Pembangunan dibidang kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan nasional. Arahnya yaitu untuk mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional dan untuk mencapai Indonesia sehat secara keseluruhan pada tahun 2010 (Depkes RI, 2003).
Peningkatan derajat kesehatan ditandai dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia dari usia 52 tahun pada tahun 1980 menjadi usia 67 tahun pada tahun 2000 dan bila data ini diproyeksikan pada tahun-tahun yang akan datang, terlihat bahwa populasi lanjut usia di Indonesia akan meningkat dalam jumlah besar (DepKes RI, 2002).
Undang-undang kesehatan No.23 pasal 4 tentang hak dan kewajiban dijelaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal, tidak terkecuali orang yang berusia lanjut salah satu hasil pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah meningkatnya umur harapan hidup. Sejalan dengan hal tersebut akan meningkat pula kelompok lansia di masyarakat. Berdasarkan sensus Biro Pusat Statistik tahun 1990 usia harapan hidup di Indonesia tahun 1971 untuk wanita 48,3 tahun untuk pria 46,6 tahun. Sedangkan tahun 1991 – 1995 diperkirakan meningkat menjadi 63,3 tahun untuk pria dan 66,6 tahun untuk wanita (Depkes RI, 2002).
Lansia yang jumlahnya semakin meningkat ini secara alami akan mengalami perubahan fisik, mental, dan psikososialnya. Menurut Survey Rumah Tangga (RT) tahun 1980 angka kesakitan pada usia 55 tahun ke atas adalah 25,75 dan diharapkan pada tahun 2000 angka ini menurun menjadi 12,3% Survei Kesehatan Nasional (SKN). Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 didapat angka kesakitan pada usia 55 tahun ke atas adalah 15,1% (Depkes RI, 2002).
Pertambahan jumlah lanjut usia di indonesia diprediksikan akan sama dengan balita, yaini kira-kira 19 juta jiwa atau 8,5% jumlah penduduk Indonesia dan akan diperkirakan akan mencapai 11% pada tahun 2020. Keadaan ini akan mempunyai dampak yang luas terhadap struktur sosial, ekonomi dan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia (Nurkusuma, 2003).
Setelah memasuki masa lansia umumnya orang akan mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, energi menurun, gigi banyak yang tanggal, kulit semakin keriput tulang makin rapuh (Zainuddin, 2004)
Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan sercara berlipat ganda (multiple pathology). Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi tubuh, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain (Zainuddin, 2004).
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu penyelarasan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat melelahkan. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang (Aziz, 1999).
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh (Azis, 1999).