Cari Blog Ini

Tampilkan postingan dengan label Sistem Pernafasan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sistem Pernafasan. Tampilkan semua postingan

Infeksi Saluran pernafasan Atas

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut. Istilah ini diadaptasi dari Bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). “Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut” (Depkes RI, 1995). Pengertian atau batasan masing – masing unsur tersebut adalah sebagai berikut :
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah organ yang dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut, meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

2. Penyebab ISPA
Penyebab ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia (Ditjen PPM dan PLP, 1993). Penularan terjadi melalui udara yang mengandung kuman – kuman penyakit yang masuk ke dalam saluran pernafasan.

3. Penggolongan ISPA
ISPA digolongkan berdasarkan umur penderita yaitu sebagai berikut (Ditjen PPM dan PLP, 1993) :
a. Golongan umur kurang dari 2 bulan (pneumonia berat dan bukan pneumonia)
b. Golongan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun (pneumonia, pneumonia berat dan bukan pneumonia)
Penggolongan bukan pneumonia mencakup kelompok balita penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit ISPA diluar pneumonia antara lain batuk pilek biasa (www.peduli indosiar.com, 2004).

4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala berdasarkan penggolongan ISPA adalah sebagai berikut :
a. Golongan umur kurang dari 2 bulan terbagi atas
1) Pneumonia berat
Termasuk pneumonia berat bila bayi kurang 2 bulan dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit dan disertai nafas cepat serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat.
2) Non pneumonia
Batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah atau tanda bahaya, digolongkan sebagai non pneumonia.
Bayi usia kurang dari 2 bulan mempunyai beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan dalam mengklasifikasi penyakitnya. Mereka dapat jatuh sakit dan mati dalam waktu yang singkat karena terinfeksi bakteri yang serius. Bayi kurang 2 bulan bila menderita pneumonia tidak selalu disertai batuk, dan seringkali hanya disertai tanda – tanda non spesifik seperti kurang mau minum, demam atau suhunya menurun. “Sedikit tarikan dinding dada ke dalam bagi bayi kurang 2 bulan merupakan hal yang biasa karena tulang dinding dadanya masih lembut” (Ditjen PPM dan PLP, 1995).
b. Golongan umur 2 bulan sampai dengan 4 tahun terdiri dari 3 golongan :
1) Pneumonia berat
Bila anak batuk disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik nafas (anak dengan wheezing atau stridor memberikan gejala tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam).
2) Pneumonia
Bila “nafas cepat”, untuk usia 2 bulan sampai dengan 12 bulan yaitu 50 kali permenit atau lebih, usia 1 tahun sampai dengan 4 tahun yaitu 40 kali permenit atau lebih. Anak dengan nafas cepat dan tidak disertai tarikan dinding dada ke dalam diklasifikasikan sebagai pneumonia.
3) Non Pneumonia
Batuk pilek biasa, tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat. “Tanda bahaya” untuk kelompok usia 2 bulan sampai dengan 5 tahun yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, gizi buruk.
Karena itu tanda / gejala yang digunakan dalam klasifikasi dan pengobatan bayi kurang 2 bulan agak berbeda dengan bayi / anak yang lebih besar. Perbedaan ini meliputi perbedaan dalam tanda bahaya. Pada bayi kurang 2 bulan dimasukkan beberapa tanda bahaya lain seperti : “kurang mau minum”, “demam atau teraba dingin”, dan “wheezing”. Bayi kurang 2 bulan tergolong menderita pneumonia berat bila mempunyai tarikan dinding dada kedalam yang kuat. Pada golongan umur 2 bulan – 5 tahun setiap adanya tarikan dinding dada ke dalam (walaupun tidak hebat) sudah bisa digolongkan sebagai pneumonia berat. Batasan untuk nafas cepat pada bayi kurang 2 bulan ialah frekwensi nafasnya 60 kali / menit atau lebih. (Pada bayi kurang 1 tahun batasnya 50 kali / menit, pada anak balita 1 – 5 tahun batasnya 40 kali / menit).

5. Perawatan dan Penanganan ISPA
Bayi / balita yang menderita ISPA perlu mendapat penatalaksanaan dini dengan membawa bayi / balita ke Puskesmas / Rumah Sakit untuk mendapat pengobatan segera. Bayi / balita kurang dari 2 bulan dengan non pneumonia cukup di rawat di rumah, kepada ibunya jelaskan cara – cara merawat bayinya dan ingatkan untuk membawa kembali bayinya bila sakitnya bertambah buruk, nafasnya sulit atau sulit minum. Bayi kurang 2 bulan tanpa pneumonia harus mendapat antibiotika dan tindakan penunjang dirumah.
“Semua pneumonia pada bayi kurang 2 bulan digolongkan sebagai pneumonia berat, dan tidak boleh diobati di rumah, harus segera dirujuk ke Puskesmas / Rumah sakit” (Ditjen PPM dan PLP, 1993).
Baca Selengkapnya - Infeksi Saluran pernafasan Atas

Pengetahuan Ibu tentang ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan “Suatu penyakit Inpeksi yang menyerang saluran pernafasan mulai dari hidung sampai paru – paru dan bersifat akut”. ISPA merupakan masalah kesehatan karena penyakit ISPA merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada golongan usia balita. “Besarnya masalah ISPA ini karena setiap anak diperkirakan mengalami 3 sampai 6 episode penyakit ISPA setiap tahunnya, berarti seorang balita rata – rata mendapat serangan ISPA 3 – 6 kali per tahun” (Depkes, 1995).
Penyakit ISPA sebetulnya meliputi beberapa penyakit yang sebagian besar infeksinya hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Keadaan demikian apabila dibiarkan anak akan menderita radang paru (pnemonia) yang bisa mengakibatkan kematian. Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam mempercepat penurunan angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA adalah melalui Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2.ISPA), dimana Program P2.ISPA ini menitikberatkan upaya pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut pada penyakit pneumonia (Ditjen PPM dan PLP, 1993).
Kejadian ISPA terkait erat dengan pengetahuan tentang ISPA yang dimiliki oleh masyarakat khususnya ibu, karena “ibu sebagai penanggungjawab utama dalam pemeliharaan kesejahteraan keluarga. Mereka mengurus rumah tangga, menyiapkan keperluan rumah tangga, merawat keluarga yang sakit, dan lain sebagainya. Karena itu sangatlah diperlukan adanya penyebaran informasi kepada masyarakat mengenai ISPA agar masyarakat khususnya ibu dapat menyikapi lebih dini segala hal – hal yang berkaitan dengan ISPA itu sendiri. Selain itu program P2ISPA yang dilakukan oleh Depkes sendiri mengupayakan agar istilah ISPA lebih dikenal di masyarakat melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi lainnya.
Penyakit ISPA masih menjadi urutan pertama 10 penyakit terbesar dibeberapa Puskesmas di Indonesia. Hasil SKRT tahun 1997 penyakit ISPA menempati urutan teratas sebagai penyebab utama kematian pada anak berumur dibawah 1 tahun (36,4%).
Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima kasus diantara 1.000 bayi / balita. Berarti, akibat pneumonia, sebanyak 150.000 bayi / balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban per bulan atau 416 kasus sehari atau 17 anak per jam atau seorang bayi / balita tiap lima menit (www.profil medis.com, 2004).
Baca Selengkapnya - Pengetahuan Ibu tentang ISPA

Fakta Asma yang belum Terungkap

ASMA DAN FAKTA YANG BELUM TERUNGKAP

Angka kejadian asma terus meningkat tajam beberapa tahun terahkir. Penyakit asma terbanyak terjadi pada anak dan berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Alergi dapat menyerang semua organ dan fungsi tubuh tanpa terkecuali. Disamping itu banyak permasalahan kesehatan lain yang menyertai berupa gangguan organ tubuh lain, gangguan perilaku dan permaslahan kesehatan lainnya, Sayangnya permasalahan tersebut belum banyak terungkap. Gangguan tersebut tampaknya sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan penderita asma yang sudah banyak mengalami gangguan. Selama ini informasi tentang asma mungkin hanya seputar pencegahan, gejala di saluran napas dan pengobatan asma.

Asma adalah penyakit yang mempunyai banyak faktor penyebab. Yang paling sering karena faktor atopi atau alergi. Penyakit ini sangat berkaitan dengan penyakit keturunan. Bila salah satu atau kedua orang tua, kakek atau nenek anak menderita astma bisa diturunkan ke anak. Faktor-faktor penyebab dan pemicu asma antara lain debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain. Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, buah-buahan, kacang juga dianggap berpernanan penyebab asma. Polusi lingkungan berupa peningkatan penetrasi ozon, sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksid (NOX), partikel buangan diesel, partikel asal polusi (PM10) dihasilkan oleh industri dan kendaraan bermotor. Makanan produk industri dengan pewarna buatan (misalnya tartazine), pengawet (metabisulfit), dan vetsin (monosodium glutamat-MSG) juga bisa memicu asma. Kondisi lain yang dapat memicu timbulnya asma adalah aktifitas, penyakit infeksi, emosi atau stres.

PERMASALAHAN PENDERITA ASMA
Sering kambuh dan berulangnya keluhan asma, sehingga orang tua frustasi akhirnya ”shopping” atau berpindah-pindah dari satu dokter ke dokter lainnya. Hal ini dilakukan karena sering kali keluhan alergi pada anak tersebut sering kambuh meskipun diberi obat yang paling mahal dan paling baik. Bila penatalaksanaan tidak dilakukan secara baik dan benar maka keluhan alergi atau asma akan berulang dan ada kecenderungan membandel. Berulangnya kekekambuhan tersebut akan menyebabkan meningkatnya pengeluaran biaya kesehatan. Tetapi yang harus lebih diperhatikan adalah meningkatkannya resiko untuk terjadinya efek samping akibat pemberian obat. Tak jarang penderita asma mendapatkan pengobatan antibiotika, anti alergi atau bahkan steroid dalam jangka waktu yang lama.

Penderita asma beresiko mengalami terjadi reaksi anafilaksis akibat alergi makanan fatal yang dapat mengancam jiwa. Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah kacang, ikan laut dan telor. Setelah mengkonsumsi makanan tertentu timbul reaksi sesak, mengi, pingsan dan gangguan kesadaran. Bila tidak segera tertolong dapat mengancam jiwa. Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 150 anak meninggal karena reaksi alergi makanan yang fatal ini.

Asma yang tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup anak berupa hambatan aktivitas 30 persen, dibanding 5 persen pada anak non-asma. Asma menyebabkan kehilangan 16 persen hari sekolah pada anak-anak di Asia, 34 persen di Eropa, dan 40 persen di Amerika Serikat.

Penderita alergi dan asma sewring dikaitkan dengan gangguan gizi ganda pada anak. Gizi ganda artinya dapat menimbulkan kegemukan (berat badan lebih) atau bahkan sebaliknya terjadi malnutrisi atau berat badan kurang. Bahkan didapatkan penelitian pada penderita asma terdapat resiko gangguan pertumbuhan tinggi badan. Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu faktor lokal yang berperanan penting untuk pertumbuhan tulang. Pada penderita asma sering terjadi peningkatan platelet-activating factor (PAF) yang ternyata dapat menghambat produksi PGE2 dalam osteobast.

Sering dijumpai bahwa penderita asma pada anak mendapatkan overdiagnosis (diagnosis berlebihan) atau overtreatment (pengobatan berlebihan). Tidak jarang ditemui penderita asma yang didiagnosis dan diobati sebagai tuberkulosis dan saat timbul infeksi saluran napas atas sering didiagnosis pnemoni (infeksi pariu-paru) hanya berdasarkan foto rontgen dada. Hasil foto rontgen asma (batuk lama), pnemoni dan tuberkulosis kadang hampir mirip karena terjadi peningkatan gambaran infiltrat paru. Bila tidak cermat maka maka sering terjadi overdiagnosis penyakit lainnya pada kasus asma.

Pada penderita alergi dan asma tampak anak mudah mengalami sakit infeksi saluran napas baik berupa faringitis akut (infeksi tenggorok), tonsilitis (amandel) dan infeksi saluran napas akut lainnya. Sehingga sering didapatkan seorang anak setiap bulan harus berobat ke dokter karena sering sakit panas, batuk, pilek atau infeksi saluran napas dan mudah terkena penyakit infeksi lainnya secara berulang.

MANIFESTASI KLINIS LAIN YANG MENYERTAI
Asma adalah salah satu manifestasi gangguan alergi. Keluhan alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala, pekan depannya sesak selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-minggu. Bagaimana keluhan yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran). Reaksi alergi yang dapat menggganggu beberapa sistem dan organ tubuh anak dapat menyertai penderita asma. Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih banyak dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum banyak terungkap. Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh , bisa terpengaruh bisa melemah. Penderita asma juga sering disertai gangguan alergi pada organ tubuh yang lain seperti sering pilek, sinusitis, gangguan kulit (eksim), mata gatal, gangguan saluran cerna, sering sakit kepala, migrain, gangguan hormonal. Pada gangguan saluran kencing didapatkan gejala sering kencing, cistitis (infeksi saluran kencing) atau bedwetting (ngompol malam hari). Pada sistem otot dan tulang didapatkan keluhan nyeri kaki, tangan, atau kaku pada leher. Pada gangguan pembuluh darah didapatkan gejala mudah pingsan, tekanan darah rendah dan berdebar-debar.

GANGGUAN SUSUNAN SARAF PUSAT
Tak terkecuali ternyata otak ataupun susunan saraf pusat dapat terganggu oleh reaksi alergi. Reaksi alergi dengan berbagai manifestasi klinik ke sistem susunan saraf pusat dapat mengganggu neuroanatomi dan neurofungsional, Selanjutnya akan mengganggu perkembangan dan perilaku pada anak. Beberapa gangguan perilaku yang pernah dilaporkan pada penderita alergi juga pernah dilaporkan pada penderita asma. Banyak penelitian juga menyebutkan gangguan perilaku seperti gangguan emosi, agresif, gangguan tidur dan gangguan perilaku buruk lainnya sering menyertai penderita asma pada usia anak.

Pada tes kepribadian dapat terlihat bahwa pasien-pasien asma lebih bersifat mengutamakan tindakan fisik, lebih sulit menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial, dan mempunyai mekanisme defensif yang kurang baik. Jumlah serangan alergi yang dilaporkan oleh pasien ternyata berhubungan dengan meningkatnya kecemasan, depresi, kesulitan berkonsentrasi, dan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Reichenberg K mengadakan pengamatan pada anak penderita asma usia 7-9 tahun, didapatkan gangguan emosi dan gangguan perilaku lainnya. Jill S Halterman, dari the University of Rochester School of Medicine di Rochester, New York, melaporkan penderita asma di usia sekolah lebih sering didapatkan perilaku sosial yang negatif seperti mengganggu, berkelahi atau melukai teman lainnya. Sebaliknya juga didapatkan perilaku pemalu dan mudah cemas. Bahkan peneliti terbaru lainnya mengungkapkan bahwa penderita asma berpotensi untuk terjadi gangguan kejiwaan, seperti depresi dan sebagainya.

Asma dengan berbagai mekanisme yang berkaitan dengan gangguan neuroanatomi susunan saraf pusat dapat menimbulkan beberapa manifestasi klinis seperti sakit kepala, migrain, vertigo, kehilangan sesaat memori (lupa). Strel’bitskaia seorang peneliti mengungkapkan bahwa pada penderita asma didapat gangguan aktifitas listrik di otak, meskipun saat itu belum bisa dilaporkan kaitannya dengan manifestasi klinik. Peniliti lain yaitu Siniatchkin M, melaporkan penderita asma disertai migrain pada anak juga berkaitan dengan gejala asma dan migrain pada salah satu orang tua. Storfer dkk tahun 2000, melaporkan terdapat kecenderungan terjadi myopia (rabun jauh) 2 kali lebih besar, dalam pengamatan pada 2.720 anak penderita alergi dan asma. Sehingga anak alergi atau asma 2 kali lebih besar untuk memakai kaca mata sejak usia muda. Yang menarik dari penelitian tersebut juga didaptkan bahwa pada kelompok asma dan alergi tampak lebih cerdas.

Banyak laporan penelitian yang juga mengungkapkan bahwa pada penderita asma juga disertai gangguan tidur. Gangguan biasanya ditandai dengan awal jam tidur yang larut malam, tidur sering gelisah (bolak balik posisi badannya), kadang dalam keadaan tidur sering mengigau, menangis dan berteriak. Posisi tidurpun sering berpindah dari ujung ke ujung lain tempat tidur. Tengah malam sering terjaga tidurnya hingga pagi hari, tiba-tiba duduk kemudian tidur lagi, atau mimpi buruk pada malam hari.

Dalam tahun terakhir ini didaptkan penelitian yang mengejutkan yang dilakukan oleh Croen. Maternal asma atau asma saat kehamilan ternyata bisa beresiko terjadinya autis pada anak yang dilahirkan. Penelitian ini dilakukan terhadap 88.000 anak pada tahun 1995 – 1999 di North California.

Tampaknya banyak fakta dan penelitian yang ternyata mengungkapkan bahwa penderita asma selain mengalami gangguan pada penyakit di paru-parunya juga mengalami manifestasi lain pada gangguan beberapa organ tubuh dan gangguan perilaku. Meskipun demikian banyak fakta tersebut masih harus memellukan penelitian lebih lanjut. Melihat demikian kompleksnya masalah kesehatan yang mungkin bisa terjadi maka tindakan pencegahan asma sejak dini bahkan sejak di dalam kandungan harus mulai dilakukan.
Baca Selengkapnya - Fakta Asma yang belum Terungkap

asuhan keperawatan ppok

Askep klien dengan ppok (penyakit paru obstruksi kronis) untuk melihat pengertian ppok penyebab ppok etiologi ppok patofisiologi ppok pathway ppok tanda gejala ppok pemeriksaan penunjang ppok penatalaksanaan ppok tinjauan teoritis ppok pengkajian ppok masalah keperawatan ppok diagnosa keperawatan ppok rencana keperawatan ppok intervensi keperawatan ppok evaluasi keperawatan ppok dapat adan dapatkan disini.
Baca Selengkapnya - asuhan keperawatan ppok

Tinjauan Umum tentang ISPA

Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadi pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada Bronkus disebut Broncho pneumonia (Justin, 2007).
Berdasarkan pengertian di atas, maka ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Karna, 2006).
Untuk kepentingan pencegahan dan pemberantasan, maka penyakit ISPA dapat diketahui menurut :
a. Lokasi Anatomik
Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu : ISPA atas dan ISPA bawah. Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (common cold), Pharingitis, Tonsilitis, Otitis, Ffluselesmas, radang tenggorok, Sinusitis dan lain-lain yang relatif tidak berbahaya. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian (Anonim, 2000).
b. Klasifikasi penyakit
Penyakit ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur, yaitu :
  1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas : pneumonia berat dan bukan pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (Fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (Severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat (Anonim, 2002).
  2. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun dibagi atas : pnemonia berat, pnemonia dan bukan pnemonia. Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Anonim, 2002).
c.Tanda dan Gejala
Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA) kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita, ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya peningkatan frekwensi napas (napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.
Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran pernapasan disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing) dimana frekwensi napas 60 kali permenit atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
Bukan pneumonia apabila ditandai dengan napas cepat tetapi tidak disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup kelompok penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan adanya gejala peningkatan frekuwensi napas dan tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (Depkes, 2002)
Ada beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang dikelompokkan sebagai tanda bahaya :
  1. Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor (ngorok), wheezing (bunyi napas), demam.
  2. Tanda dan gejala untuk golongan umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor.

d. Penyebab Terjadinya ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Anonim, 2002).
e. Faktor Risiko ISPA
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor baik untuk meningkatkan insiden (Morbiditas) maupun kematian (Mortalitas) akibat pneumonia (Anonim, 2003).
Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kematian akibat pneumonia adalah umur di bawah 2 bulan, tingkat sosial ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan rendah, imunisasi yang tidak memadai, menderita penyakit kronis dan aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah (Anonim, 2003).
f. Penatalaksanaan Penderita ISPA
Kriteria yang digunakan untuk pola tatalaksana penderita ISPA pada balita adalah balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tata laksana penderita pneumonia terdiri dari 4 bagian yaitu :
1) Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada penderita.
2) Penentuan ada tidaknya tanda bahaya
Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor, Wheezing, demam atau dingin. Tanda bahaya pada umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor dan gizi buruk (Anonim, 2002).
3) Tindakan dan Pengobatan
Pada penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia berat, harus segera dibawa ke sarana rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis.
Pada penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia dapat dilakukan perawatan di rumah, pemberian antibiotik selama 5 hari, pengontrolan dalam 2 hari atau lebih cepat bila penderita memburuk, serta pengobatan demam dan yang ada (Anonim, 2002).
Penderita di rumah untuk penderita pneumonia umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun, meliputi :
a) Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan menambah jumlahnya setelah sembuh.
b) Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan meningkatkan pemberian ASI.
c) Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan yang aman dan sederhana (Anonim, 2002).
Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia berat harus segera dikirim ke sarana rujukan, diberi antibiotik 1 dosis serta analgetik sebagai penurun demam dan wheezing yang ada (Anonim, 2002).
Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali dilakukan dalam 2 hari. Jika keadaan penderita membaik, pemberian antibiotik dapat diteruskan. Jika keadaan penderita tidak berubah, antibiotik harus diganti atau penderita dikirim ke sarana rujukan. Jika keadaan penderita memburuk, harus segera dikirim ke sarana rujukan (Anonim, 2002).
Obat yang digunakan untuk penderita pneumonia adalah tablet kotrimoksasol 480 mg, tablet kotrimoksasol 120 mg, tablet parasetamol 500 mg dan tablet parasetamol 100 mg (http://askep-askeb.cz.cc/, 2010).
Baca Selengkapnya - Tinjauan Umum tentang ISPA

Asuhan Keperawatan Tuberculosis

Asuhan Keperawatan Tuberculosis

1). Risiko tinggi infeksi (penyebaran/aktivasi ulang) berhubungan dengan:
- Pertahanan primer tdk adequate
- Kerusakan jaringan/ tembahan infeksi
- Penurunan pertahanan/penekanan proses inflamasi
- Malnutrisi
- Terpajan lingkungan
- Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
- Menunjukkan teknik/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
1. Kaji patologi penyakit
Rasional : membantu klien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang/komplikasi.
2. Identifikasi orang lain yang beresiko
Rasional : Orang ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.
3. Anjurkan klien untuk batuk dan bersin dan mengeluarkan pada
tissue dan menghindari meludah disembarang tempat..
Rasional : Perilaku ini diperlukan untuk mencegah penyebaran
infeksi..
4. Awasi suhu sesuai indikasi
Rasional : Reaksi demam merupakan indicator adanya infeksi
lanjut.
5. Kolaborasi dalam pemberian pengobatan antiinfeksi sesuai
indikasi.
6. dan lain-lain.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan :
- Sekret kental/darah
- Kelemahan, upaya batuk buruk
- Edema tracheal/faringeal
Ditandai dengan :
- Frekuensi pernapasan, irama, kedalam tidak normal
- Bunyi nafas tidak normal dan dispnea.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
- Mempertahankan jalan nafas klien
- Mengeluarkan secret tanpa bantuan
- Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan nafas
- Berpartisipasi dalam program pengobatan
- Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi :
1. Kaji fungsi pernafasan
Rasional : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan Atelektasis
dan kelainan bunyi nafas lainnya.
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif
Rasional : Pengeluaran sulit bila secret sangat tebal. Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial dan dapat memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
3. Berikan klien posisi semi atau Fowler tinggi. Bantu klien untuk
batuk dan latihan nafas dalam.
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan.
4. Kolaborasi dalam pemberian udara lembab/oksigen inspirasi
Rasional : mencegah pengeringan membran mukosa, membantu
pengenceran secret.
5. Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkhodilator dan
kortikosteroid
Rasional : Mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan
secret paru untuk memudahkan pembersihan.
Bronkhodilator untuk meningkatkan ukuran lumen percabangan trakheobronkhial dan kortikosteroid berguna pada adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bilarespon inflamasi mengancam hidup.
3). Resiko terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :
- Penurunan permukaan efektif paru, atelektasis
- Kerusakan membran alveolar-kapiler
- Secret kental, tebal dan adanya edema bronchial.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
- Melaporkan tidak adanya/penurunan dispnea
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan
- Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi :
1. Kaji adanya gangguan bunyi /pola nafas dan kelemahan
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronchopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis, effusi pleura dan fibrosis luas.
2. Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan Bantu aktivitas
perawatan diri sesuai keperluan.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
3. Berikan tambahan oksigen yang sesuai.
Rasional : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya penurunan alveolar paru.
4). Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan :
- Kelemahan
- Sering batuk/produksi sputum
- Anoreksia
- Ketidakcukupan sumber keuangan
Ditandai dengan ;
- Berat badan dibawah 10 –20% ideal untuk bentuk tubuh dan berat.
- Melaporkan kurang tertarik pada makanan
- Tonus otot buruk
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
- Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi.
- Melakukan prilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi :
1. Catat status nutrisi klien
Rasional : berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan piliha intervensi yang tepat.
2. Pastikan pola diet biasa klien yang disukai dan yang tidak
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus.
3. Dorong makan sedikit dan sering dengan diet TPK
Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu.
4. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan klien kecuali kontra indikasi.
Rasional : Membuat lingkungan social lebih normal selama makan dan membantu memenuhi kebutuhan personal dan cultural.
5. Kolaborasi dengan ahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional : Memeberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adequate untuk kebutuhan metabolic dan diet.
6. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik tepat sesuai indikasi.
Rasional ; Demam meningkatkan kebutuhan metabolic dan juga konsumsi kalori.
5). Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,
aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan :
- Kurang terpajan pada/salah interpretasi informasi
- Keterbatasan kognitif
- Tidak akurat/tidak lengkap informasi yang ada.
Ditandai dengan :
- Permintaan informasi
- Menunjukkan kesalahan konsep tentang status kesehatan
- Kurang atau tidak akurat mengikuti instruksi/perilaku
- Menunjukkan atau memperlihatkan perasaan terancam.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
- Menyatakan pemahaman prosespenyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan
- Melakukan prilaku/perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan resiko pengaktifan ulang TB
- Mengidentifikasi gejala yang membutuhkan evaluasi/intevensi
- Menggambarkan rencana untuk menerima perawatan kesehatan adequate.
Intevensi :
1. Kaji kemampuan klien untuk belajar
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik serta ditingkatkan pada tahapan individu.
2. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawat
Rasional : Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
3. Tekankan pentingnya mempertahankan nutrisi dan cairan adekuat
Rasional :Memenuhi kebutuhan metabolic membantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat mengeluarkan/mengencerkan secret.
4. Dorong untuk tidak merokok
Rasional : Meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB, tetapi meningkatkan disfungsi pernapasan/bronchitis.
5. dan lain-lain.
Baca Selengkapnya - Asuhan Keperawatan Tuberculosis

Chronic Obstructive Pulmonal Disease (COPD)

A. Pengertian
COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.

B. Klasifikasi

Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  1. Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.

  2. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.

  3. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.

C. Etiologi

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah :
  1. Kebiasaan merokok
  2. Polusi udara
  3. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
  4. Riwayat infeksi saluran nafas.
  5. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.

D. Tanda dan gejala

Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut :
  1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
  2. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.
  3. Dispnea.
  4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
  5. Anoreksia.
  6. Penurunan berat badan dan kelemahan.
  7. Takikardia, berkeringat.
  8. Hipoksia, sesak dalam dada.

D. Pemeriksaan Diagnostik
  1. Anamnesis :
    Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab.
  2. Pemeriksaan fisik :
    • Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter anteroposterior dada meningkat).
    • Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
    • Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
    • Suara nafas berkurang.

  3. Pemeriksaan radiologi
    • Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
    • Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
  4. Tes fungsi paru :
    Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
  5. Pemeriksaan gas darah.
  6. Pemeriksaan EKG
  7. Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.

E. Komplikasi

Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrosit karena keadaan hipoksia kronik, gagal nafas, dan kor pulmonal.


F. Penatalaksanaan
  1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
  2. Terapi ekserbasi akut dilakukan dengan :
    • Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
      • Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
      • Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.

    • Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
    • Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
    • Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan sulbutamol 5 mg dan atau protropium bromide 250 g diberikan tiap 6 jam dengan rebulizer atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.

  3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
    • Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
    • Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru.
    • Fisioterapi.
    • Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
    • Mukolitik dan ekspekteron.
    • Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2 <>
    • Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.



Asuhan Keperawatan pada pasien dengan COPD


A. Pengkajian
  1. Identitas klien
    Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.
  2. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
    Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.
  3. Pola nutris metabolik.
    Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.
  4. Pola eliminasi.
    • Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.
    • Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
      kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.

  5. Pola aktivitas dan latihan
    Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.
  6. Pola tidur dan istirahat
    Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.
  7. Pola persepsi kogniti
    Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang.
  8. Pola persepsi dan konsep diri
    Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
  9. Pola peran hubungan dengan sesama
    Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.
  10. Pola produksi seksual
    Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
  11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
    Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.
  12. Pola system kepercayaan
    Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.


B. Diagnosa Keperawatan
  1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
  2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
  3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.


C. Perencanaan Keperawatan.
  1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

    Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan
    individu.

    Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas
    bersih/jelas.

    Intervensi
    1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
      Rasional :
      Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
    2. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
      Rasional :
      Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
    3. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki.
      Rasional :
      Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
    4. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
      Rasional :
      Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.
    5. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
      Rasional :
      Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
    6. Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
      Rasional :
      Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
    7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
      Rasional :
      Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
    8. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).
      Rasional :
      Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
      (Doenges, 1999. hal 156).


  2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).

    Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
    keperluan tubuh.

    Kriteria hasil :
    • Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
    • Tanda-tanda vital dalam batas normal
    • Tidak ada tanda-tanda sianosis.

    Intervensi :
    1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
      Respon :
      Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
    2. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
      Rasional :
      Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
    3. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.
      Rasional :
      Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.
    4. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
      Rasional :
      Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
    5. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
      Rasional :
      Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
    6. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
      Rasional :
      Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
    7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
      Rasional :
      Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
      (Doenges, 1999. hal 158).


  3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.

    Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.

    Kriteria hasil :
    • Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
    • Ekspresi wajah rileks.

    Intervensi :
    1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
      Respon :
      Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.
    2. Pantau tanda-tanda vital.
      Rasional :
      Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.
    3. Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
      Rasional :
      Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.
    4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
      Rasional :
      Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
    5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
      Rasional :
      Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
    6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
      Rasional :
      Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
      (Doenges, 1999. hal 171)
Baca Selengkapnya - Chronic Obstructive Pulmonal Disease (COPD)

ASMA DAN MACAM-MACAM BATUK PADA ANAK

A. Asma Pada Anak

1. Definisi

Asma adalah kondisi berulang dimana rangsangan tertentu mencetuskan saluran pernafasan menyempit untuk sementara waktu sehingga membuat kesulitan bernafas.

Meskipun asma dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama sekali pada anak mulai usia 5 tahun. Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia dewasa; namun dapat disembuhkan. Kebanyakan anak-anak pernah menderita asma. Para Dokter tidak yakin akan hal ini, meskipun hal itu adalah teori. Lebih dari 6 % anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75 % meningkat pada akhir-akhir ini. Meningkat tajam sampai 40 % di antara populasi anak di kota.

Kebanyakan anak yang menderita asma dapat berinteraksi dengan lingkungannya, kecuali pada waktu kambuh. Sedikit anak yang tahan terhadap asma dan membutuhkan obat pencegah setiap harinya untuk dapat melakukan olahraga dan bermain secara normal.

1. Penyebab

Untuk sebab yang tidak jelas, anak-anak penderita asma bereaksi terhadap rangsangan tertentu (pencetus) dimana anak yang tidak menderita asma tidak bereaksi. Terdapat banyak pencetus yang berpotensi, dan kebanyakan anak-anak bereaksi hanya kebeberapa pencetus. Pencetusnya termasuk iritasi dalam ruangan, seperti bau yang menyengat dan iritasi asap (minyak wangi, asap rokok); polusi dari luar: udara dingin, olahraga ; gangguan emosi ; infeksi pernafasan karena virus; dan berbagai macam zat yang mana si anak menjadi alergi, seperti bulu binatang, debu atau ruangan yang agak berdebu, jamur, dan serbuk diudara terbuka. Pada beberapa anak, pencetus khusus yang menyebabkan kambuh tidak dapat dikenali.

Semua pemicu ini menghasilkan reaksi serupa ; sel tertentu di saluran udara melepaskan zat kimia. Zat-zat ini menyebabkan saluran udara menjadi meradang dan bengkak dan merangsang sel otot pada dinding saluran udara untuk mengkerut. Mengurangi perangsangan dengan zat-zat kimia meningkatkan produksi lendir pada saluran udara, membuat tumpahnya lapisan sel saluran udara, dan memperlebar sel otot pada dinding saluran udara. Setiap reaksi ini memicu kepada mengecilnya saluran udara secara tiba-tiba (serangan asma). Pada kebanyakan anak-anak, saluran udara kembali normal di antara serangan asma.

Perlu ada perubahan paradigma pemikiran bila menemukan anak dengan batuk bandel. Pertama, pikirkan kemungkinan ke arah asma, bukan ke arah tuberkulosis. Diagnosis ke arah asma jika dijumpai, antara lain, batuk pada anak asma akan timbul jika dia terpajan (terpapar) dengan faktor pencetus.

Sebagian besar asma didasari faktor alergi. Jadi, asma merupakan salah satu bentuk penyakit alergi. Dalam riwayat keluarga, biasanya dijumpai anggota keluarga yang mempunyai asma, atau bentuk lain penyakit alergi seperti eksim, alergi obat, alergi makanan, atau pilek alergi. "Yang diturunkan adalah bakat alerginya, sedangkan manifestasi alerginya bisa berbeda.

Faktor pencetus asma lazim dijumpai dalam kehidupan sehari-hari seorang anak, berbentuk zat yang dapat terhirup lewat saluran respiratorik atau napas. Faktor pencetus itu antara lain debu rumah, asap rokok, asap dapur, obat nyamuk, kapuk, bulu binatang, kosmetik dalam bentuk semprotan, jamur yang tumbuh subur di dinding kamar yang lembab, dan di dalam AC yang jarang diservis. Polusi udara dan asap kebakaran hutan juga memicu serangan asma.

Pencetus lain adalah makanan seperti es, makanan dan minuman dingin, permen, cokelat, makanan instan gurih dengan bahan pengawet, bervetsin, MSG, gorengan, kacang tanah. Asma juga bisa dipicu flu, kelelahan, stres, emosi berlebihan, perubahan cuaca, infeksi saluran napas akut, dan hawa dingin. "Biasanya asma dipicu oleh kombinasi dari berbagai faktor pencetus.

Penyakit asma ini tidak bisa disembuhkan atau dihilangkan sama sekali. "Kiat utama penanganan asma anak adalah penghindaran faktor pencetus, bukan obat saja. Seberapa pun canggih obat asma, jika penghindaran faktor pencetus ini tidak dilaksanakan, asmanya tidak akan terkendali.

Diagnosis asma bisa ditegakkan dengan tes pernapasan, di antaranya peak expiratory flow untuk mengukur seberapa cepat pasien mengeluarkan udara dari paru-paru, alat ini bisa digunakan untuk anak-anak usia lima tahun ke atas. Penggunaan obat-obatan untuk manajemen asma membutuhkan pemantauan terus-menerus.

3. Faktor Resiko

Dokter tidak sepenuhnya mengerti kenapa beberapa anak menderita asma, namun sejumlah faktor berisiko diketahui. Seorang anak dengan salah satu orangtua yang menderita asma memiliki resiko 25 % memiliki asma, jika kedua orangtua memiliki asma, resikonya meningkat menjadi 50 %. Anak yang ibunya merokok selama hamil lebih mungkin terkena asma.

Anak di lingkungan perkotaan lebih mungkin memiliki asma, terutama sekali jika mereka berasal dari kelompok sosial ekonomi rendah. Meskipun asma berpengaruh dengan persentasi yang tinggi pada anak berkulit hitam dibandingkan dengan anak berkulit putih, peranan genetik berpengaruh dalam meningkatnya asma adalah kontroversi karena anak berkulit hitam juga lebih mungkin untuk tinggal di daerah perkotaan. Anak yang menghadapi alergen dengan konsentrasi tinggi, seperti debu atau kotoran kecoa, pada usia dini lebih mungkin menderita terkena asma. Anak yang menderita bronchiolitis di usia dini seringkali mengik dengan infeksi virus lanjutan. Bunyi mengik bisa pertama kali diartikan sebagai asma, namun anak ini tidak lebih mungkin dibandingkan yang lain untuk memiliki asma selama masa remaja.

1. Gejala

Sewaktu saluran udara menyempit pada saat serangan asma, si anak menjadi kesulitan bernafas, ciri khasnya disertai bunyi mengik. Mengik adalah suara keras yang tinggi yang terdengar ketika anak bernafas. Tidak semua serangan asma menghasilkan bunyi mengik, meskipun begitu. Asma ringan, terutama sekali pada anak yang masih kecil, bisa hanya menghasilkan batuk; beberapa anak yang lebih besar dengan asma ringan cenderung batuk hanya pada waktu olahraga atau ketika terkena udara dingin.

Juga, anak dengan asma akut bisa tidak mengik karena terlalu sedikit udara mengalir untuk menghasilkan suara gaduh. Pada asma akut, bernafas menjadi sunguh-sungguh sulit, suara mengik biasanya menjadi lebih kencang, si anak bernafas dengan cepat dan dengan usaha lebih besar, dan rusuk menonjol ketika si anak menghirup nafas (inspiration). Dengan serangan akut, si anak megap-megap untuk bernafas dan duduk tegak, bersandar ke depan. Kulit berkeringat dan pucat atau membiru.

Anak dengan serangan akut yang sering kadangkala memiliki perkembangan yang lambat, namun pertumbuhan mereka biasanya mengejar anak yang lain pada waktu dewasa.

1. Diagnosa

Seorang dokter mencurigai asma pada anak yang memiliki peristiwa mengik berulang-ulang, terutama sekali ketika anggota keluarga diketahui memiliki asma atau alergi. Anak yang peristiwa mengiknya sering bisa dites untuk gangguan lainnya, seperti kista serat atau gastroesophageal berulang. Anak yang lebih tua kadangkala melakukan tes fungsi paru-paru, meskipun pada kebayakan anak-anak fungsi paru-paru adalah normal diantara kekambuhan.

Satu dari setengah atau lebih anak-anak penderita asma menguasai keadaan. Mereka dengan penyakit yang lebih parah lebih mungkin memiliki asma semasa remaja.

1. Pengobatan

Anak yang lebih tua atau anak remaja dapat mengenali memiliki asma seringkali menggunakan peak flow meter -sebuah alat kecil yang merekam seberapa cepat seseorang bisa meniup udara-untuk mengukur tingkat gangguan saluran udara. Alat ini bisa digunakan sebagai penilaian objektif pada kondisi si anak.

Pengobatan pada sebuah serangan berat terdiri dari membuka saluran udara (bronchodilation) dan menghentikan peradangan. Berbagai macam obat-obatan inhalasi membuka saluran udara (bronchodilator). Contoh khusus adalah albuterol dan ipratropium. Anak yang lebih tua dan anak remaja biasanya bisa menggunakan obat-obatan ini menggunakan alat inhalasi dengan dosis meteran. Anak yang lebih tua dari 8 tahun atau seringkali menemukan kemudahan untuk menggunakan inhalasi dengan pengatur jarak atau ruangan penyangga dipasang. Bayi dan anak yang sangat kecil kadangkala bisa menggunakan alat inhalasi dan pengatur jarak jika masker ukuran bayi dipasang.

Anak yang tidak menggunakan alat inhalasi bisa menerima obat-obatan inhalasi di rumah melalui masker yang terpasang pada nebulizer, sebuah alat kecil yang menghasilkan uap obat menggunakan udara yang dipadatkan. Alat inhalasi dan nebulizer sama-sama efektif mengeluarkan obat. Albuterol juga bisa digunakan dengan mulut, meskipun kegiatan ini tidak banyak berhasil dibandingkan inhalasi dan biasanya digunakan hanya pada bayi yang tidak menggunakan nebulizer. Anak yang sedang mengalami serangan berat juga bisa diberikan kortikosteroid melaui mulut.

Anak dengan serangan hebat diobati di rumah sakit dengan memberikan bronchodilator dalam nebulizer setidaknya setiap 20 menit pada awalnya. Kadangkala dokter menggunakan suntikan epinephrine, sebuah bronchodilator, pada anak dengan serangan hebat jika mereka tidak bisa bernafas dengan cukup pada uap nebulizer. Dokter biasanya memberikan infus kortikosteroid kepada anak yang memiliki serangan hebat.

Anak yang menderita asma ringan, dengan serangan yang jarang biasanya menggunakan obat-obatan hanya pada waktu serangan. Anak yang sering atau dengan serangan hebat juga perlu menggunakan obat-obatan bahkan ketika mereka tidak mengalami serangan.

Obat-obatan lain digunakan berdasarkan frekwensi dan kerasnya serangan pada anak. Anak dengan serangan yang jarang yang tidak terlalu parah biasanya menggunakan obat-obatan inhalasi, seperti cromolyn atau nedocromil, atau dosis rendah pada kortikosteroid yang diinhalasi setiap hari untuk membantu mencegah serangan. Obat-obatan ini mencegah lepasnya zat kimia yang melukai saluran udara, dan mengurangi peradangan. Menyiapkan theophylline untuk penggunaan yang lama adalah pilihan yang tidak mahal untuk pencegahan pada beberapa anak.

Anak dengan serangan yang sering atau lebih hebat juga menerima satu atau lebih obat-obatan, termasuk bronchodilator jangka panjang seperti salmeterol, leukotriene modifier, seperti zafirlukast atau montelukast, dan kortikosteroid yang dihirup. Jika obat-obatan ini tidak mencegah serangan hebat, anak bisa membutuhkan kortikosteroid yang dihirup melalui mulut. Anak yang berpengalaman terserang hebat selama olahraga biasanya menghirup sejumlah dosis bronchodilator hanya sebelum olahraga.

B. Macam-macam batuk pada anak

Batuk merupakan salah satu gejala yang paling sering ditemukan pada anak, dan merupakan keluhan yang seringkali menyebabkan orang tua membawa anak mereka ke dokter.

Batuk merupakan gejala dari sebagian besar infeksi pernapasan. Infeksi pernapasan meliputi:

* Infeksi pernapasan atas, seperti pilek (dikenal juga sebagai common colds, hidung beringus, nasofaringitis akut atau faringorinitis akut.)
* Infeksi pernapasan bawah, seperti pneumonia, bronkitis, bronkiolitis.

Kadang-kadang batuk terdengar hebat. Namun demikian, biasanya batuk bukan merupakan gejala yang membahayakan. Sebenarnya batuk merupakan suatu refleks tubuh untuk membantu membersihkan jalan napas. Namun demikian, batuk dapat menjadi alasan untuk berkunjung ke dokter. Kita perlu mengenal jenis-jenis batuk, agar kita tahu bagaimana menanganinya dan mengetahui pula kapan sebaiknya kita meminta bantuan medis.

Jenis-jenis batuk dan Maknanya pada Anak

1. Batuk "Menggonggong"

Batuk seperti ini biasanya disebabkan oleh croup, yaitu suatu peradangan pada larings dan trakea yang dicetuskan oleh alergi, perubahan suhu di malam hari, atau yang paling sering adalah infeksi pernapasan atas akibat virus. Pada anak kecil, saluran napas yang kecil akan semakin menyempit ketika mengalami peradangan. Pita suara pun akan membengkak sehingga anak mengalami kesulitan bernapas. Anak usia kurang dari 3 tahun paling sering menderita croup. Croup dapat muncul mendadak di tengah malam, sehingga orang tua pun khawatir. Walaupun kebanyakan kasus dapat ditangani di rumah, apabila anak dicurigai mengalami croup, hubungilah dokter untuk mendiskusikan kondisinya.

2. Batuk Rejan (" Whooping Cough)

Bunyi "whoop" adalah bunyi yang terjadi setelah batuk, yaitu pada saat anak tersebut berusaha menarik napas dalam setelah batuk terus-menerus selama berberapa kali. Jika anak mengeluarkan bunyi "whoop" (yang terdengar seperti "hoop") setelah batuk terus-menerus sebanyak beberapa kali, kemungkinan besar ada gejala pertusis (batuk rejan) -terutama jika anak anda belum menerima vaksinasi difteri/tetanus/pertusis (DTP/DTaP).

Di lain pihak, bayi yang menderita pertusis biasanya tidak mengeluarkan bunyi "whoop" setelah episode batuk yang panjang, tetapi bayi seperti ini dapat kekurangan oksigen atau bahkan berhenti napas karena penyakit ini. Pada bayi dan anak yang masih sangat kecil, pertusis dapat mematikan. Oleh karena itu, segera hubungi dokter.

3. Batuk dengan Mengi

Batuk yang disertai bunyi mengi saat anak mengeluarkan udara napas, ini mungkin menandakan adanya suatu "sumbatan" di jalan napas bawah. Sumbatan ini dapat disebabkan oleh pembengkakan akibat infeksi pernapasan (seperti bronkiolitis atau pneumonia), asma, atau akibat adanya suatu yang tersangkut di jalan napas. Pada keadaan seperti ini, hubungilah dokter, kecuali kalau anak anda sudah sering mengalami masalah ini dan anda telah mempunyai obat, seperti inhaler atau nebulizer, disertai dengan petunjuk penggunaan obat tersebut untuk menangani asma di rumah. Apabila anak tidak membaik dengan pengobatan tersebut, hubungi dokter.

4. Stridor

Berbeda dengan mengi, stridor merupakan suara napas yang berisik dan kasar yang terdengar pada saat anak menghirup napas. Jika terdengar stridor, segera hubungi dokter.

Stridor, paling sering disebabkan oleh pembengkakan di jalan napas atas, biasanya akibat croup karena virus. Namun, kadang-kadang dapat juga timbul akibat adanya benda asing yang menyumbat jalan napas atau akibat infeksi yang lebih berat yaitu epiglotitis. Epiglotitis rnerupakan keadaan yang mengancam jiwa, dimana epiglotis mengalami pembengkakan dan menutupi aliran udara ke paru. Penyebab pembengkakan epiglotis yang paling sering adalah adalah infeksi bakteri Haemophilus influenzae tipe B (Hib). Namun, epiglotitis dapat juga timbul karena penyebab lain seperti luka bakar karena air panas, cedera di tenggorokan, dan berbagai infeksi virus dan bakteri.

5. Batuk Mendadak

Jika anak batuk secara tiba-tiba, mungkin anak tersedak makanan atau minuman masuk "jalur yang salah" yaitu ke saluran napas atau ada sesuatu (misalnya potongan makanan, muntahan, atau mungkin mainan atau uang logam) yang tersangkut di tenggorokannya atau jalan napasnya. Batuk membantu membersihkan dan membebaskan jalan napas dari sumbatan tersebut.

Batuk dapat berlangsung hingga semenit atau hanya sebentar saja diakibatkan tenggorokan atau jalan napasnya teriritasi. Akan tetapi, jika batuk tidak kinjung reda atau justru menjadi sulit bernapas, hubungi dokter. Jangan coba-coba membersihkan tenggorokannya dengan jari anda karena tindakan ini justru dapat mendorong sumbatan yang ada semakin jauh ke bawah ke pipa udara.

6. Batuk Malam Hari

Banyak batuk yang memburuk pada malam hari. Hal ini karena pada saat anak berbaring di tempat tidur, sumbatan pada hidung dan sinus mengalir ke tenggorokan dan menimbulkan iritasi. Keadaan ini umumnya tidak mengkhawatirkan kecuali bila sampai mengganggu tidur si anak.

Asma juga dapat mencetuskan batuk malam hari karena jalan napas kita cenderung lebih sensitif dan menjadi lebih mudah teriritasi pada malam hari.

7. Batuk Siang Hari

Biasanya ditimbulkan oleh alergi, asma, pilek (colds), flu, dan infeksi pernapasan lainnya. Udara dingin atau aktivitas dapat memperberat batuk, dan batuk ini seringkali membaik pada malam hari atau pada saat anak beristirahat. Pada keadaan ini, sebaiknya AC tidak dinyalakan, tidak ada binatang piaraan atau asap, yang menyebabkan anak batuk.

8. Batuk disertai Pilek (Colds)

Kebanyakan pilek (colds) disertai dengan batuk. Oleh karena itu, dapat dimengerti jika saat anak anda pilek, ia juga mengalami batuk (kering atau berdahak). Batuk ini biasanya berlangsung selama 1 minggu ketika gejala pilek (colds) lainnya telah mereda.

9. Batuk dengan Demam

Jika anak batuk, dengan demam yang tidak tinggi dan hidung beringus, kemungkinannya adalah ia menderita pilek (colds) biasa. Di lain pihak, batuk yang disertai 39 derajat Celcius atau lebih tinggi dimana anak tampak lesu dan napasnya cepat, pikirkan kemungkinan pneumonia. Pada kasus ini, hubungi dokter sesegera mungkin.

10. Batuk dengan Muntah

Batuk yang berat pada anak seringkali merangsang refleks muntah. Biasanya, hal ini tidak membahayakan kecuali jika muntah berkelanjutan. Anak yang batuk dengan pilek (colds)/ flu atau asma, bisa muntah apabila lendir mengalir ke lambung dan menyebabkan mual. Perlu diingat, keadaan ini dapat merupakan hal yang biasa dan tidak berbahaya.

3 tahun - 4 tahun 20-30

5 tahun - 9 tahun 15-30

10 tahun atau lebih 15-30

Selain menghitung laju napas, anda dapat juga memperhatikan kepala dan dada anak. Bila anak cenderung menengadahkan kepala (ke belakang), hal ini menunjukkan adanya kesulitan napas pada anak. Disamping itu, dapat pula ditemukan cekungan di di bawah leher, di sela iga dan di atas ulu hati yang menunjukkan anak berusaha menggunakan otot bantu napas untuk memudahkannya bernapas. Perhatikan juga adanya napas cuping hidung yang menandakan kesulitan bernapas pada anak.

1. Penanganan Profesional

Salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis batuk adalah dengan mendengar. Dokter akan menentukan cara penanganannya antara lain berdasarkan bunyi batuknya. Karena sebagian besar penyakit pernapasan disebabkan oleh virus, dokter tidak perlu meresepkan antibiotika pada banyak kasus batuk. Antibiotika tidak digunakan untuk pencegahan. Antibiotika dapat digunakan untuk "mengobati" infeksi bakteri tetapi antibiotika tidak mempunyai efek terhadap virus.

Pada common colds, antibiotika tidak diperlukan karena karena antibiotika tidak mempercepat penyembuhan dan tidak mencegah komplikasi. Jika dicurigai pneumonia atau infeksi bakteria lainnya, dokter mungkin akan meresepkan antibiotika. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat menyebabkan bakteri menjadi kebal (resisten) terhadap antibiotika. Resistensi ini merupakan masalah berat yang mengkhawatirkan seluruh dunia dan dapat menimbulkan penyakit yang serius dan kematian. Untuk mencegah resistensi ini, maka hal-hal yang perlu dilakukan antara lain adalah jangan meminta antibiotika pada dokter jika anda/anak anda mengalami pilek (colds). Di lain pihak, jika anda mendapat antibiotika untuk infeksi bakteri, gunakan sesuai petunjuk dokter; jangan berbagi antibiotika dengan orang lain.

Pada umumnya, obat-obat batuk tidak diperlukan. Obat-obat ini, baik yang diresepkan atau yang dijua! bebas, mungkin mempunyai efek samping yang tidak menyenangkan dan bahkan dapat berbahaya bag! bay! dan anak kecil. Biasanya yang paling baik ialah dengan membiarkan perjalanan penyakitnya, hingga penyakit itu sembuh dengan sendirinya.

Pneumonia, pertusis, RSV, dan kasus croup yang berat, mungkin perlu rawat inap di rumah sakit. Biasanya hal ini diperlukan hanya untuk pemantauan ketat dan untuk memastikan kecukupan asupan cairan. Kadang-kadang, jika anak mengalami kesulitan bernapas, diberikan oksigen.

2. Penanganan di Rumah

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan di rumah untuk membuat anak lebih nyaman saat ia sedang batuk. Namun, konsultasi ke dokter tetap diperlukan pada keadaan-keadaan seperti yang telah dijelaskan di atas.

· Jika anak menderita asma, pastikan bahwa anda telah menerima petunjuk penanganan asma dari dokter anak. Pantau perkembangan anak dengan seksama selama serangan asma dan berikan obat-obat asma sesuai petunjuk dokter.

· Jika anak-hidungnya tersumbat, bersihkan hidungnya sebelum memberikan makanannya. Untuk membersihkan lendir yang menyumbat hidung dapat digunakan tetes hidung yang mengandung garam fisiologis (NaCI 0,9%) sebanyak 2 tetes pada masing-masing hidung 15- 20 menit sebelum makan. Tetes hidung NaCI 0,9% tidak memiliki efek samping. Jangan gunakan tetes hidung yang mengandung obat lain, karena obat tersebut dapat diserap dalam jumlah yang berlebihan.

Cara lain untuk membersihkan lendir yang menyumbat hidung yaitu dengan alat hisap yang terbuat dari karet. Jangan lupa untuk memencet alat tersebut terlebih dahulu, kemudian ujung karet dimasukkan ke satu lubang hidung, lalu perlahan keluarkan dan lepaskan pencetan pada alat tersebut. Cara ini akan mengeluarkan lendir yang menyumbat hidung dan memudahkan anak bernapas kembali. Teknik ini lebih mudah dilakukan pada bayi berusia kurang dari 6 bulan. Anak yang lebih besar mungkin akan menolak cara ini. Penggunaan garam fisiologis lebih dianjurkan daripada cara ini karena alat hisap tidak mudah didapatkan dan penghisapan yang tidak hati-hati dapat menyakitkan.

· Jika anak anda mengalami colds, beristirahatlah di rumah. Hal ini akan membantu penyembuhannya dan menghindarkan penularan pada orang lain. Ingat, cuci tangan merupakan hal yang penting untuk mencegah penularan.

· Jika anak terbangun pada malam hari dengan batuk seperti menggonggong", bawa anak ke kamar mandi,. tutup pintu, dan putar keran shower air hangat selama beberapa menit hingga memenuhi bathtub. Jika tidak ada shower air hangat, anda dapat memasukkan air panas ke dalam ember dan biarkan ruangan menjadi penuh uap. Duduklah bersama anak di lantai kamar mandi selama sekitar 20 menit. Uap air akan membantu anak bernapas lebih mudah.

· Jaga agar lingkungan tetap lembab (AC justru membuat ruangan menjadi kering).

· Minuman dingin seperti jus dapat memberi rasa nyaman. Hindari minuman bersoda atau minuman asam karena dapat merangsang saluran cerna.

· Jangan berikan anak (terutama bayi dan anak kecil) obat-obat batuk yang dijual bebas tanpa petunjuk khusus dari dokter. Kebanyakan obat-obat ini menekan batuk sehingga dapat membahayakan anak. Batuk tidak boleh ditekan karena batuk justru membantu mengeluarkan sekret/kotoran yang kadang-kadang timbul pada penyakit pernapasan. Pada beberapa keadaan, obat-obat ini bahkan menimbulkan efek samping yang berbahaya bila diberikan pada bayi dan anak yang masih sangat kecil. Selain itu, pedoman dosis obat-obat yang dijual bebas untuk anak seringkali berdasarkan pedoman dosis untuk dewasa (bukan diformulasi khusus untuk bayi), jadi obat tersebut mungkin tidak bekerja secara tepat seperti yang diinginkan.
Baca Selengkapnya - ASMA DAN MACAM-MACAM BATUK PADA ANAK

ATELEKTASIS (ATELECTASIS)

Definisi
Atelektasis (Atelectasis) adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

Sindroma Lobus Medialis
Sindroma lobus medialis merupakan atelektasis jangka panjang, dimana lobus media (tengah) dari paru-paru kanan mengkerut. Penyebabnya biasanya adalah penekanan bronkus oleh suatu tumor atau pembesaran kelenjar getah bening.
Paru-paru yang tersumbat dan mengkerut, dapat berkembang menjadi pneumonia yang tidak dapat sembuh total dan peradangan kronis, jaringan parut dan bronkiektasis.

Atelektasis Percepatan
Atlektasis percepatan biasanya terjadi pada pilot pesawat tempur.
Penerbangan dengan kecepatan tinggi akan menutup saluran pernafasan yang kecil, menyebabkan alveoli (kantong udara kecil di paru-paru) menciut.

Mikroatelektasis Tersebar Atau Terlokalisasi
Pada keadaan ini, sistem surfaktan paru-paru terganggu.
Surfaktan adalah zat yang melapisi alveoli dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan, sehingga mencegah pengkerutan.
Bila bayi prematur kekurangan surfaktan, mereka akan mengalami sindroma gawat pernafasan.
Orang dewasa juga bisa mengalami mikroatelektsis karena:
  • terapi oksigen yang berlebihan
  • infeksi berat dan luas (sepsis)
  • faktor lainnya yang merusak lapisan alveoli.
Penyebab
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Bronkus adalah 2 cabang utama dari trakea yang langsung menuju ke paru-paru.

Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.
Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening.

Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat.
Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir dan kemudian akan mengalami infeksi.
Faktor resiko terjadinya atelektasis:
  • Pembiusan (anestesia)/pembedahan
  • Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi
  • Pernafasan dangkal
  • Penyakit paru-paru.
Gejala
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali, walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek. Gejalanya bisa berupa:
  • gangguan pernafasan
  • nyeri dada
  • batuk.
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).

Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Rontgen dada akan menunjukkan adanya daerah bebas udara di paru-paru. Untuk menentukan penyebab terjadinya penyumbatan mungkin perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau bronkoskopi serat optik.

Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena.
Tindakan yang biasa dilakukan:
  • Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa mengembang
  • Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
  • Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif)
  • Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
  • Postural drainase
  • Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
  • Pengobatan tumor atau keadaan lainnya.
  • Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu diangkat
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.

Pencegahan
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis:
  • Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.
  • Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan.
  • Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus menerus ke paru-paru sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.
Baca Selengkapnya - ATELEKTASIS (ATELECTASIS)

EMBOLUS PARU

A. Definisi
Emboli Paru (Pulmonary Embolism)adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba.
Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.
Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru.
Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak.
B. Penyebab
Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai atau panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan ketuban atau gumpalan parasit maupun sel tumor.
Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan kematian.
Penyebab terjadinya gumpalan di dalam vena mungkin tidak dapat diketahui, tetapi faktor predisposisinya (faktor pendukungnya) sangat jelas, yaitu:
Pembedahan
Tirah baring atau tidak melakukan aktivitas dalam waktu lama (seperti duduk selama perjalanan dengan mobil, pesawat terbang maupun kereta api)
Stroke
Serangan jantung
Obesitas (kegemukan)
Patah tulang tungkai tungkai atau tulang pangggul
Meningkatnya kecenderungan darah untuk menggumpal (pada kanker tertentu, pemakaian pil kontrasepsi, kekurangan faktor penghambat pembekuan darah bawaan)
Persalinan
Trauma berat
Luka bakar.

C. Gejala
Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering menyebabkan sesak nafas. Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala, terutama bila tidak ditemukan adanya infark.
Penting untuk diingat, bahwa gejala dari emboli paru mungkin sifatnya samar atau menyerupai gejala penyakit lainnya:
batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah)
sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika istirahat maupun ketika sedang melakukan aktivitas
nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi dada, sifatnya tajam atau menusuk)
nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau membungkuk
pernafasan cepat
denyut jantung cepat (takikardia).

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
wheezing/bengek
kulit lembab
kulit berwarna kebiruan
nyeri panggul
nyeri tungkai (salah satu atau keduanya)
pembengkakan tungkai
tekanan darah rendah
denyut nadi lemah atau tak teraba
pusing
pingsan
berkeringat
cemas.

D. Diagnosa
Diagnosis emboli paru ditegakkan berdasarkan gejala dan faktor pendukungnya.
Pemeriksaan untuk menilai fungsi paru-paru:
Gas darah arteri
Oksimetri denyut nadi.

Pemeriksaan untuk menentukan lokasi dan luasnya emboli:
Rontgen dada
Skening ventilasi/perfusi paru
Angiogram paru.

Pemeriksaan untuk trombosis vena dalam (sebagai penyebab tersering):
USG Doppler pada aliran darah anggota gerak
Venografi tungkai
Pletsimografi tungkai.

E. Pengobatan
Pengobatan emboli paru dimulai dengan pemberian oksigen dan obat pereda nyeri. Oksigen diberikan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen yang normal.
Terapi antikoagulan diberikan untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut dan memungkinkan tubuh untuk secara lebih cepat menyerap kembali bekuan yang sudah ada. Terapi antikoagulan terdiri dari heparin (diberikan melalui infus), kemudian dilanjutkan dengan pemberian warfarin per-oral (melalui mulut). Heparin dan warfarin diberikan bersama selama 5-7 hari, sampai pemeriksaan darah menunjukkan adanya perbaikan.
Lamanya pemberian antikoagulan (anti pembekuan darah) tergantung dari keadaan penderita. Jika emboli paru disebabkan oleh faktor predisposisi sementara, (misalnya pembedahan), pengobatan diteruskan selama 2-3 bulan.
Jika penyebabnya adalah masalah jangka panjang, pengobatan diteruskan selama 3-6 bulan, tapi kadang diteruskan sampai batas yang tidak tentu. Pada saat menjalani terapi warfarin, darah harus diperiksa secara rutin untuk mengetahui apakah perlu dilakukan penyesuaian dosis warfarin atau tidak.
Penderita dengan resiko meninggal karena emboli paru, bisa memperoleh manfaat dari 2 jenis terapi lainnya, yaitu terapi trombolitik dan pembedahan. Terapi trombolitik (obat yang memecah gumpalan) bisa berupa streptokinase, urokinase atau aktivator plasminogen jaringan.

Tetapi obat-obatan ini tidak dapat diberikan kepada penderita yang:
telah menjalani pembedahan 10 hari sebelumnya
wanita hamil
menderita stroke
mempunyai bakat untuk mengalami perdarahan yang hebat.

Pada emboli paru yang berat atau pada penderita yang memiliki resiko tinggi mengalami kekambuhan, mungkin perlu dilakukan pembedahan, yaitu biasanya dilakukan embolektomi paru (pemindahan embolus dari arteri pulmonalis).
Jika tidak bisa diberikan terapi antikoagulan, maka dipasang penyaring pada vena kava inferior. Alat ini dipasang pada vena sentral utama di perut, yang dirancang untuk menghalangi bekuan yang besar agar tidak dapat masuk ke dalam pembuluh darah paru.

F. Prognosis
Sulit untuk menentukan prognosis dari emboli paru, karena banyak kasus yang tidak terdiagnosis. Prognosisnya seringkali berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya (misalnya kanker, pembedahan, trauma dan lain-lain).
Pada emboli paru yang berat, dimana telah terjadi syok dan gagal jantung, maka angka kematiannya bisa mencapai lebih dari 50%.

G. Pencegahan
Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena.

Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk:
menggunakan stoking elastis
melakukan latihan kaki
bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan.
Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru.

Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin.
Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi.
Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan, sehingga hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami pembentukan gumpalan, yaitu:
penderita gagal jantung atau syok
penyakit paru menahun
kegemukan
sebelumnya sudah mempunyai gumpalan.

Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya perdarahan pada daerah ini lebih besar.
Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak akan menjalani pembedahan.
Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga membantu mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa menyebabkan perdarahan.
Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan, (misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki posisi sendi), bisa diberikan warfarin per-oral. Terapi ini bisa dilanjutkan untuk beberapa minggu atau bulan setelah pembedahan.
Baca Selengkapnya - EMBOLUS PARU

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber