Cari Blog Ini

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswa program studi kebidanan

KTI KEBIDANAN:
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswa program studi kebidanan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menstruasi merupakan bagian dari proses reguler yang mempersiapkan tubuh wanita setiap bulanya untuk kehamilan (Keikos, 2007). Menstruasi menurut Prawirohardjo (1999) adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai dengan pelepasan (deskuamasi) endometrium. Walaupun menstruasi datang setiap bulan pada usia reproduksi, banyak wanita yang mengalami ketidaknyamanan fisik atau merasa tersiksa saat menjelang atau selama haid berlangsung (Blogdokter, 2007). Salah satu ketidaknyamanan fisik saat menstruasi yaitu dismenore.
Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama menstruasi (Imcw, 2007). Dismenore dapat disertai dengan rasa mual, muntah, diare dan kram, sakit seperti kolik diperut. Beberapa wanita bahkan pingsan dan mabok, keadaan ini muncul cukup hebat sehingga menyebabkan penderita mengalami “kelumpuhan” aktivitas untuk sementara (Youngson, 2002). Kelainan yang selalu timbul tidak mungkin menyebabkan kematian seseorang, tetapi hal ini akan sangat menggangu syarafnya, kadang-kadang sampai mengalami penderitaan yang menahun dan kronis (Hartati, 1990).
Penyebab dismenore bermacam-macam yaitu karena suatu proses penyakit (misalnya radang panggul), endometriosis, tumor, atau kelainan letak uterus, selaput dara atau vagina tidak berlubang, dan stres atau kecemasan yang belebihan, tetapi penyebab yang tersering diduga karena terjadinya ketidakseimbangan hormonal dan tidak ada hubungan dengan organ reproduksi.
Dismenore banyak dialami oleh para wanita. Di Amerika Serikat diperkirakan hampir 90% wanita mengalami dismenore, dan 10-15% diantaranya mengalami dismenore berat, yang menyebabkan mereka tidak mampu melakukan kegiatan apapun (Jurnal Occupation And Environmental Medicine, 2008). Telah diperkirakan bahwa lebih dari 140 juta jam kerja yang hilang setiap tahunnya di Amerika Serikat karena dismenore primer (Schwarz, 1989).
Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64.25 % yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36 % dismenore sekunder (Info sehat, 2008). Di Surabaya di dapatkan 1,07 %-1,31 % dari jumlah penderita dismenore datang kebagian kebidanan (Harunriyanto, 2008).
Di asrama, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Mei 2008 pada mahasiswa Program Studi Kebidanan Metro didapatkan 121 orang (61,4 %) yang mengalami dismenore dari 197 mahasiswa yang terdiri dari 57 mahasiswa tingkat 1 (28,93%), 13 mahasiswa tingkat II A (6,60%) dan 51 mahasiswa tingkat III (25,89%).
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas penulis ingin melakukan penelitian tentang ”Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswa di Program Studi Kebidanan Metro”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswa di Program Studi Kebidanan Metro ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup yang diteliti adalah sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Penelitian Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Mahasiswa yang mengalami dismenore di Program Studi Kebidanan Metro
3. Objek Penelitian : Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore
4. Lokasi Penelitian : Program Studi Kebidanan Metro
5. Waktu Penelitan : 14-18 Juni 2008.

D. Tujuan Penelitan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswa di Program Studi Kebidanan Metro.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini untuk :
a. Mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore ditinjau dari faktor stres.
b. Mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore ditinjau dari faktor status gizi.
c. Mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore ditinjau dari faktor alergi.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa di Program Studi Kebidanan Metro tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore.
2. Penelitian Selanjutnya
Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian yang serupa dan dapat lebih disempurnakan.

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore
pada mahasiswa program studi kebidanan

Baca Selengkapnya - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswa program studi kebidanan

ibu tidak menimbang balitanya di posyandu

KTI Kebidanan:
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan merupakan bagian interaksi dari pembangunan nasional yang secara keseluruhan perlu digalakkan pula. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk atau individu agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan sejahtera (Depkes RI, 2003).
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya, melakukan pembinaan kesehatan anak sejak dini melalui kegiatan kesehatan ibu dan anak. Pembinaan kesehatan anak usia dini, sejak masih dalam kandungan hingga usia balita ditujukan untuk melindungi anak dari ancaman kematian dan kesakitan yang dapat membawa cacat serta untuk membina, membekali dan memperbesar potensinya untuk menjadi manusia tangguh (Depkes RI, 1999).
Pemantauan pertumbuhan (growth monitoring) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus (berkesinambungan) dan teratur. Dengan pemantauan pertumbuhan, setiap ada gangguan keseimbangan gizi pada seorang anak akan dapat diketahui secara dini melalui perubahan pertumbuhannya. Dengan diketahuinya gangguan gizi secara dini maka tindakan penanggulangannya dapat dilakukan dengan segera, sehingga keadaan gizi yang memburuk dapat dicegah (Dinkes Propinsi Lampung, 2004).
Upaya penggerakan masyarakat dalam keterpaduan ini digunakan pendekatan melalui Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), yang pelaksanaannya secara operasional dibentuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pos Pelayanan Terpadu merupakan wadah titik temu antara pelayanan profesional dari petugas kesehatan dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, terutama dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan angka kelahiran (Depkes RI, 2003).
Kegiatan bulanan di Posyandu merupakan kegiatan rutin yang bertujuan untuk memantau pertumbuhan berat badan balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), memberikan konseling gizi dan memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar. Untuk tujuan pemantauan pertumbuhan balita dilakukan penimbangan balita setiap bulan (Dinkes Lampung, 2004).
Semua informasi yang diperlukan untuk pemantauan pertumbuhan balita bersumber dari data berat badan hasil penimbangan balita. Bulan yang diisikan kedalam KMS untuk dinilai naik (N) atau tidak naik (T) pertumbuhan balita.
Ibu yang tidak menimbang balitanya ke Posyandu dapat menyebabkan tidak terpantaunya pertumbuhan dan perkembangan balita. Balita yang tidak ditimbang berturut-turut beresiko keadaan gizinya memburuk sehingga mengalami gangguan pertumbuhan (Depkes RI, 2006).
Angka kematian bayi dan balita pada tahun 1997 mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup dan 58 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2006 angka kematian bayi dan balita mencapai 26 per 1000 kelahiran hidup dan 46 per 1000 kelahiran hidup, hal ini menunjukkan bahwa angka kematian bayi dan balita di Indonesia berhasil di turunkan, namun pencapaian penurunan masih jauh dari yang di harapkan (Depkes, 2003). Depkes menargetkan pada tahun 2009 AKB menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2006).
Berdasarkan hasil perhitungan data Sensus Nasional 2006, jumlah balita di Lampung sebanyak 165.347. Balita yang mempunyai gizi baik sebanyak 165.160 balita sedangkan yang menderita gizi buruk sebanyak 187 target pencapaian balita gizi buruk yang mendapat perawatan 100% jadi target yang belum dicapai 0,11% (Dinkes Propinsi Lampung, 2006). Menurut profil kesehatan Propinsi Lampung 2006 gizi kurang dapat berdampak meningkatnya angka kematian balita (0 – 5 tahun per 1000 kelahiran hidup). AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan balita.
Indikator yang digunakan untuk memantau pertumbuhan balita adalah D/S dan N/D. Pada tahun 2002 cakupan penimbangan balita (D/S) pada bayi 44,75% dan balita 30,10%, tahun 2003 terjadi peningkatan D/S : 47,98% dan N/D 79,26%, tahun 2004 D/S : 46,57% dan N/D : 78,37%, tahun 2005 D/S : 57,96% dan N/D : 82.76% dan cakupan tahun 2006 sebesar 59,67%, cakupan ini belum mencapai target. Untuk meningkatkan cakupan perlu terus dilakukan gerakan penimbangan balita melalui penyuluhan, penggerakan masyarakat, revitalisasi posyandu dan lain-lain (Profil Propinsi Lampung, 2006).
Data Kecamatan Metro Barat Puskesmas Mulyojati pada tahun 2007 cakupan penimbangan balita yaitu yang ditimbang dibagi jumlah sasaran (D/S) mencapai 58,46 %, untuk cakupan balita yang mengalami kenaikan berat badan bagi jumlah sasaran (N/D) yaitu pada balita mencapai 27,91 % (Dinkes Metro, 2007).
Data cakupan penimbangan balita Puskesmas Mulyojati tahun 2007, cakupan penimbangan balita dengan rata-rata penimbangan pada triwulan I mencapai 60,75 %, pada triwulan II mencapai 58,45 %, pada triwulan III mencapai 67,46 %, sedangkan pada triwulan IV mencapai 60 % (Dinkes Metro, 2007).
Puskesmas Mulyojati terdapat tujuh posyandu yaitu posyandu : Banowati, Sembodro, Dewi Kunti, Arimbi, Dewi Sri, Larasati dan Dewi Sinta. Berdasarkan survey di lokasi diperoleh data cakupan penimbangan balita yang ditimbang bagi jumlah sasaran (D/S) dan dari ketujuh posyandu, ternyata cakupan penimbangan balita yang paling rendah terdapat pada Posyandu Dewi Sinta sebesar 40%.
Kota Metro menargetkan cakupan penimbangan balita di posyandu mencapai 80% (Indikator SPM, 2008-2010).
Penyebab yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya ke posyandu adalah umur balita, tenaga penolong persalinan, kemampuan membaca, paritas, status pekerjaan ibu, ketersediaan waktu ibu untuk merawat anak (Depkes RI, 2001).
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang apakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro Barat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut apakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro.

C. Ruang Lingkup
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Ibu-ibu yang mempunyai balita tetapi tidak ditimbang selama 2 bulan berturut-turut di Posyandu Dewi Sinta Wilayah Puskesmas Mulyojati Metro Barat
3. Objek penelitian : Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro Barat
4. Lokasi penelitian : Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro Barat
5. Waktu penelitian : Setelah proposal disetujui

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro Barat.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran ibu tidak menimbang balitanya di posyandu di tinjau dari faktor umur balita.
b. Untuk mengetahui gambaran ibu tidak menimbang balitanya di posyandu di tinjau dari faktor paritas.
c. Untuk mengetahui gambaran ibu tidak menimbang balitanya di posyandu di tinjau dari faktor pendidikan ibu.
d. Untuk mengetahui gambaran ibu tidak menimbang balitanya di posyandu di tinjau dari faktor pekerjaan ibu.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Posyandu Dewi Sinta
Sebagai masukan tentang cakupan kunjungan Posyandu balita, partisipasi masyarakat terhadap kunjungan ke Posyandu dan sebagai masukan untuk perencanaan kegiatan dimasa mendatang.
2. Bagi Puskesmas Mulyojati
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan program pelayanan penimbangan balita.
3. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi perpustakaan di Instansi Pendidikan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai informasi, perbandingan, serta referensi bagi peneliti selanjutnya.

