Cari Blog Ini

Jenis-jenis Imunisasi

Jenis-jenis Imunisasi
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau “liar”. Berasal dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.)
Jenis-jenis vaksin antara lain:
Berikut ini adalah Jenis-jenis imunisasi pada balita :

a. Imunisasi BCG
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis. Imunisasi BCG dilakukan sekali pada bayi usia 0-11 bulan, lalu DPT diberikan tiga kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal empat minggu. Imunisasi polio diberikan empat kali pada bayi 0-11 bulan dengan interval minimal empat minggu. Sedangkan campak diberikan satu kali pada bayi usai 9-11 bulan. Terakhir, imunisasi hepatitis B harus diberikan tiga kali pada bayi usia 1-11 bulan, dengan interval minimal empat minggu.

b. Imunisasi DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.

c. Imunisasi DT
Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus. Setiap orang dewasa harus mendapat vaksinasi lengkap tiga dosis seri primer dari difteri dan toksoid tetanus, dengan dua dosis diberikan paling tidak berjarak empat minggu, dan dosis ketiga diberikan enam hingga 12 bulan setelah dosis kedua. Jika orang dewasa belum pernah mendapat imunisasi tetanus dan difteri maka diberikan seri primer diikuti dosis penguat setiap 10 tahun.

d. Imunisasi TT
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus. Jenis imunisasi ini minimal dilakukan lima kali seumur hidup untuk mendapatkan kekebalan penuh. Imunisasi TT yang pertama bisa dilakukan kapan saja, misalnya sewaktu remaja. Lalu TT2 dilakukan sebulan setelah TT1 (dengan perlindungan tiga tahun). Tahap berikutnya adalah TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2 (perlindungan enam tahun), kemudian TT4 diberikan satu tahun setelah TT3 (perlindungan 10 tahun), dan TT5 diberikan setahun setelah TT4 (perlindungan 25 tahun).

e. Imunisasi Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih.

f. Imunisasi MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebabkan pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.

g. Imunisasi Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak. Sampai saat ini, imunisasi HiB belum tergolong imunisasi wajib, mengingat harganya yang cukup mahal. Tetapi dari segi manfaat, imunisasi ini cukup penting. Hemophilus influenzae merupakan penyebab terjadinya radang selaput otak (meningitis), terutama pada bayi dan anak usia muda. Penyakit ini sangat berbahaya karena seringkali meninggalkan gejala sisa yang cukup serius. Misalnya kelumpuhan. Ada 2 jenis vaksin yang beredar di Indonesia, yaitu Act Hib dan Pedvax.

h. Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas.

i. Imunisasi HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Karena itu imunisasi hepatitis B termasuk yang wajib diberikan. Jadwal pemberian imunisasi ini sangat fleksibel, tergantung kesepakatan dokter dan orangtua. Bayi yang baru lahir pun bisa memperolehnya. Imunisasi ini pun biasanya diulang sesuai petunjuk dokter. Orang dewasa yang berisiko tinggi terinfeksi hepatitis B adalah individu yang dalam pekerjaannya kerap terpapar darah atau produk darah, klien dan staf dari institusi pendidikan orang cacat, pasien hemodialisis (cuci darah), orang yang berencana pergi atau tinggal di suatu tempat di mana infeksi hepatitis B sering dijumpai, pengguna obat suntik, homoseksual/biseksual aktif, heteroseksual aktif dengan pasangan berganti-ganti atau baru terkena penyakit menular seksual, fasilitas penampungan korban narkoba, imigran atau pengungsi di mana endemisitas daerah asal sangat tinggi/lumayan. Berikan tiga dosis dengan jadwal 0, 1, dan 6 bulan. Bila setelah imunisasi terdapat respon yang baik maka tidak perlu dilakukan pemberian imunisasi penguat (booster).

j. Imunisasi Pneumokokus Konjugata
Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah).

k. Tipa
Imunisasi tipa diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap demam tifoid (tifus atau paratifus). Kekebalan yang didapat bisa bertahan selama 3 sampai 5 tahun. Oleh karena itu perlu diulang kembali. Imunisasi ini dapat diberikan dalam 2 jenis: imunisasi oral berupa kapsul yang diberikan selang sehari selama 3 kali. Biasanya untuk anak yang sudah dapat menelan kapsul. Sedangkan bentuk suntikan diberikan satu kali. Pada imunisasi ini tidak terdapat efek samping.

l. Imunisasi Hepatitis A
Penyakit ini sebenarnya tidak berbahaya dan dapat sembuh dengan sendirinya. Tetapi bila terkena penyakit ini penyembuhannya memerlukan waktu yang lama, yaitu sekitar 1 sampai 2 bulan. Jadwal pemberian yang dianjurkan tak berbeda dengan imunisasi hepatitis B. Vaksin hepatitis A diberikan dua dosis dengan jarak enam hingga 12 bulan pada orang yang berisiko terinfeksi virus ini, seperti penyaji makanan (food handlers), mereka yang sering melakukan perjalanan atau bekerja di suatu negara yang mempunyai prevalensi tinggi hepatitis A, homoseksual, pengguna narkoba, penderita penyakit hati, individu yang bekerja dengan hewan primata terinfeksi hepatitis A atau peneliti virus hepatitis A, dan penderita dengan gangguan faktor pembekuan darah.

5 jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah, dalam hal ini masih mendapat subsidi dari pemerintah sehingga biayanya relatif lebih murah
  1. Imunisasi BCG, Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle bacii yang hidup didalam darah. Itulah mengapa agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkan jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus Celmette-Guerin)
  2. Imunisasi Hepatitis B, Imunisasi ini merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya VHB, yaitu virus penyebab penyakit hepatitis B. Hepatitis B dapat menyebabkan sirosis atau pengerutan hati, bahkan lebih buruk lagi mengakibatkan kanker hati.
  3. Imunisasi Polio, Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio. Penyakit akibat virus ini dapat menyebabkan kelumpuhan.
  4. Imunisasi DTP, Dengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pentusis, menyingkir jauh dari tubuh si kecil.
  5. Imunisasi Campak, Sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Penyakit ini disebabkan oleh virus Morbili.
Baca Selengkapnya - Jenis-jenis Imunisasi

Pain Management in Childbirth

Pain Management in Childbirth: "

Pain in childbirth is normal, healthy, and productive -- and ends with the ecstasy of your baby's birth. Although management of labor pain plays less important role in a mother’s satisfaction with childbirth, compared with the quality of the relationship with her labor support and her ability to take part in decision making, it is an important topic.

Pain in labor is a nearly universal experience for childbearing women. It is, however, experienced differently by birthing mothers. The majority of women, though, need some sort of pain relief during childbirth. Methods vary from drugs to natural methods, and it is worth considering the various options available to you well in advance.

Non-pharmacologic methods of labor pain relief are becoming more common as mothers, as well as pregnancy and labor caregivers, become more aware of the effectiveness of these methods. Changing positions and movement, warm water baths, massage and acupressure are gaining more popularity, in addition to relaxation and hypnobirthing, in management of labor pain.

A vast study by Childbirth Connection in 2005 revealed that 69% of birthing mothers used at least one non-pharmacologic method to relieve pain and increase comfort during their labor. Most frequently used were breathing techniques and position changes and movement, followed by relaxation, visualization or hypnosis. As many as one in five birthing mothers used hands-on techniques such as massage and labor acupressure. These two hands-on techniques were rated very helpful by vast majority of 91% of the mothers. The popularity of these pain relieving methods is based on the simplicity and easiness to use them anywhere without any special and expensive tools. This is in addition to highly satisfactory level of relief from labor pains.

Less frequently used labor pain relieving methods include use of birthing balls, birthing tub or pool, and aromatherapy. Mothers who use these pain relieving methods, also, generally rate them helpful. Unfortunately, their use is limited by the need of special equipments or space.

By far, the most common forms of medication in both vaginal and cesarean births among the pharmacologic labor pain relieving methods are the epidural or spinal analgesia. Epidural or spinal analgesia mostly give excellent labor pain relief. However, studies revealed a scattered satisfaction with epidurals. Many interviewed mothers described their experiences of not having access to this type of pain relief when they wanted it, getting uneven pain relief on different sides, and experiencing headaches, and other adverse effects.

Labor is an exciting event and involves many new sensations, especially if you are having your first baby. These sensations are part of giving life to your baby. However, no one needs to suffer during childbirth. By understanding what you can do, and how others can help you in order to prevent and relieve labor pains, you are most likely to have a satisfying birth experience.

"
Baca Selengkapnya - Pain Management in Childbirth

Proses Kehamilan

Proses Kehamilan

Tahap awal perkembangan manusia diawali dengan peristiwa pertemuan/peleburan sel sperma dengan sel ovum yang dikenal dengan peristiwa FERTILISASI. Fertilisasi akan menghasilkan sel individu baru yang disebut dengan zygote dan akan melakukan pembelahan diri/pembelahan sel (cleavage) menuju pertumbuhan dan perkembangan menjadi embrio.

Proses Pembentukan Janin

Spermatogenesis
Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan diatur oleh hormone gonadtotropin dan testosterone (Wildan yatim, 1990).

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

1. Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer.
- Spermatogonia
Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer.

- Spermatosit Primer
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.

2. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge).
Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.

3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita “X”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan. Spermatozoa masak terdiri dari:
a. Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan bahan genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung enzim hialuronidase yang mempermudah fertilisasi ovum.
b. Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.
c. Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang dibutuhkan untuk motilitas.
d. Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas defern dan ductus ejakulotorius.

• Oogenesis

- Sel-Sel Kelamin Primordial
Sel-sel kelamin primordial mula-mula terlihat di dalam ektoderm embrional dari saccus vitellinus, dan mengadakan migrasi ke epitelium germinativum kira-kira pada minggu ke 6 kehidupan intrauteri. Masing-masing sel kelamin primordial (oogonium) dikelilingi oleh sel-sel pregranulosa yang melindungi dan memberi nutrien oogonium dan secara bersama-sama membentuk folikel primordial.

- Folikel PrimordiaL
Folikel primordial mengadakan migrasi ke stroma cortex ovarium dan folikel ini dihasilkan sebanyak 200.000. Sejumlah folikel primordial berupaya berkembang selama kehidupan intrauteri dan selama masa kanak-kanak, tetapi tidak satupun mencapai pemasakan. Pada waktu pubertas satu folikel dapat menyelesaikan proses pemasakan dan disebut folikel de Graaf dimana didalamnya terdapat sel kelamin yang disebut oosit primer.

- Oosit Primer
Inti (nukleus) oosit primer mengandung 23 pasang kromosom (2n). Satu pasang kromosom merupakan kromosom yang menentukan jenis kelamin, dan disebut kromosom XX. Kromosom-kromosom yang lain disebut autosom. Satu kromosom terdiri dari dua kromatin. Kromatin membawa gen-gen yang disebut DNA.

- Pembelahan Meiosis Pertama
Meiosis terjadi di dalam ovarium ketika folikel de Graaf mengalami pemasakan dan selesai sebelum terjadi ovulasi. Inti oosit atau ovum membelah sehingga kromosom terpisah dan terbentuk dua set yang masing-masing mengandung 23 kromosom. Satu set tetap lebih besar dibanding yang lain karena mengandung seluruh sitoplasma, sel ini disebut oosit sekunder. Sel yang lebih kecil disebut badan polar pertama. Kadang-kadang badan polar primer ini dapat membelah diri dan secara normal akan mengalami degenerasi.
Pembelahan meiosis pertama ini menyebabkan adanya kromosom haploid pada oosit sekunder dan badan polar primer, juga terjadi pertukaran kromatid dan bahan genetiknya. Setiap kromosom masih membawa satu kromatid tanpa pertukaran, tetapi satu kromatid yang lain mengalami pertukaran dengan salah satu kromatid pada kromosom yang lain (pasangannya). Dengan demikian kedua sel tersebut mengandung jumlah kromosom yang sama, tetapi dengan bahan genetik yang polanya berbeda.

- Oosit Sekunder
Pembelahan meiosis kedua biasanya terjadi hanya apabila kepala spermatozoa menembus zona pellucida oosit (ovum). Oosit sekunder membelah membentuk ovum masak dan satu badan polar lagi, sehingga terbentuk dua atau tiga badan polar dan satu ovum matur, semua mengandung bahan genetik yang berbeda. Ketiga badan polar tersebut secara normal mengalami degenerasi. Ovum yang masak yang telah mengalami fertilisasi mulai mengalami perkembangan embrional.

- Fertilisasi
Keajaiban awal mula kehidupan diawali dengan bertemunya sel sperma dan sel telur di saluran tuba. Hanya 1 sperma yang mampu memasuki sel telur dan membuahinya.

Fertilisasi atau pembuahan terjadi saat oosit sekunder yang mengandung ovum dibuahi oleh sperma. Fertilisasi umumnya terjadi segera setelah oosit sekunder memasuki oviduk. Namun, sebelum sperma dapat memasuki oosit sekunder, pertama-tama sperma harus menembus berlapis-lapis sel granulosa yang melekat di sisi luar oosit sekunder yang disebut korona radiata. Kemudian, sperma juga harus menembus lapisan sesudah korona radiata, yaitu zona pelusida. Zona pelusida merupakan lapisan di sebelah dalam korona radiata, berupa glikoprotein yang membungkus oosit sekunder.

Sperma dapat menembus oosit sekunder karena baik sperma maupun oosit sekunder saling mengeluarkan enzim dan atau senyawa tertentu,sehingga terjadi aktivitas yang saling mendukung.
Pada sperma, bagian kromosom mengeluarkan:
o Hialuronidase
Enzim yang dapat melarutkan senyawa hialuronid pada korona radiata.
o Akrosin
Protease yang dapat menghancurkan glikoprotein pada zona pelusida.

o Antifertilizin
Antigen terhadap oosit sekunder sehingga sperma dapat melekat pada oosit sekunder.
Oosit sekunder juga mengeluarkan senyawa tertentu, yaitu fertilizin yang tersusun dari glikoprotein dengan fungsi :
- Mengaktifkan sperma agar bergerak lebih cepat.
- Menarik sperma secara kemotaksis positif.
- Mengumpulkan sperma di sekeliling oosit sekunder.

Pada saat satu sperma menembus oosit sekunder, sel-sel granulosit di bagian korteks oosit sekunder mengeluarkan senyawa tertentu yang menyebabkan zona pelusida tidak dapat ditembus oleh sperma lainnya. Adanya penetrasi sperma juga merangsang penyelesaian meiosis II pada inti oosit sekunder , sehingga dari seluruh proses meiosis I sampai penyelesaian meiosis II dihasilkan tiga badan polar dan satu ovum yang disebut inti oosit sekunder.
Segera setelah sperma memasuki oosit sekunder, inti (nukleus) pada kepala sperma akan membesar. Sebaliknya, ekor sperma akan berdegenerasi. Kemudian, inti sperma yang mengandung 23 kromosom (haploid) dengan ovum yang mengandung 23 kromosom (haploid) akan bersatu menghasilkan zigot dengan 23 pasang kromosom (2n) atau 46 kromosom.

Perkembangan Janin di Rahim

Permulaan masa embriogenik

Embrio :

Tahapan pertumbuhan dan perkembangan embrio dibedakan menjadi 2 tahap yaitu :
1. Fase Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di dalam tubuh induk betina.
Fase fertilisasi adalah pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum dan akan menghasilkan zygote. Zygote akan melakukan pembelahan sel (cleavage). Zigot akan ditanam (diimplantasikan) pada endometrium uterus

3 tahapan fase embrionik yaitu :
a. Morula
Ø Hasil pembelahan zygot tersebut berupa sekelompok sel yang sama besarnya seperti buah arbei
Morula adalah suatu bentukan sel sperti buah arbei (bulat) akibat
Ø pembelahan sel terus menerus secara mitosis. Dan keberadaan antara satu dengan sel yang lain adalah rapat.
Ø Morulasi yaitu proses terbentuknya morula

b. Blastula
Ø Blastula adalah bentukan lanjutan dari morula yang terus mengalami pembelahan. bentuk ini kemudian disebut blastosit.
Ø Bentuk blastula ditandai dengan mulai adanya perubahan sel dengan mengadakan pelekukan yang tidak beraturan.
Ø Di dalam blastula terdapat cairan sel yang disebut dengan Blastosoel yang dikeluarkan oleh tuba fallopii.
Ø Blastulasi yaitu proses terbentuknya blastula.
Pada stadium ini terbentuk sel-sel yang membentuk dinding Blastula
Ø dan akan membentuk suatu simpai yang disebut sebagai Trofoblast. Trofoblast mempunyai kemampuan menghancurkan dan mencairkan jaringan menemukan lapisan Endometrium ( lapisan paling dalam dari Rahim ).

Pembelahan hingga terbentuk blastula ini terjadi di oviduk dan berlangsung selama 5 hari. Selanjutnya blastula akan mengalir ke dalam uterus. Setelah memasuki uterus, mula-mula blastosis terapung-apung di dalam lumen uteus. Kemudian, 6-7 hari setelah fertilisasi embryo akan mengadakan pertautan dengan dinding uterus untuk dapat berkembang ke tahap selanjutnya. Peristiwa terpautnya antara embryo pada endometrium uterus disebut implantasi atau nidasi. Implantasi ini telah lengkap pada 12 hari setelah fertilisasi (Yatim, 1990: 136)

Blastosit terdiri dari sel-sel bagian luar dan sel-sel bagian dalam.
Sel-sel bagian luar blastosit merupakan sel-sel trofoblas yang akan membantu implantasi blastosit pada uterus. Sel-sel trofoblas membentuk tonjolan-tonjolan ke arah endometrium yang berfungsi sebagai kait. Sel-sel trofoblas juga mensekresikan enzim proteolitik yang berfungsi untuk mencerna serta mencairkan sel-sel endometrium. Cairan dan nutrien tersebut kemudian dilepaskan dan ditranspor secara aktif oleh sel-sel trofoblas agar zigot berkembang lebih lanjut. Kemudian, trofoblas beserta sel-sel lain di bawahnya akan membelah (berproliferasi) dengan cepat membentuk plasenta dan berbagai membran kehamilan. Berbagai macam membran kehamilan berfungsi untuk membantu proses transportasi, respirasi, ekskresi dan fungsi-fungsi penting lainnya selama embrio hidup dalam uterus. Selain itu, adanya lapisan-lapisan membran melindungi embrio terhadap tekanan mekanis dari luar, termasuk kekeringan.

c. Gastrula
Gastrula adalah bentukan lanjutan dari blastula yang pelekukan
Ø tubuhnya sudah semakin nyata dan mempunyai lapisan dinding tubuh embrio serta rongga tubuh.
Lapisan terluar blastosit disebut trofoblas merupakan dinding
Ø blastosit yang berfungsi untuk menyerap makanan dan merupakan calon tembuni atau ari-ari (plasenta), sedangkan masa di dalamnya disebut simpul embrio (embrionik knot) merupakan calon janin. Blastosit ini bergerak menuju uterus untuk mengadakan implantasi (perlekatan dengan dinding uterus).
Ø Gastrulasi yaitu proses pembentukan gastrula.

Menurut Tenzer (2000:212) Setelah tahap blastula selesai dilanjutkan dengan tahap gastrulasi. Gastrula berlangsung pada hari ke 15. Tahap gastrula ini merupakan tahap atau stadium paling kritis bagi embryo. Pada gastrulasi terjadi perkembangan embryo yang dinamis karena terjadi perpindahan sel, perubahan bentuk sel dan pengorganisasian embryo dalam suatu sistem sumbu. Kumpulan sel yang semula terletak berjauhan, sekarang terletak cukup dekat untuk melakukan interkasi yang bersifat merangsang dalam pembentukan sistem organ-organ tbuh. Gastrulasi ini menghasilkan 3 lapisan lembaga yaitu laisan endoderm di sebelah dalam, mesoderm disebelah tengah dan ectoderm di sebelah luar.

Dalam proses gastrulasi disamping terus menerus terjadi pembelahan dan perbanyakan sel, terjadi pula berbagai macam gerakan sel di dalam usaha mengatur dan menyusun sesuai dengan bentuk dan susunan tubuh individu dari spesies yang bersangkutan.

Tubulasi
Tubulasi adalah pertumbuhan yang mengiringi pembentukan gastrula atau disebut juga dengan pembumbungan. Daerah-daerah bakal pembentuk alat atau ketiga lapis benih ectoderm, mesoderm dan endoderm, menyusun diri sehingga berupa bumbung, berongga. Yang tidak mengalami pembumbungan yaitu notochord, tetapi masif. Mengiringi proses tubulasi terjadi proses differensiasi setempat pada tiap bumbung ketiga lapis benih, yang pada pertumbuhan berikutnya akan menumbuhkan alat (organ) bentuk definitif. Ketika tubulasi ectoderm saraf berlangsung, terjadi pula differensiasi awal pada daerah-daerah bumbung itu, bagian depan tubuh menjadi encephalon (otak) dan bagian belakang menjadi medulla spinalis bagi bumbung neural (saraf). Pada bumbung endoderm terjadi differensiasi awal saluran atas bagian depan, tengah dan belakang. Pada bumbung mesoderm terjadi differensiasi awal untuk menumbuhkan otot rangka, bagian dermis kulit dan jaringan pengikat lain, otot visera, rangka dan alat urogenitalia.

Organogenesis
Organogenesis yaitu proses pembentukan organ-organ tubuh pada makhluk hidup (hewan dan manusia). Organ yang dibentuk ini berasal dari masing-masing lapisan dinding tubuh embrio pada fase gastrula.
Contohnya :
a. Lapisan Ektoderm akan berdiferensiasi menjadi cor (jantung), otak (sistem saraf), integumen (kulit), rambut dan alat indera.
b. Lapisan Mesoderm akan berdiferensiasi menjadi otot, rangka (tulang/osteon), alat reproduksi (testis dan ovarium), alat peredaran darah dan alat ekskresi seperti ren.
c. Lapisan Endoderm akan berdiferensiasi menjadi alat pencernaan, kelenjar pencernaan, dan alat respirasi seperti pulmo.

Imbas embrionik yaitu pengaruh dua lapisan dinding tubuh embrio dalam pembentukan satu organ tubuh pada makhluk hidup.
Contohnya :
a. Lapisan mesoderm dengan lapisan ektoderm yang keduanya mempengaruhi dalam pembentukan kelopak mata.

Organogenesis atau morfogenesis adalah embryo bentuk primitive yang berubah menjadi bentuk yang lebih definitive dan memmiliki bentuk dan rupa yang spesifik dalam suatu spesies. Organogensisi dimulai akhir minggu ke 3 dan berakhir pada akhir minggu ke 8. Dengan berakhirnya organogenesis maka cirri-ciri eksternal dan system organ utama sudah terbentuk yang selanjutnya embryo disebut fetus (Amy Tenzer,dkk, 2000)

Pada periode pertumbuhan antara atau transisi terjadi transformasi dan differensiasi bagian-bagian tubuh embryo dari bentuk primitive sehingga menjadi bentuk definitif. Pada periode ini embryo akan memiliki bentuk yang khusus bagi suatu spesies. Pada periode pertumbuhan akhir, penyelesaian secara halus bentuk definitive sehingga menjadi ciri suatu individu. Pada periode ini embryo mengalami penyelesaian pertumbuhan jenis kelamin, watak (karakter fisik dan psikis) serta wajah yang khusus bagi setiap individu. Organogenesis pada bumbung-bumbung:

1. Bumbung epidermis
Menumbuhkan:
- Lapisan epidermis kulit, dengan derivatnya yang bertekstur (susunan kimia) tanduk: sisik, bulu, kuku, tanduk, cula, taji.
- Kelenjar-kelenjar kulit: kelenjar minyak bulu, kelenjar peluh, kelenjar ludah, kelenjar lender, kelenjar air mata.
- Lensa mata, alat telinga dalam, indra bau dan indra peraba.
- Stomodeum menumbuhkan mulut, dengan derivatnya seperti lapisan email gigi, kelenjar ludah dan indra pengecap.
- Proctodeum menumbuhkan dubur bersama kelenjarnya yang menghasilkan bau tajam.
- Lapisan enamel gigi.

2. Bumbung endoderm
- Lapisan epitel seluruh saluran pencernaan mulai faring sampai rectum.
- Kelenjar-kelenjar pencernaan misalnya hepar, pancreas, serta kelenjar lender yang mengandung enzim dlam esophagus, gaster dan intestium.
- Lapisan epitel paru atau insang.
- Kloaka yang menjadi muara ketiga saluran: pembuangan (ureter), makanan (rectum), dan kelamin (ductus genitalis).
- Lapisan epitel vagina, uretra, vesika urinaria dan kelenjar-kelenjarnya.

3. Bumbung neural (saraf)
- Otak dan sumsum tulang belakang.
- Saraf tepi otak dan punggung.
- Bagian persyarafan indra, seperti mata, hidung dan kulit.
- Chromatophore kulit dan alat-alat tubuh yang berpigment.

4. Bumbung mesoderm
- Otot:lurik, polos dan jantung.
- Mesenkim yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai macam sel dan jaringan.
- Gonad, saluran serta kelenjar-kelenjarnya.
- Ginjal dan ureter.
- Lapisan otot dan jaringan pengikat (tunica muscularis, tunica adventitia, tunica musclarismucosa dan serosa) berbagai saluran dalam tubh, seperti pencernaan, kelamin, trakea, bronchi, dan pembuluh darah.
- Lapisan rongga tubuh dan selaput-selaput berbagai alat: plera, pericardium, peritoneum dan mesenterium.
- Jaringan ikat dalam alat-alat seperti hati, pancreas, kelenjar buntu.
- Lapisan dentin, cementum dan periodontum gigi, bersama pulpanya.

Pada minggu ke 5 embryo berukuran 8 mm. Pada saat ini otak berkembang sangat cepat sehingga kepala terlihat sangat besar. Pada minggu ke 6 embrio berukuran 13 mm. Kepala masih lebih besar daripada badan yang sudah mulai lurus, jari-jari mulai dibentuk. Pada minggu ke 7 embryo berukuran 18 mm, jari tangan dan kaki mulai dibentuk, badan mulai memanjang dan lurus, genetalia eksterna belum dapat dibedakan. Setelah tahap organogenesis selesai yaitu pada akhir minggu ke 8 maka embrio akan disebut janin atau fetus dengan ukuran 30 mm.

Pertumbuhan dan perkembangan manusia
Setelah peristiwa fertilisasi, zygote akan berkembang menjadi embrio yang sempurna dan embrio akan tertanam pada dinding uterus ibu. Hal ini terjadi masa 6 – 12 hari setelah proses fertilisasi. Sel-sel embrio yang sedang tumbuh mulai memproduksi hormon yang disebut dengan hCG atau human chorionic gonadotropin, yaitu bahan yang terdeteksi oleh kebanyakan tes kehamilan.
HCG membuat hormon keibuan untuk mengganggu siklus menstruasi normal, membuat proses kehamilan jadi berlanjut.
Janin akan mendapatkan nutrisi melalui plasenta/ari-ari. Embrio dilindungi oleh selaput-selaput yaitu :
1. Amnion yaitu selaput yang berhubungan langsung dengan embrio dan menghasilkan cairan ketuban. Berfungsi untuk melindungi embrio dari guncangan.
2. Korion yaitu selaput yang terdapat diluar amnion dan membentuk jonjot yang menghubungkan dengan dinding utama uterus. Bagian dalamnya terdapat pembuluh darah.
3. Alantois yaitu selaput terdapat di tali pusat dengan jaringan epithel menghilang dan pembuluh darah tetap. Berfungsi sebagai pengatur sirkulasi embrio dengan plasenta, mengangkut sari makanan dan O2, termasuk zat sisa dan CO2.
4. Sacus vitelinus yaitu selaput yang terletak diantara plasenta dan amnion. Merupakan tempat munculnya pembuluhdarah yang pertama.

Janin
Janin atau embryo adalah makhluk yang sedang dalam tingkat tumbuh dalam kandungan. Kandungan itu berada dalam tubuh induk atau diluar tubuh induk (dalam telur). Tumbuh adalah perubahan dari bentuk sederhana dan muda sampai bentuk yang komplek atau dewasa (Wildan yatim, 1990).

Sedangkan dalam Microsoft Encarta 2006 disebutkan bahwa janin merupakan suatu hewan bertulang belakang yang belum lahir pada suatu fase dimana semua ciri struktural orang dewasa sudah dapat dikenal, terutama keturunan manusia yang belum lahir setelah delapan minggu pertumbuhan.

Tahapan perkembangan pada masa embrio
Bulan pertama : Sudah terbentuk organ-organ tubuh yang penting
ü seperti jantung yang berbentuk pipa, sistem saraf pusat (otak yang berupa gumpalan darah) serta kulit. Embrio berukuran 0,6 cm.
ü Bulan kedua : Tangan dan kaki sudah terbentuk, alat kelamin bagian dalam, tulang rawan (cartilago). Embrio berukuran 4 cm.
Bulan ketiga : Seluruh organ tubuh sudah lengkap terbentuk, termasuk
ü organ kelamin luar. Panjang embrio mencapai 7 cm dengan berat 20 gram.
Bulan keempat : Sudah disebut dengan janin dan janin mulai bergerak
ü aktif. Janin mencapai berat 100 gram dengan panjang 14 cm.
Bulan kelima : Janin akan lebih aktif bergerak, dapat memberikan
ü respon terhadap suara keras dan menendang. Alat kelamin janin sudah lebih nyata dan akan terlihat bila dilakukan USG (Ultra Sonographi).
ü Bulan keenam : Janin sudah dapat bergerak lebih bebas dengan memutarkan badan (posisi)
ü Bulan ketujuh : Janin bergerak dengan posisi kepala ke arah liang vagina.
Bulan kedelapan : Janin semakin aktif bergerak dan menendang. Berat
ü dan panjang janin semakin bertambah, seperti panjang 35-40 cm dan berat 2500 – 3000 gram.
ü Bulan kesembilan : Posisi kepala janin sudah menghadap liang vagina. Bayi siap untuk dilahirkan.

2. Fase Pasca Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup setelah masa embrio, terutama penyempurnaan alat-alat reproduksi setelah dilahirkan.
Pada fase ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi biasanya hanya peningkatan ukuran bagian-bagian tubuh dari makhluk hidup. Kecepatan pertumbuhan dari masing-masing makhluk hidup berbeda-beda satu dengan yang lain. Setelah lahir disebut dengan nama bayi dan memasuki masa neonatal.

Tahap perkembangan janin dimulai pada bulan ke 3 sampai ke 10.

Pada 6 bulan terakhir perkembangan manusia digunakan untuk meningkatkan ukuran dan mematangkan organ-organ yang dibentuk pada 3 bulan pertama.

Pada saat janin memasuki bulan ke 3, panjangnya 40 mm. Janin sudah mempunyai sistem organ seperti yang dipunyai oleh orang dewasa. Pada usia ini genitalnya belum dapat dibedakan antara jantan dan betina dan tampak seperti betina serta denyut jantung sudah dapat didengarkan.

Pada bulan ke 4 ukuran janin 56 mm. Kepala masih dominan dibandingkan bagian badan, genitalia eksternal nampak berbeda. Pada minggu ke 16 semua organ vital sudah terbentuk. Pembesaran uterus sudah dapat dirasakan oleh ibu.

Pada bulan ke 5 ukuran janin 112 mm, sedangkan akhir bulan ke 5 ukuran fetus mencapai 160 mm. Muka nampak seperti manusia dan rambut mulai nampak diseluruh tubuh (lanugo). Pada yang jantan testis mulai menempati tempat dimana ia akan turun ke dalam skrotum. Gerakan janin sudah dapat dirasakan oleh ibu. Paru-paru sudah selesai dibentuk tapi belum berfungsi.

Pada bulan ke 6 ukuran tubuh sudah lebih proporsional tapi nampak kurus, organ internal sudah pada posisi normal.

Pada bulan ke 7 janin nampak kurus, keriput dan berwarna merah. Skrotum berkembang dan testis mulai turun untuk masuk ke skrotum, hal ini selesai pada bulan ke 9. system saraf berkembang sehingga cukup untuk mengatur pergerakan fetus, jika dilahirkan 10% dapat bertahan hidup.

Pada bulan ke 8 testis ada dalam skrotum dan tubuh mulai ditumbuhi lemak sehingga terlihat halus dan berisi. Berat badan mulai naik jika dilahirkan 70% dapat bertahan hidup.

Pada bulan ke 9, janin lebih banyak tertutup lemak (vernix caseosa). Kuku mulai nampak pada ujung jari tangan dan kaki.

Pada bulan ke 10, tubuh janin semakin besar maka ruang gerak menjadi berkurang dan lanugo mulai menghilang. Percabangn paru lengkap tapi tidak berfungsi sampai lahir. Induk mensuplai antibodi plasenta mulai regresi dan pembuluh darah palsenta juga mulai regresi.

Karakteristik Janin

Proses Terbentuknya janin laki-laki dan perempuan

Proses terbentuknya janin laki-laki dan perempuan dimulai dari deferensiasai gonad. Awalnya sel sperma yang berkromosom Y akan berdeferensiasi awal menjadi organ jantan dan yang X menjadi organ betina. Deferensiasi lanjut kromosom Y membentuk testis sedangkan kromosom X membentuk ovarium. Proses deferensiasi menjadi testis dimulai dari degenerasi cortex dari gonad dan medulla gonad membentuk tubulus semineferus. Di celah tubulus sel mesenkim membentuk jaringan intertistial bersama sel leydig. Sel leydig bersama dengan sel sertoli membentuk testosteron dan duktus muller tp duktus muller berdegenerasi akibat adanya faktor anti duktus muller, testosteron berdeferensiasi menjadi epididimis, vas deferent, vesikula seminlis dan duktus mesonefros. Karena ada enzim 5 alfareduktase testosteron berdeferensiasi menjadi dihidrotestosteron yang kemudian pada epitel uretra terbentuk prostat dan bulbouretra. Selanjunya mengalami pembengkakan dan terbentuk skrotum. Kemudian testis turun ke pelvis terus menuju ke skrotum. Mula-mula testis berada di cekukan bakal skrotum saat skrotum mkin lmamakin besar testis terpisah dari rongga pelvis.

Sedangkan kromosom X yang telah mengalami deferensiasi lanjut kemudian pit primer berdegenerasi membentuk medula yang terisi mesenkim dan pembuluh darah, epitel germinal menebal membentuk sel folikel yang berkembang menjadi folikel telur. Deferensiasi gonad jadi ovarium terjadi setelah beberapa hari defrensiasi testis. Di sini cortex tumbuh membina ovarium sedangkan medula menciut. PGH dari placenta mendorong pertumbuhan sel induk menjadi oogonia, lalu berplorifrasi menjadi oosit primer. Pada perempuan duktus mesonefros degenerasi. Saat gonad yang berdeferensiasi menjadi ovarium turun smpai rongga pelvis kemudian berpusing sekitar 450 letaknya menjadi melintang.

Penis dan klitoris awalnya pertumbuhannya sama yaitu berupa invagina ectoderm. Klitoris sebenarnya merupakan sebuh penis yang tidak berkembang secara sempurna. Pada laki-laki evagina ectoderm berkembang bersama terbawanya sinus urogenitalis dari cloaca.

Pengeluaran Bayi

Kelahiran bayi dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama, proses persiapan persalinan. Dalam tahap ini terjadi pembukaan (dilatasi) mulut rahim sampai penuh. Selanjutnya, tahap kedua adalah kelahiran bayi yang keluar dengan selamat. Tahap ketiga, pengeluaran plasenta. Tahap berikutnya adalah observasi terhadap ibu selama satu jam usai plasenta keluar.

Tahapan yang pertama adalah kontraksi. Ini biasanya fase paling lama. Pembukaan leher rahim (dilatasi) sampai 3 cm, juga disertai penipisan (effasi). Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa hari, bahkan beberapa minggu, tanpa kontraksi berarti (kurang dari satu menit). Tapi pada sebagian orang mungkin saja terjadi hanya 2-6 jam (atau juga sepanjang 24 jam) dengan kontraksi lebih jelas. Setelah itu leher rahim akan semakin lebar.Umumnya fase ini lebih pendek dari fase sebelumnya, berlangsung sekitar 2-3 jam. Kontraksi kuat terjadi sekitar 1 menit, polanya lebih teratur dengan jarak 4-5 menit. Leher rahim membuka sampai 7 cm.

Secara umum dan normal, pembukaan leher rahim akan terus meningkat dengan kontraksi yang makin kuat. Terjadi 2-3 menit sekali selama 1,5 menit dengan puncak kontraksi sangat kuat, sehingga ibu merasa seolah-olah kontraksi terjadi terus-menerus tanpa ada jeda.

Pembukaan leher rahim dari 3 cm sampai 10 cm terjadi sangat singkat, sekitar 15 menit sampai 1 jam. Saat ini calon ibu akan merasakan tekanan sangat kuat di bagian bawah punggung. Begitu pula tekanan pada anus disertai dorongan untuk mengejan. Ibu pun akan merasa panas dan berkeringat dingin.

Posisi calon ibu saat melahirkan turut membantu lancarnya persalinan. Posisi setengah duduk atau setengah jongkok mungkin posisi terbaik karena posisi ini memanfaatkan gaya berat dan menambah daya dorong ibu.

Pengeluaran Plasenta

Rasa lelah ibu adalah hal yang tersisa ketika bayi sudah keluar, tapi tugas belum berakhir. Plasenta yang selama ini menunjang bayi untuk hidup dalam rahim harus dikeluarkan.

Mengerutnya rahim akan memisahkan plasenta dari dinding rahim dan menggerakkannya turun ke bagian bawah rahim atau ke vagina. Ibu hanya tinggal mendorongnya seperti halnya mengejan saat mengeluarkan bayi. Hanya saja tenaga yang dikeluarkan tak sehebat proses pengeluaran bayi. Apabila plasenta telah keluar, akan segera dijahit robekan atau episiotomi sehingga kembali seperti semula.

Baca Selengkapnya - Proses Kehamilan

Jantung dan Pembuluh Darah

Jantung dan Pembuluh Darah
System sirkulasi terdiri dari :
  • Jantung, yang berfungsi sebagai alat pemompa darah ke arteri dan selanjutnya ke kapiler darah kemudian kembali ke jantung
  • Pembuluh darah, merupakan jalan darah dari jantung ke seluruh tubuh dan kembali ke jantung
  • Darah, sebagai alat transport yang berfungsi mengangkut zat-zat yang diperlukan tubuh.
System sirkulasi terdiri atas sirkulasi sistemik /sirkulasi besar dan sirkulasi paru / sirkulasi kecil. Proses sirkulasi sistemik yaitu darah yang mengandung oksigen didistribusikan ke seluruh tubuh yang berasal dari paru. Darah dari ventrikel kiri yang kaya akan oksige menuju aorta-arteri besar—cabang arteri---arteriol---kapiler---venula---vena kecil---vena besar---vena kava ( superior dan inferior )---atrium kanan. Sejak dari venula inilah warna darah berubah yang semula merah terang kaya akan oksigen (oksi Hb ) menjadi merah gelap kurang oksigen tapi kaya akan karbondioksida ( reduced Hb )
Sirkulasi paru dimulai pompa darah dari ventrikel kanan melalui arteri pulmonal menuju paru, dari paru melalui vena pulmonary dan terus ke atrium kiri.

JANTUNG
Merupakan organ otot yang berongga, berukuran kepalan tangan, terletak dibagian tengah rongga thoraks. Jantung terdiri dari atrium kanan dan kiri, serta vntrikel kanan dan kiri. Antara atrium dan ventrikel dibatasi oleh annulus fibrosus.
Karena fungsi vitalnya maka setiap kerusakan jantung akan menimbulkan dampak yang berat bagi tubuh, pada awalnya terjadi dekompensasio kordis sebagai respon usaha jantung dalam usaha memenuhi kebutuhan suplai darah dalam tubuh. Apabila faktrur penyebab dari kerja jantung ini diatasi maka secara perlahan tapi pasti ukuran jantung akan kembali pada posisi semula.

Pada jantung terdapat 4 katup, yaitu :
  • Katup arterioventrikular : katup antara atrium dan ventrikel. Antara atrium dan ventrikel kiri disebut katup mitral, katup antara atrium dan ventrikel kanan disebut katup trikuspidalis.
  • Katup semilunaris : katup antara ventikel kiri dengan aorta disebut semilunaris aorta dan katup antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis disebut katup semilunari pulmonal
Sistem Penghantar Jantung
  1. Jantung mempunyai kemampuan mencetuskan impuls sendiri, system ini terdiri atas :
  2. Simpul SA Node ( sinoatrial ) : mencetuskan impuls 70-80 / menit dalam keadaan normal sampai 200 / menit pada olah raga berat, kerusakan pada SA Node harus dibantu dengan alat pacu jantung.
  3. Simpul AV Node ( Atrioventrikular Node ) : dalam keadaan normal hanya menerima dan mengikuti irama dari simpul SA, namun apabila SA rusak maka akan mengambil alih fungsi pencetus impuls, tetapi dengan frekwensi lebih rendah antara 40-60 / menit.
  4. Bundel his
  5. Serabut purkinye
Perubahan pada siklus jantung bagian kiri berupa :
1.Pada waktu systole :
oKontraksi isovolumetrik kontraksi ventrikel menyebabkan katup mitral tertutup, tekanan dalam ventrikel meningkat mencapai tekanan dalam aorta
oFase ejeksi : tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam aorta, akibatnya katup semilunaris aorta terbuka, darah didorong keluar dari ventrikel ke aorta, karena sifat elastisitas dinding aorta maka darah ditampung lebih dahulu untuk selanjutnya didorong ke arteri

2.Pada waktu diastole :
  • Fase relaksasi isovolumetrik, tekanan dalam vebtrikel kiri lebih rendah dari pada dalam aorta sehingga katup semilunaris aorta tertutup dan menahan darah agar tidak kembali ke ventrikel
  • Fase pengisian panjang, darah masuk ventrikeldari atrium karena tekanan ventrikel lebih rendah dari pada atrium
  • Fase pengisian lambat, darah dari atrium masih mengalir sedikit ke ventrikel
  • fase sistole atrium, memompakan sedikit lagi darah yang ada di atrium
GAGAL JANTUNG
Manifestasi gagal jantung bervariasi, gagal jantung merupakan ketidak-mampuan jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh, berikut ini manifestasi gagal jantung :

DENYUT NADI
Kontraksi ventrikel kiri mendorong darah ke aorta, akibatnya aorta terenggang dan berdilatasi, karena daya elastisitas ini kemudian dinding aorta (pembuluh darah ) kembali mengecil, pengembangan dan pengecilan ini dirasakan sebagai denyut nadi. Denyut nadi dapat teraba karena adanya tulang yang menahan.

ALIRAN VENA
Vena dalam tubuh dibagi 2 yaitu yang dibawah kulit (superficial ) dan vena dalam ( profunda ), vena profunda terletak diantara otot dan organ dalam, sedangkan vena superfisialis ada didekat permukaaan kulit. Tenaga untuk mendorong darah yang berada divena berasal dari :
• Tekanan hidrostatik dari jantung yang masih tersisa.
• Tekanan yang berasal dari otot yang berkontraksi karena sebagian vena berada diantara otot.
• Daya hisap rongga toraks saat inspirasi, daya hisap jantung saat sistol.

KAPILER
Merupakan pembuluh darah yang halus berdinding selapis endotel, tersebar diseluruh sel jaringan yang hidup dan berfungsi sebagai suplai makanan diawal kapiler terjadi filtrasi cairan plasma darah karena tenaga hidrostatik dari jantung, tenaga ini dilawan oleh tenaga tekanan osmotic koloid ) dari protein plasma. Pada bagian akhir tekanan onkotik lebih besar dari tekanan hidrostatik sehingga cairan tertarik kembali ke lumen kapiler. Namun ada sedikit cairan yang tersisa diruang antar sel yang kemudian di kumpulkan dan dialirkan kembali melaui saluran limfe untuk kembali ke jantung.

SALURAN LIMFE
Saluran ini meliputi seluruh tubuh yang akhirnya berkumpul dan berakhir di vena rongga toraks, cairan dialirkan melalui pembuluh ini kurang lebih 120 ml/menit atau 2-3 liter/hari, waktu olahraga dapat meningkat 10-30 kali.
Di beberapa tempat kelenjar limfe berfungsi sebagai filtrasi, misal terhadap bakteri. Apabila di daerah tertentu terdapat bakteri seperti yang terjadi pada bisul, ada kuman yang terlepas kesaluran limfe. Dikelenjar limfe kuman akan ditahan dan terjadi reaksi radang.

EDEMA
Edema merupakan penumpukan cairan diruang intersisial, yang dapat disebabkan oleh :
1. Peningkatan tekanan kapiler, antara lain :
 Retensi air dan garam oleh ginjal
 Tekanan vena meningkat oleh karena :
• Gagal jantung
• Bendungan vena local
• Kegagalan pompa vena
 Tahanan arteriola menurun karena :
• Panas badan meningkat
• Kelumpuham saraf simpatis
• Obat vasodilator

2. Kekurangan protein plasma
 Kehilangan protein dari ginjal ( penyakit sindrom nefrotik ).
 Kehilangan protein melalui kulit ( luka bakar ).
 Produksi protein darah dihati terganggu ( penyakit hati, kekurangan gizi ).

3. Permeabilitas kapiler meningkat karena :
• Reaksi imun, urtikaria.
• Toksin.
• Infeksi bakteri.
• Defisiensi vitamin C.
• Iskemia yang lama .
• Luka bakar.

4. Saluran limfe tersumbat atau terputus karena :
• Operasi ( terpotong / terjahit ).
• Penyakit kanker.
• Infeksi cacing filariasis.

TEKANAN DARAH
Tekanan darah mengambarkan kerja jantung, dimana tahanan perifer turut pula mentukan tekanan darah. Bila tahanan meningkat maka jantung bekerja ekstra keras untuk mengatasi tahanan itu agar darah dapat mengalir, tekanan tertinggi saat ejeksi diteruskan ke arteri sebagai tekanan sistolik, tekanan terendah sesaat menjelang pemompaan berikutnya memberikan tekanan diastolik pada arteri. Hipertensi disebabkan peningkatan cardiac output, meningkatnya tahanan pembuluh darah perifer atau keduanya.

PENGATURAN TEKANAN DARAH
Apabila tekanan darah menurun terjadi refleks untuk meningkatkan kembali tekanan, dengan cara meningkatkan frekuensi denyut jantung dan vasokotriksi, sebaliknya jika tekanan darah meningkat akan timbul refleks menurunkan dengan cara menurunkan frekuensi denyut jantung dan vasodilatasi.
Perubahan tekanan darah ini dideteksi oleh baroreseptor dibeberapa tempat di pebuluh darah arteri seperti : sinus karotikus dan arkus aorta yang meneruskan impuls ke pusat refleks di medulla oblongata.

PEMBULUH DARAH OTAK
Terdapat 4 arteri yang mengalirkan darah ke otak yaitu : 2 arteri karotis interna dari arah depan leher dan 2 arteri vertebralis melalui belakang leher, kedua arteri vertebralis ini membentuk arteri basilaris yang kemudian bergabung dengan arteri karotis interna membentuk arteri lingkaran arteri disebut sirkulus willisi
Gangguan aliran darah ke otak oleh karena penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah menimbulkan gangguan fungsi otak dan motorik disebut stroke.

DOKTRIN MONROE – KELLIE
Volume darah, cairan otak dan jaringan otak dalam rongga otak relative konstan. Bila tekanan intracranial meningkat pembuluh darah akan tertekan. Bila tekanan vena meningkat misalnya dengan menekan vena jugularis, tekanan intracranial meningkat dan bila diukur tekanan cairan otak juga meningkat. Bila kadar CO2 darah menurun dapat terjadi vasokontriksi arteri ke otak, sehingga bila melakukan hiperventilasi dapat terjadi gejala berkunang-kunang.

SHOCK
Suatu gejala akibat menurunnya tekanan darah sehingga darah tidak sampai ke otak, sehingga fungsi otak terganggu, penyebabnya antara lain :
- Hipovolemik : perdarahan, dehidrasi, trauma, luka bakar.
- Vasodilatasi : neurogenik ( ketakutan/kaget ), anafilaktik, sepsis
- Gangguan jantung : infark, aretmia, gagal jantung
- Obstruksi aliran darah

"
Baca Selengkapnya - Jantung dan Pembuluh Darah

Sistem Syaraf

Sistem Syaraf
BIOLISTRIK
Biolistrik adalah listrik yang terdapat pada makhluk hidup, tegangan listrik pada tubuh berbeda dengan listrik yang kita bayangkan seperti listrik di rumah tangga, kelistrikan pada tubuh berkaitan dengan komposisi ion yang terdapat dapat dalam tubuh, komposisi ion ekstra sel berbeda dengan komposisi ion intra sel.
Pada ekstra sel lebih banyak ion Na dan Cl, sedangkan intra sel terdapat ion K dan anion protein.
Dinding sel mempunyai pintu – pintu ion yaitu celah – celah yang dapat terbuka atau tertutup oleh pengaruh rangsng tertentu. Dalam keadaan istirahat tegangan listrik didalam lebih rendah dari pada diluar sel sekitar 70 mVolt.
Bila terjadi rangsang nyeri, maka reseptor nyeri berupa ujung – ujung syaraf tidak bermielin terkena rangsang, pintu ion Na terbuka, ion Na masuk dengan cepat sehingga terjadi perbedaan muatan luar dan dalam sel sangat kecil bahkan bisa terbalik, artinya muatan dalam sel lebih positif yang selanjutnya terjadi potensial reseptor / tegangan reseptor.hal ini merangsang terjadinya potensial aksi di akson sel saraf. Potensial aksi ini menjalar sepanjang akson disebut impuls. Sesampai di sambungan saraf dengan saraf ( sinap ) atau sambungan saraf dengan otot ( neuromial junction ) terjadi proses terjadi proses penyeberangan impuls dan diteruskan ke saraf berikut atau ke sel otot.
Jadi jika nyeri yang merusak kulit akan diteruskan berupa impuls sampai ke otak hingga kita merasa nyeri dan terjadilah refleks berupa rekasi otot yang menghindari nyeri.


OTAK
Otak dibagi 2 yaitu otak besar (serebrum ) dan otak kecil ( serebelum ) . otak besar terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis dan lobus temporalis. Permukaan otak bergelumbang dan berlekuk-lekuk membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut girus.

Otak besar merupakan pusat dari :
- Motorik : impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf kemudian menuju ke pusat kontraksi otot
- Sensorik : setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel saraf yang selanjutnya akan mencapai otak antara lain ke korteks serebri.
- Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak sebagian lain di bagian medulla spinalis.
- Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasio retikularis bersama bagian lain dari korteks serebri menjadi pusat kesadaran utama.
- Fungsi luhur : pusat berfikir , berbicara berhitung dan lain – lain.
Pada bagian anterior sulkus sentralis merupakan bagian motorik penggerak otot .


SEREBLUM
Otak kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan kooardinasi gerakan.
Pada daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri carotid interna dan vertebral, lingkaran inilah yang disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri carotid interna, anterior dan arteri serebral bagian tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri pada sirkulus willisi memberi alternative pada aliran darah jika salah satu aliran darah ateri mayor tersumbat.

CAIRAN SEREBROSPINAL
Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007. diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla spinalis melalui sistem ventrikular. Cairan CSS diproduksi di pleksus koroid pada ventrikel lateral ketiga dan keempat, secara organik dan non organik cairan CSS sama dengan plasma tetapi mempunyai perbedaan konsenterasi. CSS mengandung protein, glukosa dan klorida, serta immunoglobulin. Secara normal CSS hanya mengandung sel darah putih yang sedikit dan tidak mengandung sel darah merah. Cairan CSS didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.

MEDULA SPINALIS
- Merupakan pusat refleks - refleks yang ada disana
- Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
- Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik
- Pusat pola geraka sederhana yang telah lama di pelajari contoh melangkah.

SARAF SOMATIK :
Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saaf motorik dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan saraf spinal.

SARAF SPINAL
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
- Saraf servikal 8 pasang
- Saraf torakal 12 pasang
- Saraf lumbal 5 pasang
- Sara sacrum / sacral 5 pasang
- Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik kaluar dari medula spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal

Saraf-saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus ( anyaman ) dan terbentuklah berbagai saraf ( nervus ) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing – masing lurus diantara tulang kosta( nervus inter kostalis ). Umumnya didalam nervus ini juga berisi serat autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah untuk daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke perifer terjadi penyebrangan ( kontra lateral ) yaitu yang berada di kiri menyebrang ke kanan begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi kerusakan di pusat motorik kiri maka yang mengalami gangguan anggota gerak yang sebelah kanan.

SARAF OTONOM
System saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru, serta alat pencernaan. Sistim otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis.

Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan meningkat
- Denyut jantung meningkat
- Pernafasan meningkat
- Tonus otot – otot meningkat
- Gerakan saluran cerna menurun
- Metabolisme tubuh meningkat.

Semua ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olah raga, cemas dan lain – lain, pada keadaan ini terjadi peningkatan peggunaan energi / katabolisme.

Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan menurun
- Denyut jentung melambat
- Pernafasan tenang
- Tonus otot-otot menurun
- Gerakan saluran cerna meningkat
- Metabolisme tubuh menurun
Hal ini terjadi penyimpanan energi ( anabolisme ) dan terlihat apabila individu sedang istirahat.
Pusat saraf simpatis berada di medulla spinalis bagian torakal dan lumbal, sedang pusat parasimpatis berada dibagian medulla oblongata dan medulla spinalis bagian sacral. Pusat – pusat ini masih dipengaruhi oleh pusat yang lebih tinggi yaitu di hipotalamus sebagai pusat emosi.

Pemeriksaan Syaraf Kranial
Pemeriksaan saraf merupakan salah satu dari rangkaian pemeriksaan neurologis yang terdiri dari : status mental, tingkat kesadaran, fungsi saraf kranial, fungsi motorik, refleks, koordinasi dan gaya berjalan serta fungsi sensorik
Agar pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan informasi yang diperlukan, diusahakan kerjasama yang baik antara pemeriksa dan penderita selama pemeriksaan. Penderita seringkali diminta kesediaannya untuk melakukan suatu tindakan yang mungkin oleh penderita dianggap tidak masuk akal atau menggelikan. Sebelum mulai diperiksa, kegelisahan penderita harus dihilangkan dan penderita harus diberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis.
Memberikan penjelasan mengenai lamanya pemeriksaan, cara yang dilakukan dan nyeri yang mungkin timbul dapat membantu memupuk kepercayaan penderita pada pemeriksa.
Suatu anamnesis lengkap dan teliti ditambah dengan pemeriksaan fisik akan dapat mendiagnosis sekitar 80% kasus. Walaupun terdapat beragam prosedur diagnostik modern tetapi tidak ada yang dapat menggantikan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII).

1) SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi.
Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.


2) SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis.
Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.

3) SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

4) SARAF TROKLEARIS (N. IV)
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.

5) SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.

6) SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.

7) SARAF FASIALIS (N. VII)
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

8) SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis.
Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.

9) SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

10) SARAF VAGUS (N. X)
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen ugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.

11) SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

12) SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
A. Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai tercium baunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang dicium baunya.

B. Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.

Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.

Kartu Snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)

Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.

Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.

Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis. Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri.

Tes Konfrontasi
Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.

Perimetri / kompimetri
Lebih teliti dari tes konfrontasi. Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.

Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius.

Terdapat dua macam refleks pupil.
Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.Respon cahaya konsensual, Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.

Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.

Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada nervus optikus.

C. Saraf Okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.

2. Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.

3. Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi bentuk dan ukuran pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri ( pupil sebesar diameter 1mm, perbedaan masih dianggap normal ), refleks pupil. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan :
- Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
- Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
- Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi).


D. Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi :
1. Gerak mata ke lateral bawah
2. Strabismus konvergen
3. Diplopia

E. Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
1. Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul.
Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2.
Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.



2. Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).

3. Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi refleks kornea langsung dan tidak langsung. Pada pemeriksaan langsung pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
Pada pemeriksaan tidak langsung (konsensual), sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
Adapula untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.



F. Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.

G. Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan asimetri wajah. Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik. Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya ), Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)

Tes kekuatan otot wajah
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
3. Memperlihatkan gigi (asimetri)
4. Bersiul dan memoncongkan mulut (asimetri / deviasi ujung bibir)
5. Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.

H. Saraf Vestibulo kokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler.
1) Pemeriksaan pendengaran.
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tesWeber. PadaTesRinne, Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan normal masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih mendengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif. Pada Webber Garpu tala 512 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.
2) PemeriksaanFungsiVestibuler.
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.

I. Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “aaaa” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan.
Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).

J. Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.

K. Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.

KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN GANGGUAN PADA NERVUS CRANIALIS :
1) Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.
Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman akan mengakibatkan anosmia.
Penyakit mukosa olfaktorius brochitis dan tumor nasal
Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang seterusnya.

Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”, biasanya disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital. Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya.
Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindrom Foster Kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau ekstrinsik).Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.


2) Saraf Optikus (N.II)
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat berakhir dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta semacam itu dinamakan hemiopropia. Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh :
Trauma Kepala
Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
Kelainan pembuluh darah
Infeksi.

3) Saraf Okulomotorius (N.III).
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh ( ptosis).
Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
1. Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.
2. Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
3. Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius.

Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti pada arteritis dan diabetes.

4) Saraf Troklearis (N. IV)
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak kebawah dan kemedial. Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.

5) Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus inferior.
Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor.
Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.

6) Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.

7) Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain :
- Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
- Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
- Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay hunt, dan otitis media.

Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral. Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis).
Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.

8) Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan (vertigo).
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain gangguan pendengaran, berupa :
1. Tuli saraf
Dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misalnya pada presbiakusis atau disebabkan Trauma, misal pada fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misalnya oleh aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindrom rubella kongenital dan sifilis kongenital.

2. Tuli konduktif
Dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler
Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi streptomisin.Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis.Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV demielinisasi.Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.

9) Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru.
Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain : Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X), syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata), pasca operasi trepansi serebelum, pasca operasi di daerah kranioservikal.

10) Saraf Asesorius (N. XI)
Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral.
Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.

11) Syaraf Hypoglosus ( N. XII )
Kelainan syaraf ini menyebabkan defisiasi miring kearah yang lemah dari bagian lidah, kelainan syaraf ini juga menunjukkan terjadinya disphagia atau kelainan menelan.


AKTIFITAS REFLEKS :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = Tidak ada respon
1 = Hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = Normal ( ++ )
3 = Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap
abnormal ( +++ )
4 = Hyperaktif, dengan klonus ( ++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.

2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.

3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.

4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.

5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.

6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting. Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.

PEMERIKSAAN KHUSUS SISTEM PERSARAFAN
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada ---- kaku kuduk positif (+).

2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.

3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.

4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.

5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

TEST DIAGNOSTIK
Lima Prosedur diagnostik yang lazim dilakukan yaitu Lumbal Pungsi, Angiografi, Elekto Encephalografi, Elektromiografi, Computerized Axial Tomografi Scan (CT Scan) Otak

A.Lumbal Pungsi
1.Pengertian
Adalah suatu cara pengambilan cairan cerebrospinal melalui pungsi pada daerah lumbal

2.Tujuan
Mengambil cauran cerebrospinaluntuk kepentingan pemeriksaan/diagnostik maupun kepentingan therapi

3.Indikasi
a. Untuk diagnostik
- Kecurigaan meningitis
- Kecurigaan perdarahan sub arachnoid
- Pemberian media kontras pada pemeriksaan myelografi
- Evaluasi hasil pengobatan

b. Untuk Therapi
- Pemberian obat anti neoplastik atau anti mikroba intra tekal
- Pemberian anesthesi spinal
- Mengurangi atau menurunkan tekanan CSF

4. Persiapan
a. Persiapan pasien
- Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal pungsi meliputi tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi yang akan dialami dan hal-hal yang mungkin terjadi berikut upaya yang diperlukan untuk mengurangi hal-hal tersebut
- Meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir kesediaan dilakukan tindakan lumbal pungsi.
- Meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Persiapan Alat
- Bak streil berisi jarum lumbal, spuit dan jarum, sarung tangan, kassa dan lidi kapas, botol kecil (bila akan dilakukan pemeriksaan bakteriologis), dan duk bolong.
- Tabung reaksi tiga buah
- Bengkok
- Pengalas
- Desinfektan (jodium dan alkohol) pada tempatnya
- Plester dan gunting
- Manometer
- Lidokain/Xilocain
- Masker. Gaun, tutup kepala

5. Prosedur Pelaksanaan
a. Posisi pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir tempat tidur. Lutut pada posisi fleksi menempel pada abdomen, leher fleksi kedepan dagunya menepel pada dada (posisi knee chest)
b. Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosus vertebral dibawah L2 dapat digunakan pada orang dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5 atau L5-S1 (Krista iliaca berada dibidang prosessus spinosus L4). Beri tanda pada celah interspinosus yang telah ditentukan.
c. Dokter mengenakan masker, tutup kepala, pakai sarung tangan dan gaun steril.
d. Desinfeksi kulit degan larutan desinfektans dan bentuk lapangan steril dengan duk penutup.
e. Anesthesi kulit dengan Lidokain atau Xylokain, infiltrasi jaringan lebih dapam hingga ligamen longitudinal dan periosteum
f. Tusukkan jarum spinal dengan stilet didalamnya kedalam jaringan subkutis. Jarum harus memasuki rongga interspinosus tegak lurus terhadap aksis panjang vertebra.
g. Tusukkan jarum kedalam rongga subarachnoid dengan perlahan-lahan, sampai terasa lepas. Ini pertanda ligamentum flavum telah ditembus. Lepaskan stilet untuk memeriksa aliran cairan serebrospinal. Bila tidak ada aliran cairan CSF putar jarumnya karena ujung jarum mungkin tersumbat. Bila cairan tetap tidak keluar. Masukkan lagi stiletnya dan tusukka jarum lebih dalam. Cabut stiletnya pada interval sekitar 2 mm dan periksa untuk aliran cairan CSF. Ulangi cara ini sampai keluar cairan.
h. Bila akan mengetahui tekananCSF, hubungkan jarum lumbal dengan manometer pemantau tekanan, normalnya 60 – 180 mmHg dengan posisi pasien berrbaring lateral recumbent. Sebelum mengukur tekanan, tungkai dan kepala pasien harus diluruskan. Bantu pasien meluruskan kakinya perlahan-lahan.
i. Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal, hindarkan mengedan.
j. Untuk mengetahui apakah rongga subarahnoid tersumbat atau tidak, petugas dapat melakukan test queckenstedt dengan cara mengoklusi salah satu vena jugularis selama I\10 detik. Bila terdapat obstruksi medulla spinalis maka tekanan tersebut tidak naik tetapi apabila tidak terdapat obstruksi pada medulla spinalis maka setelah 10 menit vena jugularis ditekan, tekanan tersebut akan naik dan turun dalam waktu 30 detik.
k. Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan. Masukkan cairan tesbut dalam 3 tabung steril dan yang sudah berisi reagen, setiap tabung diisi 1 ml cairan CSF. Cairan ini digunakan untuk pemeriksaan hitung jenis dan hitung sel, biakan dan pewarnaan gram, protein dan glukosa. Untuk pemeriksaan none-apelt prinsipnya adalah globulin mengendap dalam waktu 0,5 jam pada larutan asam sulfat. Cara pemeriksaanya adalah kedalam tabung reaksi masukkan reagen 0,7 ml dengan menggunakan pipet, kemudian masukkan cairan CSF 0,5 . diamkan selama 2 – 3 menit perhatikan apakah terbentuk endapan putih.
Cara penilainnya adalah sebagai berikut:
( - ) Cincin putih tidak dijumpai
( + ) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam dan bila dikocok tetap putih
( ++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi opolecement (berkabut)
( +++ ) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan menjadi keruh
(++++) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi sangat keruh

Untuk test pandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan globulin dan albumin, prinsipnya adalah protein mengendap pada larutan jenuh fenol dalam air. cAranya adalah isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen pandi kemudian teteskan 1 tetes cairan CSF, perhatikan reaksi yang terjadi apakah ada kekeruhan.
l. Bila lumbal pungsi digunakan untuk mengeluarkan cairan liquor pada pasien dengan hydrocepalus berat maka maksimal cairan dikeluarkan adalah 100 cc.
m. Setelah semua tindakan selesai, manometer dilepaskan masukan kembali stilet jarum lumbal kemudian lepaskan jarumnya. Pasang balutan pada bekas tusukan.

6. Setelah Prosedur
a. Klien tidur terletang tanpa bantal selama 2 – 4 jam
b. Observasi tempat pungsi terhadap kemungkinan pengeluaran cairan CSF
c. Bila timbul sakit kepala, lakukan kompres es pada kepala, anjurkan tekhnik relaksasi, bila perlu pemberian analgetik dan tidur sampai sakit kepala hilang.

7. Komplikasi
a. Herniasi Tonsiler
b. Meningitis dan empiema epidural atau sub dural
c. Sakit pinggang
d. Infeksi
e. Kista epidermoid intraspinal
f. Kerusakan diskus intervertebralis

"
Baca Selengkapnya - Sistem Syaraf

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber