Cari Blog Ini

Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah digalakan lagi

Rabu, 22 September 2010
Digalakkan Lagi, Pemberian
Makanan Tambahan Anak Sekolah
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah kembali menggalakkan program pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS) dengan alokasi dana hingga Rp 225 miliar. Program yang menjangkau 1,2 juta anak Taman Kanak-Kanak (TK) dan sekolah dasar (SD) itu diharapkan dapat meningkatkan status gizi dan kecerdasan anak.
"Banyak anak pergi ke sekolah dengan perut kosong. Akibatnya anak tidak belajar dengan optimal," kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Muhammad Nuh saat pencanangan program PMTAS di SD Negeri 3 Jayasari Kecamatan Cimarga dan SD Negeri 1 Muara Dua, Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak, Banten, Selasa (21/9).
Pilihan pada kabupaten Lebak, Banten, karena daerah itu memiliki angka partisipasi murni (APM) SD yang cukup rendah sekitar 95 persen. Padahal daerah lain di lingkungan provinsi lain di Banten, APM SD sudah mencapai lebih dari 100 persen.
"Diharapkan APM SD di Lebak sudah lebih dari 100 persen pada tahun 2015," kata M Nuh yang dibenarkan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Eko E Koswara.
Nuh mengatakan, anak TK dan SD harus mengonsumsi makanan yang bergizi tinggi dan berimbang karena mempengaruhi kesehatan dan kemampuan anak dalam menyerap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. "Makanan tambahan ini juga untuk mencegah siswa terkena gizi buruk. Penderita gizi buruk dapat memicu tingginya tingkat putus sekolah karena ketidaknyamanan belajar dan ketahanan fisik anak," tutur M Nuh.
Apalagi, lanjut Mendiknas, tahapan usia TK dan SD merupakan "golden age" atau usia keemasan sehingga perlu mendapat asupan gizi yang baik. "Jika anak belajar tidak mendapatkan asupan gizi yang baik, tentu sangat berdampak terhadap anak sendiri seperti sering mengantuk dan kehilangan konsentrasi belajar," katanya.
Ditambahkan, Kemdiknas mengalokasikan dana Rp 228 miliar untuk program PMTAS hingga tahun 2011. Dananya langsung ditransfer ke rekening sekolah masing-masing.
Dana yang diberikan untuk setiap siswa sebesar Rp 2.250/orang untuk kawasan Indonesia barat dan Rp 2.600/orang untuk kawasan Indonesia timur. "Saya harapkan program ini dapat terus berlanjut, karena manfaatnya yang baru terlihat setelah 6-10 tahun," kata M Nuh.
Ia menjelaskan, penyediaan makanan tambahan akan diberikan dalam bentuk makanan ringan dua sampai tiga kali seminggu selama satu semester 2010. Adapun, penyediaan jenis makanan diserahkan ke masing-masing sekolah.
Namun demikian, ditegaskan Mendiknas, pemberian makanan tambahan tersebut harus memenuhi kriteria gizi dan mengandung 10-20 persen dari kebutuhan kalori dan protein siswa, mengandung energi 300 kilo kalori dan 5 gram protein.
Pemberian makanan tambahan harus berbasis lokal, selain menghidupkan perekonomian daerah sendiri juga mempertahankan jenis makanan khas daerah seperti makanan tiwul, getuk dan lontong. Selain itu juga makanan bervariatif dengan mengandung karbohidrat dan protein.
"Dengan makanan tambahan ini diharapkan menjadikan generasi yang berkualitas," kata Mendiknas menandaskan. (Tri Wahyuni)

Sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=262310
Baca Selengkapnya - Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah digalakan lagi

Disebut Tersangka, Ribka Membantah

Penghilangan Ayat UU Kesehatan

Disebut Tersangka, Ribka Membantah

JAKARTA- Anggota Fraksi PDIP DPR Ribka Tjiptaning dikabarkan menjadi tersangka kasus penghilangan ayat dalam UU Kesehatan yang disahkan beberapa waktu lalu. Namun, Ribka dan DPP PDIP membantah kabar itu.

Penetapan Ribka sebagai tersangka diketahui dari surat Direktorat I/Keamanan & Transnasional Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri kepada H Hakim S Pohan. Hakim adalah pemantau tembakau dari Koalisi Anti Korupsi Ayat Rokok (Kakar), LSM pelapor dugaan tindak pidana penghilangan ayat 2 Pasal 113 UU Kesehatan.

Surat Nomor B/319-DP/VIII/2010/Dit-I tertanggal 24 Agustus itu berisi pemberitahuan perkembangan mengenai hasil penyelidikan atas kasus yang dilaporkan Kakar. Surat tersebut ditandatangani Kanit IV/Dokpol Kombes Agus Sunardi atas nama Direktur I/Keamanan dan Transnasional.

Dalam surat yang kopinya dilansir sejumlah media itu disebutkan bahwa terlapor, yakni Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning dan dua Wakil Ketua Komisi IX DPR, Asiyah Salekan serta Maryani A Baramuli, berstatus tersangka. Penyidik sedang mengajukan permohonan untuk melakukan gelar perkara luar biasa kepada Kepala Biro (Karo) Analisis Bareskrim.

Surat itu juga ditembuskan kepada Karo Analisis serta Pengawas Penyidikan Bareskrim Mabes Polri.

Seperti diberitakan, ayat 2 Pasal 113 UU Kesehatan yang disahkan di DPR hilang saat hendak dijadikan Lembaran Negara. DPR dan Sekretariat Negara berdalih hal itu terjadi karena kesalahan teknis. Namun, sejumlah aktivis menilai ayat tersebut sengaja dihilangkan karena akan merugikan industri rokok.

Ayat yang hilang, namun kini telah dikembalikan pada tempatnya itu berbunyi: ‘’Zat aditif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau padat, cair, dan gas yang bersifat aditif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan atau masyarakat sekelilingnya.’’
Masih Saksi Sementara itu Ribka membantah dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka. Tim hukum PDIP sudah melakukan klarifikasi ke Bareskrim dan Ribka dipastikan tidak berstatus tersangka.

“Tim hukum PDIP sudah mengklarifikasi, bilang bahwa itu tidak benar. Silakan saja dicek lagi. Lagi pula saya belum pernah dipanggil dan diperiksa Mabes Polri,” kata Ribka di Gedung DPR, kemarin.
Dia juga menegaskan, sudah menjelaskan soal ayat tembakau itu ke Badan Kehormatan DPR.

Bantahan juga disampaikan Ketua DPP PDIP Bidang Hukum Trimedya Panjaitan. Dia sudah mengecek ke Mabes Polri dan memastikan bahwa info Ribka menjadi tersangka tidak benar. Dia meminta Mabes Polri memberikan klarifikasi atas penetapan tersangka ketua Komisi IX DPR dan ketua Pansus RUU Kesehatan itu.
‘’Oleh karena itu kami minta Kabareskrim ngomong, klarifikasi ke publik supaya jelas, karena ini masalah penegakan hukum,’’ katanya.

Polri juga membantah kabar penetapan tersangka Ribka. Status Ribka masih sebagai saksi. “Statusnya saksi,” kata Kabareskrim Mabes Polri Komjen Ito Sumardi.

Dia menjelaskan, kasus penghilangan ayat tembakau itu merupakan kasus laporan No 197/III/2010/Bareskrim tanggal 18 Maret 2010. Laporan disampaikan dr Hakim Soripada Harahap yang merupakan mantan anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Demokrat.

Bareskrim sudah meminta keterangan saksi pelapor, sekretariat Komisi IX, sembilan pegawai Depkes, serta melakukan gelar perkara pada 7 September 2010. Penyidik akan melakukan pemeriksaan tambahan pada Irjen Depkes Faiq.
“Sampai saat ini ketiga terlapor belum pernah dipanggil sebagai saksi maupun tersangka karena belum diajukan izin ke Presiden,” jelas Ito. (di,dtc-25)

Sumber: http://suaramerdeka.com/
Baca Selengkapnya - Disebut Tersangka, Ribka Membantah

Pemerintah Tolak Cantumkan Kemiskinan

RAPBN 2011
Pemerintah Tolak Cantumkan Kemiskinan


Rabu, 22 September 2010
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah tidak menanggapi usulan Komisi XI DPR untuk mencantumkan asumsi tingkat kemiskinan dan pengangguran dalam rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara (RUU APBN) 2011.
Seperti diketahui, Komisi XI DPR menganggap asumsi tingkat kemiskinan dan pengangguran penting untuk dicantumkan dalam batang tubuh RUU APBN 2011. Ini terungkap saat pembahasan asumsi makro rancangan APBN 2011 oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo dan Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa (21/9).
"Kami masih mendalami dan mengkaji. Tapi, kalau dimasukkan dalam batang tubuh UU APBN, pemerintah sulit mendukung," kata Menkeu Agus Martowardojo.
Menurut dia, penolakan pemerintah ini dikarenakan pembahasan mengenai tingkat kemiskinan dan pengangguran telah dicantumkan dalam rencana kerja pemerintah (RKP). Dalam hal ini, RKP merupakan lampiran dalam RUU APBN 2011.
"Jadi, kami sampaikan target-target pencapaian pengurangan kemiskinan dan pengangguran di RKP. Ini bagian yang tidak terpisahkan dari UU APBN," ujarnya.
Menkeu sendiri masih berpendapat asumsi-asumsi makro yang seharusnya dibahas dalam RAPBN 2011, antara lain pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, nilai tukar kurs rupiah terhadap dolar AS, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tiga bulan, serta harga dan produksi riil (lifting) minyak.
Pemerintah mengusulkan asumsi makro RAPBN 2011, antara lain pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, nilai tukar Rp 9.300 per dolar AS, inflasi 5,3 persen, suku bunga SBI tiga bulan 6,5 persen, harga minyak ICP 80 dolar AS per barel, dan lifting 0,970 juta liter per hari.
"Ini sebagai dasar menyusun besaran angka dalam APBN. Namun, terkait angka kemiskinan dan pengangguran agak sulit," tutur Agus.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengganggap asumsi tingkat kemiskinan dan pengangguran perlu dicantumkan dalam RUU APBN 2011. Ini karena sasaran akhir dari APBN untuk menyejahterakan rakyat.
"Sasaran akhir APBN adalah menyejahterakan rakyat, dan pemerintah tidak mau ada angka pasti yang ingin dicapai di 2011," ujarnya.
Harry Azhar Azis juga mengusulkan agar garis kemiskinan disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi. "Bagaimana kita dorong angkanya sesuai dengan pertumbuhan ekonomi (2011), yaitu 6,3 persen. Bisa tidak," ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait berpendapat agar asumsi tersebut dimasukkan dalam RAPBN 2011. Ini dilakukan agar ukuran serta paramater pemerintah dan DPR bisa disamakan, khususnya dalam menyikapi angka kemiskinan dan pengangguran.
"Ada penelitian bahwa 1 persen angka pertumbuhan ekonomi tidak sama dengan (penciptaan lapangan pekerjaan untuk) 400.000 jiwa. Ini harus saya sampaikan apa adanya agar tidak salah mengerti. Ini juga supaya jangan pemerintah disalahkan karena ukuran tidak sama. Alangkah baiknya ukuran pemerintah dan DPR sama serta dengan parameter sama. Kalau tidak, maka repot," katanya.
Di sisi lain, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Andi Rahmat mengusulkan agar pemerintah menaikkan garis kemiskinan untuk mengurangi lebarnya jurang ketimpangan sosial. "Saya usul ukuran garis kemiskinan per kapitanya kita naikkan. Jadi, jangan Rp 155.000 lagi per bulan (untuk makanan)," katanya.
Menurut dia, pengeluaran untuk makanan sebesar Rp 5.000 per hari per orang sudah tidak realistis. Sementara harga bahan pangan, seperti beras, sudah jauh lebih tinggi melampaui angka tersebut. "Apa Rp 5.000 per hari itu cukup? Harga beras saja sekarang sudah Rp 7.000 per kilogram," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan menjelaskan, kategori orang miskin adalah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan 2.100 kilo kalori per hari atau sekitar Rp 155.615 per bulan. ini berarti sekitar Rp 5.000 per hari secara rata-rata nasional. Adapun kebutuhan dasar minimal untuk nonmakanan, seperti biaya bahan bakar, pendidikan, dan kesehatan, sekitar Rp 56.000 per bulan. "Jadi garis kemiskinan adalah pengeluaran Rp 212.000 per bulan per orang. Ini rata-rata nasional," ujarnya.
Berdasarkan ketentuan ini, pada Maret 2010 terdapat sekitar 31 juta orang miskin dari 237 juta penduduk Indonesia atau 13,3 persen. BPS menghitung garis kemiskinan tertinggi terjadi di Provinsi DKI Jakarta, yaitu Rp 331.000 per bulan per orang. Sementara beberapa daerah yang garis kemiskinannya di atas Rp 250.000 atau di atas rata-rata nasional, antara lain Provinsi Aceh Rp 278.000, Riau Rp 256.000, Bangka-Belitung Rp 286.000, dan Kepulauan Riau Rp 300.000.
"Jawa tengah cukup moderat, yaitu di bawah Rp 200.000, tepatnya Rp 192.000. Jadi, orang hidup di Aceh lebih sulit daripada di Yogyakarta," tuturnya.
Di lain pihak, peneliti Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latief Adam mengatakan, program penuntasan kemiskinan masih memiliki kelemahan. Ini akibat efektivitas anggaran negara dalam menurunkan angka kemiskinan yang semakin berkurang. Ini merupakan hasil penelitian LIPI pada periode 2000-2004 bahwa setiap kenaikan 1 persen anggaran mampu menurunkan 0,4 persen kemiskinan. Namun, pada 2005-2009 justru menurun menjadi 0,06 persen.
"Artinya, pada periode 2005-2009, semakin tidak efektif anggaran pengentasan kemiskinannya. Ini terjadi karena program-program yang ada tidak disesuaikan dengan political will (kebijakan politik) yang jelas," ujarnya. (Indra/Andrian)

Sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=262311
Baca Selengkapnya - Pemerintah Tolak Cantumkan Kemiskinan

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber