Senin, 17 Januari 2011 22:14 WIB
Baru-baru ini beberapa kelompok masyarakat mengadu ke Komnas HAM menggugat Peraturan Gubernur DKI No. 88/2010 sebagai pelanggaran HAM. Sebagaimana diketahui, Peraturan Gubernur 88 adalah Peraturan Gubernur DKI yang menyatakan bahwa di kawasan-kawasan tertentu di DKI ini orang dilarang meorkok dan dilarang pula menyediakan ruang khusus untuk merokok di dalam gedung. Bagi orang yang mau merokok, silakan merokok di luar gedung. Entah di pekarangan, halaman parkir atau di tempat lain yang tidak mempunyai hubungan ventilasi dengan bagian lain di dalam gedung. Tujuannya agar asap rokok dari para perokok tidak mencemari udara dalam gedung, dan tidak mengganggu orang lain yang tidak merokok.
Para pengadu menganggap penghapusan tempat khusus merokok di dalam gedung tersebut sebagai pelanggaran HAM. Mereka menyatakan bahwa merokok adalah bagian dari hak asasi. Tetapi Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM Profesor Harkristuti Hernowo dalam sebuah seminar di awal minggu ini justru menyatakan bahwa merokok bukanlah hak asasi dan melarang orang merokok di tempat-tempat tertentu bukanlah pelanggaran HAM.
Dari sisi kesehatan diketahui bahwa merokok merupakan perbuatan yang membahayakan kesehatan dan juga menimbulkan ketagihan. Selain itu asap rokok juga dapat membahayakan kesehatan orang lain di sekitarnya. Pengetahuan tentang ini sudah luas diketahui sejak tahun 1930-an. Penelitian-penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan semakin tahun semakin bertambah. Bukan hanya sebatas bahaya terhadap kesehatan fisik, seperti keterbatasan daya kembang paru-paru, penyempitan pembuluh darah, kanker, dan sebagainya, tetapi juga gangguan kesehatan kejiwaan.
Majalah Journal of Obstetrics, Gynaecology, and Neonatal Nursing tahun 2009 melaporkan hasil penelitian tentang akibat rokok terhadap kemampuan belajar anak-anak. Dikatakan bahwa asap rokok pada janin dalam kandungan dan anak-anak balita telah menghambat kemampuan belajar mereka. Anak-anak yang terpapar asap rokok sejak kecil akan mengalami “learning disability”, sehingga prestasi sekolah mereka rendah. Bahwa rokok dapat mengakibatkan gangguan kesehatan mental dapat dimengerti karena nikotin juga berpengaruh terhadap sel-sel otak.
Alasan melindungi anak-anak dan orang lain dari bahaya asap rokok dari seorang perokok itulah yang mendasari dikeluarkannya Peraturan Gubernur 88 di DKI. Dengan kata lain, kalau ada orang yang ingin merusak dirinya sendiri melalui asap rokok, silajkan saja, asal tidak merusak orang lain di sekitarnya. Dokter Hakim Sorimuda Pohan, mantan anggota DPR, mengatakan silakan merokok tetapi pakailah adab. Cara berperilaku yang beradab inilah yang konon menjadi kelebihan bangsa Indonesia. Sama kira-kira dengan mengapa orang harus kencing di toilet, bukan di tengah-tengah restoran. Padahal, membuang kencing adalah hak asasi setiap orang. Tetapi tidak ada seorang pun yang marah ketika ia ditegur karena kencing di sembarang tempat. Karena adab pergaulan manusia modern mengatakan bahwa kencing tidak dapat dilakukan di sembarang tempat.
Atau pula, mengapa kita tidak boleh meludah di sembarang tempat, dan kalau ada orang meludah di sembarang tempat, ia akan dianggap tidak beradab. Bahkan di Singapura, meludah di sembarang tempat dapat dikenai denda. Karena ludah, selain dianggap jijik oleh pergaulan modern, juga dapat menularkan penyakit kalau di ludah tersebut terdapat kuman penyakit menular.
Pengertian tentang adab untuk tidak mencelakakan atau merugikan orang lain itulah yang seharusnya diasadari oleh mereka yang sudah kecanduan rokok. Jangan mereka menjadi arogan dan bahkan marah ketika ditegur karena merokok di tempat yang dilarang untuk merokok. Mengapa mereka tidak kencing di tengah restoran atau di tengah gedung? Karena mereka tahu bahwa kencing sembarangan dapat mengganggu orang lain, termasuk kesehatannya, dan dianggap tidak beradab. Demikian pula dalam hal merokok. Orang yang beradab tentau akan mengerti bahwa mereka boleh saja merokok, tetapi jangan mengganggu kenyamanan dan kesehatan orang lain yang bukan perokok.
Kartono Mohamad
Mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Para pengadu menganggap penghapusan tempat khusus merokok di dalam gedung tersebut sebagai pelanggaran HAM. Mereka menyatakan bahwa merokok adalah bagian dari hak asasi. Tetapi Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM Profesor Harkristuti Hernowo dalam sebuah seminar di awal minggu ini justru menyatakan bahwa merokok bukanlah hak asasi dan melarang orang merokok di tempat-tempat tertentu bukanlah pelanggaran HAM.
Dari sisi kesehatan diketahui bahwa merokok merupakan perbuatan yang membahayakan kesehatan dan juga menimbulkan ketagihan. Selain itu asap rokok juga dapat membahayakan kesehatan orang lain di sekitarnya. Pengetahuan tentang ini sudah luas diketahui sejak tahun 1930-an. Penelitian-penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan semakin tahun semakin bertambah. Bukan hanya sebatas bahaya terhadap kesehatan fisik, seperti keterbatasan daya kembang paru-paru, penyempitan pembuluh darah, kanker, dan sebagainya, tetapi juga gangguan kesehatan kejiwaan.
Majalah Journal of Obstetrics, Gynaecology, and Neonatal Nursing tahun 2009 melaporkan hasil penelitian tentang akibat rokok terhadap kemampuan belajar anak-anak. Dikatakan bahwa asap rokok pada janin dalam kandungan dan anak-anak balita telah menghambat kemampuan belajar mereka. Anak-anak yang terpapar asap rokok sejak kecil akan mengalami “learning disability”, sehingga prestasi sekolah mereka rendah. Bahwa rokok dapat mengakibatkan gangguan kesehatan mental dapat dimengerti karena nikotin juga berpengaruh terhadap sel-sel otak.
Alasan melindungi anak-anak dan orang lain dari bahaya asap rokok dari seorang perokok itulah yang mendasari dikeluarkannya Peraturan Gubernur 88 di DKI. Dengan kata lain, kalau ada orang yang ingin merusak dirinya sendiri melalui asap rokok, silajkan saja, asal tidak merusak orang lain di sekitarnya. Dokter Hakim Sorimuda Pohan, mantan anggota DPR, mengatakan silakan merokok tetapi pakailah adab. Cara berperilaku yang beradab inilah yang konon menjadi kelebihan bangsa Indonesia. Sama kira-kira dengan mengapa orang harus kencing di toilet, bukan di tengah-tengah restoran. Padahal, membuang kencing adalah hak asasi setiap orang. Tetapi tidak ada seorang pun yang marah ketika ia ditegur karena kencing di sembarang tempat. Karena adab pergaulan manusia modern mengatakan bahwa kencing tidak dapat dilakukan di sembarang tempat.
Atau pula, mengapa kita tidak boleh meludah di sembarang tempat, dan kalau ada orang meludah di sembarang tempat, ia akan dianggap tidak beradab. Bahkan di Singapura, meludah di sembarang tempat dapat dikenai denda. Karena ludah, selain dianggap jijik oleh pergaulan modern, juga dapat menularkan penyakit kalau di ludah tersebut terdapat kuman penyakit menular.
Pengertian tentang adab untuk tidak mencelakakan atau merugikan orang lain itulah yang seharusnya diasadari oleh mereka yang sudah kecanduan rokok. Jangan mereka menjadi arogan dan bahkan marah ketika ditegur karena merokok di tempat yang dilarang untuk merokok. Mengapa mereka tidak kencing di tengah restoran atau di tengah gedung? Karena mereka tahu bahwa kencing sembarangan dapat mengganggu orang lain, termasuk kesehatannya, dan dianggap tidak beradab. Demikian pula dalam hal merokok. Orang yang beradab tentau akan mengerti bahwa mereka boleh saja merokok, tetapi jangan mengganggu kenyamanan dan kesehatan orang lain yang bukan perokok.
Kartono Mohamad
Mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
sumber: http://www.metrotvnews.com/