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu

Baca Selengkapnya - ibu tidak menimbang balitanya di posyandu

Gambaran pengetahuan siswa SMPN ….. tentang perilaku hidup bersih dan sehat tahun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap individu. Agar terwujud derajat kesehatan yang optimal bagi semua masyarakat. Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Karena kesehatan menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Pembangunan kesehatan sangat terkait dan dipengaruhi oleh aspek demografi. Pertumbuhan ekonomi masyarakat tingkat pendidikannya, serta keadaan dan perkembangan lingkungan, baik fisik maupun biologik (Depkes RI, 2002).
Salah satu strategi kesehatan nasional dalam rangka menuju Indonesia sehat 2010 adalah menempatkan pembangunan kesehatan yang berwawasan kesehatan, artinya setiap upaya program berdampak positif dalam membentuk perilaku sehat dan lingkungan yang sehat pula. Pada tanggal 1 Maret 1999 Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan sebagai strategi pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010. Paradigma sehat tersebut dijabarkan dan dioperasionalkan antara lain dalam bentuk perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes RI, 1999).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan paradigma sehat dalam budaya perorangan. Keluarga dan masyarakat yang berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Selain itu juga program perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, kelompok, keluarga dengan membuka jalur komunikasi, informasi dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri terutama pada tatanannya masing-masing (Depkes RI, 2002).
Program perilaku hidup bersih dan sehat memiliki 5 program prioritas yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), gizi, kesehatan lingkungan, gaya hidup dan dana sehat/Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Perkembangan program perilaku hidup bersih dan sehat sesuai dengan dinamika yang terjadi di masyarakat sesuai kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing. Berlakunya menetapkan 9 indikator perilaku, indikator perilaku tersebut adalah tidak merokok, kepesertaan jaminan pelayanan kesehatan masyarakat, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar, menggosok gigi sebelum tidur dan olah raga, indikator lingkungan adalah air jamban ada air bersih, ada tempat sampah, ada Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) ventilasi kepadataan, lantai bukan tanah (Depkes RI, 2004).
Rokok dapat menyebabkan penyakit kanker, jantung, stroke dan paru. Hasil studi WHO menemukan bahwa kematian yang disebabkan oleh rokok diseluruh dunia dapat berlipat tiga dalam dua dekade mendatang. Sampai sekarang tercatat lebih dari 25 penyakit yang disebabkan oleh tembakau, lebih dari 60% perokok adalah laki-laki dewasa yang mulai merokok pada waktu mereka berusia kurang dari 20 tahun, remaja belasan tahun sudah mulai merokok tanpa menyadari sifat pembuat ketagihan nikotin, perilaku terus menerus merokok diantara kaum muda melalui tahap coba-coba selanjutnya menjadi perokok tetap dan akhirnya ketagihan (http://www.pd.persi.co.id, 4 Mei 2004)
Dinas Propinsi Lampung menetapkan 8 indikator di tatanan tempat-tempat umum yaitu air bersih, jamban, ada tempat sampah, saluran pembuangan limbah, pencahayaan dan pencahayaan dan penghawaa, kebersihan kuku, informasi tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) / Aquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), dana sehat/ JPKM, adanya media atau poster kesehatan.
Visi Dinas Kesehatan Lampung Timur "Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata serta sebagai penggerak kesehatan guna menumbuhkan daya saing masyarakat". Rumusan visi tersebut mengandung pengertian bahwa dalam kurun waktu 5 tahun yang akan datang secara bertahap Dinas Kesehatan akan mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata kepada seluruh lapisan masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan menuju masyarakat Lampung Timur yang sehat sehingga akan menumbuhkan daya saing masyarakat di segala bidang (Profil Dinas Kesehatan Lampung Timur, 2006).
Perilaku kesehatan di Lampung Timur yang diharapkan adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Berbagai lapisan masyarakat yang beresiko melakukan penyimpangan perilaku hidup bersih dan sehat. Karena bila pengetahuannya masih kurang dapat meningkatkan timbulnya ancaman penyakit yang seharusnya dapat dicegah sedini mungkin dan dapat berperilaku sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kegiatan dari Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM). Puskesmas memiliki program kegiatan utama :
1. Kesehatan lingkungan
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
3. Peningkatan kesehatan keluarga (termasuk kesehatan reproduksi)
4. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
5. Keperawatan kesehatan masyarakat
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Perbaikan gizi masyarakat
(Dinkes Propinsi Lampung, 2004).
Berdasarkan pengamatan peneliti di Puskesmas Raman Utara Lampung Timur, bahwa kegiatan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat belum pernah dilakukan hasil wawancara dengan tidak adanya arsip laporan penyuluhan kesehatan masyarakat di Puskesmas Raman Utara Lampung Timur.
Observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 12 Maret 2007 di SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur yang jumlah siswanya 240 orang (laki-laki 159 dan perempuan 201 orang) mempunyai fasilitas, sumur gali 1, WC siswa 2, WC guru 1, WC kepala sekolah 1, kotak sampah 12, poster kesehatan tentang rokok tidak ada, tempat cuci tangan tidak ada, WC siswa tampak kotor dan berbau tidak sedap, sampah berserakan pada tempat pembuangan sampah, ada 40 siswa merokok di lingkungan sekolah pada jam istirahat, maka tidak cuci tangan banyak yang memelihara kuku tangan, serta tidak ada yang ikut serta dana sehat /JPKM. (Koordinator UKS SMP 2 Raman Utara) 10 penyakit terbesar di Puskesmas Raman Utara adalah ISPA dengan jumlah 3777 kasus, penyakit lain-lain 2063 kasus, rematik 1348 kasus, hipertensi 952 kasus, karies gigi 632 kasus, penyakit kulit karena alergi 700 kasus, penyakit karena infeksi 615 kasus, diare 502 kasus (LB1 Puskesmas Raman Utara, 2006).
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul ”Gambaran Pengetahuan Siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat”.
Baca Selengkapnya - Gambaran pengetahuan siswa SMPN ….. tentang perilaku hidup bersih dan sehat tahun

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu menyusui dalam memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini di Desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan penerus cita – cita bangsa, maka anak harus mendapatkan perhatian khusus. Menurut penelitian WHO di seluruh dunia kematian bayi khususnya neonatal sebesar 10.000 jiwa per tahun. (Manuaba 1998 : 3). Di Indonesia AKI dan AKB masih tinggi yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup dan 21,8 per 1.000 kehaliran hidup. (Saifuddin 2002).
Di Desa Labuhan Ratu I angka kesakitan bayi dan menurut survey yang dilakukan terhadap 15 anak yang menderita diare + 3 – 4 kali dalam setahun, dan yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan terdapat 13 bayi dari 50 anak yang diberikan makanan pendamping ASI terlalu d ini.
Upaya untuk mewujudkan penurunan angka kematian bayi, kesakitan bayi dan anak dimulai dengan peran ibu dalam menyusui. Rekomendasi WHO / UNICEF pada pertemuan tahun 1979 di Genewa tentang makanan bayi dan anak yang berisikan : menyusukan merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan makanan bayi secara ideal dan alamiah serta merupakan dasar biologik dan psikologik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Memberikan susu formula sebagai makanan tambahan dengan dalih apapun pada bayi baru lahir harus dihindarkan (Sarwono, 1994 : 264).
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan baik untuk bayi, tidak ada satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi 3 aspek yaitu : aspek gizi, aspek kekebalan, dan aspek kejiwaan, berupa jalinan kasih sayang yang penting untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak. Pada usia 0 – 4 bulan bayi cukup diberi ASI saja (pemberian ASI ekslusif) karena produksi ASI pada periode tersebut sudah mencukupi kebutuhan bayi untuk tumbuh kembang yang sehat. (Departemen Kesehatan, 1995 : 23)
Pemberian makanan selain ASI pada umur 0 – 4 bulan dapat membahayakan bayi, karena bayi belum mampu memproduksi enzim untuk mencerna makanan selain ASI. Apabila pada periode ini bayi dipaksa menerima makanan selain ASI, akan timbul gangguan kesehatan pada bayi seperti diare, alergi dan bahaya lain yang fatal. Tanda bahwa ASI ekslusif memenuhi kebutuhan bayi antara lain : bayi tidak rewel, dan tumbuh sesuai dengan grafik pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Agar pemberian ASI ekslusif dapat berhasil, selain tidak memberikan makanan lain, perlu diperhatikan cara menyusui yang baik dan benar : tidak dijadwal, diberikan sesering mungkin. Kegagalan pemberian ASI eksklusif akan menyebabkan berkurangnya jumlah sel otot bayi sebanyak 15 – 20% sehingga menghambat perkembangan kecerdasan bayi pada tahap selanjutnya. Air Susu Ibu (ASI) mampu memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dan menjadi sehat sampai ia umur 4 bulan. (Dep Kes RI, 1995 : 24).
Setelah bayi berumur 4 bulan, ASI saja tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karenanya, setelah lewat umur 4 bulan, bayi perlu mendapat makanan tambahan atau Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) diberikan kepada bayi secara bertahap sesuai dengan pertumbuhan umur, pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya (Departemen Kesehatan RI, 1996 : 7).
Melihat begitu unggulnya ASI ekslusif, maka sangat disayangkan bahwa pada kenyataan penggunaan ASI ekslusif belum seperti yang kita harapkan. Penggunaan ASI yang dianjurkan adalah sampai umur 4 – 6 bulan, bayi hanya diberi ASI, kemudian pembuatan ASI diteruskan sampai umur 2 tahun bersama dengan makan tambahan. Kenyataan di Indonesia yang dilaporkan oleh demographic dan Healt Survey WHO tahun 1986 – 1989 walaupun prosentase bayi yang mendapat ASI cukup tinggi (96%) namun pemberian ASI secara ekslusif selama 4 – 6 bulan hanyalah 36%. Hal ini kebiasaan buruk dimiliki oleh masyarakat yaitu memberikan makanan selain ASI saja tanpa diselingi makanan lain sampai usia 0 – 4 bulan tidak mencukupi kebutuhan nutrisi bayi. (Rulina, 1992 : 211).
Hasil pra survey di desa Labuhan Ratu I penggunaan ASI secara ekslusif belum banyak diketahui oleh masyarakat, dimana dari 50 ibu yang sedang menyusui 37 orang telah memberikan makanan pendamping ASI sejak bayi berusia kurang dari 4 bulan. Jadi ibu yang menyusui telah memberikan makanan pendamping ASI sebelum waktunya. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan masyarakat yaitu apabila bayi hanya diberi ASI saja maka bayi akan kurus dan rewel.
Dari uraian pada latar belakang penulis ingin mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi diberikannya makanan pendamping ASI terlalu dini di Desa Labuhan Ratu I bulan Mei – Juni 2004.

B. Perumusan Masalah
Dari data yang ada dilatar belakang penulis dapat merumuskan masalah yang ada di Desa Labuhan Ratu I yaitu : “Faktor – faktor apakah yang mempengaruhi ibu menyusui dalam memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini ?”.

Baca Selengkapnya - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu menyusui dalam memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini di Desa

Faktor penyebab tidak tercapainya target cakupan persalinan oleh bidan di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini derajat kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia masih belum memuaskan. Hal ini ditandai dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang menjadi salah satu indikator dari keberhasilan pembangunan khususnya di bidang kesehatan. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih lambat terlihat dari penurunan hanya 25% dari 450/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 yang hanya menurun menjadi 334/100.000 kelahiran hidup. (Hadijono, 2003).
Tidak semua kehamilan berakhir dengan persalinan yang berlangsung normal, 30,7% persalinan disertai dengan komplikasi, dimana bila tidak ditangani dengan cepat dan baik dapat meningkatkan kematian ibu (Depkes. RI., 2000). Yang menjadi penyebab kematian ibu di negara berkembang yang berhubungan dengan kehamilan adalah 1) Perdarahan 40 – 60%, 2) Toksemia Gravidarum 20 – 30% dan 3) Infeksi 20 – 30% (Hartanto, 2002).
Pada tahun 1990 WHO meluncurkan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) oleh badan-badan Internasional seperti UNFPA, UNICEF, dan WORLD Bank. Pada dasarnya MPS meminta perhatian pemerintah dan masyarakat di setiap negara untuk :
a. Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional dan internasional.
b. Menyusun acuan Nasional dan standar pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
c. Mengembangkan sistem yang menjamin pelaksanaan standar yang lebih disusun.
d. Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, keluarga berencana, aborsi legal, baik publik maupun swasta.
e. Meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan neonatal serta pengembalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya.
f. Memperbaiki sistem monitoring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. (Saifuddin, 2001).
Di dalam rencana strategi nasional MPS di Indonesia 2001 – 2010 disebutkan bahwa dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, visi MPS adalah “Kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat” (Saifuddin, 2002). Salah satu sasaran yang ditetapkan adalah menurunkan AKI menjadi 125/100.000 hidup dan Angka Kematian Bayi menjadi 16/1000 kelahiran hidup. (Saifuddin, 2002)
Sembilan puluh persen kematian ibu terjadi di saat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijakan Departemen Kesehatan RI untuk mempercepat penurunan AKI adalah mengupayakan agar : 1) setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, dan 2) Pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada semua ibu hamil. Salah satu upaya yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan tersebut adalah pendidikan sejumlah 54.120 bidan yang ditempatkan di desa selama 1989 / 1990 sampai 1996 / 1997. (Saifuddin, 2001)
SDKI 1994 menyatakan bahwa angka pertolongan persalinan oleh dukun masih cukup tinggi yaitu 59,5% sedangkan pertolongan oleh tenaga kesehatan termasuk bidan 36,5%. Dari data di atas terlihat bahwa pertolongan persalinan oleh bidan masih cukup rendah.
Kejadian tingginya angka kematian dan orientasi masyarakat menuju pertolongan dukun disebabkan 2 hal penting yaitu kemiskinan dan kurangnya pengetahuan khususnya dalam bidang reproduksi wanita (Manuaba, 1998). Dominannya pertolongan pada dukun beranak terutama di daerah pedesaan sekitar 65 – 75% (Manuaba, 1998). Hal inilah yang menyebabkan tingginya AKI dan AKB di negara-negara yang sedang berkembang.
Di Kabupaten Lampung Selatan persalinan yang ditolong oleh bidan 12.933 atau 64,15% dari 20.162 persalinan pada tahun 2002, yang berarti cakupan pertolongan persalinan oleh bidan masih kurang dari target 90%. (Profil Dinas Kesehatan Lampung Selatan, 2002). Berdasarkan prasurvei yang penulis lakukan di wilayah Puskesmas Roworejo persalinan ditolong oleh bidan 502 atau 70,1% dari 716 persalinan, sedangkan di Desa Sidomulyo persalinan yang ditolong oleh bidan 42 atau 40% dari 105 persalinan. Dengan jumlah bidan desa di wilayah Roworejo adalah 8 orang sedangkan di Desa Sidomulyo ada 1 orang. Dari data di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor penyebab tidak terca-painya target cakupan persalinan oleh bidan.
Baca Selengkapnya - Faktor penyebab tidak tercapainya target cakupan persalinan oleh bidan di desa

Faktor-faktor alasan ibu mengganti kontrasepsi PIL dengan kontrasepsi suntik di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sejak Pelita V (1989 – 1994) Program Keluarga Berncana (KB) adalah gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dalam rangka meningkatkan mutu dan Sumber Daya Manusia Indonesia. Hasil sensus penduduk tahun 1990 menunjukan bahwa gerakan KB Nasional telah berhasil merampungkan landasan pembentukan keluarga kecil, dalam rangka pelembagaan dan pembudayaan NKKBS. (Wiknjosostro, 1999 : 902).
Program Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk, melalui usaha untuk penurunan tingkat kelahiran penduduk dengan peningkatan jumlah dan kelestarian akseptor dan usaha untuk membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, perpanjangan harapan hidup, menurunnya tingkat kematian bayi dan balita, serta menurunnya kematian ibu karena kehamilan dan persalinan. (Hartanto H, 2002 : 388).
Searah dengan GBHN 1999 yang dijabarkan dalam Propenas (2000) program KB Nasional di Propinsi Lampung telah menunjukan perkembangan. Berdasarkan hasil SDKI 2000 – 2003, angka TFR Propinsi Lampung adalah 2,7 hal ini menunjukan masih diatas rata-rata TFR Nasional 2,6. Tetapi dibandingkan dengan TFR Propingsi Lampung hasil SDKI 1997 yaitu 2,91 menujukan penurunan 0,21 point. Menurunnya angka fertilitas tersebut didorong antara lain oleh meningkatnya tingkat pendidikan wanita, penundaan usia perkawinan dan usia melahirkan, serta bertambah panjangnya jarak antara kelahiran anak. (BKKBN, 2004 : 9).
Adapun pengguna konstrasepsi oleh peserta KB baru selama tahun 2003, sangat didominasi oleh suntikan 50,36 prosen, pil 40,90 prosen, IUD 2,67 prosen, MOW 0,22 prosen, Implan 4,30 prosen, Kondom 1,37 prosen dan MOP 0,03 prosen. Sedangkan pada tahun 2003 peserta KB baru yang menggunakan kontrasepsi suntikan meningkat sebanyak 50,35 prosen yang sebelumnya 49,52 prosen tahun 2002. Pengguna kontrasepsi pil menurun dari 42,37 prosen menjadi 40,90 prosen pada tahun 2003. (BKKBN, 2004 : 10).
Angka cakupan hasil pelayanan peserta KB yang berada di Kabupaten Lampung Utara adalah : IUD 2,35 prosen, MOP 0,13 prosen, MOW 0,44 prosen, Implan 5,35 prosen, Suntik 40,51prosen, pil 41,07 prosen dan Kondom 2,15 prosen. (BKKBN, 2004).
Berdasarkan hasil prasurvey yang penulis lakukan di Puskesmas Bukit Kemuning Kabupaten Lampung Utara, jumlah akseptor KB baru periode Januari 2003 sampai Januari 2004 kontrasepsi suntik sejumlah 193 orang (65,64 prosen) dan kontrasepsi pil sejumlah 51 orang (17,34 prosen). Dan ada 47 akseptor yang berganti cara dari kontrasepsi pil menjadi kontrasepsi suntik.
Mengacu pada hal tersebut diatas, maka penulis mencoba melakukan penelitian melalui wawancara kepada sejumlah wanita usia subur di Puskesmas Bukit Kemuning, yang mengganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “apakah faktor-faktor yang menyebabkan ibu menganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik ?”.
Baca Selengkapnya - Faktor-faktor alasan ibu mengganti kontrasepsi PIL dengan kontrasepsi suntik di puskesmas

Faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada waktu lahir bayi mempunyai berat badan sekitar 3 kg dan panjang badan 50 cm. Pada umur 5 – 6 bulan berat badan bayi sudah mencapai dua kali, pada umur 12 bulan sudah 3 kali berat badan lahir, dan tahun-tahun berikutnya kenaikan berat badan tidak begitu cepat lagi lebih kurang 2 kg tiap tahunnya (Pudjiadi, 1997). Tetapi rata-rata pertambahan berat badan perbulan pada kelompok bayi yang diberi ASI eksklusif lebih besar dari pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif. Selain itu proporsi bayi yang mengalami gangguan kesehatan berupa diare, panas, batuk dan pilek pada kelompok bayi yang tidak diberi ASI eksklusif lebih besar dari pada bayi yang mendapat ASI eksklusif (Depkes RI, 2004).
Pemberian ASI dirasakan sangat menurun di beberapa negara industri dan menurun sangat cepat di negara-negara berkembang (G.J.Ebrahim, 1986). Bukti-bukti penurunan ibu dalam pemberian ASI di negara-negara maju misalnya di Amerika pada awal abad ke-20 kira-kira 71% ibu yang memberi ASI dan menurun menjadi 25%. Di Singapura pada tahun 1951 pada ibu dengan sosial ekonomi sedang dan baik 48% bayi mendapat ASI sedangkan pada golongan sosial ekonomi rendah 71%. Tetapi dalam waktu 1 tahun (1961) keadaan ini menurun menjadi 8% ibu-ibu dengan sosial ekonomi sedang dan 42% ibu-ibu dengan sosial ekonomi rendah (Soetjiningsih, 1997).
Di Indonesia menurut hasil Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia tahun 1997 memperlihatkan hanya 52% ibu yang memberikan ASI kepada bayinya. Dipastikan persentase tersebut jauh menurun bila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, 15 tahun lalu sebuah penelitian terhadap 460 bayi rawat gabung (rooming in) di RSCM memperlihatkan bahwa 71,1% ibu tidak memberi ASI eksklusif kepada bayinya (sampai berumur 2 bulan) sedangkan 20,2% diantaranya memberi ASI eksklusif (Pdpersi, 2004).
Di Lampung persentase jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif sudah cukup tinggi yaitu 70,33% atau 2.190 bayi dari jumlah bayi keseluruhan 3.114 bayi bila dibandingkan dengan provinsi tetangga seperti Jakarta dan Bengkulu yang masing-masing 64,49% atau 332 bayi dari jumlah bayi 5000 bayi dan 64,49% atau 74.905 bayi dari jumlah bayi 116.149 bayi.
Di Lampung Tengah persentase jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif yaitu 96,56% atau 24,862 bayi dari jumlah bayi 25,746 bayi. Tetapi di Kecamatan Seputih Agung sendiri persentase bayi yang mendapatkan ASI eksklusif masih rendah yaitu 44,40% atau 448 bayi dari jumlah keseluruhan 1.007 bayi bila dibandingkan dengan Gunung Sugih 52,77% dan Kota Gajah 46,01% (Dinkes Lamteng, 2003).
Penyebab utama ibu-ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Penyebab Utama Ibu Tidak Memberikan ASI
Penyebab Dikota Di Desa
Ibu Sakit 18,6% 46,7%
ASI tidak keluar 49,6% 40,0%
Ibu bekerja 19,5% 33,3%
Sumber : G.J. Ebrahim, 1986:111
Ada penyebab lain yang tidak kalah penting yang menyebabkan ibu tidak mau memberi ASI eksklusif diantara adalah puting susu ibu yang lecet, ibu mengeluh payudaranya terlalu penuh dan terasa sakit (bendungan ASI) serta mastitis, sedangkan persentase yang lebih banyak adalah masalah puting susu lecet 57%. (Soetjiningsih, 1997).
Berdasarkan data dan uraian dari latar belakang maka penulis ingin mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa Simpang Agung kecamatan Seputih Agung.
Baca Selengkapnya - Faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa

Faktor-faktor penyebab ibu hamil tidak melakukan senam hamil di BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tolak ukur keberhasilan dan kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara diukur dengan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu angka kematian ibu akibat langsung dari proses reproduksi, sedangkan angka kematian bayi (AKB) yaitu angka kematian bayi sampai umur 1 tahun. Berdasarkan penelitian WHO diseluruh dunia Angka Kematian Ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun dan kematian bayi sebesar 10.000.000 jiwa per tahun (Manuaba, 1998). AKI di Indonesia pada tahun 2003 sekitar 307 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan AKB 35 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2005).
AKI di Bandar Lampung tahun 2004 sekitar 307 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 55 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes Prop. Lampung, 2005). AKI di Kota Metro pada tahun 2004 sekitar 1 per 2.914 kelahiran hidup dan AKB 37 per 2.914 kelahiran hidup (Dinkes Kota Metro, 2005). Banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yaitu dengan cara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Senam hamil adalah salah satu upaya promotif dan preventif untuk mengurangi AKI dan AKB.
Persalinan adalah saat yang monumental bagi seorang wanita (Weddingku.com, Maret 2006). Perasaan takut dan cemas dalam menghadapi persalinan biasanya terjadi pada wanita hamil dan menimbulkan ketegangan-ketegangan fisik dan psikis (Primadi, 1980).
Perubahan-perubahan pada ibu hamil yang pertama berupa perubahan fisik yaitu berupa pembesaran perut yang menyebabkan rasa pegal pada pinggang, varises, kram pada kaki, dan perubahan kedua adalah perubahan psikis yaitu berupa ketegangan yang menyebabkan rasa cemas (Primadi, 1980). Senam hamil menurut Viscera (1995) merupakan salah satu kegiatan dalam pelayanan selama kehamilan (prenatal care). Senam hamil akan memberikan suatu hasil produk kehamilan (out come) persalinan yang lebih baik dibandingkan pada ibu-ibu hamil yang tidak melakukan senam hamil (Pintunet.com, Maret, 2006).
Senam hamil berfungsi untuk mengendurkan ketegangan-ketegangan, mengurangi pegal-pegal, mengelastiskan perineum dan dapat melakukan pernafasan secara teratur dalam menghadapi persalinan, secara psikologis juga berdampak positif untuk mengurangi rasa panik dan akhirnya proses persalinan dapat berjalan secara lancar (Weddingku.com, Maret 2006).
Senam hamil juga terbukti dapat membantu dalam perubahan metabolisme tubuh selama kehamilan, keuntungannya tingginya konsumsi oksigen untuk tubuh, aliran darah jantung, strok volume dan curah jantung. Selain itu dapat mengakibatkan perubahan peran jantung selama kehamilan yang berguna untuk membantu fungsi jantung sehingga para ibu hamil akan merasa lebih sehat dan tidak merasa sesak nafas serta membuat tubuh segar dan bugar. Pada wanita-wanita hamil yang melakukan senam hamil secara teratur dilaporkan memberi keuntungan persalinannya (Kala II) menjadi lebih pendek dan mengurangi terjadinya gawat janin pada waktu persalinan (Plintunet.com, Maret 2006). Sehingga dapat disimpulkan tujuan utama senam hamil adalah untuk meningkatkan stamina dan kondisi tubuh (Weddingku.com, Maret 2006).
Berdasarkan hasil pra survei dari bulan Januari-Maret 2006 di BPS CH Sudilah, dari 69 persalinan didapatkan 41 persalinan atau 60% yang mengalami ruptur perineum. Ibu hamil yang usia kehamilannya > 22 minggu yang melakukan ANC dari 160 ibu hamil didapatkan 120 atau 75% ibu hamil yang mengeluh pegal-pegal dan cepat lelah selama kehamilan. Hal ini terjadi karena banyak ibu-ibu hamil yang tidak melakukan senam hamil yang salah satu manfaatnya adalah untuk mengelastiskan perenium dan mengurangi pegal-pegal.
Berdasarkan hasil dari pra survei yang dilakukan pada bulan April tahun 2006 dari 20 ibu hamil yang usia kehamilannya di atas 22 minggu yang melakukan ANC didapatkan 3 orang yang sudah tahu tentang senam hamil baik manfaat, tujuan dan gerakan-gerakan senam hamil tapi tidak melakukan senam hamil dan 17 orang yang tidak tahu tentang senam hamil dan tidak melakukan senam hamil.
Dari uraian di atas maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Penyebab Ibu Hamil tidak Melakukan Senam Hamil di BPS CH. Sudilah Kecamatan Metro Barat Kota Metro”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini “Apakah faktor-faktor Penyebab Ibu Hamil tidak Melakukan Senam Hamil di BPS CH. Sudilah Kecamatan Metro Barat Kota Metro?”

Baca Selengkapnya - Faktor-faktor penyebab ibu hamil tidak melakukan senam hamil di BPS

Faktor-faktor penyebab petugas kesehatan tidak melakukan pemeriksaan PAP SMEAR di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Diantara tumor ganas ginekologi, kanker servik uteri merupakan penyakit keganasan yang menimbulkan masalah dalam kesehatan kaum wanita terutama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia (Wiknjosastro, 1999)
Hingga saat ini kanker servik uteri masih menempati urutan pertama penyakit yang paling banyak menyerang wanita di Indonesia. Sementara di dunia, penderita kanker servik uteri terbanyak kedua setelah kanker payudara (Mardiana, 2006)
Dalam usaha menyelamatkan wanita agar tidak menjadi korban kanker servik uteri, usaha pencegahan dan diaknosa dini perlu dilakukan, karena penanggulangan pada kasus yang sudah invasif tidak memuaskan (Harahap, 1984)
Untuk menghindari kanker servik uteri sebaiknya melakukan pemeriksaan, pemeriksaan yang dimaksut adalah pap smear. Pap smear merupakan metode pemeriksaan sel cairan dinding leher rahim dengan menggunakan mikroskop. Pada saat pemeriksaan, yang bersangkutan tidak akan merasa sakit dan prosesnya cukup cepat. Dan sangat dianjurkan bagi wanita yang memiliki faktor resiko (pemicu) terkena kanker servik uteri lebih banyak melakukan pemeriksaan ini (Mardiana, 2006)

Penyakit kanker dapat menyerang semua lapisan masyarakat tanpa mengenal status sosial, umur dan jenis kelamin. Dari status sosial, penyakit kanker dapat menyerang orang kaya, miskin, berpendidikan tinggi, maupun orang-orang yang sama sekali tidak berpendidikan. Anak-anak, remaja, dan orang dewasa juga tidak luput dari serangan kanker. Namun berdasarkan data yang ada diperkirakan 60% penderita kanker di Indonesia adalah wanita (Mardiana, 2006)
Diagnosis kanker servik uteri masih sering terlambat dibuat dan penanganannyapun ternyata tidak memberi hasil yang baik. Keterlambatan diagnosis terjadi karena penderita sering datang terlambat ke dokter, mengusahakan sendiri mengatasinya dengan minum jamu atau pergi ke dukun. Hal tersebut karena sebenarnya disebabkan kurangnya pengertian akan bahaya kanker, karena pendidikan yang kurang atau kurangnya penerangan mengenai kanker umumnya, kanker servik uteri khususnya. Tidak jarang pula penderita tidak dapat pergi ke dokter karena persoalan biaya, ataupun takut ditemukan kanker pada dirinya. Ketakutan yang tidak beralasan tersebut disebabkan pendapat umum bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan dengan kematian (Harahap, 1984)
Berdasarkan pra survei, petugas kesehatan Puskesmas Raman Utara ada 32 pegawai, terdiri dari 9 orang pegawai pria dan 23 orang pegawai wanita. Dari 23 pegawai wanita 3 orang sudah melakukan pemeriksaan pap smear, 19 orang belum melakukan pemeriksaan pap smear dan 1 orang masih gadis. Para petugas diharapkan dalam tugasnya dapat menyadarkan wanita betapa pentingnya memeriksa diri secara teratur dan berkala. Bila deteksi dini dapat diupayakan, sebenarnya tidak perlu wanita mati karena kanker servik uteri (Harahap, 1984)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut : ”Apakah Faktor-faktor Penyebab Petugas Kesehatan Tidak Melakukan Pemeriksaan Pap Smear Di Puskesmas Raman Utara tahun 2007”

Baca Selengkapnya - Faktor-faktor penyebab petugas kesehatan tidak melakukan pemeriksaan PAP SMEAR di puskesmas

Faktor-faktor penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia di bawah 6 bulan di kelurahan

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian bayi yang cukup tinggi didunia dapat dihindari dengan pemberian air susu ibu pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan yang berperan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus dimasa depan (Arifin, 2004). Dukungan politis dari pemerintah terhadap peningkatan penggunaan ASI termasuk ASI ekslusif telah memadai, hal ini terbukti Departemen Kesehatan menggencarkan kampanye pemberian ASI ekslusif selama enam bulan disertai pula dengan informasi manfaat ASI ekslusif (Amori, 2007).
Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indicator kesehatan yang sensitif, pada tahun 2003, AKB di Indonesia tercatat 35 per 1000 kelahiran hidup, meskipun AKB di Indonesia tidak mengalami perbaikan tetapi keadaan tetap jauh lebih buruk, sedangkan dilihat dari data ASEAN Statistik Pocketbook dinegara asia bagian timur dan tengah, angka kematian bayi di Vietnam 18, Thailand 17, Filipina 26, Malaysia 5,6, dan Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup (Sampurno, 2007).
Kelahiran bayi kiranya merupakan momen yang paling menggembirakan bagi orang tua manapun. Mereka ingin bayi mereka sehat dan memiliki lingkungan emosi dan fisik yang terbaik. Setelah lahir, nutrisi memainkan peran terpenting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi sampai ia berumur sekitar enam bulan (Ramaiah, 2007).
Riset terbaru WHO pada tahun 2005 menyebutkan bahwa 42 persen penyebab kematian balita di dunia adalah akibat penyakit, yang terbesar adalah pneumonia (20 persen), selebihnya (58 persen) terkait dengan malnutrisi yang seringkali terkait dengan asupan ASI (Siswono, 2006). Dan berdasarkan hasil penelitian Ridwan Amirudin 2007, anak yang tidak diberi ASI ekslusif lebih cepat terserang penyakit kronis seperti kanker, jantung, hipertensi, dan diabetes setelah dewasa,.kemungkinan anak menderita kekurangan gizi dan obesitas (Amiruddin, 2007).
Bayi yang diberi susu selain ASI, mempunyai 17 kali lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi saluran pernafasan (ISPA) salah satu factor adalah karena buruknya pemberian ASI (Dep.Kes,RI, 2005) hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 – 2003 hanya 8 % bayi Indonesia yang mendapat ASI ekslusif 6 bulan dan 4% yang mendapat ASI dalam satu jam kelahirannya (Amori, 2007).
Menteri negara pemberdaya perempuan dinews Antara pada Peringatan Pekan Asi Sedunia 2007, mengatakan meskipun usaha meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat gencar dilakukan, tapi kesadaran masyarakat untuk pemberian ASI di Indonesia masih memprihatinkan, berdasarkan data yang ada pada tahun 2002 – 2003 bayi dibawah usia 4 bulan yang diberikan ASI ekslusif hanya 55 % sementara itu pemberian ASI ekslusif pada bayi usia 2 bulan hanya 64%, pada bayi berumur 2-3 bulan hanya 46 % dan pada bayi berumur 4-5 bulan haya 14 %. Dan berdasarkan hasil penelitian Ridwan Amirudin 2007, proporsi pemberian ASI Ekslusif pada bayi kelompok usia 0 bulan sebesar 73,1 %, usia 1 bulan sebesr 55,5 %, usia 2 bulan sebesar 43 %, usia 3 bulan sebesar 36%, dan usia 4 bulan 16,7% (Amiruddin, 2007).
ASI sebagai makanan bayi yang mengandung laktosa didalam usus laktosa akan dipermentasi menjadi asam laktat yang bermanfaat sebagai zat antibodi, menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat pathogen, ASI tidak mengandung beta lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi (Arifin, 2004).
Meskipun ASI sangat besar manfaatnya bagi bayi, namun survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition dan Health Surveillance System (NSS) kerja sama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 perkotaan dan 8 pedesaan menunjukan bahwa cakupan ASI ekslusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4% - 12 %, sedangkan dipedesaan 4% - 25 % pencapaian ASI ekslusif, pencapaian ASI ekslusif 5-6 bulan diperkotaan berkisar antara 1% - 13%, sedangkan dipedesaan 2% - 13 %.
Berdasarkan data dari NSS yang bekerjasama dengan Balitbangkes dan Hellen Keller International permasalahan yang mengakibatkan masih rendahnya penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung PP-ASI, gencarnya promosi susu formula dan ibu bekerja (Judarwanto, 2006).
Menurut penelitan Arifin Siregar 2004 dijelaskan alasan ibu tidak menyusui bayinya, di aspek kehidupan kota kurangnya pengertian dan pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan meyusui yang menyebabkan ibu terpengaruh kepada susu formula. Kesehatan / status gizi bayi serta kelangsungan akan lebih baik pada ibu yang berpendidikan rendah. Hal ini karena ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang luas serta kemampuan untuk menerima informasi lebih tinggi.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pemberian ASI adalah sikap ibu terhadap lingkungan sosialnya dan kebudayaan dan dilihat faktor intern dari ibu seperti terjadinya bendungan ASI, luka-luka pada puting susu, kelainan pada puting susu dan adanya penyakit tertentu seperti tuberkolose, malaria. (Arifin, 2004).
Berkurangnya jumlah ibu yang menyusui bayinya dimulai di kota-kota, terutama pada warga yang berpenghasilan cukup yang kemudian menjalar ke daerah pinggiran kota, penelitian para ahli mengapa jumlah ibu yang menyusui bayinya cenderung menurun, semakin banyak ibu bekerja,adanya anggapan menyusui adalah lambang keterbelakangan budaya dan alasan estetika (M, Sjahnien, 2008). Dan berdasarkan hasil penelitian Ridwan Amirudin 2007 dengan bertambahnya usia bayi tejadi penurunan pola pemberian ASI sebesar 1,3 kali / 77,2 %. Hal ini memberikan adanya hubungan antara pemberian ASI dengan sosial ekonomi ibu dimana ibu yang mempunyai sosial yang rendah mempunyai peluang 4,6 kali untuk memberikan ASI dibanding ibu dengan sosial yang tinggi bertambahnya pendapatan keluarga atau status sosial ekonomi yang tinggi serta lapangan pekerjaan bagi perempuan, berhubungan dengan cepatnya pemberian susu botol artinya mengurangi kemungkinan untuk menyusui bayi dalam waktu yang lama. (Amirudin, 2007).
Bardasarkan hasil perhitungan data SUSENAS pada tahun 2006 di Propinsi Lampung bayi usia 0-4 bulan yang tidak memberikan ASI secara eksklusif sebesar 44,52 % (Profil Lampung, 2006). Di Kota Metro yang tidak memberikan ASI secara ekslusif pada tahun 2007 sebanyak 52,88%, sedangkan dipuskesmas Iringmulyo ibu-ibu yang tidak memberikan ASI secara ekslusif sebanyak 57,93% (Dinkes Kota Metro, 2007).
Berdasarkan hasil pra survey di Puskesmas Iringmulyo pada bulan Januari - April 2008, jumlah bayi berusia kurang dari 6 bulan sebanyak 56 ibu yang memiliki bayi 0 - 6 bulan, bayi yang diberi ASI eksklusif adalah sebanyak 6 (10,7 %) dan bayi yang tidak ASI eksklusif sebanyak 50 (89,3 %) pada bulan Januari – April 2008 bayi yang terkena diare sebanyak 19 bayi (33,9 %) dan yang terkena ISPA sebanyak 18 bayi (3,21 %).
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yaitu faktor – faktor penyebab rendahnya pemberian ASI ekslusif pada bayi usia dibawah 6 bulan dikelurahan Iringmulyo wilayah kerja puskesmas Iringmulyo tahun 2008.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu : “faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia di bawah 6 bulan di Kelurahan Iringmulyo Wilayah Kerja Puskesmas Iringmulyo tahun 2008 ?”.

Baca Selengkapnya - Faktor-faktor penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia di bawah 6 bulan di kelurahan

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber