Cari Blog Ini

Pengetahuan remaja mengenai bahaya merokok

Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun orang – orang disekitarnya.
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan temanteman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok. (Al Bachri dalam Widianti Efri, 2007)
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang bahaya merokok di Madrasah Tsanawiyah Nurul Ulum Kota Gajah pada Tahun 2009. Subjek dalam penelitian ini adalah Remaja Madrasah Tsanawiyah Nurul Ulum Kota Gajah dan objek penelitian adalah pengetehuan tentang bahaya merokok.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pengambilan sampel dengan tehnik quota sampling dan diperoleh jumlah sampel yang diambil sebanyak 232 orang remaja. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dengan alat ukur berupa lembar kuisioner yang diberikan langsung kepada responden.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 232 responden yang diambil dari seluruh remaja di MTs Nurul Ulum, diperoleh hasil tingkat pengetahuan remaja putri tentang bahaya merokok yang terbesar adalah pada tingkat pengetahuan yang kurang sebanyak 172 orang remaja (74,14%), dan dengan tingkat pengetahuan terendah tidak baik sebanyak 5 orang (2,16%).
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini pengetahuan remaja tentang bahaya merokok di MTs Nurul Ulum secara umum adalah kurang.

Kata Kunci : Pengetahuan, Remaja, Bahaya Merokok

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
2. Tingkat Pengetahuan
B. Rokok
C. Bahaya Merokok
D. Kerangka Konsep
E. Definisi Operasional


BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
B. Populasi dan Sampel
C. Waktu dan Tempat Penelitian
D. Variabel Penelitian
E. Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
F. Analisa Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Identitas Sekolah
2. Visi, Misi dan Tujuan MTs
3. Tenaga Pengajar
4. Sarana dan Prasarana
5. Data Keadaan Siswa
6. Struktur Organisasi
B. Hasil Penelitian
C. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Baca Selengkapnya - Pengetahuan remaja mengenai bahaya merokok

gambaran Pengetahuan Remaja tentang PMS

Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis.
Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum-minuman berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran (Iskandar, 1997).
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja terhadap penyakit menular seksual pada kelas SMU N I Sukadana tahun 2009.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pengambilan sampel yang digunakan adalah quota sampling sehingga diperoleh sampel sebanyak 150 orang siswa di SMU N I Sukadana. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dengan alat ukur berupa lembar kuisioner yang diberikan langsung kepada responden.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa tingkat pengetahuan remaja tentang Penyakit Menular Seksual di SMU N I Sukadana secara umum adalah dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 18 orang (12%), dengan pengetahuan cukup baik sebanyak 34 orang (22,67%), dengan pengetahuan kurang baik sebanyak 98 orang (65,33%), dan tidak ada siswa dengan berpengetahuan tidak baik.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah Pengetahuan remaja tentang Penyakit Menular Seksual di SMUN 1 Sukadana secara umum adalah kurang baik.

Kata Kunci : Pengetahuan, Remaja, Penyakit Menular Seksual

DAFTAR ISI


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengetahuan
2. Penyakit Menular Seksual
B. Kerangka Konsep Penelitian
C. Definisi Operasional

BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
B. Populasi dan Sampel
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
D. Variabel Penelitian
E. Instrumen Penelitian
F. Tehnik Pengumpulan Data
1. Pengolahan Data
2. Analisa Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
B. Hasil Penelitian
C. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Baca Selengkapnya - gambaran Pengetahuan Remaja tentang PMS

Pengetahuan remaja putri tentang Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan jenis kanker yang bermula ketika sel pada payudara mulai membelah dan tumbuh dalam cara yang tidak terkontrol dan abnormal. Sebagaimana kanker yang lain, penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti.
Menurut WHO 8-9% wanita akan mengalami kanker payudara. Hal ini menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250,000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175,000 di Amerika Serikat. Masih menurut WHO, tahun 2000 diperkirakan 1,2 juta wanita terdiagnosis kanker payudara dan lebih dari 700,000 meninggal karenanya.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan remaja putri tentang kanker payudara di Madrasah Aliyah Negeri 2 Metro Tahun 2009. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja putri di Madrasah Aliyah Negeri 2 Metro sedangkan objek penelitian adalah pengetahuan tentang kanker payudara.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 255 orang siswi melalui tehnik pengambilan sampel menggunakan tehnik quota sampling. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dengan alat ukur berupa lembar kuisioner yang diberikan langsung kepada responden.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pengetahuan remaja putri tentang kanker payudara dari 255 responden yang diambil dari seluruh siswa putri di MAN 2 Metro, adalah baik sebanyak 24 orang (9,41%), cukup baik sebanyak 54 orang (21,18%), kurang baik sebanyak 159 orang (62,35%) dan tidak baik sebanyak 18 orang (7,06%).
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah Pengetahuan remaja putri tentang kanker payudara di Madrasah Aliyah Negeri 2 Metro Tahun 2009 secara umum kurang baik.

Kata Kunci : Pengetahuan, Remaja Putri, Kanker Payudara

DAFTAR ISI :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengetahuan
2. Remaja
3. Kanker Payudara
B. Kerangka Konsep Penelitian
C. Definisi Operasional

BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
C. Populasi dan Sampel
D. Variabel Penelitian
E. Alat Ukur dan Pengukuran Variabel
F. Tehnik Pengolahan Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Sejarah MAN 2 Metro
2. Visi,Misi dan Tujuan MAN 2 Metro
3. Tenaga Pengejar
4. Sarana dan Prasarana
B. Hasil Penelitian
C. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Baca Selengkapnya - Pengetahuan remaja putri tentang Kanker Payudara

Penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal

Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai kendala dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya dalam bidang kesehatan. Hal itu tampak antara lain dari masih tingginya kelahiran dan kematian neonatal. Setiap tahun diperkirakan terdapat sejumlah 4.608.000 bayi dilahirkan dan 100.454 bayi diantaranya ternyata meninggal dunia pada neonatal atau sebelum menginjak usia sebulan, dengan kata lain setiap 5 menit satu bayi meninggal oleh berbagai sebab (Depkes RI, 2003).
Pelayanan kesehatan terutama untuk neonatal oleh tenaga kesehatan masih rendah sehingga keterampilan tenaga kesehatan perlu selalu ditingkatkan, salah satunya adalah menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, serta menilai hasil yang dicapai dalam menyusun rencana tindakan selanjutnya (Saifuddin, 2002)
Pada dasarnya kurang baiknya penanganan 6 jam pertama pada bayi baru lahir menyebabkan kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya sebagai akibat hipotermi pada bayi baru lahir dapat terjadi cold stress yang selanjutnya dapat menyebabkan hipoksia dan mengakibatkan kerusakan otak. Akibat selanjutnya adalah perdarahan otak, syok dan beberapa bagian tubuh mengeras dan keterlambatan tumbuh kembang, contoh lain misalnya kurang baiknya pembersihan jalan nafas waktu lahir dapat menyebabkan masuknya cairan lambung kedalam paru-paru yang mengakibatkan kesulitan bernapas, kekurangan zat asam dan apabila hal ini berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otak, kerusakan otak, dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang (Saifuddin, 2002).
Berdasarkan penelitian WHO diseluruh dunia, kematian bayi khususnya neonatal sebesar 10.000.000 jiwa per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa angka kematian bayi baru lahir masih sangat tinggi (Manuaba, 1998).
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, Angka Kematian Bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal) masih berada pada kisaran 20 per 1000 kelahiran hidup. Pelaksanaan ”Making Pregnancy Safer (MPS)”, target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2010 adalah menurunkan angka kematian bayi baru lahir menjadi 15 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2004).
Sebagai indikator derajat kesehatan masyarakat, kematian neonatal pada umur 0-28 hari yang seharusnya 45 per 1.000 kelahiran, tahun 2006 ditemukan 861 kasus. Penyebab kematian bayi di Lampung, disebabkan karena kasus asfiksia dengan jumlah 199 kasus (31%), berat badan lahir rendah sebanyak 226 kasus (36%), tetanus neonatorum sebanyak 2 kasus dan penyebab lain 210 kasus (33%) (Wiwiek.depkes.go.id, 2004).
Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan periode yang paling kritis. Pencegahan terhadap infeksi, mempertahankan suhu tubuh, membebaskan jalan nafas, serta pemberian ASI terutama kolostrum merupakan usaha dalam menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB). Neonatus pada minggu-minggu pertama sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu pada waktu hamil dan melahirkan (Saifuddin, 2002).

Baca Selengkapnya - Penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal

Pemrosesan Alat Bekas Pakai Pada Proses Persalinan

Dalam rangka pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010, yang menekankan paradigma sehat, berupa orientasi peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan menyeluruh dan terpadu.
Orientasi ini juga berlaku pada kesehatan maternal dan neonatal, pelayanan kontrasepsi dan pencegahan infeksi. Secara khusus pencegahan infeksi semakin kompleks dengan munculnya HIV/AIDS, wabah SARS yang merupakan dampak negatif globalisasi melalui kemudahan informasi, komunikasi dan transportasi yang menembus batas Negara. Di samping itu penyakit infeksi lama seperti tbc, malaria, demam berdarah dan hepatitis yang belum tertangani, juga memerlukan perhatian dan penanganan tepat.
Infeksi juga merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir, sebenarnya dapat dicegah. Dunia internasional saat ini sudah berpedoman kepada Uni¬versal Precaution standard sebagai upaya mengatasi berbagai penyakit infeksi terutama penyakit menular. Namun demikian hal ini masih merupakan masalah utama di hampir seluruh fasilitas pelayanan kesehatan karena dalam mengatasi situasi tersebut dibutuhkan tenaga pelayanan kesehatan yang dapat menunjukkan kinerja yang sesuai dengan standarpelayanan di manapun mereka bekerja atau bertugas. Kinerja yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan juga akan merupakan hal penting dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan tersebut (Prawirohardjo, 2004).
Masyarakat yang menerima pelayanan medis dan kesehatan, baik di ru¬mah sakit atau klinik, dihadapkan kepada risiko terinfeksi kecuali kalau dilakukan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya infeksi. Selain itu, petugas kesehatan yang melayani mereka dan staf pendukung (seperti staf rumah tangga, pembuang sampah dan staf laboratorium) semuanya dihadapkan kepada risiko terjadinya infeksi (IBI, 2006).
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa BPS termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di BPS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung BPS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola BPS menerapkan upaya-upaya K3 di BPS.
Baca Selengkapnya - Pemrosesan Alat Bekas Pakai Pada Proses Persalinan

Pemberian salep mata terhadap bayi baru lahir

Pengetahuan dasar yang harus dapat dikuasai oleh seorang bidan adalah pengetahuan dasar tentang adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus, kebutuhan dasar bayi baru lahir, kebersihan jalan nafas, perawatan tali pusat, kehangatan, nutrisi, bonding dan attachement, indikator pengkajian bayi baru lahir, misalkan APGAR, penampilan dan perilaku bayi baru lahir, tumbuh kembang yang normal pada bayi baru lahir sampai 1 bulan, memberikan imunisasi pada bayi.
Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti caput, molding, mongolion spot, hemangioma, komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti hypoglikemia, hypotermi, dehidrasi, diare dan infeksi, ikterus, promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi baru lahir sampai 1 bulan, keuntungan dan resiko imunisasi pada bayi, pertumbuhan dan perkembangan bayi premature dan komplikasi tertentu bayi baru lahir sperti taruma intra-cranial, fraktur clavicula, kematian mendadak, hematoma (IBI, 2006).

Hingga kini, infeksi masih merupakan masalah yang serius pada bayi baru lahir (BBL). Infeksi juga masih berperan utama dalam angka kesakitan dan angka kematian BBL di Indonesia. Sampai saat ini, memang belum ada data nasional yang akurat mengenai angka kesakitan dan kematian karena infeksi pada BBL. Namun, sejak krisis ekonomi melanda kawasan Asia, termasuk Indonesia, diperkirakan angka kematian bayi cenderung meningkat.Faktor tidak langsung misalnya keadaan sosial dan medis. Sedangkan faktor yang berpengaruh langsung adalah kontak bayi dengan organisme yang potensial patogenik, yang tidak dapat diatasi oleh daya tahan tubuh bayi tersebut Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan atau kontaminasi mikroorganisme selama proses persalinan berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir.
Infeksi pada bayi baru lahir ada dua tipe yaitu early infection (infeksi dini) dan late infection (infeksi terlambat). Disebut infeksi dini karena infeksi didapat dari si ibu saat masih dalam kandungan. Sementara late infection adalah infeksi yang didapat dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular oleh orang lain. Beragam infeksi bisa terkena pada bayi baru lahir, seperti, herpes, toksoplasma, Rubella, CMV, hepatitis, eksim, infeksi saluran kemih, infeksi telinga, infeksi kulit, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), dan HIV/AIDS (www.waspada.co.id).
Fungsi imunologis sang bayi yang belum berkembang dengan baik berpengaruh terhadap angka kesakitan dan kematian karena infeksi pada BBL. Terlihatnya cadangan prekursor granulosit yang masih rendah dalam sumsum tulang, masih rendahnya aktivitas komplemen serum, dan masih rendahnya kesanggupan memproduksi antibodi terhadap antigen polisakarida bakteri dan lain-lainnya, merupakan indikasi fungsi imunologis yang belum berkembang dengan baik. Juga, sedikitnya IgG yang diperoleh dari ibu turut pula berperan.
Infeksi yang terjadi pada BBL dapat pula disebabkan oleh kontak bayi dengan organisme yang potensial patogenik. Mekanismenya terbagi dalam tiga kategori, pertama, Infeksi Intrauterin (transmisi melalui plasenta). Kedua, infeksi saat persalinan. Ketiga, infeksi pascanatal yang berasal dari ibu setelah melahirkan, dari lingkungan, dan rumah sakit. Ibu yang mengidap cytomegalovirus, toxoplasmosis, HIV (Human Immunodeficiency Virus), rubella, hepatitis, herpes simplex, syphylis, bakteri, dan lain-lain, tentu dapat menular ke janin/bayi pada intranatal. Bila infeksi terjadi pada ibu sebelum konsepsi atau pada masa perinatal, kata Rachma, dampaknya akan terjadi sekaligus kepada ibu, janin, dan bayi yang baru lahir. (http://pusdiknakes.or.id).
Dari Perhitungan dengan Mortpak dari data Susenas 2004 memperoleh perkiraan Angka Kematian Balita sebesar 74 per 1000 balita, dengan referensi waktu Mei 2002. Artinya, pada tahun 2002 setiap 1000 balita (umur 0 sampai 4 thn 11 bln 29 hari) pada tahun 2002, 74 anak diantaranya tidak akan berhasil mencapai umur tepat lima tahun.Di propinsi lampung Angka Kematian Balita sebesar 47 per 1000 balita,dengan refernsi tahun 2007 Artinya, setiap 1000 balita (umur 0 sampai 4 thn 11 bln 29 hari) pada tahun 2007, 47 anak diantaranya tidak akan berhasil mencapai umur tepat lima tahun.( http://demografi.bps.go.id).
Bayi yang baru lahir ketika tidak mendapatkan salep mata dalam waktu kurang dari 1 jam menyebabkan infeksi mata bayi baru lahir. Bila keadaan ini tidak diobati atau terlambat diobati bisa timbul kerusakan kornea, mulai dari bentuk ulkus hingga perforasi (Depkes, 2000).
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan atau kontaminasi mikroorganisme selama proses persalinan berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir. Pada bayi baru lahir, saluran air mata belum terbuka sempurna, selain mata tampak merah, bayi akan terlihat seperti mengeluarkan air mata terus (di bagian mata dekat hidung) walaupun sedang tidak menangis. (http://www.scribd.com).
Salep mata memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan obat tetes mata. Salep mata cenderung lebih awet (dalam penyimpanan), penggunaannya juga lebih efisien dan tahan lama. Tidak seperti tetes mata yang cepat menguap habis akibat terbuang bersama air mata sehingga kita harus lebih sering menggunakannya, salep mata lebih lama menempel di mata sehingga pengobatannya pun menjadi lebih efektif. Pada penderita akut, salep mata sangat dianjurkan daripada tetes mata yang harus diteteskan setiap 3 sampai 4 jam sekali, karena daya kerjanya cepat menghilang, terbuang bersama air mata. Dengan penggunaan yang dioleskan pada kelopak mata bagian dalam, diharapkan zat aktif dalam salep mata dapat bekerja optimal, sehingga diharapkan penyembuhan menjadi lebih cepat.
Cara penggunaan salep mata tidak jauh berbeda dengan penggunaan obat tetes mata. Kedua jenis obat ini (salep mata dan tetes mata) merupakan obat steril. Jadi untuk mencegah kontaminasi, ujung wadah obat jangan sampai terkena permukaan lain dan tutup rapat sesudah digunakan. Selain itu, satu obat mata hanya boleh digunakan untuk satu orang saja. Hal ini penting, karena sakit mata yang diderita oleh satu orang dengan yang lain mungkin berbeda sehingga membutuhkan jenis obat yang berbeda. Selain itu juga untuk mencegah penularan penyakit mata ke orang lain. Selanjutnya, obat mata yang masih tersisa satu bulan setelah tutup dibuka harus segera dibuang, karena obat mata akan cepat rusak setelah dibuka. (Depkes, 2000).
Baca Selengkapnya - Pemberian salep mata terhadap bayi baru lahir

Pelaksanaan PHBS di Sekolah

Kebijakan Indonesia Sehat 2010 menetapkan tiga pilar utama yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan bermutu adil dan merata. Untuk mendukung pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1114/Menkes/SK/VIII/2005 tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dilakukan melalui pendekatan tatanan, yaitu tatanan rumah tangga, sekolah, tempat-tempat umum, tempat kerja, dan institusi kesehatan (www.dinkessulsel.go.id).
Sekolah sebagai salah satu sasaran PHBS di tatanan institusi pendidikan perlu mendapatkan perhatian mengingat usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit serta munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (usia 6-10), misalnya diare, kecacingan dan anemia. Dampak lainnya dari kurang dilaksanakan PHBS diantaranya yaitu suasana belajar yang tidak mendukung karena lingkungan sekolah yang kotor, menurunnya semangat dan prestasi belajar dan mengajar di sekolah, menurunkan citra sekolah di masyarakat umum. Berdasarkan data WHO (2007) menyebut bahwa setiap tahun 100.000 anak Indonesia meninggal akibat diare (www.dinkes.jabar.go.id), angka kejadian kecacingan mencapai angka 40-60% (Depkes, 2005), anemia pada anak sekolah 23,2% (YKB, 2007) dan masalah karies dan periodontal 74,4% (SKRT, 2001).
Penyebab rendahnya pelaksanaan PHBS dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor perilaku dan non perilaku fisik, sosial ekonomi dan sebagainya oleh sebab itu peningkatan masalah kesehatan tersebut harus ditujukan kepada dua faktor tersebut. Banyak hal lain yang menjadi penyebab menurunnya pelaksanaan PHBS di sekolah seperti faktor tehnis, faktor geografi, sosial ekonomi, serta kurangnya upaya promotif tentang kesehatan khususnya mengenai PHBS dari puskesmas dan instansi kesehatan lain seperti puskesmas.
Baca Selengkapnya - Pelaksanaan PHBS di Sekolah

Pelaksanaan “7T” di Puskesmas

Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diwarnai oleh rawannya derajat kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rawan yaitu ibu hamil, ibu bersalin dan bagi pada masa perinatal. Hal ini ditandai oleh tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi (Depkes, 2009).
Sebagai tolok ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetri dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Balita (AKB) di wilayah tersebut. Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh BPS diperoleh AKI tahun 2007 sebesar 248/100.000 KH. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2005 sebesar 307/100.000 KH, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 (102/100.000 KH) sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target tersebut (Depkes, 2009).
Kebijakan Depkes dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat pilar Safe Motherhood”. Namun, untuk mendukung upaya mempercepat penurunan AKI diperlukan penajaman sasaran agar kejadian “4 terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, terlalu banyak anak)” dan kehamilan yang tidak diinginkan dapat ditekan serendah mungkin. Akses terhadap pelayanan antenatal sebagai pilar kedua cukup baik, yaitu 87% pada tahun 2007; namun mutunya masih perlu ditingkatkan terus hasil ini masih lebih rendah dari target yang ditetapkan secara nasional pada tahun 2008 yaitu tinggi K I minimal 100%, K 2 90%. Persalinan yang aman sebagai pilar ketiga yang dikategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pada tahun 2007 baru mencapai 69%. Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar 80%. Cakupan pelayanan obstetri esensial sebagai pilar keempat masih sangat rendah, dan mutunya belum optimal (Depkes, 2009).
Pelayanan antenatal diberikan oleh petugas kesehatan baik yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta. Pelayanan antenatalpun diberikan di Puskesmas-Puskesmas yang tersebar di Indonesia. Saat ini dalam pelaksanaannya, Puskesmas menghadapi banyak masalah. Sejalan dengan otonomi daerah, Puskesmas diupayakan direvitalisasi, antara lain lewat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat (Walujani M, 2005).
Puskesmas dalam memberikan pelayanan antenatal hendaknya menggunakan asuhan standar minimal yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 1999. Standar minimal ibu hamil “7T” di Puskesmas tersebut yaitu Timbang berat badan, ukur Tekanan darah, ukur Tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi TT, dan pemberian Tablet Fe, dalam rangka persiapan rujukan (Walujani M,.2005 ).
Baca Selengkapnya - Pelaksanaan “7T” di Puskesmas

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber