Cari Blog Ini

Kunjungan Lansia

Pembangunan dibidang kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan nasional. Arahnya yaitu untuk mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional dan untuk mencapai Indonesia sehat secara keseluruhan pada tahun 2010 (Depkes RI, 2003).
Peningkatan derajat kesehatan ditandai dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia dari usia 52 tahun pada tahun 1980 menjadi usia 67 tahun pada tahun 2000 dan bila data ini diproyeksikan pada tahun-tahun yang akan datang, terlihat bahwa populasi lanjut usia di Indonesia akan meningkat dalam jumlah besar (DepKes RI, 2002).
Undang-undang kesehatan No.23 pasal 4 tentang hak dan kewajiban dijelaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal, tidak terkecuali orang yang berusia lanjut salah satu hasil pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah meningkatnya umur harapan hidup. Sejalan dengan hal tersebut akan meningkat pula kelompok lansia di masyarakat. Berdasarkan sensus Biro Pusat Statistik tahun 1990 usia harapan hidup di Indonesia tahun 1971 untuk wanita 48,3 tahun untuk pria 46,6 tahun. Sedangkan tahun 1991 – 1995 diperkirakan meningkat menjadi 63,3 tahun untuk pria dan 66,6 tahun untuk wanita (Depkes RI, 2002).
Lansia yang jumlahnya semakin meningkat ini secara alami akan mengalami perubahan fisik, mental, dan psikososialnya. Menurut Survey Rumah Tangga (RT) tahun 1980 angka kesakitan pada usia 55 tahun ke atas adalah 25,75 dan diharapkan pada tahun 2000 angka ini menurun menjadi 12,3% Survei Kesehatan Nasional (SKN). Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 didapat angka kesakitan pada usia 55 tahun ke atas adalah 15,1% (Depkes RI, 2002).
Pertambahan jumlah lanjut usia di indonesia diprediksikan akan sama dengan balita, yaini kira-kira 19 juta jiwa atau 8,5% jumlah penduduk Indonesia dan akan diperkirakan akan mencapai 11% pada tahun 2020. Keadaan ini akan mempunyai dampak yang luas terhadap struktur sosial, ekonomi dan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia (Nurkusuma, 2003).
Setelah memasuki masa lansia umumnya orang akan mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, energi menurun, gigi banyak yang tanggal, kulit semakin keriput tulang makin rapuh (Zainuddin, 2004)
Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan sercara berlipat ganda (multiple pathology). Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi tubuh, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain (Zainuddin, 2004).
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu penyelarasan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat melelahkan. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang (Aziz, 1999).
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh (Azis, 1999).
Baca Selengkapnya - Kunjungan Lansia

Faktor-Faktor Penyebab Kurang Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Hamil

Berbagai hasil kajian di Indonesia telah mengakui pentingnya peran seorang ibu dalam membentuk sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Pengaruh ibu terhadap kehidupan seorang anak telah dimulai selama hamil, selama masa bayi dan berlanjut terus sampai anak memasuki usia sekolah. Pada waktu hamil gizi sangat penting untuk pertumbuhan janin yang dikandung. Gizi ibu hamil yang baik diperlukan agar pertumbuhan janin berjalan pesat dan tidak mengalami hambatan. Ibu hamil dengan keadaan kurang gizi yang kronis, mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kematian saat persalinan, perdarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan (Depkes RI, 1996).
Status gizi ibu hamil merupakan salah satu indikator dalam mengukur status gizi masyarakat. Jika masukan gizi untuk ibu hamil dari makanan tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi defisiensi zat gizi. Kekurangan zat gizi dan rendahnya derajat kesehatan ibu hamil masih sangat rawan, hal ini ditandai masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yang disebabkan oleh perdarahan karena anemia gizi dan Kekurangan Energi Kronik (KEK) selama masa kehamilan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII yang berlangsung di Jakarta 17-19 Mei 2004 menyebutkan bahwa salah satu masalah gizi di Indonesia adalah bahwa masih tingginya Angka Kematian bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) dan balita merupakan akibat masalah gizi kronis (Moehji, 2003 : 14).
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu 228 per 100.000 Kelahiran Hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 32 per 1000 Kelahiran Hidup. Menurut data dari Bahan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BBKBN) Provinsi Lampung menyatakan Angka Kematian Ibu di Lampung masih tinggi, Dalam kurun waktu 3 tahun (2003-2005) AKI di Provinsi Lampung mencapai 321 kasus, sedangkan angka kematian bayi (AKB) berjumlah 844 kasus (Dinas Kesehatan Prov. Lampung, 2007).
Berdasarkan data Human Development Indeks (HDI) atau indeks pembangunan manusia tentang AKI di Provinsi Lampung berada pada level yang memprihatinkan. Seharusnya AKI di Lampung di bawah AKI rata-rata nasional karena target penurunan AKI nasional dari 262 menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Sedangkan AKI di Lampung Timur pada tahun 2007 mencapai 21 per 100.000 Kelahiran Hidup (Dinas Kesehatan Kab. Lamtim, 2007).
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya, antara lain : anemia, perdarahan dan berat badan ibu tidak bertambah secara normal, kurang gizi juga dapat mempengaruhi proses persalinan dimana dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, premature, perdarahan setelah persalinan, kurang gizi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, cacat bawaan dan berat janin bayi lahir rendah (Zulhaida, 2005).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurang Energi Kronis (KEK) pada batas LILA 23,5 cm belum merupakan resiko untuk melahirkan Barat Badan Lahir Rendah (BBLR). Sedangkan ibu hamil dengan Kurang Energi Kronis (KEK) pada batas LILA <>
Status gizi ibu hamil dipengaruhi oleh berbagai faktor karena pada masa kehamilan banyak terjadi perubahan pada tubuhnya yaitu adanya peningkatan metabolisme energi dan juga berbagai zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada dalam kandungannya. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah jumlah makanan, beban kerja, pelayan kesehatan, status kesehatan, pendidikan, absorbsi makanan, paritas dan jarak kelahiran, konsumsi kafein, dan konsumsi tablet besi (Soetjiningsih,1995: 103). Apabila dalam masa kehamilan tingkat status gizinya rendah, maka akan mengakibatkan kehamilan yang beresiko untuk mengurangi resiko tersebut dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan faktor penyebab terjadinya status gizi buruk terutama Kurang Energi Kronik (KEK) (Lubis, 2003).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada kehamilan secara global 55 % dimana secara bermakna tinggi pada trimester ketiga dibandingkan dengan trimester pertama dan kedua kehamilan. Dan kebanyakan dari kasus tersebut karena ibu Kurang Energi Kronis (KEK) yang dapat menyebabkan status gizinya berkurang (WHO, 2002).
Baca Selengkapnya - Faktor-Faktor Penyebab Kurang Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Hamil

Faktor-faktor yang mempengaruhi komplikasi persalinan

Tata hukum perkawinan di Indonesia, seperti tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974 pasal 7 mengizinkan terjadinya perkawinan jika sekurang-kurangnya pihak laki-laki telah berusia 19 tahun dan pihak perempuan berusia 16 tahun. Hal ini sering dipergunakan sebagai “pembenar” pelaksanaan perkawinan usia remaja perempuan di bawah 19 tahun pada sebagian masyarakat. Di lain pihak, pada sebagian masyarakat lain, kemajuan teknologi informasi global dengan akses tak terbatas pada media pornografi, mempersulit remaja yang sedang mengalami perubahan fisik bersamaan dengan datangnya masa pubertas. Banyak yang tidak dapat menahan ketertarikan untuk mencoba hubungan seksual dan mulai melakukan hubungan seksual pra-nikah walau pernikahan dilangsungkan pada usia lebih dewasa. Ironisnya, walau hal ini sifatnya sama bagi semua remaja, dampaknya lebih sulit bagi kaum perempuan (Affandi, 1999).
Organisasi Save The Children menyatakan sekitar satu dari sepuluh bayi, dilahirkan oleh ibu remaja. Organisasi ini mengumpulkan data-data dari sekitar 100 negara dan terlihat bahwa ibu-ibu muda ini beresiko meninggal dunia saat mereka hamil atau melahirkan. Banyaknya masalah saat kehamilan dan kelahiran menjadi penyebab angka kematin remaja putri di negara-negara berkembang. Data yang dihimpun organisasi Save the Children menyebutkan remaja putri yang berusia antara 10 hingga 19 tahun, mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar meninggal dunia saat mereka hamil atau melahirkan, bila dibanding perempuan berusia diatas 20 tahunan (BKKBN Prov. Lampung, 2008).
WHO memperkirakan, risiko kematian akibat kehamilan di usia 15-19 tahun dua kali lebih tinggi dibanding perempuan 20-24 tahunan. Sementara risiko pada remaja 10-14 tahun, lima kali lebih tinggi ketimbang perempuan usia 20-tahunan. Penyebab meninggalnya sang ibu muda biasanya komplikasi saat persalinan, akibat naiknya tekanan darah melampaui batas normal, diikuti kejang-kejang, persalinan macet karena besar kepala anak tidak terakomodasi rongga panggul yang belum berkembang sempurna (Anonim, 2008).
Angka kematian ibu di Indonesia belum memiliki data statistik vital yang langsung dapat menghitung Angka Kematian Ibu (AKI). Estimasi AKI dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari saudara perempuan yang meninggal semasa kehamilan, persalinan, atau setelah melahirkan. Meskipun hasil survei menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah turun menjadi 248 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, hal itu perlu ditafsirkan secara hati-hati mengingat keterbatasan metode penghitungan yang digunakan. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan (UNDP, 2008).
Faktor-faktor usia ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi persalinan dikarenakan semakin muda usia ibu saat terjadi persalinan maka semakin besar kemungkinan terjadi komplikasi akibat panggul ibu yang masih sempit serta alat-alat reproduksi yang belum matur, umur kehamilan yang terlalu muda saat persalinan mengakibatkan bayi yang dilahirkan menjadi premature, status perkawinan ibu mempengaruhi psikologis ibu selama proses kehamilan dan persalinan serta keteraturan dalam memeriksakan kehamilan juga mempengaruhi terjadinya komplikasi saat persalinan sebab apabila terjadi kelainan tidak dapat terdeteksi secara dini.

Baca Selengkapnya - Faktor-faktor yang mempengaruhi komplikasi persalinan

Faktor-faktor yang mempengaruhi wanita menghadapi pre menopause

Peningkatan usia harapan hidup bangsa Indonesia diperkirakan mencapai 70 tahun, meningkat terus seiring dengan perbaikan taraf ekonomi dan derajat kesehatan. Usia harapan hidup wanita relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pria, sehingga akan lebih banyak wanita usia lanjut (wulan) dalam penduduk kelompok lanjut usia (lansia), dengan demikian, akan lebih banyak wanita yang mengalami menopause dengan berbagai permasalahannya (Hanafiah, 1999).
Perubahan yang terjadi pada usia menopause terbagi dalam pre menopause berumur antara 40-50 tahun dan menopause berumur 50-65 tahun. Sebagian besar wanita mulai mengalami gejala menopause pada usai 40-an dan puncaknya tercapai pada usia 50 tahun. Usia pre menopause merupakan masa sulit dan rentan dalam kehidupan manusia.. Usia pre menopause adalah peralihan dari masa dewasa kemasa tua, dimana kegelisahan dan kebingungan timbul kembali. Banyak para wanita sukar menerima kenyataan ini bahwa mereka telah memasuki masa tua, walaupun tanggal dan kalender serta bayangan dalam cermin telah mengingatkannya (Hasan, 1996).
Pada tahun 1985 umur harapan hidup wanita Indonesia adalah 52,7 tahun, pada tahun 2000 menjadi mencapai 67 tahun dan pada tahun 2010 sekitar 40 % penduduk Indonesia akan mencapai usia lebih dari 60 tahun dan separuhnya adalah kaum wanita. Bila jumlah penduduk Indonesia 300 juta jiwa (dengan asumsi KB tetap berhasil) maka akan terdapat sekitar 50-60 juta wulan berusia diatas 60 tahun. Wanita yang berusia lebih dari 60 tahun, hampir 100% telah memasuki masa menopause (Kompas, 2001). Apabila melihat data dari WHO tampaknya ledakan menopause pada tahun-tahun mendatang sulit sekali dibendung. WHO memperkirakan di tahun 2030 nanti ada 1,2 milyar wanita yang berusia 50 tahun. Sebagian besar dari mereka (sekitar 80 %) tinggal di negara berkembang (Republika, 2001). Usia lanjut di Indonesia pada tahun 2007 berjumlah 5,53% (Depkes RI, 2007) sedangkan di Lampung pada tahun 2007 mencapai 34,56% di Lampung Timur ada 75.577 jiwa (Depkes Lampung Timur, 2007)
Fakta lapangan menemukan bahwa 75 % wanita yang mengalami menopause akan merasakan berbagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% lainnya tidak mempermasalahkan (Achadiat, 2003). Hal ini menegaskan bahwa umumnya wanita takut menghadapi menopause karena tidak siap menerima kenyataan mengalami menopause, sehingga wanita akan melakukan berbagai cara agar dapat menghambat datangnya menopause. Hal tersebut menyebabkan wanita menjadi cemas, murung, dan menarik diri dari lingkungan sosial ketika mengalami menopause.
Dampak karena tidak siap menerima kenyataan mengalami menopause maka timbul keluhan yang bervariasi tergantung berbagai faktor, sehingga permasalahan pada wanita menopause bervariasi, sebagian berpendapat menopause adalah awal dari kemunduran fungsi kewanitaan secara keseluruhan, yang lain menganggap menopause sebagai bencana di usia senja atau saat yang paling tidak menyenangkan karena datangnya masa menopause ini kadang-kadang akan diikuti dengan perubahan fisik dan psikologis yang menyiksa (Kartono, 1992)
Penelitian Darmasetiawan (1991) tentang sindroma klimakterium di RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta, menemukan bahwa keluhan yang diderita wanita menopause yang terbanyak adalah keluhan gejolak panas 93,4 %, gangguan haid 80,3 %, dan perasaan berdebar-debar 63,9 %. Selanjutnya Tina (1999) dari hasil penelitiannya pada wanita Bugis-Makasar keluhan setelah wanita mengalami menopause adalah cairan vagina berkurang 13,8 %, kulit kering 35,6 %, panas dan berkeringat 31,1 % serta sering pusing 53,3 %. Keluhan setelah menopause juga dikatakan oleh Pangkahila (2000) bahwa wanita menopause akan mengalami dyspareunia atau nyeri senggama 67 %, dan 27 % akan menderita vaginismus. Pada umumnya perubahan yang akan tampak langsung pada masa menopause adalah perubahan fisiologis yaitu terjadi penurunan elastisitas pada kulit, wajah dan payudara, vagina, rambut mulai memutih, suara parau, timbul bintik-bintik kecoklatan dan perubahan-perubahan lainnya.
Menurut Primana (1993) meningkatnya jumlah wanita menopause di Indonesia memerlukan upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan agar wanita menopause sehat, produktif dan mandiri. Upaya itu diantaranya pemberian jaminan kesehatan pada wanita usia lanjut, mendekatkan pelayanan pada wanita usia lanjut misalnya mendirikan Posyandu Usila.
Sebenarnya menopause adalah suatu perubahan alamiah yang pasti akan terjadi pada setiap wanita, namun ada faktor-faktor yang terkait dengan gangguan fisik gangguan psikis sehingga sebagian wanita pre menopause yang kurang mengerti tentang menopause, cenderung memandang menopause dari sudut yang negatif, akibatnya mereka diliputi perasaan cemas dan takut ketika menopause.
Menurut Baziat (2002) ada empat cara untuk mengetahui ada tidaknya kecemasan, yaitu secara koginitif, motorik, somatik, dan afeksi. Secara kognitif, kecemasan dimanifestasikan dalam diri individu menjadi cemas, sulit untuk berkonsentrasi, sulit untuk tidur dan terlalu terpaku pada bahaya yang tidak jelas asalnya. Secara motorik, kecemasan dimanifesatikan ke dalam perilaku gerakan tidak terarah, yang bermula pada gemetaran secara halus kemudian meningkat intensitasnya. Secara somatic, kecemasan dimanifestasikan pernafasan tidak teratur, berdebar-debar, tangan dan kaki dingin, dan sebagainya. Secara afeksi kecemasan dimanifestasikan pada perasaan adanya bahaya yang mengancam dan sangat khawatir dan gelisah yang berlebihan.
Selanjutnya faktor yang memengaruhi wanita pre menopause memenurut Iskandar (1998) dibagi menjadi dua (2) yaitu faktor internal dan eksternal. faktor internal disebabkan oleh perubahan fisik dan kepribadian, faktor eksternal disebabkan dari lingkungan, sedangkan menurut Pitt, B. (1993) disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi wanita pre menopause menghadapi menopause terkait dengan gangguan fisik gangguan psikis, usia, peran istri bagi suami dan peran ibu, daya tarik seksual dan penurunan aktivitas seksual, status kerja.
Baca Selengkapnya - Faktor-faktor yang mempengaruhi wanita menghadapi pre menopause

Perubahan Berat Badan setelah menggunakan Kontrasepsi Suntik

Laju pertambahan penduduk di Indonesia dimasa ini kurang mengembirakan. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2004 mencapai 1,26% sedangkan jumlah kelahiran pertahun 1000 penduduk mencapai 20,02% (Hasil SKDI 2002-2003) Pada tahun 2004 perkiraan jumlah penduduk Indonesia adalah 216 juta jiwa dengan tingkat kepadatan 112 jiwa per km. Dan jumlah penduduk di propinsi Lampung 7.080.000 jiwa (Sumber Pusat Statistik Proyeksi Pendidikan Indonesia per Propinsi 1995-2005). Oleh karena itu pemerintah terus berupaya menekan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Salah satu usaha untuk menanggulangi masalah kependudukan tersebut adah dengan mengikuti program KB yang dimaksudkan untuk membantu pasangan dan perorangan dalam tujuan reproduksi sehat, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan yang berisiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan meningkatkan pemberian ASI untuk menjarangkan kehamilan (ICPD, 1994).
Adanya program KB diharapkan ada keikutsertaan dari seluruh pihak dalam mewujudkan keberhasilan KB di Indonesia. Program KB yang didasarkan pada Undang-undang.Nomor 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan danperkembangan keluarga kecil sejahtera yang serasi dan selaras dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kebijakan operasional dikembangkan berdasarkan empat misi gerakan KB Nasional yaitu pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga, yang selanjutnya secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi pelayanan kesehatn keluarga gerakan KB Nasional (Depkes RI.1999). Sudah lebih dari tiga dasa warsa, program KB telah berjalan dan dilaksanakan dengan baik.Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari menurunnya angka fertilitas yang semula 5,6 per wanita pada tahun 80-an, menjadi 2,6 anak wanita usia subur (SDKI, 2002-2003). Hal ini menunjukan bahwa program KB telah diterima dan membudaya di masyarakat.Pencapaian peserta KB dari waktu kewaktu juga terus meningkat .Pada tahun 1994 peserta KB sebesar 54,7% dan tahun 1997 meningkat menjadi 56.4%yang kemudian meningkat menjadi 60,3%.(SDKI,2002-2003). Dari pencapaian tersebut, masyarakat lebih memilih alat kontrasepasiyang sifatnya praktis dan efektifitas tinggi, seperti pil dan suntik (Hantanto, 2003). Di Indonesia menurut penelitan The National and Economic Survey (1997-1998). Akseptor KB suntik mencapai 21,1% dari total jumlah akseptor KB yang popular dipakai adalah Depo Provera 150 mg. Sedangkan SDKI tahun 2002-2003, kontrsepsi suntik dengan prevalensi 27,8% yang kemudian disusul pil 13,22% sedangkan peserta pria masih relatif rendah yaitu mencapai 2%.
Kontrasepsi hormonal seperti suntik memiliki daya kerja yang lama, tidak membutuhkan pemakaian setiap hari tetapi tetap efektif dan tingkat reversibilitasnya tinggi, artinya kembali kesuburan setelah pamakain berlangsung cepat (FK UNPAD:1996). Namun setiap metode kontrasepsi tentu mempunyai efek samping tersendiri metode hormonal seperti suntik ini umumnya menpunyai efek samping yang berupa gangguan haid, perubahan berat badan, pusing atau sakit kepala dan kenaikan tekanan darah (Hartanto, 2003). Perubahan kenaikan berat badan merupakan kelainan metabolisme yang paling sering dialami oleh manusia. Perubahan kenaikan berat badan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor hormonal yang terkandung dalam kontrasepsi suntik yaitu hormon estrogen dan progesteron.
Baca Selengkapnya - Perubahan Berat Badan setelah menggunakan Kontrasepsi Suntik

Infeksi Saluran pernafasan Atas

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut. Istilah ini diadaptasi dari Bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). “Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut” (Depkes RI, 1995). Pengertian atau batasan masing – masing unsur tersebut adalah sebagai berikut :
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah organ yang dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut, meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

2. Penyebab ISPA
Penyebab ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia (Ditjen PPM dan PLP, 1993). Penularan terjadi melalui udara yang mengandung kuman – kuman penyakit yang masuk ke dalam saluran pernafasan.

3. Penggolongan ISPA
ISPA digolongkan berdasarkan umur penderita yaitu sebagai berikut (Ditjen PPM dan PLP, 1993) :
a. Golongan umur kurang dari 2 bulan (pneumonia berat dan bukan pneumonia)
b. Golongan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun (pneumonia, pneumonia berat dan bukan pneumonia)
Penggolongan bukan pneumonia mencakup kelompok balita penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit ISPA diluar pneumonia antara lain batuk pilek biasa (www.peduli indosiar.com, 2004).

4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala berdasarkan penggolongan ISPA adalah sebagai berikut :
a. Golongan umur kurang dari 2 bulan terbagi atas
1) Pneumonia berat
Termasuk pneumonia berat bila bayi kurang 2 bulan dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit dan disertai nafas cepat serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat.
2) Non pneumonia
Batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah atau tanda bahaya, digolongkan sebagai non pneumonia.
Bayi usia kurang dari 2 bulan mempunyai beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan dalam mengklasifikasi penyakitnya. Mereka dapat jatuh sakit dan mati dalam waktu yang singkat karena terinfeksi bakteri yang serius. Bayi kurang 2 bulan bila menderita pneumonia tidak selalu disertai batuk, dan seringkali hanya disertai tanda – tanda non spesifik seperti kurang mau minum, demam atau suhunya menurun. “Sedikit tarikan dinding dada ke dalam bagi bayi kurang 2 bulan merupakan hal yang biasa karena tulang dinding dadanya masih lembut” (Ditjen PPM dan PLP, 1995).
b. Golongan umur 2 bulan sampai dengan 4 tahun terdiri dari 3 golongan :
1) Pneumonia berat
Bila anak batuk disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik nafas (anak dengan wheezing atau stridor memberikan gejala tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam).
2) Pneumonia
Bila “nafas cepat”, untuk usia 2 bulan sampai dengan 12 bulan yaitu 50 kali permenit atau lebih, usia 1 tahun sampai dengan 4 tahun yaitu 40 kali permenit atau lebih. Anak dengan nafas cepat dan tidak disertai tarikan dinding dada ke dalam diklasifikasikan sebagai pneumonia.
3) Non Pneumonia
Batuk pilek biasa, tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat. “Tanda bahaya” untuk kelompok usia 2 bulan sampai dengan 5 tahun yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, gizi buruk.
Karena itu tanda / gejala yang digunakan dalam klasifikasi dan pengobatan bayi kurang 2 bulan agak berbeda dengan bayi / anak yang lebih besar. Perbedaan ini meliputi perbedaan dalam tanda bahaya. Pada bayi kurang 2 bulan dimasukkan beberapa tanda bahaya lain seperti : “kurang mau minum”, “demam atau teraba dingin”, dan “wheezing”. Bayi kurang 2 bulan tergolong menderita pneumonia berat bila mempunyai tarikan dinding dada kedalam yang kuat. Pada golongan umur 2 bulan – 5 tahun setiap adanya tarikan dinding dada ke dalam (walaupun tidak hebat) sudah bisa digolongkan sebagai pneumonia berat. Batasan untuk nafas cepat pada bayi kurang 2 bulan ialah frekwensi nafasnya 60 kali / menit atau lebih. (Pada bayi kurang 1 tahun batasnya 50 kali / menit, pada anak balita 1 – 5 tahun batasnya 40 kali / menit).

5. Perawatan dan Penanganan ISPA
Bayi / balita yang menderita ISPA perlu mendapat penatalaksanaan dini dengan membawa bayi / balita ke Puskesmas / Rumah Sakit untuk mendapat pengobatan segera. Bayi / balita kurang dari 2 bulan dengan non pneumonia cukup di rawat di rumah, kepada ibunya jelaskan cara – cara merawat bayinya dan ingatkan untuk membawa kembali bayinya bila sakitnya bertambah buruk, nafasnya sulit atau sulit minum. Bayi kurang 2 bulan tanpa pneumonia harus mendapat antibiotika dan tindakan penunjang dirumah.
“Semua pneumonia pada bayi kurang 2 bulan digolongkan sebagai pneumonia berat, dan tidak boleh diobati di rumah, harus segera dirujuk ke Puskesmas / Rumah sakit” (Ditjen PPM dan PLP, 1993).
Baca Selengkapnya - Infeksi Saluran pernafasan Atas

Pengetahuan Ibu tentang ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan “Suatu penyakit Inpeksi yang menyerang saluran pernafasan mulai dari hidung sampai paru – paru dan bersifat akut”. ISPA merupakan masalah kesehatan karena penyakit ISPA merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada golongan usia balita. “Besarnya masalah ISPA ini karena setiap anak diperkirakan mengalami 3 sampai 6 episode penyakit ISPA setiap tahunnya, berarti seorang balita rata – rata mendapat serangan ISPA 3 – 6 kali per tahun” (Depkes, 1995).
Penyakit ISPA sebetulnya meliputi beberapa penyakit yang sebagian besar infeksinya hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Keadaan demikian apabila dibiarkan anak akan menderita radang paru (pnemonia) yang bisa mengakibatkan kematian. Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam mempercepat penurunan angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA adalah melalui Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2.ISPA), dimana Program P2.ISPA ini menitikberatkan upaya pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut pada penyakit pneumonia (Ditjen PPM dan PLP, 1993).
Kejadian ISPA terkait erat dengan pengetahuan tentang ISPA yang dimiliki oleh masyarakat khususnya ibu, karena “ibu sebagai penanggungjawab utama dalam pemeliharaan kesejahteraan keluarga. Mereka mengurus rumah tangga, menyiapkan keperluan rumah tangga, merawat keluarga yang sakit, dan lain sebagainya. Karena itu sangatlah diperlukan adanya penyebaran informasi kepada masyarakat mengenai ISPA agar masyarakat khususnya ibu dapat menyikapi lebih dini segala hal – hal yang berkaitan dengan ISPA itu sendiri. Selain itu program P2ISPA yang dilakukan oleh Depkes sendiri mengupayakan agar istilah ISPA lebih dikenal di masyarakat melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi lainnya.
Penyakit ISPA masih menjadi urutan pertama 10 penyakit terbesar dibeberapa Puskesmas di Indonesia. Hasil SKRT tahun 1997 penyakit ISPA menempati urutan teratas sebagai penyebab utama kematian pada anak berumur dibawah 1 tahun (36,4%).
Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima kasus diantara 1.000 bayi / balita. Berarti, akibat pneumonia, sebanyak 150.000 bayi / balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban per bulan atau 416 kasus sehari atau 17 anak per jam atau seorang bayi / balita tiap lima menit (www.profil medis.com, 2004).
Baca Selengkapnya - Pengetahuan Ibu tentang ISPA

Status Gizi dengan KEP

Salah satu masalah pokok kesehatan di negara sedang berkembang adalah masalah gangguan terhadap kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh kekurangan gizi. Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia zat Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan Kurang Vitamin A (KVA). Penyakit kekurangan gizi banyak ditemui pada masyarakat golongan rentan, yaitu golongan yang mudah sekali menderita akibat kurang gizi dan juga kekurangan zat makanan (Syahmien Moehji, 2003:7).
Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktor-faktor lain menentukan kebutuhan masing-masing orang akan zat gizi. Anak balita (bawah lima tahun) merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering dan sangat rawan menderita akibat kekurangan gizi yaitu KEP.
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi zat energi dan zat protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan atau gangguan penyakit tertentu. Orang yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan anak hanya nampak kurus karena ukuran berat badan anak tidak sesuai dengan berat badan anak yang sehat. Anak dikatakan KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS,1983. KEP ringan apabila BB/U 70% sampai 79,9% dan KEP sedang apabila BB/U 60% sampai 69,9%, % Baku WHO-NCHS tahun 1983 (I Dewa Nyoman Supariasa, 2001:18,131).
Kekurangan gizi merupakan salah satu penyebab tingginya kematian pada bayi dan anak. Apabila anak kekurangan gizi dalam hal zat karbohidrat (zat tenaga) dan protein (zat pembangun) akan berakibat anak menderita kekurangan gizi yang disebut KEP tingkat ringan dan sedang, apabila hal ini berlanjut lama maka akan berakibat terganggunya pertumbuhan, terganggunya perkembangan mental, menyebabkan terganggunya sistem pertahanan tubuh, hingga menjadikan penderita KEP tingkat berat sehingga sangat mudah terserang penyakit dan dapat berakibat kematian (Solihin Pudjiadi, 2003:124).

Faktor penyebab langsung terjadinya kekurangan gizi adalah ketidakseimbangan gizi dalam makanan yang dikonsumsi dan terjangkitnya penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak dan pelayanan kesehatan. Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga serta tingkat pendapatan keluarga (I Dewa Nyoman Supariasa, 2001:13). Faktor ibu memegang peranan penting dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang bergizi dalam keluarga, sehingga berpengaruh terhadap status gizi anak (Soekirman, 2000:26).
Baca Selengkapnya - Status Gizi dengan KEP

Intervensi dalam Antenatal Care

Intervensi dalam pelayanan antenatal care adalah perlakuan yang diberikan kepada ibu hamil setelah dibuat diagnosa kehamilan.
Adapun intervensi dalam pelayanan antenatal care adalah :
a. Intervensi Dasar
1) Pemberian Tetanus Toxoid
a) Tujuan pemberian TT adalah untuk melindungi janin dari tetanus neonatorum, pemberian TT baru menimbulkan efek perlindungan bila diberikan sekurang-kurangnya 2 kali dengan interval minimal 4 minggu, kecuali bila sebelumnya ibu telah mendapatkan TT 2 kali pada kehamilan yang lalu atau pada masa calon pengantin, maka TT cukup diberikan satu kali (TT ulang). Untuk menjaga efektifitas vaksin perlu diperhatikan cara penyimpanan serta dosis pemberian yang tepat.
b) Dosis dan pemberian 0,5 cc pada lengan atas
c) Jadwal pemberian
(1) Bila ibu hamil belum pernah mendapat TT atau meragukan perlu diberikan suntikan TT sedini mungkin (sejak kunjungan yang pertama), sebanyak 2 kali dengan jarak minimal satu bulan. Pemberian TT kepada ibu hamil tidak membahayakan, walaupun diberikan pada kehamilan muda.
(2) Bila ibu pernah mendapatkan suntikan ulang/booster 1 kali pada kunjungan antenatal yang pertama.
2) Pemberian tablet zat besi (Fe)
a) Tujuan pemberian tablet Fe adalah untuk memenuhi kebutuhan Fe pada ibu hamil dan nifas karena pada masa kehamilan dan nifas kebutuhan meningkat.

b) Dimulai dengan pemberian satu tablet sehari dengan segera mungkin, setelah rasa mual hilang, tiap tablet mengandung Fe So4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 mg, minimal masing-masing 90 tablet sebaiknya tidak diminum bersama-sama teh/kopi karena akan mengganggu penyerapan.
3) Pemberian Tablet multivitamin yang mengandung mineral
a) Tujuan pemberian tablet multivitamin yang mengandung mineral adalah untuk memenuhi kebutuhan akan berbagai vitamin dan mineral bagi ibu hamil dan janin/bayi selama hamil dan nifas.
b) Cara pemberian 1 tablet/hari, selama masa kehamilan dan nifas.
(Mochtar R., 1998:73)
4) Penyuluhan bagi ibu hamil
a) Penyuluhan bagi ibu hamil sangat diperlukan, untuk memberikan pengetahuan mengenai kehamilan, pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, perawatan diri selama hamil serta tanda bahaya yang perlu diwaspadai.
b) Prinsip penyuluhan, meliputi :
(1) Memperlakukan ibu hamil dengan sopan dan baik
(2) Memahami, menghargai dan merasa keadaan ibu (status, pendidikan, sosial ekonomi, emosi) sebagaimana mestinya.
(3) Memberikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan sudah dipahami.
(4) Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil contoh dari kehidupan sehari-hari.
(5) Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaan resiko yang dipunyai ibu.
c) Isi penyuluhan meliputi:
(1) Gizi tinggi protein dan tinggi kalori ibu, dianjurkan untuk:
(a) Tidak membatasi jumlah dan jenis makanan
(b) Makan makanan yang bergizi, tinggi kalori dan tinggi protein
(c) Minum lebih banyak dari biasanya (10 gelas)
(Mochtar R., 1998:73)
(2) Perawatan Payudara
Penyuluhan meliputi :
(a) Manfaat perawatan payudara sejak kehamilan 7 bulan
(b) Cara perawatan payudara
(3) Kebersihan diri
Selama hamil, ibu perlu lebih menjaga kebersihan diri, karena dengan adanya perubahan hormonal, maka rongga mulut dan jalan lahir peka terhadap infeksi, ibu perlu mandi dan sikat gigi secara teratur, minimal 2 kali sehari
(4) Istirahat cukup dan mengurangi kerja fisik berat
(5) Senam hamil
Senam hamil yang baik sangat berguna dalam menghadapi persalinan, manfaat senam hamil adalah:
(a) Melatih pernapasan
(b) Melatih alat panggul dan vagina agar lentur/tidak kaku
(c) Melancarkan peredaran darah yang pada kehamilan relatif lamban
b. Intervensi Khusus
Intervensi khusus adalah melakukan khusus yang diberikan kepada ibu hamil sesuai dengan faktor resiko dan kelainan yang ditemukan, meliputi:
1) Faktor resiko, meliputi:
a) Umur
(1) Terlalu muda, yaitu dibawah 20 tahun
(2) Terlalu tua, yaitu diatas 35 tahun
b) Paritas
(1) Paritas 0 (primi gravidarum, belum pernah melahirkan)
(2) Paritas > 3

c) Interval
Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekurang-kurangnya 2 tahun.
d) Tinggi badan kurang dari 145 cm
e) Lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
2) Komplikasi Kehamilan
a) Komplikasi obstetri langsung
(1) Perdarahan
(2) Pre eklamasi/eklamsia
(3) Kelainan letak lintang, sungsang primi gravida
(4) Anak besar, hidramnion, kelainan kembar
(5) Ketuban pecah dini dalam kehamilan.
b) Komplikasi obstetri tidak langsung
(1) Penyakit jantung
(2) Hepatitis
(3) TBC (Tuberkolosis)
(4) Anemia
(5) Malaria
(6) Diabetes militus
c) Komplikasi yang berhubungan dengan obstetri, komplikasi akibat kecelakaan (kendaraan, keracunan, kebakaran) (Mochtar R, 1998:75).
Baca Selengkapnya - Intervensi dalam Antenatal Care

Pentingnya Antenatal Care bagi Ibu Hamil

Berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kebidanan dapat dikembangkan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI) 390/100.000 dan angka kematian perinatal (AKP) 56/100.000 persalinan hidup yang merupakan angka tertinggi di Asean.
Angka kematian perinatal (AKP) dengan cepat dapat diturunkan karena sebagian besar dirawat di rumah sakit, tetapi angka kematian ibu (AKI) memerlukan perjalanan panjang untuk dapat mencapai sasaran yang berarti.
Sebagai negara dengan keadaan geografis yang beraneka dan luas, angka kematian ibu bervariasi antara: 5.800/100.000 sedangkan angka kematian perinatal berkisar antara 25-750/100.000 persalinan hidup.
Untuk dapat mempercepat tercapainya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal disetiap rumah sakit baik pemerintah maupun rumah sakit swasta telah dicanangkan gagasan  untuk meningkatkan pelayanan terhadap ibu dan bayinya melalui RS  sayang bayi dan RS sayang ibu.
Kalau dikaji lebih mendalam bahwa proses kematian ibu mempunyai perjalanan yang panjang sehingga pencegahan dapat dilakukan sejak melakukan “Antenatal Care” (pemeriksaan kehamilan) melalui pendidikan berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, menyusui dan kembalinya kesehatan alat reproduksi, serta menyampaikan betapa pentingnya interval              kehamilan berikutnya sehingga dapat tercapai sumber daya manusia yang diharapkan (Mannabe IBG, 2001:88 – 93).
Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksakan kehamilan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. Tujuannya adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat. Pemeriksaan antenatal dilakukan oleh dokter umum, bidan, perawat bidan dan dukun terlatih (Mochtar, 1998:47).
Secara nasional cakupan K1 (kunjungan pertama kali) ke fasilitas kesehatan adalah 84,54% sedang cakupan K4 adalah 64,06% ini berarti masih terdapat 15,46% ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan ulang ke fasilitas kesehatan (DEPKES RI, 1997).
Baca Selengkapnya - Pentingnya Antenatal Care bagi Ibu Hamil

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber