Cari Blog Ini

ASKEP ALL ACUTE LIMPHOSYT LEUKEMIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ALL ACUTE LIMPHOSYT LEUKEMIA

ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA


A. PENGERTIAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Acut limphosityc leukemia adalah proliferasi maligna / ganas limphoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Tucker, 1997; Reeves & Lockart, 2002).

B. PENYEBAB ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan, yaitu:
1. Faktor eksogen
a. Sinar x, sinar radioaktif.
b. Hormon.
c. Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti neoplastic agent).
2. Faktor endogen
a. Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)
b. Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom Down).
c. Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).
(Ngastiyah, 1997)

C. PATOFISIOLOGI ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).

D. TANDA DAN GEJALA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:
1. Pilek tak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3. Demam, anoreksia, mual, muntah
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
6. Nyeri tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen
8. Hepatosplenomegali, limfadenopati
9. Abnormalitas WBC
10. Nyeri kepala




E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut limphosityc leukemia adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker ke organ tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil






F. PENGOBATAN PADA ALL
1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6 merkaptopurin atau 6 mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama sama dengan prednison. Pada pemberian obat obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
6. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3 6 bulan dengan pemberian obat obat seperti pada induksi selama 10 14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(FKUI, 1985)






G. PATHWAYS

Proliferasi sel kanker

Sel kanker bersaing dengan sel normal
Untuk mendapatkan nutrisi

Infiltrasi

Sel normal digantikan dengan
Sel kanker

Depresi sumsum metabolisme infiltrasi infiltrasi
Tulang S S P ekstra medular

Sel kekurangan meningitis pembesaran limpa,
makanan leukemia liver,nodus limfe, tulang
Eritrosit leukosit faktor tekanan
Pembekuan jaringan nyeri tulang tulang
& persendian mengecil&
Anemia infeksi perdarahan lemah


Demam trombositopeni fraktur
fisiologis












H. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Adanya keganasan menimbulkan masalah keperawatan, antara lain:
1. Intoleransi aktivitas
2. Resiko tinggi infeksi
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuahn
4. Resiko cedera (perdarahan)
5. Resiko kerusakan integritas kulit
6. Nyeri
7. Resiko kekurangan volume cairan
8. Berduka
9. Kurang pengetahuan
10. Perubahan proses keluarga
11. Gangguan citra diri / gambaran diri

I. PERAWATAN PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
1. Mengatasi keletihan / intoleransi aktivitas:
a. Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar Hb rendah.
b. Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenis
c. Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan
d. Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang
e. Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari
f. Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas
g. Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi
h. Jika diprogramkan, berikan packed RBC
2. Mencegah terjadinya infeksi
a. Observasi adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan jika suhu > 38oC yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x / menit.
b. Sadari bahwa ketika hitung neutrofil menurun (neutropenia), resiko infeksi meningkat, maka:
1). Tampatkan pasien dalam ruangan khusus
2). Sebelum merawat pasien: cuci tangan dan memakai pakaian pelindung, masker dan sarung tangan.
3). Cegah komtak dengan individu yang terinfeksi
c. Jaga lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasif
d. Bantu ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)
e. Lakukan higiene oral dan perawatan perineal secara sering.
f. Pantau masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang adekuat dengan minum 3 liter / hari
g. Berika terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkan
h. Yakinkan pemberian makanan yang bergizi.
3. Mencegah cidera (perdarahan)
a. Observasi adanya tanda-tanda perdarahan dengan inspeksi kulit, mulut, hidung, urine, feses, muntahan, dan lokasi infus.
b. Pantau tanda vital dan nilai trombosit
c. Hindari injesi intravena dan intramuskuler seminimal mungkin dan tekan 5-10 menit setiap kali menyuntik
d. Gunakan sikat gigi yang lebut dan lunak
e. Hindari pengambilan temperatur rektal, pengobatan rekatl dan enema
f. Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan cidera fisik atau mainan yang dapat melukai kulit.
4. Memberikan nutrisi yang adekuat
a. Kaji jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien
b. Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah makan
c. Hindari bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan, gangguan pandangan dan bunyi
d. Ubah pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan pasien dalam memilih makanan yang bergizi tinggi, timbang BB tiap hari
e. Sajikan makanan dalam suhu dingin / hangat
f. Pantau masukan makanan, bila jumlah kurang berikan ciran parenteral dan NPT yang diprogramkan.

5. Mencegah kekurangan cairan
a. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
b. Berikan antiemetik awal sebelum pemberian kemoterapi
c. Hindari pemberian makanan dan minuman yang baunya merangngsang mual / muntah
d. Anjurkan minum dalam porsi kecil dan sering
e. Kolaborasi pemberian cairan parenteral untuk mempertahankan hidrasi sesuai indikasi
6. Antisipasi berduka
a. Kaji tahapan berduka oada anak dan keluarga
b. Berikan dukungan pada respon adaptif dan rubah respon maladaptif
c. Luangkan waktu bersama anak untuk memberi kesempatan express feeling
d. Fasilitasi express feeling melalui permainan
7. Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang:
a. Proses penyakit leukemia: gejala, pentingnya pengobatan / perawatan.
b. Komplikasi penyakit leukemia: perdarahan, infeksi dll.
c. Aktivitas dan latihan sesuai toleransi
d. Mengatasi kecemasan
e. Pemberian nutrisi
f. Pengobatan dan efek samping pengobatan
8. Meningkatkan peran keluarga
a. Jelaskan alasan dilakukannya setiap prosedur pengobatan / dianostik
b. Jadwalkan waktu bagi keluarga bersama anak tanpa diganggu oleh staf SR
c. Dorong keluarga untuk express feelings
d. Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan si anak
9. Mencegah gangguan citra diri / gambaran diri
a. Dorong pasien untuk express feelings tentang dirinya
b. Berikan informasi yang mendukung pasien ( misal; rambut akan tumbuh kembali, berat badan akan kembali naik jika terapi selesai dll.)
c. Dukung interaksi sosial / peer group
d. Sarankan pemakaian wig, topi / penutup kepala.

























DAFTAR PUSTAKA

1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
2. Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
3. Reeeves, Lockart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Cetakan I. Jakarta, Salemba Raya.
4. FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.
5. Sacharin Rosa M. (1993). Prinsip Perawatan Pediatri. Edisi 2. Jakarta : EGC.
6. Gale Danielle, Charette Jane. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta : EGC.
7. Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart .(1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC
8. Sutarni Nani.(2003). Prosedur Dan Cara Pemberian Obat Kemoterapi. Disampaikan Pada Pelatihan Kemoterapi Di RS Kariadi Semarang, Tanggal 13-15 November 2003.
Baca Selengkapnya - ASKEP ALL ACUTE LIMPHOSYT LEUKEMIA

ASKEP ARDS

ASUHAN KEPERAWATAN ARDS

Asuhan Keperawatan KLIEN dengan
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
Pre Acut / Post Acut Care

DEFINISI
Gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.

ETIOLOGI
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.

FAKTOR RESIKO
1. Trauma langsung pada paru
• Pneumoni virus,bakteri,fungal
• Contusio paru
• Aspirasi cairan lambung
• Inhalasi asap berlebih
• Inhalasi toksin
• Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2. Trauma tidak langsung
• Sepsis
• Shock
• DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
• Pankreatitis
• Uremia
• Overdosis Obat
• Idiophatic (tidak diketahui)
• Bedah Cardiobaypass yang lama
• Transfusi darah yang banyak
• PIH (Pregnand Induced Hipertension)
• Peningkatan TIK
• Terapi radiasi


MANIFESTASI KLINIK
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan

PATOFISIOLOGI
Timbul serangan

Trauma endotelium paru Kerusakan Jaringan Paru Trauma type II
dan epitelium alveolar Pneumocytes

Peningkatan permeabilitas Penurunan surfactan

Edema pulmonal Penurunan pengembangan Atelektasis
paru


Alveoli terendam Hipoksemia Abnormalitas
ventilasi-perfusi


Proses penyembuhan Fibrosis



Sembuh ? Kematian

PENATA LAKSANAAN MEDIS
Tujuan Terapi :
• Support pernapasan
• Mengobati penyebab jika mungkin
• Mencegah komplikasi.

TERAPI :
• Intubasi untuk pemasangan ETT
• Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure) untuk mempertahankan keadekuatan level O2 darah.
• Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan ventilator
• Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya :
 Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.
 Antibiotik untuk mengatasi infeksi
 Kortikosteroid dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi respon inflamasi dan mempertahankan stabilitas membran paru.

DATA DASAR PENGKAJIAN
Keadaan-keadaan berikut biasanya terjadi saat periode latent saat fungsi paru relatif masih terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah trauma/shock atau 5 – 10 hari setelah terjadinya sepsis) tapi secara berangsur-angsur memburuk sampai tahapan kegagalan pernafasan. Gejala fisik yang ditemukan amat bervariasi, tergantung daripada pada tahapan mana diagnosis dibuat.

AKTIVITAS & ISTIRAHAT
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan
Insomnia
SIRKULASI
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
Heart rate : takikardi biasa terjadi
Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi
Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
INTEGRITAS EGO
Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.

MAKANAN/CAIRAN
Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan
Hilang/melemahnya bowel sounds

NEUROSENSORI
Suby./Oby. : Gejala truma kepala
Kelambanan mental, disfungsi motorik
RESPIRASI
Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse
Kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
Peningkatan kerja nafas ; penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal, nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi.
Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial
Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi
Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara palpasi.
Sputum encer, berbusa
Pallor atau cyanosis
Penurunan kesadaran, confusion
RASA AMAN
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah, episode anaplastik
SEKSUALITAS
Suby./Oby. : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia

KEBUTUHAN BELAJAR
Subyektif : Riwayat ingesti obat/overdosis
Discharge Plan : Ketergantungan sebagai efek dari kerusakan pulmonal, mungkin membutuhkan asisten saat bepergian, shopping, self-care.
STUDY DIAGNOSTIK
- Chest X-Ray
- ABGs/Analisa gas darah
- Pulmonary Function Test
- Shunt Measurement (Qs/Qt)
- Alveolar-Arterial Gradient (A-a gradient)
- Lactic Acid Level
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi respirasi optimal dan oksigenasi
2. Meminimalkan/mencegah komplikasi
3. Mempertahankan nutrisi adekuat untuk penyembuhan/membantu fungsi pernafasan
4. Memberikan support emosi kepada pasien dan keluarga
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognose, dan kebutuhan pengobatan

TUJUAN KEPERAWATAN
1. Bernafas spontan dengan tidal volume adekuat
2. Suara nafas bersih/membaik
3. Bebas sari terjadinya komplikasi
4. Memandang secara realistis terhadap situasi
5. Proses penyakit, prognosis dan therapi dapat dimengerti
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuritik, ke-luaran cairan kompartemental
4. Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan penurunan curah jantung,edema,hipotensi.
6. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,pening katan sekresi,penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.
7. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan, gelisah.
8. Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan , menyatakan masalahnya.
Intervensi dan Rasional
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan :
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)
- Pasien bebas dari dispneu
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Tindakan :
Independen
- Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas
- Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus
- Catat karakteristik dari suara nafas
Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas
- Catat karakteristik dari batuk
Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent
- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu
Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
- Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi
Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru
- Peningkatan oral intake jika memungkinkan
Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif
- Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
- Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
- Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi
Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan
- Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
Tujuan :
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs normal
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Tindakan :
Independen
- Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas
Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
- Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing
Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
- Kaji adanya cyanosis
Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
- Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat
Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
- Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
Kolaboratif
- Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai
- Berikan pencegahan IPPB
Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi
- Review X-ray dada
Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
- Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant
Untuk mencegah ARDS
3. Resiko tinggi defisit volume cairan
Faktor resiko : penggunaan deuritik, keluaran cairan kompartemental
Tujuan :
pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.
Tindakan :
Independen
- Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume)
Berkurangnya volume/keluarnya cairan dapat meningkatkan heart rate, menurunkan tekanan darah, dan volume denyut nadi menurun.
- Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban membran mukosa dan karakter sputum
Penurunan cardiac output mempengaruhi perfusi/fungsi cerebral. Deficit cairan dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, sekret kental.
- Hitung intake, output dan balance cairan. Amati “insesible loss”
Memberikan informasi tentang status cairan. Keseimbangan cairan negatif merupakan indikasi terjadinya deficit cairan.
- Timbang berat badan setiap hari
Perubahan yang drastis merupakan tanda penurunan total body water
Kolaboratif
- Berikan cairan IV dengan observasi ketat
Mempertahankan/memperbaiki volume sirkulasi dan tekanan osmotik. Meskipun cairan mengalami deficit, pemberian cairan IV dapat meningkatkan kongesti paru yang dapat merusak fungsi respirasi
- Monitor/berikan penggantian elektrolit sesuai indikasi
Elektrolit khususnya pottasium dan sodium dapat berkurang sebagai efek therapi deuritik.

4. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan, gelisah.
Tujuan :
- Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal
- Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa cemasnya mulai berkurang
- Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber pendukung untuk memecahkan masalah yang dialaminya.
Tindakan
Independen:
- Observasi peningkatan pernafasan, agitasi, kegelisahan dan kestabilan emosi.
Hipoksemia dapat menyebabkan kecemasan.
- Pertahankan lingkungan yang tenang dengan meminimalkan stimulasi. Usahakan perawatan dan prosedur tidak menggaggu waktu istirahat.
Cemas berkurang oleh meningkatkan relaksasi dan pengawetan energi yang digunakan.
- Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi.
Memberi kesempatan untuk pasien untuk mengendalikan kecemasannya dan merasakan sendiri dari pengontrolannya.
- Identifikasi persepsi pasien dari pengobatan yang dilakukan
Menolong mengenali asal kecemasan/ketakutan yang dialami
- Dorong pasien untuk mengekspresikan kecemasannya.
Langkah awal dalam mengendalikan perasaan-perasaan yang teridentifikasi dan terekspresi.
- Membantu menerima situsi dan hal tersebut harus ditanggulanginya.
Menerima stress yang sedang dialami tanpa denial, bahwa segalanya akan menjadi lebih baik.
- Sediakan informasi tentang keadaan yang sedang dialaminya.
Menolong pasien untuk menerima apa yang sedang terjadi dan dapat mengurangi kecemasan/ketakutan apa yang tidak diketahuinya. Penentraman hati yang palsu tidak menolong sebab tidak ada perawat maupun pasien tahu hasil akhir dari permasalahan itu.
- Identifikasi tehnik pasien yang digunakan sebelumnya untuk menanggulangi rasa cemas.
Kemampuan yang dimiliki pasien akan meningkatkan sistem pengontrolan terhadap kecemasannya
Kolaboratif
- Memberikan sedative sesuai indikasi dan monitor efek yang merugikan.
Mungkin dibutuhkan untuk menolong dalam mengontrol kecemasan dan meningkatkan istirahat. Bagaimanapun juga efek samping seperti depresi pernafasan mungkin batas atau kontraindikasi penggunaan.
5. Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan , menyatakan masalahnya.
Tujuan :
- Pasien dapat menerangkan hubungan antara proses penyakit dan terafi
- Menjelaskan secara verbal diet, pengobatan dan cara beraktivitas
- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang membutuhkan perhatian medis
- Memformulasikan rencana untuk follow –up
Tindakan :
Independen
- Berikan pembelajaran dari apa yang dibutuhkan pasien. Berikan informasi dengan jelas dan dimengerti. Kaji potensial untuk kerjasama dengan cara pengobatan di rumah. Meliputi hal yang dianjurkan.
Penyembuhan dari gagal nafas mungkin memerlukan perhatian, konsentrasi dan energi untuk menerima informasi baru. Ini meliputi tentang proses penyakit yang akan menjadi berat atau yang sedang mengalami penyembuhan.
- Sediakan informasi masalah penyebab dari penyakit yang sedang dialami pasien.
ARDS adalah sebuah komplikasi dari penyakit lain, bukan merupakan diagnosa primer. Pasien sering bingung oleh perkembangan itu, dalam k esehatan sistem respirasi sebelumnya.
- Instruksikan tindakan pencegahan, jika dibutuhkan. Diskusikan cara menghindari overexertion dan perlunya mempertahankan pola istirahat yang periodik. Hindari lingkungan yang dingin dan orang-orang terinfeksi.
Pencegahan perlu dilakukan selama tahap penyembuhan. Hindari faktor yang disebabkan oleh lingkungan seperti merokok. Reaksi alergi atau infeksi yang mungkin terjadi untuk mencegah komplikasi berikutnya.
- Sediakan informasi baik secara verbal atau tulisan mengenai pengobatan misalnya: tujuan, efek samping, cara pemberian , dosis dan kapan diberikan
Merupakan instruksi bagi pasien untuk keamanan pengobatan dan cara-cara pengobatan dapat diikutinya.
- Kaji kembali konseling tentang nutrisi ; kebutuhan makanan tinggi kalori
Pasien dengan masalah respirasi yang berat biasanya kehilangan berat-badan dan anoreksia sehingga kebutuhan nutrisi meningkat untuk penyembuhan.
- Bimbing dalam melakukan aktivitas.
Pasien harus menghindari kelelahan dan menyelingi waktu istirahat dengan aktivitas dengan tujuan meningkatkan stamina dan cegah hal yang membutuhkan oksigen yang banyak
- Demonstrasikan teknik adaptasi pernafasan dan cara untuk menghemat energi selama aktivitas.
Kondisi yang lemah mungkin membuat kesulitan untuk pasien mengatur aktivitas yang sederhana.
- Diskusikan follow-up care misalnya kunjungan dokter, test fungsi sistem pernafasan dan tanda/gejala yang membutuhkan evaluasi/intervensi.
Alasan mengerti dan butuh untuk follow up care sebaik dengan apa yang merupakan kebutuhan untuk meningkatkan partisipasi pasien dalam hal medis dan mungkin mempertinggi kerjasama dengan medis.
- Kaji rencana untuk mengunjungi pasien seperti kunjungan perawat
Mendukung selama periode penyembuhan

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.

Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC. Jakarta.

……… 2000. Diktat Kuliah Gawat Darurat. PSIK FK.Unair. TA: 2000/2001. Surabaya.
Baca Selengkapnya - ASKEP ARDS

ASKEP DIARE PADA ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN DIARE PADA ANAK

DIARE
DEFINISI
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).

ETIOLOGI
1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus (Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada anak-anak).
3. Faktor malabsorbsi : Karbihidrat, lemak, protein.
4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran dimasak kutang matang.
5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.

PATOFISIOLOGI

faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F. Psikologi
KH,Lemak,Protein


Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus

Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik
dan elektrolit elektrolit ke rongga
( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus
menyerap makanan




D I A R E



Frek. BAB meningkat distensi abdomen


Kehilangan cairan & elekt integritas kulit
berlebihan perianal


gg. kes. cairan & elekt As. Metabl mual, muntah



Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan


Gang. Oksigensi BB menurun


Gangg. Tumbang

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
o Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
• feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
• Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
• AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3 menurun )
• Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

PENATALAKSANAAN DIARE
Rehidrasi
1. jenis cairan
1) Cara rehidrasi oral
o Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap kali diare.
o Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2) Cara parenteral
o Cairan I : RL dan NS
o Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL
D5 : RL = 4 : 1 + KCL
D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
o HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan.
2. Jalan pemberian
1) Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
2) Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)

3. Jumlah Cairan ; tergantung pada :
1) Defisit ( derajat dehidrasi)
2) Kehilangan sesaat (concurrent less)
3) Rumatan (maintenance).
4. Jadwal / kecepatan cairan
1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
o BB (kg) x 50 cc
o BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
2) Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
+ 50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt


Terapi
1. obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
2. onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
3. antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta

Dietetik
a. Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan padat / makanan cair atau susu
b. Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi elemen atau semi elemental formula.
Supportif
Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : - Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan


Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak


DAFTAR PUSTAKA

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta
Baca Selengkapnya - ASKEP DIARE PADA ANAK

ASKEP DIABETES MELLITUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. Patofisiologi/Pathways

Defisiensi Insulin

glukagon↑ penurunan pemakaian
glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi

↓ pH Hemokonsentrasi

Asidosis Trombosis

Aterosklerosis












E. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler

< 100
<80


<110
<90

100-200
80-200


110-120
90-110

>200
>200


>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pengkajian
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
 Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

 Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
 Integritas Ego
Stress, ansietas
 Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
 Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
 Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
 Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
 Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
 Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury

J. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
 Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
 Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
 Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
 Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
 Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
 Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
 Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
 Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
 Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :
 Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
 Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
 Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
 Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
 Pantau masukan dan pengeluaran
 Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
 Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
 Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
 Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
 Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
 Kaji tanda vital
 Kaji adanya nyeri
 Lakukan perawatan luka
 Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
 Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.



4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
 Hindarkan lantai yang licin.
 Gunakan bed yang rendah.
 Orientasikan klien dengan ruangan.
 Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
 Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi




DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002
Baca Selengkapnya - ASKEP DIABETES MELLITUS

ASKEP CEDERA KEPALA

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

CIDERA KEPALA
PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

PATOFISIOLOGI
Cidera kepala TIK - oedem
- hematom
Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan Sel otak 


Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin
Sistemik & TD   sekresi asam lambung

O2   ggan metabolisme  tek. Pemb.darah Mual, muntah
Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan oedema paru  cardiac out put 
Cerebral
Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas  hipoksemia, hiperkapnea
Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
- Kejang-kejang
- Gangguan saluran nafas
- Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
• edema fokal atau difusi
• hematoma epidural
• hematoma subdural
• hematoma intraserebral
• over hidrasi
- Sepsis/septik syok
- Anemia
- Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

Perdarahan yang sering ditemukan:
• Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Tanda dan gejala:
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.

• Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil.
• Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
• Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.

Penatalaksanaan:
Konservatif
• Bedrest total
• Pemberian obat-obatan
• Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
Baca Selengkapnya - ASKEP CEDERA KEPALA

ASKEP FRAKTUR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR

I. PENGERTIAN

Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)

II. JENIS FRAKTUR
a. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya membengkak.
f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya.

III. ETIOLOGI
a. Trauma
b. Gerakan pintir mendadak
c. Kontraksi otot ekstem
d. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma

IV. PATYWAYS

Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis


FRAKTUR

Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang

Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang

Pergeseran frag Tlg laserasi kulit: spasme otot tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler

putus vena/arteri peningk tek kapiler reaksi stres klien
deformitas
perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin
gg. fungsi
protein plasma hilang memobilisai asam lemak
kehilangan volume cairan
edema bergab dg trombosit

emboli
penekn pem. drh
menyumbat pemb drh
penurunan perfusi jar




V. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal
VII. PENATALAKSANAAN

a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.
b. Imobilisasi fraktur
Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
 Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
 Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
 Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau
 Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah

VIII. KOMPLIKASI
a. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

IX. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
- Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
- Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi



- Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a.Aktivitas/istirahat
 kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
 Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
 Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
 Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
 Tachikardi
 Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
 Cailary refil melambat
 Pucat pada bagian yang terkena
 Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
 Kesemutan
 Deformitas, krepitasi, pemendekan
 kelemahan
d. Kenyamanan
 nyeri tiba-tiba saat cidera
 spasme/ kram otot
e. Keamanan
 laserasi kulit
 perdarahan
 perubahan warna
 pembengkakan lokal




X. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan
Kriteria hasil:
 Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
 Mempertahankan posisi fungsinal
 Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
 Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
b. Tinggikan ekstrimutas yang sakit
c. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit
d. Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika bergerak
e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
f. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi dengan melakukan aktivitas
g. Ubah psisi secara periodik
h. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi
b.Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang
Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil:
 Klien menyatajkan nyei berkurang
 Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
 Tekanan darahnormal
 Tidak ada eningkatan nadi dan RR
Intervensi:
a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
c. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
e. Jelaskanprosedu sebelum memulai
f. Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif
g. Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan
h. Observasi tanda-tanda vital
i. Kolaborasi : pemberian analgetik

C. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan
Kriteria hasil:
 Penyembuhan luka sesuai waktu
 Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

Intervensi:
a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
b. Monitor suhu tubuh
c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
d. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
f. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
g. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
h. Kolaborasi emberian antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta. EGC
2. Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC
3. Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC
4. Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC
Baca Selengkapnya - ASKEP FRAKTUR

ASKEP ANAK DENGAN HIDROCEPHALUS

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIDROCEPHALUS


A. PENDAHULUAN
 Hidrocephalus merupakan sindrom, tanda yang muncul karena gangguan pergerakan CSS
 Dapat disebabkan dari berbagai macam penyakit atau kongenital
 Tidak mudah mendeteksi/mendiagnosis sejak prenatal
 5,8 per 10.000 kelahiran (1990)
 Dihubungkan dengan Gg. Perkembangan saat janin atau infeksi intra uterine

B. REVIEW
Sirkulasi ventrikular
• Cairan dari ventrikel lateral melalui Foramen of Monro ke V. III & bercampur dgn cairan dari V. III
• Dari sana bergerak mll aqueductus of Sylvius masuk ke V. IV (dimana cairan yang lebih banyak terbentuk)
• Bergerak lagi mll foramen of Luschka dan pertengahan dr foramen of Magendie menuju cicterna magna.
• Dari sana CSS mengalir ke serebral dan cerebellar subarachnoid space, dimana cairan ini diabsorbsi
• Sebagian besar diabsorbsi oleh villi arachnoid juga dibantu oleh : sinus, substansi otak, dan dura

C. ETIOLOGI

1. Infeksi pada masa didalam kandungan
2. Gangguan perkembangan janin
3. Neoplasma sirkulasi CSS dalam
4. Cedera kepala ventrikel terganggu
5. Infeksi (mis : meningitis)

D. PATOLOGI
 Mekanisme keseimbangan cairan
 Penyebab hidrosefalus :
• Gg. Absorbsi CSS dalam ruang subarachnoid (communicating H)
• Obstruksi dr aliran CSS dalam sist. Ventrikuler (noncommunicating H)
• Tidak jarang pula tumor pada pleksus koroid à á sekresi CSS

E. MANIFESTASI KLINIK
1. Infant
 Perkembangan lingkar kepala
 Fontanel : tegang, bulging/menonjol, nadi tidak teraba
 Vena pd tengkorak berdilatasi, dan terlihat jelas
 Tlg tengkorak tipis, sutura teraba terpisah à crecked-pot
 Penekanan pd frontal à mata berotasi kebawah (setting sun signs),
 Irritable, lethargic,
 malas makan,
 perubahan kesadaran,
 opistiotonus,
 spatis pd otot ekstremitas bawah

2. Anak-anak
 peningkatan TIK
 irritable
 lethargic
 apatis
 confused
 inkoheren
 manifestasi klinik, sesuai dengan lokasi lesi pada otak
 kelumpuhan nervus kranialis
 strabismus konvergen

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pengukuran Lingkar kepala setiap hari
Pertumbuhan/pembesaran kepala yang cepat
CT Scan
MRI
EEG
Isotope Ventriculograms

G. PRINSIP TERAPI DAN PENATALAKSANAAN
Prinsip Terapi :
• Memperbaiki Hidrosefalus
• Mengobati komplikasi
• Managemen penanganan gg psikomotor

Macam :
• Ventrikulostomi : ventricullar bypass
• Radiografi
• Pemakaian sistem drainase :
 Ventrikuloperitoneal shunt
 Ventrikuloatrial shunt
 Ventriculopleural shunt

H. PENGKAJIAN
• Riwayat kesehatan : trauma kepala, infeksi serebral
• Pemeriksaan Fisik : LK
• Manifestasi Hidrosefalus
- Infant (early, later, general)
- Anak besar
• Kaji hasil Test diagnostik
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko injury b.d P/ TIK
2. Risiko infeksi b.d terpasangnya drainase mekanis
3. Risiko GG Integrutas Kulit b.d penekanan pd area …, paralisis dll
4. Gg proses keluarga b.d krisis situasional (anak dgn kelainan fisik)
Baca Selengkapnya - ASKEP ANAK DENGAN HIDROCEPHALUS

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber