Cari Blog Ini

Proses Ketogenesis


A. Definisi
Ketone bodies (senyawa keton dalam tubuh) adalah hasil oksidasi asam lemak yang tidak sempurna. Ketidakseimbangan hormonal terutama produksi insulin yang tidak cukup untuk mengimbangi aktivitas glukagon di dalam tubuh memungkinkan kondisi metabolisme yang cendrung mengarah ke produksi yang relatif banyak ketone bodies yang disebut ketosis.
  1. Asam lemak yang tersimpan di dalam sel-sel adipose dengan cepat dilepas ke aliran darah. Alasan utama terjadinya hal ini adalah jika insulin sangat rendah di dalam darah, karena insulin akan menghambat lipolisis, sebaliknya akan menyimpan lemak. Pertambahan yang berlimpah dari asam lemak di dalam darah akan diambil oleh hati.
  2. Oksidasi asam lemak menjadi asetil-CoA mendominasi/melebihi sintesis asam lemak di dalam hati.
  3. Karena hati mengambil asam lemak dan memecahkannya menjadi asetil-CoA, kapasitas siklus asam sitrat untuk memproses molekul-molekul asetil-CoA yang dihasilkan menurun. Terutama hal ini karena metabolisme asam lemak menjadi asetil-CoA menghasilkan banyak ATP, dan jumlah ATP yang tinggi akan memperlambat aktivitas siklus asam sitrat di dalam sel-sel hati. Pada dasarnya, tidak perlu memakai siklus asam sitrat (yang peranan utamanya mentransfer energi dari bahan bakar untuk diguanakan dalam sintesis ATP) jika sel-sel sudah memiliki banyak ATP. Perubahan-perobahan metabolisme ini akan memicu sel-sel hati membentuk asetil-CoA dan kemudian menyatukan dua molekul asetil-CoA menjadi senyawa yang mengandung empat atom karbon. Senyawa ini kemudian dimetaboliser dan akhirnya disekresikan ke dalam aliran darah sebagai ketone bodies seperti asam asetoasetat dan senyawa sejenisnya asam beta-hidroksibutirat dan aseton. Kebanyakan ketone bodies akhirnya akan diubah menjadi kembali ke asetil-CoA di dalam sel lain yang memakai ketone bodies sebagai bahan bakar. Kemudian ketone bodies di tolakkan melalui siklus asam sitrat. Salah satu ketone bodies yang terbentuk (aseton) meninggalkan badan melalui paru-paru menyebabkan pernapasan seseorang sebagai karakteristik kondisi ketosis, napas berbau seperti buah. Kunci tahapan di dalam ketosis lihat Gambar 19 berikut.

B. Ketosis pada keadaan lapar atau masa puasa
Jika seseorang dalam keadaan puasa, ketersediaan karbohidrat sangat rendah sehingga produksi insulin juga sedikit. Karena rendahnya kadar insulin akan menyebabkan asam lemak banyak terdapat di dalam darah dan akhirnya membentuk ketone bodies. Jantung, otot, dan bagian tertentu dari buah pinggang menggunakan ketone bodies sebagai bahan bakar. Sesudah beberapa hari dalam keadaan ketosis, otak juga mulai memetaboliser ketone bodies untuk energi. Ini adalah suatu respon penyesuaian (adaptive response) yang penting terhadap puasa. Karena semakin banyak sel-sel tubuh mulai menggunakan ketone bodies untuk sumber energi, kebutuhan akan glukosa sebagai sumber energi makin berkurang. Hal ini kemudian mengurangi kebutuhan bagi buah pinggang dan hati untuk menghasilkan glukosa dari asam amino, akan menghemat protein yang dimanfaatkan sebagai sumber energi. Penghematan jumlah protein dengan cara seperti ini merupakan kunci utama kemampuan utntuk melewati masa puasa atau keadaan lapar. Kematian dapat terjadi bila kira-kira separoh dari protein tubuh berkurang, biasanya sesudah kira-kira 50-70 hari puasa total. Jalur ketogenesis lihat Gambar 20.

C. Proses Ketogenesis.
Proses ketogenesis merupakan proses pembentukan badan-badan keton di mana proses ini terjadi akibat pemecahan lemak dan karbohidrat tidak seimbang. Proses ketogenesis sering terjadi pada keadaan kelaparan dan DM yang tak terkontrol.
Asetil KoA yang terbentuk pada oksidasi asam lemak akan memasuki daur asam sitrat hanya jika pemecahan lemak dan karbohidrat terjadi secara berimbang. Karena masuknya asetil KoA ke dalam daur asam sitrat tergantung pada tersedianya oksaloasetat untuk pembentukan sitrat. Tetapi konsentrasi oksaloasetat akan menurun jika karbohidrat tidak tersedia atau penggunaannya tidak sebagaimana mestinya. Oksaloasetat dalam keadaan normal dibentuk dari piruvat.
Pada puasa atau diabetes, oksaloasetat dipakai untuk membentuk glukosa pada jalur glukoneogenesis dan demikian tidak tersedia untuk kondensasi dengan asetil KoA. Pada keadaan ini asetil KoA dialihkan kepembentukan asetoasetat dan D-3hidroksibutirat. Asetoasetat, D- 3- hidroksibutirat dan Aseton disebut dengan zat keton.
Asetoasetat dibentuk dari asetil KoA dalam tiga tahap. Dua molekul asetil KoA berkondensasi membentuk asetoasetil KoA. Reaksi yang dikatalisis oleh tiolase ini merupakan kebalikan dari tahap tiolisis pada oksidasi asam lemak. Selanjutnya astoasetil KoA bereaksi dengan asetil KoA dan air untuk menghasilkan 3 - hidroksi- 3 – metilglutaril KoA ( HMG - KoA ) dan KoA. Kondensasi ini mirip dengan kondensasi yang dikatalisis oleh sitrat sintase.Keseimbangan yang tidak menguntungkan bagi pembentukan asetoasetil KoA diimbangi oleh reaksi ini, yang keseimbangannya menguntungkan karena hidrolisis iaktan tioester. 3 - Hidroksi - 3 - metilglutaril KoA kemudian terpecah menjadi asetil KoA dan asetoasetat. Hasil dari keseluruhan reaksi adalah:

2 Asetil KoA + H20 -----------------------�� Asetoasetat +2 KoA H+

3–Hidroksibutirat terbentuk melalui reduksi asetoasetat di matriks mitokondria. Rasio hidroksibutirat terhadap astoasetat tergantung pada rasio NADH / NAD+ di dalam mitokondria . Karena merupakan asam keto - β, asetasetat secara lambat mengalami dekarboksilasi spontan menjadi aseton . bau aseton dapat dideteksi dalam udara pernafasan seseorang yang kadar asetoasetat dalam darahnya tinggi.

Asetoasetat adalah merupakan salah satu bahan bakar yang utama dalam jaringan.

Situs utama produksi asetasetat dan 3 - hidroksibutirat adalah hati. Senyawa-seyawa ini berdifusi dari mitokondria hati ke dalam darah dan diangkut ke jaringan perifer. Asetoasetat dan 3- hidroksibutirat merupakan bahan bakar normal pada metabolisme energi dan secara kwantitatif penting sebagai sumber energi .Otot jantung dan korteks ginjal menggunakan asetoasetat sebagai sumber energi dibanding glukosa. glukosa merupakan bahan bakar utama bagi otak dan sel darah merah pada orang yang mempunyai gizi baik dengan diet seimbang. Tapi otak dapat beradaptasi dan menggunakan asetoasetat dalam keadaan kelaparan dan diabetes. Pada kelaparan berkepanjangan, 75% bahan bakar yang diperlukan oleh otak didapat dari asetoasetat.
Asetoasetat dapat diaktifkan melalui pemindahan KoA dari suksinil KoA dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh suatu koA transferase spesifik. Kemudian, asetoasetil KoA dipecah oleh tiolase menjadi dua molekul asetil KoA, yang selanjutnya memasuki daur asam sitrat. Hati dapat membekali organ-organ lain dengan asetoasetat karena hati tidak memiliki KoA transferase spesifik ini.
Asam lemak dilepaskan oleh jaringan adiposa dan diubah menjadi unit- unit astil oleh hati, yang kemudian mengeluarkannya sebagai asetoasetat. Kadar asetoasetat yang tinggi dalam darah menandakan berlimpahnya unit asetil yang menyebabkan berkurangnya laju lipolisis di jaringan adiposa.
Baca Selengkapnya - Proses Ketogenesis

Hiperparatiroid

A. Defenisi
Hiperparatiroid adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 2)

B. Fisiologi
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnyabila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)

C. Klasifikasi
1. Primary hiperparathyroidism (hiperparatiroidisme primer)
a. Definisi masalah
Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostic yang paling penting untuk kelainan ini adalah menghitungserum hormone paratiroid dan ion kalsium. (Stephen J. Marx, M.D, 2000, Volume 343:1863-1875)
Penderita hiperparatiroid primer mengalami penigkatan resiko terjangkit batu ginjal sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak pengangkatan, resiko menjadi hilang. (Charlotte L Mollerup, 2002, Volume 325:807)

b. Etiologi
Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau hyperplasia). Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 4)

c. Patologi
Adapun patologi hiperparatiroid primer adalah:
  1. Mungkin akibat dari hiperplasia paratiroid, adenoma atau karsinoma.
  2. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat.
  3. Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), nefrokalsinosis atau nefrolitiasis, dan kalsifikasi kornea.(Saputra, Lyndon dr, 2002, 164)
d. Gambaran klinis dan Pendirian diagnosis
Hiperparatiroidisme primer ditandai dengan peningkatan kadar hormon hiperparatiroid serum, peningkatan kalsium serum dan penurunan fosfat serum. Pada tahap awal, pasien asimtomatik, derajat peningkatan kadar kalsium serum biasanya tidak besar, yaitu antara 11-12 mg/dl (normal, 9-11 mg/dl). Pada beberapa pasien kalsium serum berada didalam kisaran normal tinggal. Namun, bila kadar kalsium serum dan PTH diperhatikan bersamaan, kadar PTH tampaknya meningkat secara kurang proporsial. Pada beberapa pasien karsinoma paratiroid, kadar kalsium serum bisa sangant tinggi (15-20mg/dl). Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783)

Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal. (Anonim, 2007)

e. Tes laboratorium
Sebaiknya dilakukan pengukuran jumlah kadar kalsium dan albumin atau kadar ion kasium. Hiperkalsemia sebaiknya ditandai dengan lebih dari satu penyebab sebelum didirikan diagnosis. Ujicoba kadar hormon paratiroid adalah inti penegakan diagnosis. Peningkatan kadar hormon paratiroid disertai dengan peningkatan kadar ion kalsium adalah diagnosis hiperparatiroidisme primer. Pengukuran kalsium dalam urin sangat diperlukan. Peningkatan kadar kalsium dengan jelas mengindikasikan pengobatan dengan cara operasi. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 4)

f. Penyembuhan
Operasi pengangkatan kelenjar yang semakain membesar adalah penyembuhan utama untuk 95% penderita hiperparatiroidisme. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 4)
Apabila operasi tidak memungkinkan atau tidak diperlukan, berikut ini tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kalsium:
o Memaksakan cairan
o Pembatasan memakan kalsium
o Mendorong natrium dan kalsium diekskresikan melalui urin dengan menggunakan larutan ga5ram normal, pemberiaqn Lasix, atau Edrecin.
o Pemberian obat natrium, kalium fosfat, kalsitonin, Mihracin atau bifosfonat.
(Robert B. Cooper, MD, 1996. 524)
o Obati hiperkalsemia dengan cairan, kortikosteroid atau mithramycin)
o Operasi paratiroidektomi
o Obati penyakit ginjal yang mendasarinya.
(Saputra, Lyndon dr, 2002, 165)

2. Secondary hyperparathyroidisme (hiperparatiroidisme sekunder)
a. Definisi
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Hipersekresi hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum. (Clivge R. Taylor, 2005, 780)
Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia. (Clivge R. Taylor, 2005, 781).

b. Etiologi
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan produksi hormon paratiroid. (Lawrence Kim, MD, 2005,section 5)

c. Patofisiologi
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

d. Gambaran klinis
Hiperparatiroidisme sekunder biasanya disertai dengan penurunan kadar kalsium serum yang normal atau sedikit menurun dengan kadar PTH tinggi dan fosfat serum rendah. Perubahan tulang disebabkan oleh konsentrasi PTH yang tinggi sama dengan pada hiperparatiroidisme primer. Beberapa pasien menunjukkan kadar kalsium serum tinggi dan dapat mengalami semua komplikasi ginjal, vaskular, neurologik yang disebabkan oleh hiperkalsemia. (Clivge R. Taylor; 2005, 783).

e. Tes laboratorium
Semua pasien yang menderita gagal ginjal sebaiknya kadar kalsium, fosfor, dan level hormon paratiroidnya dimonitor secara reguler. Pasien hiperparatiroidisme biasanya mempunyai kadar kalsium yang dibawah normal dan peningkatan kadar hormon paratiroid. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

f. Penyembuhan
Tidak seperti hiperparatiroidisme, manajemen medis adalah hal yang utama untuk perawatan hiperparatiroidisme sekunder. Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting.Pasien yang mengalami predialysis renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroidisme sekunder.Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon paratiroid.Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan tebukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar paratiroid sebaiknya dipertimbangkan. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

g. Hasil dan prognosis
Pengobatan hiperparatiroidisme sekunder pada kebanyakan pasien berhasil. Pasien yang menjalani pengangkatan kelenjar paratiroid mempunyai kira-kira 10% resiko kumatnya penyakit. Hal ini mungkin berkaitan dengan fungsi yang berlebihan atau hilangya kelenjar dileher atau hiperplasia. Adakalanya pasien yang telah menjalani operasi tetap mengalami hiperparatiroidisme, jika jaringan telah dicangkkok, adakalanya pencagkokan dapat membalikkan hipoparatiroidisme. (Lawrence Kim, MD, 2005,.section 5)

3. Hyperparathyroidism tersier (hiperparatiroidisme tersier)
a. Definisi
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 6)

b. Etiologi
Penyebabnya masih belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada titik pengatur mekanisme kalsium pada level hiperkalsemik. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

c. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme tersier paling umum diamati pada pasien penderita hiperparatiroidisme sekunder yang kronis dan yang telah menjalani cangkok ginjal. Kelenjar hipertrophied paratiroid gagal kembali menjadi normal dan terus mengeluarkan hormon paratiroid berlebih, meskipun kadar cairan kalsium masih dalam level normal atau bahkan berada diatas normal. Pada kasus ini, kelenjar hipertropid menjadi autonomi dan menyebabkan hiperkalsemia, bahkan setelah penekanan kadar kalsium dan terapi kalsitriol. Penyakit tipe ketiga ini sangat berbahaya karena kadar phosfat sering naik. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

d. Presentasi klinis
Manifestasi klinis dari hiperparatiroidisme tersier meliputi hiperparatiroidisme yang kebal setelah pencangkokan ginjal atau hiperkalsemia baru pada hiperparatiroidisme sekunder akut. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

e. Pengobatan
Pengobatan penyakit hiperparatiroidisme tersier adalah dengan cara pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

D. Follow-up
Keadaan pasien dilihat selama 1-2 minggu pascaoperasi, sehingga diperoleh kadar kalsium dan level hormon paratiroid pada pasien. Level hormon paratiroid mungkin akan meningkat setelah operasi pada sebagian pasien, tapi jika serum kalsium kembali kejumlah normal, itu tidak mengindikasikan bahwa penyakit masih ada pada kebanyakan pasien. Setelah masa pascaoperasi, follow-up terbatas pada masa tekanan serum kalsium untuk mendeteksi adanya sisa penyakit hiperparatiroidisme. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 4)

E. Perawatan sendiri
Jika kamu dan dokter yang merawatmu memilih untuk memonitor daripada mengobati hiperparatiroidisme yang diderita, berikut ini dapat mencegah komplikasi:
  • Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak cairan dapat mencegah pembentukan batu ginjal.
  • Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuatn dan memperlambat pengraphan tulang.
  • Penuhi kebutuhan vitamin D. sebelum berusia 50 tahun, rekomendasi minimal vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200 International Units (IU). Setelah berusisa lebih dari 50 tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU perhari.
  • Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan pengrapuhan tulang seiring meningkatnya masalah kesehatan, termasuk kanker.
  • Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu seperti penykit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah meningkat.
Baca Selengkapnya - Hiperparatiroid

Penilaian Pertumbuhan Bayi dan Balita

Penilaian Pertumbuhan BAyi dan Balita: "
Penilaian terhadap pertumbuhan bayi dan anak balita yang dapat digunakan untuk mendeteksi tumbuh kembang, diantaranya pengukuran antropometrik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Pada bagian ini hanya di bahas pengukuran antropometrik.

Pengukuran Antropometrik
Pengukuran antropometrik meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan (panjang badan), lingkar kepala, dan lingkar lengan atas. Terdapat dua cara pcngukuran antroppometrik yaitu pengukuran berdasarkan umur dan pengukuran tidak berdasarkan umur. Contoh pengukuran berdasarkan umur antara lain pengukuran berat badan berdasarkan umur, panjang badan berdasarkan umur dan sebagainya. Sedangkan pengukuran tidak berdasarkan umur contohnya adalah berat badan berdasarkan tinggi badan, lingkar lengan atas berdasarkan tinggi badan dan sebagainya.

Penilaian berat badan merupakan bagian dari antropometrik yang digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh misalnya tulang, otot, lemak, dan cairan tubuh sehingga akan dapat diketahui status keadaan giri anak atau tumbuh kembang anak. Selain menilai status gizi dan tumbuh kembang anak, berat badan dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan yang diperlukan dalam tindakan pengobatan. Adapun cara penilaian berat badan dapat dilakukan dengan melihat grafik (berat badan berdasarkan umur dibawah ini sesuai dengan Gambar 3.14¬3.17), dengan penilaian sebagai berikut:
  1. Penilaian berat badan berdasarkan umur menurut WHO dengan baku NCHS dengan cara persentil, adalah sebagai berikut persentil ke 50-3 dikatakan normal dan kurang atau sama dengan tiga masuk katagori malnutrisi (abnormal).
  2. Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan menurut WHO dengan cara persentase dari median, adalah sebagai berikut antara 85-80 % malnutrisi sedang dan kurang dari 80 % adalah malnutrisi akut (wasting).
  3. Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan baku NCHS dengan cara persentil adalah sebagai berikut persentil ke 75-25 dikatakan normal, persentil ke 10-5 dikatakan malnutrisi sedang dan kurang dari persentil kf: 5 dikatakan malnutirisi berat.
Penilaian Tinggi Badan
Penilaian tinggi badan juga dapat dilakukan dengan melihat grafik (finggi badan berdasarkan umur di bawah ini sesuai dengan gambar 3.14-3.17), dengan penilaian berdasarkan umur menurut WHO dengan baku NCI-IS dengan cara persentase dari median adalah sebagai berikut lebih dari atau sama dengan 90 % adalah normal dan kurang dari 90 % malnutrisi kronis (abnormal).

Penilaian Lingkar Kepala
Penilaian lingkar kepala dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan otak. Apabila pertumbuhan otak kecil (mikrosefali) maka dapat mcngindikasikan kc:mungkinan adanya retardasi mental, sebaliknya apabila otaknya besar (volume kepala meningkat) dapat mengindikasikan kemungkinan penyumbatan pada aliran c:airan serebrospinalis. Penilaian ini dapat dilakukan dc-:ngan menggunakan kurva lingkar kepala pada gambar di bawah ini, dcngan nilai normal antara -2 SD-± 2SI).

Penilaian Lila
Penilaian ini bertujuan untuk menilai jaringan lemak dan otot akan tetapi penilaian ini tidak banyak berpengaruh pada keadaan jaringan tubuh apa.bila dibandingkan dengan berat badan. Penilaian ini juga dapat dipakai untuk menilai status gizi pada anak usia prasekolah.


"
Baca Selengkapnya - Penilaian Pertumbuhan Bayi dan Balita

Pemeriksaan Fisik Bayi

Pemeriksaan Fisik Bayi: "
Pemeriksaan fisik pada bayi dapat dilakukan oleh bidan, perawat atau dokter
untuk menilai status kesehatannya. Waktu pemeriksaan fisik dapat dilakukan saat bayi baru lahir, 24 jam setelah lahir, dan akan pulang dari rumah sakit. Sebclum melakukan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

  1. Bayi sebaiknya dalam keadaan telanjang di bawah lampu terang sehingga bayi tidak mudah kehilangan panas, atau lepaskan pakaian hanya pada daerah yang diperiksa.
  2. Lakukan prosedur secara berurutan dari kepala ke kaki atau lakukan prosedur yang memerlukan observasi ketat lebih dahulu, seperti paru, jantung dan abdomen.
  3. Lakukan prosedur yang mengganggu bayi, seperti pemeriksaan refleks pada tahap akhir.
  4. Bicara lembut, pegang tangan bayi di atas dadanya atau lainnya.
Penilaian Apgar Score
Pemeriksaan ini bertujuan menilai kemampuan laju jantung, kemampuan bernapas, kekuatan tonus otot, kemampuan refieks dan warna kulit.
Cara:
  1. Lakukan penilaian Apgar score dengan cara jumlahkan hasil penilaian tanda, seperti laju jantung, kemampuan bernapas, kekuatan tonus otot, kemampuan refleks dan warna kulit.
  2. Tentukan hasil penilaian, sebagai berikut:
a. Adaptasi baik : skor 7-10
b. Asfiksia ringan-sedang : skor 4-h
c. Asfiksia berat : skor 0-3

Pemeriksaan Cairan Amnion
Pemeriksaan cairan amnion bertujuan untuk menilai ada tidaknya kelainan pada cairan amnion, seperti jumlah volumenya. Apabila volumenya lebih dari 2000 ml bayi mengalami polihidramnion atau disebut hidramnion, sedangkan apabila jumlahnya kurang dari 500 ml maka bayi mengalami oligohidramnion.

Pemeriksaan plasenta
Pemeriksaan plasenta bertujuan untuk menentukan keadaan/kondisi plasenta. Pemeriksaan ini meliputi ada tidaknya pengapuran, nekrosis, berat dan jumlah korion. Pemeriksaan ini penting dalam menentukan terjadi kembar identik atau tidak.

Pemeriksaan Tali pusat
Pemeriksaan tali pusat bertujuan menilai ada tidaknya kelainan dalam tiali pusat, seperti ada tidaknya vena dan arteri, tali simpul pada tali pusat, dan lain-lain.

Cara:
1. Lakukan pengukuran berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan lingkar dada
2. Lakukan penilaian hasil pengukuran:
  • Berat badan normal adalah 2500-3500 gram, apabila berat badan kurang dari 2500 gram disebut bayi prematur dan apabila berat badan lahir lebih dari 3500 maka bayi dise°but macrosomia.
  • Panjang badan normal adalah 45-50 cm.
  • Lingkar kepala normal adalah 33-35 cm.
  • Lingkar dada normal adalah 30-33 cm, apabila diameter kepala lebih besar 3 cm dari lingkar dada maka bayi mengalami hidrocephalus dan apabila diameter kepala lebih kecil 3 cm dari lingkar dada maka bayi mengalami microcephalus.
Pemeriksaan Kepala
Cara:
1. Lakukan inspeksi daerah kepala.
2. Lakukan penilaian pada bagian tersebut, diantaranya:
  • Maulage yaitu tulang tengkorak yang saling menumpuk pada saat lahir asimetri atau tidak.
  • Ada tidaknya caput succedaneum, yaitu edema pada kulit kepala, lunak dan tidak berfiuktuasi, batasnya tidak tegas, dan menyeberangi sutura dan akan hilang dalam beberapa hari.
  • Ada tidaknya cephal haematum, yang terjadi sesaat setelah lahir dan tidak tanpak pada hari pertama karena tertutup oleh caput succedaneum. Cirinya konsistensi lunak, berfluktuasi, berbatas tegas pada tepi tulang tengkorak, tidak menyeberangi sutura dan apabila menyeberangi sutura kemungkinan mengalami fraktur tulang tengkorak. Cephal haematum dapat hilang sempurna dalam waktu 2-6 bulan
  • Ada tidaknya perdarahan, yang terjadi karena pecahnya vena yang menghubungkan jaringan di luar sinus dalam tengkorak. Batasnya tidak tegas sehingga bentuk kepala tanpak asimetris, scring diraba terjadi fiuktuasi dan edema.
  • Adanya fontanel dengan cara palpasi dengan menggunakan jari tangan. Fontanel posterior akan dilihat proses penutupan setelah umur 2 bulan dan fontanel anterior menutup saat usia 12-18 bulan.
Pengukuran Fontanel dan Sutura Sumber: Wong, DL, 1996
Penatalaksaan
Mata Cara:
1. Lakukan inspeksi daerah mata.
2. Tentukan penilaian ada tidaknya kelainan, seperti:
  • Strabismus (koordinasi gerakan mata yang belum sempurna), dengan cara menggoyang kepala secara perlahan-lahan sehingga mata bayi akan terbuka.
  • Kebutaan, seperti jarang berkedip atau sensitifitas terhadap cahaya berkurang.
  • Sindrom Down, ditemukan epicanthus melebar.
  • Glaukoma kongenital, terlihat pembesaran dan terjadi kekeruhan pada kornea.
  • Katarak kongenital, apabila terlihat pupil yang berwarna putih.
Pemeriksaan Telinga
Cara:
Bunyikan bel atau suara, apabila terjadi reflek terkejutmaka pendengarannya baik, kemdian apabila tidak terjadi refleks maka kemungkinan akan terjadi gangguan pendengaran.

Pemeriksaan Hidung
Cara:
  1. Amati pola pernapasan, apabila bayi bernapas melalui mulut maka kemungkinan bayi mengalami obstruksi jalan napas karena adanya atresia koana bilateral, fraktur tulang hidung, atau ensefalokel yang menojol ke nasofaring. Sedangkan pernapasan cuping hidung akan menujukkan gangguan pada paru.
  2. Amati mukosa lubang hidung, apabila terdapat sekret mukopurulen dan berdarah perlu,dipikirkan adanya penyakit sifilis kongenital dan kemungkinan lain.
Pemeriksaan Mulut
Cara:
  1. Lakukan inspeksi adanya kista yang ada pada mukosa mulut.
  2. Amati warna, kemampuan refieks menghisap. Apabila lidah menjulur keluar dapat dinilai adanya kecacatan kongenital.
  3. Amati adanya bercak pada mukosa mulut, palatum dan pipi bisanya disebut sebagai Monilia albicans.
  4. Amati gusi dan gigi, untuk menilai adanya pigmen.
Pemeriksaan pada Leher
Cara:
Amati pergerakan leher apabila terjadi keterbatasan dalam pergerakannya maka kemungkinan terjadi kelainan pada tulang leher, seperti kelainan tiroid, hemangioma, dan lain-lain.

Pemeriksaan Dada, Paru, dan Jantung
Cara:
1. Lakukan inspeksi bentuk dada:
  • Apabila tidak simetris, kemungkinan bayi mengalami pneumotoraks, paresis diafragma atau hernia diafragmatika.
  • Yernapasan bayi normal pada umumnya dinding dada dan abdomen bergerak secara bersamaan. Frekuensi pernapasan bayi normal antara 40-60 kali per menit, perhitungannya harus satu menit penuh karena terdapat periodic breathing di mana pola pernapasan pada neonatus terutama pada prematur ada henti napas yang berlangsung 20 detik dan terjadi secara berkala.
2. Lakukan palpasi daerah dada, untuk menentukan ada tidaknya fraktur klavikula dengan cara meraba ictus kordis dengan menentukan posisi jantung.
3. Lakukan auskultasi paru dan jantung dc:ngan menggunakan stetoskop untuk menilai frekuensi, dan suara napas/jantung. Secara normal frekuensi denyut jantung antara 120-160 kali per menit. Suara bising sering ditemukan pada bayi, apabila ada suara bising usus pada daerah dada menunjukkan adanya hernia diafragmatika.

Pemeriksaan Abdomen
Cara:
  1. Lakukan inspeksi bentuk abdomen. Apabila abdomen membuncit kemungkinan disebabkan hepatosplenomegali atau cairan di dalam rongga perut, dan adanya kembung.
  2. Lakukan auskultasi adanya bising usus.
  3. Lakukan perabaan hati. Umumnya teraba 2-3 cm di bawah arkus kosta kanan. Limpa teraba 1 cm di bawah arkus kosta kiri.
  4. Lakukan palpasi ginjal, dengan cara atur posisi telentang dan tungkai bayi dilipat agar otot-otot dinding perut dalam keadaan relaksasi. Batas bawah ginjal dapat diraba setinggi umbilikus diantiara garis tc;ngah dan tepi perut. Bagian ginjal dapat diraba sekitar 2-3 cm, adaya peembesaran pada ginjal dapat disebabkan oleh neoplasma, kelainan bawaan atau trombosis vena renalis.
Pemeriksaan Tulang Belakang dan Ekstremitas
Cara:
  1. Letakkan bayi dalam posisi tengkurap, raba sepanjang tulang bclakang untuk mencari ada tidaknya kelainan, seperti skoliosis, meningokel, spina bifida, dan lain-lain.
  2. Amati pcrgerakan ekstremitas. Untuk mengetahui adanya kelemahan, kelumpuhan, dan kelainan bentuk jari.
Pemeriksaan Genetalia
Cara:
  1. Lakukan inspeksi pada genitalia wanita, seperti keadaan labiominora, labio mayora, lubang uretra dan lubang vagina.
  2. Lakukan inspeksi pada genitalia laki-laki, sepe°.rti keadaan penis, ada tidaknya hipospadia (defek di bagian ventral ujung penis atau defek sepanjang penis), dan epispadia (defek pada dorsum penis).
Pemeriksaan Anus dan Rektum
Cara:
  1. Lakukan inspeksi pada anus dan rektum, untuk menilai adanya kelainan atresia ani atau posisi anus.
  2. Lakukan inspeksi ada tidaknya mekonium (umumnya keluar pada 24 jam) apabila ditemukan dalam waktu 48 jam belum keluar maka kemungkinan adanya mekonium plug syndrome, megakolon atau obstruksi saluran pencernaan.
Pemeriksan Kulit
Cara:
  1. Lakukan inspeksi ada tidaknya verniks kaseosa (zat yang bersifat seperti lemak berfungsi sebagai pelumas atau sebagai isolasi panas yang akan menutupi bayi yang c;ukup bulan).
  2. Lakukan inspeksi ada tidaknya lanugo (rambut halus yang terdapat pada punggung bayi). hanugo ini jumlahnya lebih banyak pada bayi kurang bulan dari pada bayi cukup bulan. (Corry S Matondang dkk, 2000)



"
Baca Selengkapnya - Pemeriksaan Fisik Bayi

Penanganan Sampah

Penanganan Sampah
Sampah merupakan suatu bahan yang berasal dari kegiatan manusia dan sudah tidak dipakai atau sudah dibuang oleh manusia. Sampah dibagi menjadi tiga, yaitu sampah padat, cair dan gas. Berdasarkan karakteristiknya, sampah dibagi atas dasar:
1. Kandungan Zat/Kimia
Berdasarkan kandungan zat kimianya sampah terdiri atas sampah anorganik dan sampah organik. Sampah anorganik merupakan sampah tidak membusuk, seperti logam, pecahan gelas, plastik dan sebagainya. Sedangkan sampah organik merupakan sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan.

2. Dapat dan Tidaknya Terbakar
Berdasarkan dapat dan tidaknya terbakar sampah dibagi menjadi dua, yaitu sampah mudah terbakar dan sampah tidak dapat terbakar. Sampah mudah terbakar seperti kertas, karet, plastik, dan lain-lain. Sampah tidak dapat terbakar seperti kaleng bekas, logam atau besi, kaca, dan lain sebagainya.
Selain penggolongan sampah tersebut di atas, sampah juga dapat dikatagorikan berdasarkan sifatnya yakni sifat basah, kering, atau tajam.

PENGELOLAAN SAMPAH
1. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah
Pada tahap ini sampah dikumpulkan berdasarkan kelompoknya, seperti sampah basah sendiri, sampah kering sendiri dan sampah benda tajam tersendiri, selanjutnya dilakukan pengangkutan.

2. Pemusnahan dan Pengelolaan Sampah
Pada tahap ini sampah dimusnahkan atau dikelola dengan cara sebagai berikut: ditanam, yakni dengan memasukkan atau menimbun dalam tanah, dibakar dengan melakukan pembakaran melalui tungku pembakaran dan kemudian dijadikan pupuk, biasanya jenis sampah ini adalah sampah organik, seperti sisa makanan yang dapat membusuk.

"
Baca Selengkapnya - Penanganan Sampah

Penilaian Perkembangan Bayi dan Balita

Penilaian Perkembangan Bayi dan Balita: "
Untuk menilai perkembangan anak pertama yang dapat dilakukan adalah dengan dengan wawancara tentang faktor kemungkinan yang menyebabkan gangguan dalam perkembangan, kemudian melakukan tes skrining perkembangan anak dapat menggunakan (Denver development screening test) DAST, tes IQ atau tes Psikologi lainnya. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah evaluasi terhadap lingkungan anak (interaksi anak selama ini), evaluasi fungsi penglihatan, pendengaran, bicara, bahasa dan pemeriksaan fisik lainnya.

Beberapa tes yang dapat digunakan untuk menilai status perkembangan anak antara lain tes intelegensi Stanford Binet, skala intelegensi Wechsler untuk anak prasekolah dan sekolah, skala perkembangan menurut Gesell (Caesell Infant Scale), skala Bayley (Bayley infant scale of development), tes bentuk geometrik, tes motor visual bender gestalt, tes menggambar orang, tes perkembangan adaptasi sosial, DDST, dan diagnostik perkembangan fungsi munchen tahun pertama. Pada bab ini hanya dibahas tentang cara menilai perkembangan anak menurut HDST II.

Cara Melakukan DDST (Denver Developmental Screening Test)
Tes ini mengalami bc;bc;rapa perkembangan dalam penggunaan, saat ini telah terjadi revisi yang dikenal de;ngan nama DDST II. Penilaian DDST ini meliputi empat faktor diantaranya penilaian terhadap personal sosial, motorik halus, bahasa, dan motorik kasar. Cara melakukan penilaian adalah sebagai bcrikut:
Persiapan Alat:
1. Lembar formulir DDST II
2. Alat bantu atau peraga, seperti benang wol merah, manik-manik, kubus warna mc;rah kuning hijau dan biru, permainan anak bola kecil, bola tenis kertas dan pensil.
Prosedur penilitian:
  1. Tentukan umur anak pada saat pemeriksaan.
  2. Tarik garis pada lembar DDST' II sesuai dengan umur yang telah ditentukan.
  3. Lakukan pengukuran pada anak tiap komponen dengan batasan garis yang ada mulai dari motorik kasar, bahasa, motorik halus, dan personal sosial.
  4. Tentukan hasil penilaian apakah normal, meragukan, dan abnormal dengan gambar di bawah ini.)
  • Keterlambatan (abnormal) apabila tcrdapat 2 kctcrlambatan/lebih pada 2 sektor, atau bila dalam 1 scktar di dapat 2 keterlambatan/lebih ditambah 1 sektor atau lebih terdapat 1 keterlambatan
  • Meragukan apabila 1 sektor terdapat 2 keterlambatan/lebih, atau 1 sektor atau le;bih didapatkan 1 keterlambatan.
  • Dapat juga dengan menentukan ada tidaknya ketc;rlambatan pada masing-masing sektor bila menilai tiap sektor atau tidak menyimpulkan gangguan perkembangan keseluruhan. (Soetjiningsih, 1998)



"
Baca Selengkapnya - Penilaian Perkembangan Bayi dan Balita

Teknik Pemberian Obat

Tehnik Pemberian Obat: "
Pemberian obat kepada pasien dapat dilakukan melalui beberapa cara di antiaranya: oral, parenteral, rektal, vaginal, kulit, mata, telinga dan hidung, dengan menggunakan prinsip lima tepat yakni tepat nama pasien, tepat nama obat, tepat dosis obat, tepat cara pemberian dan tepat waktu pemberian.


Pemberian Obat per Oral
Merupakan cara pemberian obat melalui mulut dengan tujuan mencegah, mengobati, mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat.
Alat dan Bahan:
1. Daftar buku obat/ catatan, jadual pemberian obat.
2. Obat dan tempatnya.
3. Air minum dalam tempatnya.

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Baca obat, dengan berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu dan tepat tempat.
4. Bantu untuk meminumkannya dengan cara:
  • Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol, maka tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam tutup botol dan pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk obat berupa kapsul jangan dilepaskan pembungkusnya.
  • Kaji kesulitan menelan, bila ada jadikan tablet dalam bentuk bubuk dan campur dengan minuman.
  • Kaji denyut nadi dan tekanan darah sebelum pemberian obat yang membutuhkan pengkajian.
5. Catat perubahan, reaksi terhadap pemberian, dan evaluasi respon terhadap obat dengan mencatat hasil pemberian obat.
6. Cuci tangan.

Pemberian Obat via Jaringan Intrakutan
Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit dengan tujuan untuk melakukan tes terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intrakutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian ventral.
Alat dan Bahan:
1. Daftar buku obat/catatan, jadual pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya.
3. Spuit 1 cc:/spuit insulin.
4. Kapas alkohol dalam tempatnya.
5. Cairan pclarut.
7. Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit).
8. Bengkok.
9. Perlak dan alasnya.

Prosedur Kerja:
  1. Cuci tangan.
  2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
  3. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang buka dan ke ataskan.
  4. Pasang perlak/ pengalas di bawah bagian yang disuntik.
  5. Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquadcs (cairan pelarut) kemudian ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc, dan siapkan pada bak injeksi atau steril.
  6. Desinfeksi dengan kapas alkohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan.
  7. Tegangkan dengan tangan kiri atau daerah yang akan disuntik.
  8. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 15-20 derajat dc:ngan permukaan kulit.
  9. Semprotkan obat hingga terjadi gelembung.
  10. Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase.
  11. Catat reaksi pc;mberian.
  12. Cuci tangan dan c:atat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat.

Pemberian Obat Intravena Langsung
Cara memberikan obat melalui vena secara langsung, di antaranya vena mediana cubiti/cephalika (lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher), vena langsung
frontalis/temporalis (kepala), yang bertujuan agar reaksi cepat dan masuk pada pembuluh darah.
Alat dan Bahan:
1. Daftar buku obat/catatan, jadual pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya.
3. Spuit sesuai dengan jenis ukuran.
4. Kapas alkohol dalam tempatnya.
5. Cairan pelarut.
6. Bak injeksi.
7. Bengkok.
8. Perlak dan alasnya.
9. Karet pembendung (torniquet).

Prosedur Kerja:
  1. Cuci tangan.
  2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
  3. Bebaskan daerah yang disuntik dengan cara membebaskan daerah yang akan dilakukan penyuntikan dari pakaian dan apabila tertutup buka atau ke ataskan.
  4. Ambil obat dalam tempatnya dengan spuit sesuai dengan dosis yang akan diberikan. Apabila obat berada dalam bentuk sediaan bubuk, maka larutkan dengan pelarut (aquades steril).
  5. Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan penyuntikan.
  6. Kemudian tempatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi.
  7. Desinfeksi dengan kapas alkohol.
  8. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung (torniquet) pada bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan dengan tangan/minta bantuan atau membendung di atas vena yang akan dilakukan penyuntikan.
  9. Ambil spuit yang berisi obat.
  10. Lakukan penusukkan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah.
  11. Lakukan aspirasi bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan obat hingga habis.
  12. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan pada daerah penusukkan dengan kapas alkohol, dan spuit yang telah digunakan letakkan ke dalam bengkok.
  13. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
  14. Cuci tangan.
Pemberian Obat Intravena Tidak Langsung (via Wadah)
Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan eff:k samping dan mempertahankan kadar terapetik dalam darah.
Alat dan Bahan:
1. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran.
2. Obat dalam tempatnya.
3. Wadah cairan (kantong/botol).
4. Kapas alkohol.

Prosedur Kerja:
  1. Cuci tangan.
  2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
  3. Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
  4. Cari tempat pc:nyuntikan obat pada daerah kantong.
  5. Lakukan dcsinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran.
  6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuiti hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam kantong/wadah c:airan.
  7. Setelah selesai tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kantong cairan dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.
  8. Periksa kecepatan infus.
  9. Cuci tangan.
  10. Catat reaksi pembe°rian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
Pemberian Obat Intravena Melalui Selang
Alat dan Bahan:
1. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran.
2. Obat dalam tcmpatnya.
3. Selang intravena.
4. Kapas alkohol.

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada dacrah selang intra vena.
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran.
6. Lakukan penyuntikan dengan memas.ukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam sdang intra vena.
7. Setelah selesai tarik spuit.
8. Periksa kecepatan infus dan obsc:rvasi reaksi obat.
9. Cuci tangan.
10. Catat obat yang telah diberikan dan dosisnya.

Gambar B.6 Pemberian Obat Melalui Selang Intravena

Pemberian Obat per Intramuskular
Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat pada daerah paha (vastus lateralis), ventrogluteal (dengan posisi berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid). Tujuannya agar absorpsi obat lebih cepat.
Alat dan Bahan:
1. Daftar buku obat/catatan, jadual pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya.
3. Spuit sesuai dengan ukuran, jarum sesuai dengan ukuran: dewasa panjang 2,5-3,75 cm, anak panjang 1,25-2,5 cm.
4. Kapas alkohol dalam tempatnya.
5. Cairan pelarut.
6. Bak injeksi.
7. Bengkok.

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Ambil obat kemudian masukkan kedalam spuit sesuai dengan dosis setelah itu letakkan pada bak injeksi.
4. Periksa tempat yang akan dilakukan penyuntikan (lihat lokasi penyuntikan).
5. Desinfeksi dengan kapas alkohol pada tempat yang akan dilakukan penyuntikan.
6. Lakukan Penyuntikan:
a. Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara anjurkan pasien untuk berbaring telentang dengan lutut sedikit fieksi.
b. Pada ventrogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk miring, tengkurap atau telentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan dalam keadaan fieksi.
c. Pada daerah dorsogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk tengkurap dengan lutut di putar ke arah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan pinggul fieksi dan diletakkan di depan tiungkai bawah.
d. Pada daerah deltoid (lengan atas) dengan cara anjurkan pasien untuk duduk atau bcrbaring mendatar lengan atas fieksi.
7. Lakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus.
8. Setelah jarum masuk lakukan aspirasi spuit bila tidak ada darah semprotkan obat secara perlahan-lahan hingga habis.
9. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik spuit dan tekan daerah penyuntikan dengan kapas alkohol, kemudian spuit yang telah digunakan letakkan pada bengkok.
10. Catat reaksi pemberian, jumlah dosis, dan waktu pemberian.
11. Cuci tangan.

Pemberian Obat via Anus/Rektum
Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui anus atau rektum, dengan tujuan memberikan efek lokal dan sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah feses dan merangsang buang air besar.

Contoh pemberian obat yang memiliki efek lokal seperti obat dulcolac supositoria yang berfungsi secara lokal untuk meningkatkan defekasi dan contoh efek sistemik pada obat aminofilin suppositoria dengan berfungsi mendilatasi bronkus. Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat pada dnding rektal yang melewati sfingter ani interna. Kontra indikasi pada pasien yang mengalami pembedahan rektal.
Alat dan Bahan:
1. Obat suppositoria dalam tempatnya.
2. Sarung tangan.
3. Kain kasa.
4. Vaselin/pelicin/pelumas.
5. Kertas tisu.

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Gunakan sarung tangan.
4. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
5. Oleskan ujung pada obat suppositoria dengan pelicin.
6. Regangkan glutea dengan tangan kiri, kemudian masukkan suppositoria dengan perlahan melalui anus, sfingter anal interna dan mengenai dinding rektal kurang lebih 10 cm pada orang dewasa, 5 cm pada bayi atau anak.
7. etelah selesai tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan tisu.
8. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring telentang atau miring selama kurang lebih 5 menit.
9. Setelah selesai lepaskan sarung tangan ke dalam bengkok.
10. Cuci tangan.
11. Catat obat, jumlah dosis, dan cara pemberian.

Pemberian Obat per Vagina
Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui vagina, yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat dan mengobati saluran vagina atau serviks. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan suppositoria yang digunakan untuk mengobati infeksi lokal.

Alat dan Bahan:
1. Obat dalam tempatnya.
2. Sarung tangan.
3. Kain kasa.
4. Kertas tisu.
5. Kapas sublimat dalam tempatnya.
6. Pengalas.
7. Korentang dalam tempatnya.
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Gunakan sarung tangan.
4. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
5. Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat.
6. Anjurkan pasien tidur dalam posisi dorsal recumbert.
7. Apabila jenis obat suppositoria maka buka pembungkus dan berikan pelumas pada obat.
8. Regangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat sepanjang dinding kanal vaginal posterior sampai 7,5-10 cm.
9. Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orifisium dan labia dengan tisu.
10. Anjurkan untuk tetap dalam posisi kurang lebih 10 menit agar obat bereaksi.
11. Cuci tangan.
12. Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian.

Catatan: apabila menggunakan obat jenis krim, isi aplikator krim atau ikuti petunjuk krim yang tertera pada kemasan, renggangkan lipatan labia dan masukkan aplikator kurang lebih 7,5 cm dan dorong penarik aplikator untuk mengeluarkan obat dan lanjutkan sesuai langkah nomor 8,9,10,11.

Pemberian Obat pada Kulit
Merupakan cara memberikan obat pada kulit dengan mengoleskan bertujuan mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan kulit, mengurangi iritasi kulit, atau mengatasi infeksi. Pemberian obat kulit dapat bermacam-macam seperti krim, losion, aerosol, dan sprei.
Alat dan Bahan:
1. Obat dalam tempatnya (seperti losion, krim,aerosol, sprei).
2. Pinset anatomis.
3. Kain kasa.
4. Kertas tisu.
5. Balutan.
6. Pengalas.
7. Air sabun, air hangat.
8. Sarung tangan.

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Pasang pengalas di bawah daerah yang akan dilakukan tindakan.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Bersihkan daerah yang akan di beri obat dengan air hangat (apabila terdapat kulit mengeras) dan gunakan pinset anatomis.
6. Berikan obat sesuai dengan indikasi dan cara pemakaian seperti mengoleskan, mengompres.
7. Kalau perlu tutup dengan kain kasa atau balutan pada daerah diobati.
8. Cuci tangan.

Pemberian Obat pada Mata
Cara memberikan obat pada mata dengan tetes mata atau salep mata obat tetes mata digunakan untuk persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan cara mendilatasi pupil, untuk pengukuran refraksi lensa dengan cara melemahkan otot lensa, kemudian juga dapat digunakan untuk menghilangkan iritasi mata.
Alat dan Bahan:
1. Obat dalam tempatnya dengan penetes steril atau berupa salep.
2. Pipet.
3. Pinset anatomi dalam tempatnya.
4. Korentang dalam tempatnya.
5. Plestier.
6. Kain kasa.
7. Kertas tisu.
8. Balutan.
9. Sarung tangan.
10. Air hangat/kapas pelembab.

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur posisi pasien dengan kepala menengadah dengan posisi perawat di samping kanan.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembab dari sudut mata ke arah hidung, apabila sangat kotor basuh dengan air hangat.
6. Buka mata dengan menekan perlahan-lahan bagian bawah dengan ibu jari, jari telunjuk di atas tulang orbita.
7. Teteskan obat mata di atas sakus konjungtiva. Setelah tetesan selesai sesuai dengan dosis, anjurkan pasien untuk menutup mata dengan perlahan-lahan, apabila menggunakan obat tetes mata.
8. Apabila obat mata jenis salep pegang aplikator salep di atas pinggir kelopak mata kemudian pencet tube sehingga obat keluar dan berikan obat pada kelopak mata bawah. Setelah selesai, anjurkan pasien untuk melihat ke bawah, secara bergantian dan berikan obat pada kelopak mata bagian atas dan biarkan pasien untuk memejamkan mata dan menggerakkan kelopak mata.
9. Tutup mata dengan kasa bila perlu.
10. Cuci tangan.
11. Catat obat, jumlah, waktu, dan tempat pemberian.

Pemberian Obat pada Telinga
Cara memberikan obat pada telinga dengan tetes telinga atau salep. Obat tetes telinga ini pada umumnya diberikan pada gangguan infeksi telinga khususnya pada telinga tengah (otitis media), dapat berupa obat antibiotik.
Alat dan Bahan:
1. Obat dalam tempatnya.
2. Penetes.
3. Spekulum telinga.
4. Pinset anatomi dalam tempatnya.
5. Korentang dalam tempatnya.
6. Plester.
7. Kain kasa.
8. Kertas tisu.
9. Balutan.

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur posisi pasien dengan kepala miring ke kanan atau ke kiri sesuai dengan daerah yang akan diobati, usahakan agar lubang telinga pasien ke atas.
4. Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas/ke belakang (pada orang dewasa), ke bawah pada anak.
5. Apabila obat berupa tetes, maka teteskan obat pada dinding mencegah terhalang oleh gelembung udara dengan jumlah dengan dosis.
6. Apabila berupa salep maka ambil kapas lidi dan oleskan masukkan atau oleskan pada liang telinga.
7. Pertahankan posisi kepala kurang lebih 2-3 menit.
8. Tutup telinga dengan pembalut dan plester kalau perlu.
9. uci tangan.
10. Catat jumlah, tanggal, dan dosis pemberian.

Pemberian Obat pada Hidung
Cara memberikan obat pada hidung dengan tetes hidung yang dapat dilakukan ada seseorang dengan keradangan hidung (rhinitis) atau nasofaring.
Alat dan Bahan:
1. Obat dalam tempatnya.
2. Pipet.
3. Spekulum hidung.
4. Pinset anatomi dalam tempatnya.
5. Korentang dalam tempatnya.
6. Plester.
7. Kain kasa.
8. Kertas tisu.
9. Balutan .

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur posisi pasien dengan cara:
a. Duduk di kursi dengan kepala menengadah ke belakang.
b. Berbaring dengan kepala ekstensi pada tepi tempat tidur.
c. Berbaring dengan bantal di bawah. bahu dan kcpala belakang.
4. Berikan tetesan obat pada tiap lubang hidung (sesuai dengan Pertahankan posisi kepala tetap tengadah ke belakang selama
5. Cuci tangan.
6. Catat, c:ara, tanggal, dan dosis pemberian obat.
Baca Selengkapnya - Teknik Pemberian Obat

Pengertian Sehat

Pengertian Sehat
Pengertian Sehat Istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati pun seperti kendaraan bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara normal, maka seringkali oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraannya dalam kondisi sehat. Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya merasa segar dan nyaman. Bahkan seorang dokterpun akan menyatakan pasiennya sehat manakala menurut hasil pemeriksaan yang dilakukannya mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara normal. Namun demikian, pengertian sehat yang sebenarnya tidaklah demikian. Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Pengertian sehat tersebut sejalan dengan pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1975 sebagai berikut: Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial. Batasan kesehatan tersebut di atas sekarang telah diperbaharui bila batasan kesehatan yang terdahulu itu hanya mencakup tiga dimensi atau aspek, yakni: fisik, mental, dan sosial, maka dalam UndangUndang N0. 23 Tahun 1992, kesehatan mencakup 4 aspek, yakni: fisik (badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Batasan kesehatan tersebut diilhami oleh batasan kesehatan menurut WHO yang paling baru. Pengertian kesehatan saat ini memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan sebelumnya. Hal ini berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki dunia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja (pensiun) atau usia lanjut, berlaku arti produktif secara sosial. Misalnya produktif secara sosial-ekonomi bagi siswa sekolah atau mahasiswa adalah mencapai prestasi yang baik, sedang produktif secara sosial-ekonomi bagi usia lanjut atau para pensiunan adalah mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfat, bukan saja bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain atau masyarakat. Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat. Itulah sebabnya, maka kesehatan bersifat menyeluruh mengandung keempat aspek. Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut: 1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan
mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
  • Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran. •
  • Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
  • Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
  • Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
  • Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.

"
Baca Selengkapnya - Pengertian Sehat

Faktor Penyebab Gumoh dan Muntah pada Bayi

Faktor Penyebab Gumoh dan Muntah pada Bayi: "
Refleks Menelan Belum Bagus
Bila karena refleks menelannya memang belum bagus, terang Kishore lebih lanjut, ketika makanan ditaruh di bagian depan lidahnya, si bayi berusaha menelannya dengan menjulurkan lidahnya. Namun bukannya bisa masuk, malah makanannya jadi keluar lagi. Seperti halnya bayi mau belajar merangkak, kadang jalannya bukannya maju malah mundur karena koordinasi motoriknya belum bagus. Sementara kalau dia mengisap ASI, tak jadi masalah, karena puting ada di belakang lidahnya.

Refleks menelan ini, akan membaik dengan sendirinya. Tergantung kemampuan masing-masing bayi dalam menelan. Umumnya di atas usia 6 bulan. Jika refleks menelannya belum baik dan bayi belum bisa menelan makanan padat, kita bisa mengatasinya dengan mengencerkan lagi makanannya dengan cara memblender hingga mudah baginya untuk menelan.

Tak Kenal Dengan Makanannya
Jika bayi tak kenal atau tak suka dengan makanannya, baik yang semi padat ataupun padat, tentu akan ditolaknya. “Selama ini makanan yang diterima bayi selalu dalam bentuk cair. Sementara kini dia mulai mendapatkan makanan yang agak kental, semisal bubur susu, atau makanan agak padat, semisal nasi tim.

Bila demikian kejadiannya, pemberiannya harus dimundurkan dengan cara agak diencerkan lagi. “Jangan memaksakan bayi dengan kemauan kita karena akan membuatnya trauma. Bisa jadi setiap kali melihat mangkuk makanan, dia jadi menangis karena takut dijejalkan.”

Rasanya Berbeda
Ada pula bayi yang menolak nasi tim karena rasanya yang berbeda. Jangan lupa, selama 6 bulan pertama, bayi kenalnya hanya rasa manis. Nah, nasi tim tak manis seperti halnya bubur susu, kan? Jadi, ada kemungkinan dia tak suka karena rasanya tak manis. Kalau bayi tak suka karena tak mengenal rasa nasi tim tersebut, bisa diupayakan agar si bayi belajar mengenal rasa. Jadi, rasanya yang harus diubah dan divariasikan. Misal, awalnya nasi tim tersebut diberi tambahan glukosa atau yang paling mudah adalah kecap manis, hingga rasa nasi tim tersebut masih ada manisnya. Semakin lama, kecapnya agak dikurangi hingga
bayi mengenal rasa nasi tim yang lain.

Muntah juga bisa terjadi, misal, karena bayi kekenyangan makan atau minum ataupun karena bayinya mengulet hingga tekanan di perutnya tinggi, akibatnya susunya keluar lagi.

Gangguan Sfingter
Sementara bila karena ada gangguan di saluran cernanya, kita tahu bahwa pada saluran pencernaan itu ada saluran makan (esopnagus), yang berawal dari tenggorokan sampai lambung. pada saluran yang menuju lambung ini ada semacam klep atau katup yang dinamakan sfingter. Fungsinya untuk mencegah keluarnya kembali makanan yang sudah masuk ke lambung.

Umumnya sfingter pada bayi belum bagus dan akan membaik dengan sendirinya sejalan bertambahnya usia. Umumnya di atas usia 6 bulan. Namun, adakalanya di usia itu pun si bayi masih mengalami gangguan. Jadi, sifatnya sangat bervariasi.
Tentunya, kalau sfingter tak bagus, maka makanan yang masuk ke lambung bisa keluar lagi. Gejalanya biasanya kalau pada bayi akan lebih sering gumoh, terutama sehabis disusui. Apalagi bila ia ditidurkan dengan posisi telentang. Begitupun bila setiap kali diberi makanan padat muntah, harus dicurigai sfingter-nya tak bagus. Apalagi bila berat badan bayinya tak naik-naik, misal selama 1-2 bulan.

Kadang ada juga sfingter dengan gangguan, yang disebut hipertropi pylorus stenosis, yaitu adanya otot pylorus yang menebal hingga makanan akan susah turun dari lambung ke usus, akhirnya keluar muntah. Gejalanya, tiap kali diberikan makanan padat akan muntah. Tapi kalau makanan cair tidak. Selain itu, berat badannya pun sulit naik. Jika gangguannya berat, makanan cair pun biasanya tak bisa lewat, hingga menganggu pertumbuhan si bayi karena tak ada penyerapan makanan. Biasanya kalau kejadiannya demikian, harus dilakukan
tindakan operasi secepatnya untuk memperbaiki klepnya hingga saluran makanan dari lambung ke usus bisa jalan dengan lancar.
Namun kalau gangguannya ringan saja, misal, muntahnya jarang dan setelah dilakukan pemeriksaan dengan rontgen atau USG ditemui hipertropi sfingter ringan, berat badan anak tetap naik. Biasanya kalau kasusnya demikian, tindakan operasi bisa ditunda. Diharapkan dengan bertambahnya usia, bayi mulai berdiri tegak hingga makanan lebih mudah turun.

Tips Menghadapi Bayi Muntah
Jika bayi muntah, saran, cepat miringkan tubuhnya, atau diangkat ke belakang seperti disendawakan atau ditengkurapkan agar muntahannya tak masuk ke saluran napas yang dapat menyumbat dan berakibat fatal.

Jika muntahnya keluar lewat hidung, orang tua tak perlu khawatir. “Ini berarti muntahnya keluar. Bersihkan saja segera bekas muntahnya. Justru yang bahaya bila dari hidung masuk lagi terisap ke saluran napas. Karena bisa masuk ke paru- paru dan menyumbat jalan napas. Jika ada muntah masuk ke paru-paru tak bisa dilakukan tindakan apa-apa, kecuali membawanya segera ke dokter untuk ditangani lebih lanjut.”

"
Baca Selengkapnya - Faktor Penyebab Gumoh dan Muntah pada Bayi

Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik

Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik: "
Darah
Pemeriksaan darah merupaka_n pcnwriksaan vang menggunakar7 bahan atau spesimen darah. Beberapa pemeriksaan di bawah ini rnenggunakan spesimen darah, antara lain:
1. SGPT
2. Albuimin
3. Asam Urat
4. Bilirubin (total, direct dan indirect)

5. Estrogen

Pemeriksaan estrogen bertujuan untuk mendeteksi disfungsi ovarium. menopause dan pasca menopause, stres psikogenik. Nilai estrogen meningkar dapat diindikasikan adanya tumor ovarium, adanya kehamilan dan lain¬lain.
Cara:
a. Ambil darah kurang leb:h 5-10 ml dari vena.
b. Masukkan pada tabung atau botol.
c. Berikan label nama dau tanggal.

6. Gas Darah Arteri
Perneriksaan gas daxah arteri bertujuan untuk mendeteksi gangguan keseimbangan asarn-basa yang disceabkan oleh karena gangguan respiratorik atau gangguan metabolik.
Cara:
a. Ambil darah kurang –1-5 ml dari arteri, dengan spuit dan jarum berisikan heparin,
b. Berikan label nama dan tariggal.

7. Gula Darah Puasa
Pemeriksaan gula darah puasa bertu,juan untuk mendeteksi adanya diabetes, atau reaksi hipoglikemik.
Cara:
a. Ambil darah kurang lebih 5-10 ml dari vena.
b. Masukkan ke r3alam tal.rung atau botol.
c. Pt.tasakan rrrakao clar minum 12 jam sebelum pemeriksaan.

8. Gula DarahPostprandia
Pemeriksaan gula darah postpramdial bertujuan untuk mendeteksi adanya diabetes, atau reaksi hipoglikemik, yang dilakukan setelah makan.
Cara:
  • Ambil darah kurang lebih 5-10 ml dari vena setelah 2 jam setelah makan pagi atau siang.
  • Masukkan ke dalam tabung atau botol.
9. Human Chorionic Gonadota-opin (HCG)
Periksaan HCG bertujuam m:tuk mendeteksi adanya kehamilan, karena HCG adalah hormon yang diproduksi oleh plasenta.
C ara:
a. Ambil darah kurang lebih 5-10 rnl dari vena.
b. Masukkan kedalam tabung atau botol.
d. Hindari hemolisis.
e. Berikan label nama dan tanggal.

10. Hematokrit
Pemeriksaan hematokrit bertujuan untuk mengukur konsentrasi sel-sel darah merah dalam darah, yang dapat mendeteksi adanya anemia, kehilangan darah, gagal ginjal kronis, defisiensi vitamin B dan C. Apabila terjadi peningkatan kadar hematokrit dapat diindikasikan adanya dehidrasi, asidosis, trauma, pernbedahan dan lain-lain.
Cara:
a. Ambil darah kurang lebih 7 ml dari vena.
b. Masukkan kedalam tabung atau botol.
c. Berikan label nama dan tanggal.

11. Hemoglobin
Pemeriksaam hemoglobin bertujuan untuk mendeteksi adanya anemia penyakit ginjal. Terjadi peningkatar. diindikasikan adanya dehidrasi, penyakit paru obstruksi menahun, jantung kongestif dan lain-lain.
Cara:
a. Ambil darah kurang lebih 5-20 n
b. Masukkan kedalam tabung atas
c. Hindari hemolisis.
d. Berikan label nama dan tanggal. °frombosit

12. Trombosit
Pemeriksaan trombosit bertujuan untuk mendeteksi adanya trombositopenia yang berhubungan dengan perdarahan, dan trombositosis yang menyebabkan Pemingkatan pembekuan.
Cara:
a. Ambil darah kurang lebih 5 ml dari pena.
b. Masukkan kedalam tabung ataL.i botol.
c. Berikan label nama dan tanggal.

13.Masa tromboplastin parsial (V17= partial tromboplastin time),
masa tromboplastin harsial teraktivasi (APTT = actic)ation partial tromboplastin time). Pcemeriksaan PTT/APTf bertujuan untuk mendeteksi defisiensi faktor pealbekuan kecuali faktor VII, VIII, mendeteksi variasi trombosit, memonitor terapi heparin.
Cara:
a. Ambil darahkurang lebih 7-10 ml dari vena
b. Lakukan pengambaulan 1 jam sebelum pemberian dosisi heparin
c. Masukan ke dalam tabung/botol
d. Berikan label dan nama

14. Pemeriksaan lain yang menggunakan spesimen darah antara lain pemeriksaan kadar elektrolit c(alam darah, masa protombin, progesteron, prolaktin, serum kreatinin, kortisol. kolesterol, T3, T4, dan lain-lain.

Urine
Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan yang menggunakan bahan atau spesimen urine, adapun pemeriksaannya dapat dilakukan antara lain:
1. Asam Urat
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi berbagai kelainan pada penyakit ginjal, eklamsia, keracunan timah hitam, leukemia dengan diet tinggi purin, ulscratif kolitis dan lain-lain.
Cara:
a. Tampung urine 24 jam dan masukkan ke dalam botol atau tabung.
b. Berikan label nama, tanggal pengambilan.

2. Bilirubin
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi penyakit obstruktif saluran empedu, penyakit hepar, kanker hepar, dan lain-lain.
Cara:
a. Gunakan Ictotet.
b. Teteskan urine kurang lebih S tetes.
c. Masukkan tablet dan tambahkan 2 tetes air.
d. Hasil positif jika warna biru atau ungu.
e. Bila mcrah maka hasil negatif.

3. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya kehamilan, mengingat I-ICG adalah hormon yang diproduksi oleh plasenta.
Cara:
a. Anjurkan puasa 8-12 jam cairan.
b. Ambil urine 60 ml kemudian lakukan pengumpulan selam 24 jam.
c. Berikan label nama dan tanggal.

4. Pemeriksaan lain yang menggunakan spesimen urinee antara lain pemeriksaan urobilinogen untuk menentukan kadar kerusakan hepar, penyakit hemolitik dan infeksi berat. Pemeriksaan urinealisis digunakan untuk menentukan adanya berat jenis, kadar glukosa, keton, dan lain-lain. Pemeriksaan kadar protein dalam urine untuk menentukan kadar kerusakan glomerolus. Pemeriksaan pregnadion dalam urine untuk menentukan adanya gangguan dalam menstruasi dan mctnilai adanya ovulasi, serta pemeriksaan lainnya.

Feses
Merupakan pemeriksaan dengan menggunakan bahan feses yang bertujuan untuk mendeteksi adanya kuman seperti kelompok Salmonella, Shigella, Fsherichia coli, Staphilococcus dan lain-lain.
Persiapan dan Pelaksanaan:
  • Tampung bahan dengan gunakan spatel steril.
  • Tempatikan feses dam wadah steril dan ditutup.
  • Fses jangan dicampur dengan urine.
  • Jangan dibcrikan Barium atau minyak mineral yang dapat mc:nghambat pertumbuhan bakteri.
  • Bekan label nama dan tanggal.
Sputum
Pemeriksaan dc;ngan bahan sekrct atau sputum yang bertujuan untuk mendteksi
adanya kuman seperti tubcrkulosis pulmonal, pneumonia baktc:ri, bronkitis kronis, bronkictaksis.
Prsiapan dan Pelaksanaan:
1. Siapkan wadah dalam keadaan stc:ril.
2. Dpatkan sputum pada pagi hari sebelum makan pagi.
3. Ajurkan pasien untuk batuk agar mengcluarkan sputum.
4. Pertahankan agar wadah dalam keadaan tertutup.
5. Bila kultur untuk pemeriksaan BTl1 (bakteri tahan asam) ikuti instruksi yang ada pada botol pcnampung biasanya diperlukan 5-10 cc sputum yang dilakukan secara 3 hari berturut-turut.

PERSIAPAN PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan suatu prosedur diagnosis yang digunakan untuk mcaihat struktur jaringan tubuh atau analisis dari gelombang Doppler, yang pemeriksaannya dilakukan di atas permukaan kulit atau di atas rongga tubuh untuk menghasilkan suatu ultrasound di dalam jaringan.
Ultrasonografi dapat digunakan untuk mendeteksi berbagai kelainan yang ada pada abdomen, otak, kandung kcmih, jantiung, ginjal, hc:par, uterus atau pelvis Selain itu USG juga dapat digunakan untuk membedakan antara kista dan tumor. Yada kehamilan cairan amnion dapat menambah rc[leksi gc;lombang suara dari plasenta dan fetus sehingga dapat mengidentifikasi ukuran, bc;ntuk dan posisi, kemudian dapat mendeteksi pankrcas, limpa, tiroid, dan lain-lain.
Persiapan dan Pelaksanaan:
  1. Lakukan informed consent.
  2. Anjurkan untuk puasa makan dan minum 8-12 jam sebelum pemeriksaan USG aorta abdomen, kandung empcdu, hepar, limpa dan pankreas.
  3. Oleskan jeli konduktif pada permukaan kulit yang akan dilakukan MI.
  4. Transduser dipegang dengan tangan dan gerakkan ke depan dan ke belakang di atas permukaan kulit.
  5. Lakukan antara 10-30 menit.
  6. Remedikasi jarang dilakukan hanya bila pasien dalam keadaan gelisah.
  7. Pasien tidak boleh merokok sebelum pemeriksaan untuk mencegah masukkanya udara.
  8. Bila pada pemeriksaan obstetrik (trimester pertama dan kedua), pelvis dan ginjal pasien dianjurkan untuk minum 4 gelas air dan tidak boleh berkemih sementara untuk trimester ketiga, pemeriksaan pada pasien dilakukan pada saat kandung kemih kosong.
  9. Bila pada otak lepaskan semua perhiasan dari leher dan jepit rambul dari kepala.
  10. Bila pada jantung anjurkan untuk bernapas perlahan dan menahan setelah inspirasi dalam.
Rontgen
Rontgen atau dikenal dengan sinar X merupakan pemeriksaan yang memanfaatkan peran sinar X dalam mendeteksi kelainan pada berbagai organ diantaranya dada, jantung, abdomen, ginjal, ureter, kandung kemih, tengkorak dan rangka, pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan radiasi sinar X yang sedikit karena tingginya kualitas film sinar X dan digunakan untuk melakukan skrining dari berbagai kelainan yang ada pada organ.

Persiapan dan Pelaksanaan:
  1. Lakukan informed consent.
  2. Tidak ada pcmbatasan makanan atau cairan.
  3. Pada dada pelaksanaan f6to dengan posisi PA (posterior anterior) dapat dilakukan dengan posisi berdiri dan f6to AP (anterior posterior) lateral dapat juga dilakukan, baju harus diturunkan sampai ke pinggang, baju kertas atau baju kain dapat digunakan dan perhiasan dapat dilepaskan, anjurkan pasien untuk tarik napas dan menahan napas pada waktu penggambilan f6to sinar X.
  4. Pada jantung f6to PA dan lateral kiri dapat diindikasikan untuk mengevaluasi ukuran dan bentuk jantung, perhiasan pada leher harus dilepaskan, baju diturunkan hirigga ke pinggang.
  5. Pada abdomen pelaksanaan foto harus dilakukan sebelum pemeriksaan IVP, baju harus dilepaskan dan digunakan baju kain/kertas. Pasien tidur telentang dengan tangan menjauh dari tubuh, testis harus dilindungi.
  6. Pada tengkorak, sebelum pelaksanaan foto, penjepit rambut harus dilepaskan, kaca mata gigi palsu sebelum pemeriksaan.
  7. Pada rangka bila dicurigai terdapat fraktur anjurkan puasa, dan imobilisasi pada daerah fraktur.
Pap Smear ( Papanicolaou Smear)
Pap smear merupakan pemeriksaan sitologi yang digunakan untuk mendeteksi adanya kanker serviks atau mendeteksi sel prakanker, mengkaji efek pemberian hormon seks dan respon terhadap kemoterapi dan radiasi.
Persiapan dan Pelaksanaan:
  1. Lakukan informed consent.
  2. Tidak ada pembatasan makanan dan cairan.
  3. Alnjurkan pasien untuk tidak mclakukan irigasi vagina atau memasukkan obat melalui vagina atau melakukan hubungan seks sekurang-kurangnya 24 jam atau sebaiknya 48 jam.
  4. Anjurkan pasien berbaring di meja pcriksa dalam posisi lithotomi.
  5. Spekulum yang sudah dilumasi dengan air mengalir dimasukkan ke vagina.
  6. Spatula kayu bengkok (pap stick) digunakan untuk mengusap serviks, kemudian pindahkan ke kaca mikroskop dan dibenamkan kedalam cairan fiksasi.
  7. Beri label nama dan tanggal.
Mammografi (Mammogram)
Mammografi merupakan pemeriksaan dengan bantuan sinar X yang dilakukan pada bagian payudara untuk mendeteksi adanya kista atau tumor, dan digunakan untuk menilai payudara secara periodik.
Persiapan dan Pelaksanaan:
  1. Lakukan informed consent.
  2. Tidak ada pembatasan cairan dan makanan.
  3. Baju dilepas sampai pinggang dan perhiasan di leher dilepas.
  4. Gunakan pakaian kcertas atau gaun bagian depan terbuka.
  5. Anjurkan pasien untuk duduk dan letakkan payudara satu persatu diatas meja kaset sinar X, saat payudara ditekan pasien akan diminta untiuk menahan napas.
  6. Lalu lakukan pemeriksaan.



"
Baca Selengkapnya - Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber