Cari Blog Ini

Down’s Syndrome

I. KONSEP DASAR
A. Pengertian

Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara 700 bayi. Mongolisma (Down’s Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri.

Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.

Down Syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan down syndrom dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Synrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebiha kromosom x. Syndrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal.95 % kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.

B. Etiologi

Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :

1. Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )

2. Translokasi kromosom 21 dan 15

3. Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )

Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom (Kejadian Non Disjunctional ) adalah :

1. Genetik

Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan syndrom down.

2. Radiasi

Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan ank dengan syndrom down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.

3. Infeksi Dan Kelainan Kehamilan

4. Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu

Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.

5. Umur Ibu

Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non dijunction” pada kromosom. Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon danpeningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selam menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh.

6. Umur Ayah

Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.

C. Gejala Klinis

Berat badan waktu lahir dari bayi dengan syndrom down umumnya kurang dari normal.

Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :

1. Sutura Sagitalis Yang Terpisah

2. Fisura Palpebralis Yang Miring

3. Jarak Yang Lebar Antara Kaki

4. Fontarela Palsu

5. “Plantar Crease” Jari Kaki I Dan II

6. Hyperfleksibilitas

7. Peningkatan Jaringan Sekitar Leher

8. Bentuk Palatum Yang Abnormal

9. Hidung Hipoplastik

10. Kelemahan Otot Dan Hipotonia

11. Bercak Brushfield Pada Mata

12. Mulut Terbuka Dan Lidah Terjulur

13. Lekukan Epikantus (Lekukan Kulit Yang Berbentuk Bundar) Pada Sudut Mata Sebelah Dalam

14. Single Palmar Crease Pada Tangan Kiri Dan Kanan

15. Jarak Pupil Yang Lebar

16. Oksiput Yang Datar

17. Tangan Dan Kaki Yang Pendek Serta Lebar

18. Bentuk / Struktur Telinga Yang Abnormal

19. Kelainan Mata, Tangan, Kaki, Mulut, Sindaktili

20. Mata Sipit

Gejala-Gejala Lain :

1. Anak-anak yang menderita kelainan ini umumnya lebih pendek dari anak yang umurnya sebaya.

2. Kepandaiannya lebih rendah dari normal.

3. Lebar tengkorak kepala pendek, mata sipit dan turun, dagu kecil yang mana lidah kelihatan menonjol keluar dan tangan lebar dengan jari-jari pendek.

4. Pada beberapa orang, mempunyai kelaianan jantung bawaan.

Juga sering ditemukan kelainan saluran pencernaan seperti atresia esofagus (penyumbatan kerongkongan) dan atresia duodenum, jugaa memiliki resiko tinggi menderita leukimia limfositik akut. Dengan gejala seperti itu anak dapat mengalami komplikasi retardasi mental, kerusakan hati, bawaan, kelemahan neurosensori, infeksi saluran nafas berulang, kelainan GI.

D. Komplikasi

1. Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)

2. Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).

E. Penyebab

1. Pada kebanyakan kasus karena kelebihan kromosom (47 kromosom, normal 46, dan kadang-kadang kelebihan kromosom tersebut berada ditempat yang tidak normal)

2. Ibu hamil setelah lewat umur (lebih dari 40 th) kemungkinan melahirkan bayi dengan Down syndrome.

3. Infeksi virus atau keadaan yang mempengaruhi susteim daya tahan tubuh selama ibu hamil.

F. Patofisiologi

Penyebab yang spesifik belum diketahiui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperjirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non-disjunction” pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses menua.

G. Prognosis

44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.

Anak syndrom down akan mengalami beberapa hal berikut :

1. Gangguan tiroid

2. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa

3. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea

4. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan danperubahan kepribadian)

H. Pencegahan

1. Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.

2. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau yang dikenal juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.
I. Diagnosis

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachyaphalic” sutura dan frontale yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebar. Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya translokasi kromosom. Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili karionik, dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan syndrom down. Bila didapatkan janin yang dikandung menderita sydrom down dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tua.

Pada anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang berlebih ( 3 kromosom ) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21. Adanya kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik ( kelainan tulang ), SSP ( penglihatan, pendengaran ) dan kecerdasan yang terbatas.

J. Penatalaksanan

1. Penanganan Secara Medis

a. Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down terdapat gangguan pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.

b. Penyakit jantung bawaan

c. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.

d. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.

e. Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurolugis.

2. Pendidikan

a. Intervensi Dini

Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.

b. Taman Bermain

Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya.

c. Pendidikan Khusus (SLB-C)

Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.

3. Penyuluhan Pada Orang Tua

II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Selama Masa Neonatal Yang Perlu Dikaji :
a. Keadaan suhu tubuh terutama masa neonatal

b. Kebutuhan nutrisi / makan

c. Keadaan indera pendengaran dan penglihatan

d. Pengkajian tentang kemampuan kognitif dan perkembangan mental anak

e. Kemampuan anak dalam berkomunikasi dan bersosialisasi

f. Kemampuan motorik

g. Kemampuan keluarga dalam merawat anak denga syndrom down terutama tentang kemajuan perkembangan mental anak

4. Pengkajian terhadap kemampuan motorik kasar dan halus

5. Pengkajian kemampuan kognitif dan perkembangan mental

6. Pengkajian terhadap kemampuan anak untuk berkomunikasi

7. Tes pendengaran, penglihatan dan adanya kelainan tulang

8. Bagaimana penyesuaian keluarga terhadap diagnosis dan kemajuan perkembangan mental anak.

B. Diagnosa

1. Perubahan nutrisi (pada neonatus) : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur dan palatum yang tinggi.

2. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kemampuan pendengaran yang berkurang.

3. Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor finansial yang dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak normal.

4. Kurangnya interaksi sosial anak berhubungan dengan keterbatasan fisik dan mental yang mereka miliki.

5. Defisit pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan perawatan anak syndrom down.

C. Implementasi

1. Berikan nutrisi yang memadai

§ Lihat kemampuan anak untuk menelan

§ Beri informasi pada orang tua cara yang tepat / benar dalam memberi makanan yang baik

§ Berikan nutrisi yang baik pada anak dengan gizi yang baik

2. Anjurkan orang tua untuk memeriksakan pendengaran dan penglihatan secara rutin

3. Gali pengertian orang tua mengenai syndrom down

§ Beri penjelasan pada orang tua tentang keadaan anaknya

§ Beri informasi pada orang tua tentang perawatan anak dengan syndrom down

4. Motivasi orang tua agar :

§ Memberi kesempatan anak untuk bermain dengan teman sebaya agar anak mudah bersosialisasi

§ Memberi keleluasaan / kebebasan pada anak unutk berekspresi

5. berikan motivasi pada orang tua agar memberi lingkunga yang memadai pada anak

§ Dorong partisipasi orang tua dalam memberi latihan motorik kasar dan halus serta pentunjuk agar anak mampu berbahasa

§ Beri motivasi pada orang tua dalam memberi latihan pada anak dalam aktivitas sehari-hari.
D. Evaluasi

1. Tidak ada kesulitan dalam pemberian makan pada anak Anak sehingga anak mendapat nutrisi yang cukup dan adekuat

2. Pendengaran dan penglihatan anak dapat terdeteksi sejak dini dan dapat dievaluasi secara rutin

3. Keluarga turut serta aktif dalam perawatan anak syndrom down dengan baik

4. Anak mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik sehingga anak dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain tidak merasa minder.
Baca Selengkapnya - Down’s Syndrome

Retardasi Mental

A. Definisi

Terdapat berbagai macam definisi mengenai retardasi mental. Menurut WHO (dikutip dari Menkes 1990), retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi. Carter CH (dikutip dari Toback C.) mengatakan retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidak­mampuan individu untuk belajar dan beradapsi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal. Menurut Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi iritelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Fungsi intelektual umum dibawah normal

2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial

3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.

B. Klasifikasi

Menurut nilai IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan sebagai berikut (dikutip dari Swaiman 1989):

Nilai IQ

Sangatsuperior 130 atau lebih

Superior 120-129

Diatas rata-rata 110-119

Rata-rata 90-110

Dibawah rata-rata 80-89

Retardasi mental borderline 70-79

Retardasi mental ringan (mampu didik) 52-69

Retardasi mental sedang (mampu latih ) 36-51

Retardasi mental berat 20-35

Retardasi mental sangat berat dibawah 20

Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan masih mampu didik, retardasi mental tipe sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental tipe berat dan sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya. Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi:

1. Tipe klinik

Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini, karena kelainan fisis maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita retardasi mental tipe klinik ini cepat mencari pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya

2. Tipe sosio budaya

Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat men­gikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasi enam jam. Karena begitu rnereka keluar sekolah, mereka dapat bermain seperti anak­anak yang normal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah. Para orang tua dari anak tipe ini tidak melihat adanya ketainan pada anaknya, mereka mengetahui kalau anaknya retardasi dari gurunya atau dari psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali tidak naik kelas. Pada urnumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan retardasi mental ringan.

C. Etiologi

Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.

Faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental

1. Non Organik

- Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis

- Faktor sosiokultural

- Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik

- Penelantaran anak

1. Organik

a. Faktor prakonsepsi

- Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neuro­cutaneos, dll.)

- Kelainan kromosom (X-linked, translokasi, fragile-X) - Sindrom polygenic familial

b. Faktor pranatal

- Gangguan pertumbuhan otak trimester I

- Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III

c. Faktor perinatal

- Sangat prematur

- Asfiksia neonatorum

- - Trauma lahir: perdarahan intra kranial

- - Meningitis

- Kelainan metabolik:hipoglikemia, hiperbilirubinemia

d. Faktor post natal

- Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat

- Neuro toksin, misalnya logam berat

- CVA (Cerebrovascularaccident) - Anoksia, misalnya tenggelam

- Metabolik

- Infeksi

D. Manifestasi klinis :

§ Gangguan Kognitif

§ Lambatnya ketrampilan dan bahasa

§ Gagal melewati tahap perkembangan utama

§ Kemungkinan lambatnya pertumbuhan

§ Kemungkinan tonus otot abnormal

§ Terlambatnya perkembangan motorik halus dan kasar

E. Gejala Klinis

Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu (Swaiman, 1989):

1. Kelainan pada mata

2. Kejang

3. Kelainan kulit

4. Kelainan rambut

5. Kepala

6. Perawakan pendek

7. Distonia

Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:

1. Retardasi mental ringan

Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental. Kebanyakan dari mereka ini termasuk dalam tipe sosial budaya, dan diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik kelas. Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat diajar baca tulis bahkan bisa sampai ketas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampil­an tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti orang dewasa yang normal.

2. Retardasi mental sedang

Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental, rnereka ini mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai klas 2 SD saja, tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu misalnya pertukangan, pertanian, dll. dan apabila bekerja nanti mereka ini perlu pengawasan.

3. Retardasi mental berat.

Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini. Diagnosis mudah ditegakkan ,secara diru, karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlam­batan perkembangan rnotorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk tipe klinik. Mereka dapat dilatih higiene dasar saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih ketrampilan kerja, dan memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.

4. Retardasi mental sangat berat.

Kelompok ini sekitar 1 % dan termasuk dalam tipe klinik. Diagnosis dini mudah di­buat karena gejala bask mental dan fisik sangat jelas. Kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka ini seluruh hidupnya tergantung pada orang disekitarnya.

F. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita retar­dasi mental, yaitu (Shonkoff JP, 1992):

1. Kromosomal kariotipe

2. EEG (Elektro Ensefalogram)

3. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)

4. Titer virus untuk infeksi kongenital

5. Serum asam urat (Uric acid serum)

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Medis :

1. Psikostimulan untuk anak yang menunjukkan gangguan konsentrasi/ hiperaktif

2. Obat Psikotropika (untuk anak dengan perilaku yg membahayakan diri)

3. Antidepresan, dll

Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental adalah multidimensi dan sangat individual. Tetapi perlu diingat bahwa tidak setiap anak penanganan multidisiplin meru­pakan jalan yang terbaik. Sebaiknya dibuat rancangan suatu strategi pendekatan bagi setiap anak secara individual untuk mengembangkan potensi anak tersebut seoptimmal mungkin. Untuk itu perlu melibatkan psikolog untuk menilai perkembangan mental anak terutama kemampuan kognitifnya, dokter anak untuk memeriksa fisik anak, mengana­lisis penyebab, dan mengobati penyakit atau kelainan yang mungkin ada. Juga kehadiran pekerja sosial kadang-kadang diperlukan untuk menilai situasi keluarganya. Atas dasar itu maka dibuatlah strategi terapi. Sering kali melibatkan lebih banyak ahli lagi, misal­nya ahli saraf bila anak juga menderita epilepsi, palsi serebral, dll. Psikiater, bila anak­nya menunjukkan kelainan tingkah laku atau bila orang tuanya membutuhkan dukungan terapi keluarga. Ahli rehabilitasi medis, bila diperlukan untuk merangsang perkem­bangan motorik dan sensoriknya.

H. Prognosis

Retardasi mental yang diketahui penyakit dasarnya, biasanya prognosisnya lebih baik. Tetapi pada umumnya sukar untuk menemukan penyakit dasarnya. Anak dengan retardasi mental ringan, dengan kesehatan yang baik, tanpa penyakit kardiorespirasi, pada umumnya umur harapan hidupnya sama dengan orang yang normal. Tetapi sebaliknya pada retardasi mental yang berat dengan masalah kesehatan dan gizi, sering meninggal pada usia muda.

I. Pencegahan

1. Imunisasi bagi anak dan ibu sebelum kehamilan

2. Konseling perkawinan

3. Pemeriksaan kehamilan rutin

4. Nutrisi yang baik

5. Persalinan oleh tenaga kesehatan

6. Memperbaiki sanitasi dan gizi keluarga

7. Pendidikan kesehatan mengenai pola hidup sehat

8. Program mengentaskan kemiskinan, dll

J. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian :

a. Tanda dan gejala :

§ Mengenali sindrom seperti adanya DW atau mikrosepali

§ Adanya kegagalan perkembangan yang merupakan indikator RM seperti anak RM berat biasanya mengalami kegagalan perkembangan pada tahun pertama kehidupannya, terutama psikomotor; RM sedang memperlihatkan penundaan pada kemazttpuan bahasa dan bfcara, dengan kemampuan motorlk normal-iambat, biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun; RM ringan biasanya terjadi pada usia sekolah dengan memperlihatkan kegagalan anak untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

§ Gangguan neurologis yang progresif

b. Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan Kaplan; Sadock dan Grebb,1994)

§ Ringan (IQ 52-69; umur mental 8-12 tabun)

§ Sedang

§ Berat

§ Sangat Berat

2. Perneriksaan fisfk :

§ Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)

§ Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat berubah

§ Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll

§ Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, coping melengkung ke atas, dll

§ Mulut : bentuk "V" yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung tinggi

§ Geligi : odontogenesis yang tdk normal

§ Telinga : keduanya letak rendah; d1l

§ Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia

§ Leher : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna

§ Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll

§ Dada & Abdomen: tdp beberapa putting, buncit, d1l Genitalia: mikropenis, testis tidak turun, dll

§ Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk

3. Pemeriksaan penunjang

§ Pemeriksaan kromosom

§ Pemeriksaan urin, serum atau titer virus

§ Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.

4. Diagnosis keperawatan :

§ Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kelainan fs. Kognitif

§ Gangguan komunikasi verbal b.d kelainan fs, kognitif

§ Risiko cedera b.d. perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik

§ Gangguan interaksi sosial b.d. kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial

§ Gangguan proses keluarga b.d. memiliki anak RM

§ Defisit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik/kurangnya kematangan perkembangan d1l

5. Intervensi:

1) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak

2) Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal.

3) Berikan perawatan yang konsisten

4) Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi takdl

5) Berikan intruksi berulang dan sederhana

6) Berikan reinforcement positif atas basil yang dicapai anak

7) Dorong anak melakukan perawatan sendiri

8) Manajemen perilaku anak yang sulit
Baca Selengkapnya - Retardasi Mental

ASKEP STRIKTUR URETRA

PENGERTIAN
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan perut dan kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)
Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya uretra. (C. Long , Barbara;1996 hal 338)

B. PENYEBAB
Striktur uretra dapat terjadi secara:
a. Kongenital
Striktur uretra dapat terjadi secara terpisah ataupun bersamaan dengan anomali saluran kemih yang lain.

b. Didapat.
a. Cedera uretral (akibat insersi peralatan bedah selama operasi transuretral, kateter indwelling, atau prosedur sitoskopi)
b. Cedera akibat peregangan
c. Cedera akibat kecelakaan
d. Uretritis gonorheal yang tidak ditangani
e. Infeksi
f. Spasmus otot
g. Tekanan dai luar misalnya pertumbuhan tumor
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468 dan C. Long , Barbara;1996 hal 338)

C. MANIFESTASI KLINIS
a. Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang
b. Gejala infeksi
c. Retensi urinarius
d. Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)

Derajat penyempitan uretra:
a. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.
b. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra.
c. Berat: oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Ada derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 )

D. PENCEGAHAN
Elemen penting dalam pencegahan adalah menangani infeksi uretral dengan tepat. Pemakaian kateter uretral untuk drainase dalam waktu lama harus dihindari dan perawatan menyeluruh harus dilakukan pada setiap jenis alat uretral termasuk kateter.
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)

E. PENATALAKSANAAN
a. Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat pemasangan kateter
b. Medika mentosa
Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri.
Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi.
c. Pembedahan
- Sistostomi suprapubis
- Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
- Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau otis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke dalam buli–buli jika striktur belum total. Jika lebih berat dengan pisau sachse secara visual.
- Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa pemotonganjaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih baik.
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.
b. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli.
c. BUN/kreatin : meningkat
d. Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi.
e. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi
f. Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)

G. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD ( efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala: penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekurnsi berkemih
Tanda: adanya masa/sumbatan pada uretra
3. Makanan dan cairan
Gejala; anoreksia;mual muntah, penurunan berat badan
4. Nyeri/kenyamanan
Nyeri suprapubik
5. Keamanan : demam
6. Penyuluhan/pembelajaran
(Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Nyeri b.d insisi bedah sitostomi suprapubik
Tujuan : nyeri berkurang/ hilang
Kriteria hasil:
a. Melaporkan penurunan nyeri
b. Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks
Intervensi:
a. Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor pencetus dan penghilang nyeri
b. Kaji tanda nonverbal nyeri ( gelisah, kening berkerut, mengatupkan rahang, peningkatan TD)
c. Berikan pilihan tindakan rasa nyaman
d. Bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman
e. Ajarkan tehnik relaksasi dan bantu bimbingan imajinasi
f. Dokumentasikan dan observasi efek dari obat yang diinginkan dan efek sampingnya
g. Secara intermiten irigasi kateter uretra/suprapubis sesuaiadvis, gunakan salin normal steril dan spuit steril
h. Masukkan cairan perlahan-lahan, jangan terlalu kuat.
i. Lanjutkan irigasi sampai urin jernih tidak ada bekuan.
j. Jika tindakan gagal untuk mengurangi nyeri, konsultasikan dengan dokter untuk penggantian dosis atau interval obat.

a) Perubahan pola eliminasi perkemihan b.d sitostomi suprapubik
Kriteria hasil:
a. kateter tetap paten pada tempatnya
b. Bekuan irigasi keluar dari dinding kandung kemih dan tidak menyumbat aliran darah melalui kateter
c. Irigasi dikembalikan melalui aliran keluar tanpa retensi
d. Haluaran urin melebihi 30 ml/jam
e. Berkemih tanpa aliran berlebihan atau bila retensi dihilangkan

Intervensi:
a) Periksa suhu setiap 4 jam dan laporkan jikadiatas 38,5 derajat C
b) Perhatikan karakter urin, laporkan bila keruh dan bau busuk
c) Kaji luka insisi adanya nyeri, kemerahan, bengkak, adanya kebocoran urin, tiap 4 jam sekali
d) Ganti balutan dengan menggunakan tehnik steril
e) Pertahankan sistem drainase gravitas tertutup
f) Pantau dan laporkan tanda dan gejala infeksi saluran perkemihan
g) Pantau dan laporkan jika terjadi kemerahan, bengkak, nyeri atau adanya kebocoran di sekitar kateter suprapubis.
(M. Tucker, Martin;1998)


DAFTAR PUSTAKA :
1. Wim de, Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Alih bahasa R. Sjamsuhidayat Penerbit Kedokteran, EGC, Jakarta, 1997
2. Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan IAPK pajajaran, 1996
3. M. Tucker, Martin, Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V, Volume 3, Jakarta, EGC,1998
4. Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC, 2002
5. Basuki B. purnomo, Dasar-Dasar Urologi, Malang, Fakultas kedokteran Brawijaya, 2000
6. Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC. 2000
Baca Selengkapnya - ASKEP STRIKTUR URETRA

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber