bervariasi mulai dengan 1 jenis rasa setiap mengenalkan jenis makanan baru, mulai bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, D.A dan Herlianty, 2001).
Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka bayi termasuk kelompok yang paling mudah menderita kelainan gizi. Sedangkan saat ini mereka sedang mengalami proses pertumbuhan yang relatif pesat dan memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang relatif besar. Maka kesehatan yang baik ditunjang dengan keadaan gizi yang baik, ini merupakan hal yang utama untuk tumbuh kembang yang optimal bagi seorang anak. Pengetahuan ibu yang baik dalam pemberian makanan pendamping ASI sangat menunjang status gizi anak (Yustina Rostiawati, 2002).
Salah satu faktor penyebab perilaku penunjang orang tua dalam memberikan makanan pendamping ASI pada bayinya adalah masih rendahnya pengetahuan ibu tentang makanan bergizi bagi bayinya. Yang dimaksud dengan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi adalah hasil tahu karena faktor penginderaan terhadap suatu obyek tertentu tentang bahan makanan yang diperlukan dalam satu hari yang beraneka ragam dan mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur yang dibutuhkan oleh tubuh. Karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh ibu, sehingga banyak bayi yang mengalami gizi kurang. Untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan gizi dan masalah psikososial diperlukan adanya perilaku penunjang dari para orang tua, khususnya perilaku ibu dalam memberikan makanan pendamping ASI pada bayinya. Yang dimaksud dengan pemberian makanan pendamping ASI adalah pemberian makanan tambahan pada bayi setelah bayi berusia 6-24 bulan, jadi selain makanan pendamping, ASI pun harus tetap diberikan pada bayi sampai bayi berusia 2 tahun (Depkes, RI, 2006).
Pemantauan rutin yang telah dilakukan pemerintah melalui sistem kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) menunjukkan jumlah kasus gizi buruk yang dilaporkan dari Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit semakin meningkat. Data hasil penelitian saudari Suyanah berdasarkan data SUSENAS (Survei Kesehatan Nasional) pada tahun 2002 dari 23.323.731 balita, dijumpai prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) ringan pada balita adalah 4.576.035 balita (19,6 %), KEP sedang 1.954.500 balita (8,4 %), sedangkan untuk KEP berat 972.292 balita (4,2 %). (Depkes RI, 2002)
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota ........ bayi yang diberi makanan pendamping ASI yaitu sebanyak 701 bayi (80 %). Berdasarkan data hasil studi pendahuluan pada tanggal 10-29 maret 2010 di posyandu desa ............., dari 85 jumlah bayi, 25 bayi yang usia 6-12 bulan didapatkan lebih dari 60 % dari bayi mempunyai riwayat pernah mendapatkan MP-ASI sejak 3-4 bulan dan 40 % dari bayi diberi MP-ASI sesuai umur bayi. Pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan terdiri dari usia 6-9 bulan tediri dari ASI, nasi tim, dan buah, sedangkan untuk usia 9-12 bulan terdiri dari ASI, nasi tim, bubur susu, dan buah, sedangkan pada MP-ASI instan bisa langsung dibuat sendiri oleh ibu. Tapi lebih baiknya kalau ibu men\mberikan MP-ASI pada bayinya dengan membuat sendiri, tidak beli yang instan, karena lebih hieginies dan tidak mengandung pengawet.
Selain itu berdasarkan hasil wawancara didapatkan hasil ibu yang mempunyai pengetahuan kurang tentang makanan bergizi sebanyak 5 orang (20 %), yang berpengetahuan cukup 8 orang (30 %), sedang yang berpengetahuan baik 12 orang (50 %). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian “Adakah hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan di Posyandu desa .............?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Desa ..............
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi
1.3.2.2 Mengetahui pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan
1.3.2.3 Menganalisa hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan di Wilayah desa ............. Kecamatan Gampengrejo Kabupaten .........

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Mendapatkan pengalaman untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Memberikan masukan dan sebagai data dasar tentang pengetahuan ibu-ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan tentang makanan bergizi dalam pemberian makanan pendamping ASI.
1.4.3 Bagi Institusi
Sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan informasi dan panduan dalam penelitian lebih lanjut mengenai hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan.

silahkan download dalam bentuk dokumen word
KTI KEBIDANAN
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN BERGIZI DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI PADA BAYI USIA 6-12 BULAN
(isi: abstrak, Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka, kuesioner)
 
Menuju Link:
Baca Selengkapnya - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Makanan Bergizi dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi Usia 6-12 Bulan

Hubungan Pengetahuan Ibu Pasca Nifas tentang Hubungan Seksual Pasca Nifas dengan Minatnya Berhubungan

ABSTRAK
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU PASCA NIFAS TENTANG HUBUNGAN
SEKSUAL PASCA NIFAS DENGAN MINATNYA BERHUBUNGAN
SEKSUAL DI BPS Ny. INDAH SW DESA ...........
KECAMATAN ........ KABUPATEN .......

Seks adalah sesuatu yang sangat naluriah, dan semua manusia akan melewatinya. Tapi seks juga sangat berkaitan dengan lingkungan, norma masyarakat, faktor psikologis maupun fisik seseorang. Artinya dorongan seks bisa berubah setiap saat. Begitu seorang wanita melewati masa nifas, hubungan seks sudah boleh dilakukan, tentunya dengan frekuensi dan kekuatan yang tidak sekuat sebelum hamil. Karena masih dalam proses penyesuaian, kadang masih sering muncul ketakutan, cemas, atau takut jahitan robek, seringkali akan sedikit mengurangi kenikmatan berhubungan seks, bahkan tidak jarang justru menimbulkan rasa sakit (dispareuni). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual.
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif cross sectional yaitu suatu penelitian dimana variabel – variabel yang termasuk faktor resiko dan efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama. Sedangkan analisa data yang digunakan adalah analisa korelasi dengan taraf signifikan 5% dengan menggunakan rumus Spearman Rank.
Dari penelitian didapatkan responden yang berpengetahuan baik sebanyak 65,22% dan 52,17% berminat melakukan hubungan seksual pasca nifas. Dengan perhitungan Spearman Rank didapatkan hasil 0,576 dimana. ñ hitung > ñ tabel yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual.
Kata kunci : Pengetahuan, Ibu pasca nifas, Hubungan seksual, Minat.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Salah satu pertanyaan yang paling sering diajukan pada akhir kelas persiapan kelahiran adalah berapa lama setelah melahirkan dapat melakukan kembali hubungan seksual yang normal (Jimenez, Sherry. 1999 : 28). Pada masa ini ibu menghadapi peran baru sebagai orang tua sehingga sering melupakan perannya sebagai pasangan (Mellyana Huliana. 2003 : 9).
Banyak kekhawatiran yang biasanya melanda dan biasanya malu untuk ditanyakan kepada dokter maupun orang-orang terdekat. Akibatnya aktivitas bercinta menjadi terganggu dan jika tidak ditangani dengan benar, bisa berbuntut panjang. Banyak pertanyaan yang berputar soal itu saja. Alasan ini terus bermunculan dan memenuhi pikiran kebanyakan suami istri. Akibatnya energi yang seharusnya disalurkan untuk berhubungan seksual hilang seketika. Ritme hubungan seksualpun menjadi menurun (http ://www.astaga.com. 2007).
Sebagian pria dan wanita menginginkan hubungan seks secepat mungkin setelah melahirkan, sebagian lagi mungkin lebih suka menunggu atau bahkan mungkin merasa takut (Hasselquist. 2006 : 28). Banyak wanita setelah melahirkan, merasa cemas atau takut untuk berhubungan seksual lagi dengan pasangannnya. Banyak perempuan yang merasa tidak berhasrat untuk melakukan senggama pasca persalinan, karena takut terhadap rasa nyeri yang mungkin ditimbulkannya. Waktu yang dibutuhkan oleh seorang perempuan untuk mengembalikan gairahnya seperti semula, sangat bergantung kepada pengalaman persalinannya (apakah persalinan normal atau dengan cara caesar) (Ryan Thamrin. 2008)
Pada banyak pasangan, perubahan karena kehamilan dapat mengganggu keseimbangan dalam hubungan mereka, terutama dalam hubungan seksual. Begitu juga setelah persalinan. Sehingga muncul banyak pertanyaan, kapan seks yang aman setelah melahirkan sehingga tidak mengganggu keharmonisan rumah tangga (Ryan Thamrin. 2007).
Ibu yang baru melahirkan boleh melakukan hubungan seksual kembali setelah 6 minggu persalinan. Batasan waktu 6 minggu didasarkan atas pemikiran pada masa itu semua luka akibat persalinan, termasuk luka episiotomi biasanya telah sembuh dengan baik dan 6 minggu adalah waktu dimana rahim telah kembali pada ukuran sebelum hamil. Pengecilan rahim adalah perubahan fisik utama persalinan yang terakhir, cara alamiah rahim akan kembali mengecil pelahan-lahan ke bentuknya semula,. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram. Ini dianggap masa nifas telah selesai. Namun, sebetulnya rahim akan kembali ke posisi normal dengan berat 30 gram sekitar 3 bulan kemudian. Setelah masa pemulihan 3 bulan ini, bukan hanya rahim saja yang kembali normal tapi juga kondisi tubuh ibu secara keseluruhan (Novitasari. 2007), mencegah timbulnya infeksi merupakan alasan selanjutnya (Ryan Thamrin. 2007)
Sebuah penelitian di Australia mendapatkan bahwa enam minggu adalah waktu rata-rata bagi para perempuan pasca persalinan untuk mulai melakukan hubungan seks. Tapi penelitian tersebut juga menemukan bahwa sekitar setengah dari mereka memiliki masalah sejak awal, terus mengalaminya selama tahun pertama pasca persalinan. Penelitian lain menemukan 20% perempuan yang baru pertama kali melahirkan membutuhkan waktu 6 bulan untuk merasa nyaman secara fisik saat bersenggama, dengan waktu rata-rata sekitar 3 bulan (http://cyberwoman.cbn.net.id. 2007).
Studi pendahuluan yang pernah dilakukan peneliti di BPS Ny. Indah SW Desa ........... Kecamatan ........ Kabupaten ....... pada bulan Maret– April 2010 terdapat 12 ibu bersalin normal, 5 ibu masih dalam masa nifas dan 2 diantaranya saat ini belum memikirkan untuk berhubungan seksual, karena masih takut, 3 ibu yang masih dalam masa nifas mengatakan akan memulai hubungan seks setelah darah nifas berhenti dan luka jahitan kering ( + 40 hari). Sedangkan 7 ibu sudah melalui masa nifas, 5 diantaranya mengatakan akan mulai berhubungan seksual kira-kira 3 bulan setelah melahirkan. Dan 2 ibu mengatakan belum memikirkan tentang kapan akan mulai berhubungan seksual lagi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan dan minat ibu pasca nifas mengenai hubungan seksual pasca nifas.
Dari data di atas, peneliti tertarik mengadakan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual di BPS Ny. Indah SW Desa ........... Kecamatan ........ Kabupaten ........

1.2. Rumusan Masalah
Bertolak dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan yakni tentang “Adakah hubungan antara pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual?”.

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengidentifikasi pengetahuan pada ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas.
1.3.2.2. Mengidentifikasi minat ibu pasca nifas berhubungan seksual pasca nifas.
1.3.2.3. Menganalisa hubungan antara pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual pasca nifas.

1.4. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait, antara lain :
1.4.1. Bagi Peneliti
Meningkatkan pemahaman dan wawasan secara langsung bagi
peneliti mengenai pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan
seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan seksual. 1.4.2. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan tambahan dalam memberikan informasi tentang hubungan seksual pada ibu pasca nifas.
1.4.3. Bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan masukan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.

silahkan download dalam bentuk dokumen word
KTI KEBIDANAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU PASCA NIFAS TENTANG HUBUNGAN SEKSUAL PASCA NIFAS DENGAN MINATNYA BERHUBUNGAN
(isi: abstrak, Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka, kuesioner)
Menuju Link:
 
Baca Selengkapnya - Hubungan Pengetahuan Ibu Pasca Nifas tentang Hubungan Seksual Pasca Nifas dengan Minatnya Berhubungan

Sikap Ibu dalam Menghadapi Rendahnya Pengetahuan Seks Remaja 16-20 Tahun di Desa

ABSTRAK
SIKAP IBU DALAM MENGHADAPI RENDAHNYA PENGETAHUAN SEKS REMAJA 16-20 TAHUN DI DESA ......... KECAMATAN ......... KABUPATEN ......... TAHUN 2010

Pengetahuan seks remaja saat ini tidak jarang yang diperoleh hanya sebatas informasi bukan berupa pendidikan. Padahal anak sudah harus mendapatkan pendidikan seks sejak dini. Berdasar hasil praktek klinik lapangan di Desa ......... Kecamatan ......... Kabupaten ........., didapatkan data dari 50 orang remaja 36% diantaranya mempunyai pengetahuan yang rendah tentang pendidikan seks.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau informasi tentang sikap ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun.
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif subyek penelitian adalah 153 ibu yang mempunyai remaja 16-20 tahun teknik sampling yang digunakan adalah quota sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan angket, dengan menggunakan metode skala likert. Kemudian data dimasukkan dalam rumus sehingga diperoleh prosentase yaitu sikap negatif dan sikap positif.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 56,86% responden cenderung bersifat negatif dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun.
Dari hasil tersebut perlu dilakukan penyuluhan agar ibu-ibu mengetahui cara menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja.
Kata kunci : rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pengetahuan seks remaja saat ini sering tidak tepat. Tidak jarang pengetahuan seks yang diperoleh hanyalah sebatas informasi, bukan berupa pendidikan. Padahal menurut Vania Djohan Salim (2006) anak sudah harus mendapatkan pendidikan seks sejak dini, tapi tetap dalam pemberian pendidikan tersebut harus disesuaikan dengan usia anak. Bagi remaja 11-15 tahun mereka harus sudah mulai mengenal mengenai sikap terhadap seks dan usia 16-20 tahun pengetahuan seks remaja harus sudah berkembang mengenai masalah keyakinan dan norma-norma, jadi diharapkan pada masa ini pengetahuan seks pada remaja sudah baik. Boyke Dian (2006) mengutip hasil sebuah penelitian para dokter di Jakarta, bahwa 10-12% remaja di Jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang.
(www.glorianet.org/mow/serabi/seramene.html:2januari2006).
Pengetahuan seks yang rendah tidak hanya mendorong remaja untuk mencoba-coba, tapi juga bisa menimbulkan salah persepsi, misalnya saja, berciuman atau berenang dikolam renang yang “tercemar” sperma bisa mengakibatkan kehamilan, dan lain-lain. Beberapa akibat yang tentunya memprihatinkan ialah terjadinya pengguguran kandungan dengan berbagai resikonya, perceraian pasangan keluarga muda atau terjangkitnya penyakit menular seksual, termasuk HIV (www.google.com).
Dari hasil penelitian pada tahun 2006 di kelas 2 SMU Pawayatan Daha ........., terdapat 59 siswa (60,82%) mempunyai pengetahuan yang baik tentang pendidikan seks, dan 38 siswa (39,18%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang pendidikan seks. Pengetahuan seks yang kurang terjadi karena minimnya peran orang tua dalam memberikan pendidikan seks pada anak-anaknya. Sebagian orangtua menganggap bahwa membicarakan masalah seks adalah sesuatu yang tabu (Ajen Dianawati. 2003: 7) dan remaja tidak mendapatkan pendidikan seks di dalam sekolah atau lembaga formal lainnya. Sehingga keingintahuan yang sangat berlebihan mengenai seks didapatkan dari berbagai media yang salah (www.mediaindonesia-online.com). Sebab itu, orang tua hendaknya memberikan pendidikan seks kepada anak-anaknya sejak dini, karena orang tua terutama ibu mempunyai peran yang cukup kuat agar para remaja dapat mengetahui dampak dari segala sesuatu tentang rendahnya pengetahuan seks (www.dunia.web.id). Ibu menempati peranan yang strategis dalam mendidik putra putrinya untuk menjadi manusia yang sehat (www.jurnalkopertij4.or.T.newsuiew.php?id).
Berdasar hasil Praktek Klinik Lapangan di Desa ......... Kecamatan ......... Kabupaten ........., didapatkan data dari 50 orang remaja 18 remaja diantaranya (3 6%) diantaranya mempunyai pengetahuan yang rendah tentang pendidikan seks. Dari sini peneliti tertarik untuk meneliti sikap ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun di Desa ......... Kecamatan ......... Kabupaten ..........

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yaitu : Bagaimana sikap ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun di Desa ......... Kecamatan ......... Kabupaten ..........

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran atau informasi tentang sikap ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja usia 16-20 tahun.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1.1. Untuk mengetahui komponen kognitif ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun.
1.3.1.2. Untuk mengetahui komponen afektif ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun.
1.3.1.3. Untuk mengetahui komponen konatif ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja 16-20 tahun.

1.4. Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi
Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan atau masukan pengetahuan dan informasi serta pengembangan untuk penelitian selanjutnya.
1.4.2 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan atau wawasan mengenai sikap ibu dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja usia 16-20 tahun.
1.4.3 Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan bagi pembaca dan untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya.
1.4.4 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi warga Desa ......... Kecamatan ......... Kabupaten ......... dalam menghadapi rendahnya pengetahuan seks remaja usia 16-20 tahun.

silahkan download dalam bentuk dokumen word
KTI KEBIDANAN
SIKAP IBU DALAM MENGHADAPI RENDAHNYA PENGETAHUAN SEKS REMAJA 16-20 TAHUN DI DESA
(isi: abstrak, Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka, kuesioner)
Menuju Link:
 
Baca Selengkapnya - Sikap Ibu dalam Menghadapi Rendahnya Pengetahuan Seks Remaja 16-20 Tahun di Desa

Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Gizi Buruk pada Balita Di Puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Derajat kesehatan yang tinggi dalam pembangunan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Salah satu unsur penting dari kesehatan adalah masalah gizi. Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan, dan terganggunya mental anak. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak (Suwiji, 2006)
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik. Status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik. Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2007).
Kesepakatan global berupa Millenium Development Goals (MDGS) yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa pada tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Untuk Indonesia, indikator yang digunakan adalah peresentase anak berusia di bawah 5 tahun (balita) yang mengalami gizi buruk (severe underweight) dan persentase anak-anak berusia 5 tahun (balita) yang mengalami gizi kurang (moderate underweight) (Ariani, 2007).
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita (1-5 tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi. (Himawan, 2006).
Masalah gizi makin lama makin disadari sebagai salah satu faktor penghambat proses pembangunan nasional. Masalah gizi yang timbul dapat memberikan berbagai dampak diantaranya meningkatnya Angka Kematian Bayi dan Anak, terganggunya pertumbuhan dan menurunnya daya kerja, gangguan pada perkembangan mental dan kecerdasan anak serta terdapatnya berbagai penyakit tertentu yang diakibatkan kurangnya asupan gizi. Masalah kekurangan zat gizi ada 4 yang dianggap sangat penting yaitu; kurang energi-protein, kurang Vitamin A, kurang Yodium (Gondok Endemik) dan kurang zat besi (Anemia Gizi Besi), (Paramata, 2009).
Kurang gizi atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab tewasnya 3,5 juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia. Mayoritas kasus fatal gizi buruk berada di 20 negara, yang merupakan negara target bantuan untuk masalah pangan dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia Selatan, Myanmar, Korea Utara, dan Indonesia. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Inggris The Lanchet ini mengungkapkan, kebanyakan kasus fatal tersebut secara tidak langsung menimpa keluarga miskin yang tidak mampu atau lambat untuk berobat, kekurangan vitamin A dan zinc selama ibu mengandung balita, serta menimpa anak pada usia dua tahun pertama. Angka kematian balita karena gizi buruk ini terhitung lebih dari sepertiga kasus kematian anak di seluruh dunia (Malik, 2008).
Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek (Irwandy, 2007).
Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi (20%), maupun target Millenium Development Goals pada 2015 (18,5%) telah tercapai pada 2007. Namun demikian, sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara,Sumatera Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008).
Tahun 2005 ditemukan 1,8 juta balita dengan status gizi buruk, dan dalam waktu yang sangat singkat menjadi 2,3 juta di tahun 2006. Sekitar 37,3 juta penduduk hidup dibawah garis kemiskinan, separo dari total rumah tangga mengkonsumsi kurang dari kebutuhan sehari-hari, 5 juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi (Hadi, 2005).
Hasil pemantauan Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo tahun 2007 dari 24.248 balita yang ditimbang se Kabupaten Gorontalo, 494 balita atau dua persen diantaranya mengalami gizi buruk. Selain dibeberapa daerah kabupaten juga banyak ditemukan kasus gizi buruk misalnya di kabupaten Bone Bolango.
Berdasarkan data yang diperoleh dari survey Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2010 bahwa jumlah balita di kabupaten ......... yaitu 11.657 jiwa, dimana penderita gizi buruk sebanyak 628 (5,4 %) jiwa dan jumlah penderita gizi kurang sebanyak 2.493 (21,4 %) jiwa.
Data mengenai status gizi balita di Puskesmas ....... Kecamatan ....... tahun 2010 menunjukkan dari sejumlah 823 balita terdapat 426 balita gizi baik, 133 balita gizi kurang (16,16%) dan 56 balita gizi buruk (6,3%). Dari data di atas dapat dilihat bahwa masih tingginya jumlah kasus, baik kasus gizi kurang maupun kasus gizi buruk pada tahun 2010 di wilayah kerja Puskesmas ........ Dari jumlah penderita gizi buruk diatas, dapat dikategorikan masih tinggi dibanding jumlah standar nasional yang ditetapkan yaitu <1% dan untuk kejadian gizi kurang <15%.
Dari latar belakang inilah maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor Risiko kejadian gizi buruk pada balita Di Wilayah Kerja Puskesmas ....... Kecamatan ....... Kabupaten ......... tahun 2010 di tinjau dari pola makan, tingkat pengetahuan gizi ibu, tingkat pendapatan, dan penyakit infeksi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut:
1. Berapa besar faktor risiko pola makan terhadap kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas ....... Kabupaten ......... tahun 2010?
2. Berapa besar faktor risiko tingkat pengetahuan gizi ibu dengan kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas ....... Kabupaten ......... tahun 2010?
3. Berapa besar faktor risiko tingkat pendapatan terhadap pola asuh ibu dengan kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas ....... Kabupaten ......... tahun 2010?
4. Berapa besar faktor risiko tingkat penyakit infeksi terhadap pola asuh ibu dengan kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas ....... Kabupaten ......... tahun 2010?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas ....... Kecamatan ....... Kabupaten ......... Tahun 2010 ditinjau dari Pola Makan, Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu, Tingkat Pendapatan, dan Penyakit Infeksi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor risiko pola makan terhadap kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas ....... Kabupaten ......... tahun 2010.
b. Untuk mengetahui faktor risiko tingkat pengetahuan gizi ibu terhadap kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas ....... Kabupaten ......... tahun 2010
c. Untuk mengetahui faktor risiko tingkat pendapatan terhadap kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas ....... Kabupaten ......... tahun 2010
d. Untuk mengetahui faktor risiko penyakit infeksi terhadap kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas ....... Kabupaten ......... tahun 2010

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan menjadi salah satu sumber bacaan bagi para peneliti dimasa yang akan datang.
2. Manfaat Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan masukan bagi Dinas Kesehatan ......... khususnya bagi Puskesmas Paguyaman Pantai serta pihak lain dalam menentukan kebijakan untuk menekan dan menangani kasus gizi buruk dan gizi kurang pada bayi/anak balita.
3. Manfaat Praktis
Untuk mengetahui dan mendapatkan pengalaman yang nyata dalam melakukan penelitian khususnya mengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan status gizi balita.

 silahkan download dalam bentuk dokumen word
KTI KEBIDANAN FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI PUSKESMAS
(isi:  Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka, kuesioner)
Menuju Link:
 
Baca Selengkapnya - Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Gizi Buruk pada Balita Di Puskesmas

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber