Cari Blog Ini

Screening For Breast Cancer

Breast cancer is a dangerous disease that is affecting many women today. One of the most important strategies to do to survive breast cancer, is get an early detection and treatment promptly. That means doing your monthly self exams, and getting yearly check ups at the doctors office. If you are in denial and think that it won’t happen to you, think again. It can happen to anyone, even in males.

The different techniques, used today, has advanced over the years.

Let’s take a look at some advantages we have to detect early stage of breast cancer through Medical review.

Mammography with Computer Aided Detection:

Mammograms are a great way to catch any early detection of cancer. Mammography is a an x-ray film of the breasts that is read by a Radiologist that checks to see if there is any abnormal findings. The Computer Aided Detection is a process that is computer based and it analyzes the mammogram for any abnormal tissue and shows the Radiologist where the abnormal tisse is, if there is any located.

Digital Mammography

Digital Mammography is a tool used to record an image of an x-ray of the breasts. The images are shown on a monitor and the doctors are able to enhance or manipulate the image for detection, before they print the image out on film.

Ultrasound

Ultrasounds are a high-frequency sound wave that produces pictures called sonograms. These help the Doctors to distinguish if a lump or abnormal tissue is a tumor or a cyst. Ultrasounds are not only used as a diagnostic image, but also to help guide biopsy procedures of breast tissue, like fine needle aspirations. Ultrasounds are usually done after the result of an abnormal mammogram that might show micro calcifications or other abnormal tissue.

MRI (Magnetic Resonance Imagining)

MRI’s is a procedure done that doesn’t use radiation. There is a magnet that is connected to a computer that then creates the images of what is inside the body. When a breast MRI is obtained there are a lot of images that are created from front to back, top to bottom and side to side. The patient gets on the scanning table and lie on their stomach. The breasts hang into a hollow in the table that has coils that detect any type of magnetic signal. Then the patient is moved into the tube like machine that has the magnet. This helps to improve any cancerous tumor visibility. A radiologist reads the results of MRI’s also

Fine Needle Aspirations

A fine needle aspiration distinguishes what type of tumor the patient has. There are solid tumors and liquid-filled tumors; which are cysts. How the procedure works is the doctor takes a fine needle and inserts it into the location of the tumor. The fluid in the tumor is then removed and sent to laboratory to see if the tumor has cancerous cells or not.

Surgical Biopsy

Surgical biopsies are usually done if the mass is a solid tumor. There are two different types of surgical biopsies, excisional, and incisional. Incisional biopsies are performed by removing only a small portion of the abnormal tissue to be examined by a pathologist. With excisional biopsies the whole tumor is removed with a small amount of tissue surrounding it, and then sent to a pathologist to examine.

There are other procedures that are used for detection of breast cancer. The techniques that are listed above are the most common procedures used for patients today. Newer diagnostic imaging and techniques are being developed that are guaranteed to catch early detection and identify patients that are at a high risk of breast cancer. Infrared Thermographic Imaging is a new discovery that picks up any subtle changes that have occurred in the breast pathology. Another new advancement for early detection is Gamma imaging camera that is used with an MRI that can pick up a cancerous tumor that is within the breast. There are always new advances in technology that will help improve the techniques to find early detection of breast cancer. One of these days there will be a cure, but for now concentrate on getting early detection before it becomes too late.
Baca Selengkapnya - Screening For Breast Cancer

Darah Untuk Transfusi

1. Seluruh darah
Digunakan untuk mengobati kehilangan darah akut misalnya karena ruda paksa atau pembedahan, pendarahan gastrointestinal berat atau uterus

2. Pecked red cells
Digunakan untuk pengobatan pilihanpada pasien anemia kronis yang membutuhkan tranfusi.

3. Konsentrat granulosit (granulocyte concentrates)
Disediakan pada pemisah sel darah dari donor sehat normalatau dari pasien dengan leukemia granulositik kronik. Pemakaianya terbatas pada pasien dengan neutropenia berat (<>
  • Gunanya untuk penggantian faktor-faktor pebekuan. Plasma cepat beku adalah plasma yang dipisahkan dari darah segar dan disimpan pada suhu < -300C.
  • Plasma kering segar (fresh freeze dried plasma)
    • Ini disediakan dari darah kurang dari 6 jam dengan kadar faktor pembekuan V dan VIII. Digunakan sebagai penambah volume plas ma tetapi digunakan terutama dalam mengobati sangkaan difesiensi factor pembekuaan.
    6. Larutan 5% protein plasma stabil (SPSS)
    larutan ini mengandung albumin dan pemakaian utama adalah pada pengobatan sypk, pengganti plasma pada pasien yang sedang menjalani plasmaferensis dan kadang-kadang untuk mengganti pada pasien dengan hipoalbuminaemia.

    7. Albumin 25%
    Digunakan pada hipoalbuminaemia berat pada saat perlu memakai produk dengan kadar elektrolit minimal. Indikasi terpenting untuk pemakaiannya adalah pada pasien dengan sindrom nefrotik.

    8. Kriopresipitat (Cryoprecipitate)
    Diperoleh dengan mencairkan plasmabeku segar pada 4oC dan mengandung factor VIII dan fibrinogen pekat. Digunakan sebagai terapi penggantian pada hemofili A dan penyakit Van Willebrand.

    9. Konsentrat factor VIII kering (freeze dried faktor VIII concentrates)
    Dipakai untuk mengobati haemafili A, ideal untuk anak-anak (dosis kecil), kasus bedah, pasien dengan resiko kelebihan bebad sirkulasi dan untuk pengobatan di rumah.

    10. Konsentrat kompleks factor XI-protrombin kering
    Digunakan untuk mengobati defisiensi factor IX (penyakit christmast), pasien dengan penyakit hati atau perdarahan yang mengancam jiwa setelah overdosis antikoagulan oral.

    11. Fibrinogen
    Sediaan kering terutama dari plasma kadaluarsa. Dipakai untuk mengobaati difesiensi fibrinogen

    12. Imunoglobulin
    Dipakai pada hipogama globulinaemia untuk perlindungan terhadap penyakit virus dan penyakit.
    Baca Selengkapnya - Darah Untuk Transfusi

    Encephalitis (Radang Otak)

    Radang otak biasanya berada diberbagai tempat. Radang otak ini bisa sembuh dengan tidak meninggalkan parut, tetapi kadang-kadang dapat menyebabkanpengkisutan. Radang ini menular ke tempat yang berada di dekatnya melalui aliran darah dengan gejala-gejala demam, muntah-muntah, letargi, neuralhia, lumpuh, dan sebagainya. Gejala ini tergantung pada sarang radang di dalam otak.

    Macam-macam Enchapalis :
    1. Acute disseminate Encephalitis
    2. Economo’s Encephalitis
    3. Equine Encephalitis
    4. Hemorrharic Encephalitis
    5. Encephalitis dimana jadi radang otak dengan bercak-bercak perdarahan dan eksudat perivaskular.
    6. Herpes Encephalitis, Disebabkan oleh virus herpes yang ditandai oleh nekrosis hemorogik lobus temporal dan frontalis.
    7. HIV Encephalitis
    8. Japanese Encephalitis, penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh orbo virus yang ditularkan oleh binatang melalui gigitan nyamuk dan menimbulkan ganguan pada susunan syaraf pusat yaitu pada otak, sum-sum tulang belakang dan selaput otak.
    9. La Crosse Encephalitis, disebabkan oleh virus La Crosse, ditularkan aedestriseriatus terutama pada anak-anak.
    10. Lead Encephalitis
    11. Post Infection Encephalitis
    12. Post Vaccinal Encephalitis
    13. St Lois Encephalitis, penyakit virus yang pertama kali di Illinois pada tahun 1932, biasanya ditularkan melalui nyamuk
    14. Letharagic Encephaliti, bentuk Encephalitis endemic yang ditandai dengan peningkatan kelesuan, apatis dan rasa nyantuk.
    15. Tickborre Encephalitis
    Bentuk Encephalitis epedimika yang biasanya disebarkan melalui gigitan sengkenit yang terinfeksi plavirus, kadang-kadang disertai dengan perubahan degeneratif pada orang lain.

    Encephalitis Acuta Pada Anak-Anak
    Penyakit ini –biasanya menyerang anak yang berumur antara 1-4 tahun , dengan gejala pusing, tidak enak badan dan demam. Kadang-kadang yang disertai dengan muntah-muntah dan kejang. Keadaan ini berlangsung kadang-kadang dampai 3 minggu. Sesudah itu demamnya hilang tetapi ia menjadi lumpuh. Biasanya angota gerak itu panjang sebelah dengan lengannya lebih panjang dari tungkainya. Pergerakannya sedikit saja dan tubuhnya tertinggal, reflek urat tinggi dankadang-kadang kelihatan kontraktur. Otot-otot lisut, perasaannya tidak tergangu. Kalu anak-anak itu berjalan, kelihatan ia menggerakkan lengan yang panjang itu tidak berketentuan. Anak-anak itu kelak sering mendapatkan penyakit sawam. Keadaan yang seperti ini kelihatan juga sesudah campak, scarlatina, pneumia, influenza, batuk rejan.

    Encephalitis Epidemica
    Pada zaman dahulu penyakit ini dinamakan Encephalitis lethargica. Hama penyakit ini belum diketahui, tetapi mungkin disebabkan melalui kelinci dan tikus. Virus ini mempunyai daya tahan yang sangat besar danterdapat dalam jaringan otak, liquor cerebrospinalis, dalam selaput rongga hidung dan tekak serta air ludah. Virus ini masuk ke dalam tubuh manusia denganmelalui selaput hidung dan tekak. Penyakit dimulai dengan adanya demam, sakit pada sendi, sakit kepala. Pusing, mengigil. Setelah itu timbul tanda-tanda sakit otak, yang salah satunya adalah tagih tidur (letargi). Selain itu juga terjadi ptosis (kelopak mata atas jatuh ke bawah oleh sebab terlalu panjang), pergerakan biji mata terganggu dan nystagmus (matanya bergetar).
    Terkadang pikiran orang tersebut kacau dan gelisah.lama penyakit ini sampai berbulan-bulan dankadang-kadang bertambah parah yang disebabkan oleh pneumia atau keadaan badanya yang bertambah lemah, sehingga penyakit ini bisa menahun. Sesudah masa latergi maka terjadi masa parkinsonisme, dengan ciri-ciri pergerakan sedikit danlambat, badannya menyondong, hipersalivasi, penglihatan terganggu dan lain-lain.

    Encephalitis haemorrhagica acuta pada orang dewasa.
    Penyakit ini banyak dijumpai pada wabah influenza. Dengan tanda-tanda sakit kepala, pinsan, sewaktu demam tinggi serta bisa meninggal. Selain itu juga pikirannya kacau, buta sebelah, tetapi hanya beberapa hari/minggu, setelah itu keadaanya baik kembali.

    Japanese Encephalitis
    Yaitu penyakit akut ygdisebabkan oleh arbovirus yang ditularkan oleh binatang melalui gigitan nyamuk dan menimbulkan gangguan pada susunan syaraf pusat yaitu pada otak, sumsum tulang dan selaput otak. Penyebab penyakit ini adalah virus Japanese Encephalitis (Virus JE) yaitu flavirus yang termasuk arbovirus grup B sehingga tergolong dalam virus RNA yang mempunyai selubung (enveloped virus) berukuran 35-40 m dan dapat dibiakkan di dalam berbagai macam kultur jaringan misalnya embrio anak ayam, jaringan kelinci, tikus, manusia dan kera.
    Virus JE merupakan penyebab penyakit zoonosis yang terutama menginfeksi binatang akan tetapi dapat ditularkan pada manusia. Babi merupakan sumber utama penularan meskiupun kuda, sapi, kerbau, anjing dan burung mungkinjuga berperan dalam penularan JE manusia.

    Penyakit zoonosis yang sumber utamanya adalah babi, yang ditularkan dari babi dan dari babi ke manusia oleh nyamuk Culex Tritaeniorhynchus dan Culex Vishraei serta nyamuk Culex Gelidus, nyamuk tersebut berkembang biak di sawah-sawah dan kolam yang dangkal. Nyamuk ini sesudah menghisap darah binatang yang mengandung virus akan berkembang menjadi infektif dalam waktu 9-12 hari. Di Indonesia ketika spesies nyamuk tersebut yang senang menghisap darah manusia di sampingdarah babi. Penyakit ini teruama menyerang anak-anak usia sekolah terutama anak umur 2-5 tahun, meskipun orang dewasa juga dapat diserang.

    Penyebab
    Encephalitis disebabkan oleh virus berikut ini :
    1. virus arbo (arthropod-borne) yang mencakup virus equine dan west niie
    2. enterovirus yang mencakup ECHO, COMCACHIE A dan B serta poliovirus.
    3. Paramyxovirus (mumps)
    4. Herpes virus
    5. virus rabies

    Gejala
    1. Demam
    2. Muntah-muntah
    3. Enek
    4. Susah tidur
    5. heuralgia
    6. Lumpuh
    Gejala-gejala ini bergantung pada sarang radang di otak (lihat hal 280-285 dari a-d (a-c)) (Buku Ilmu Penyakit).

    Patologi
    Hasil bedah jenasah pada penderita yang menderita serangan akut menunjukkan terjadinya endema yang difus dan kongesti vaskuler dari selaput otak dan jaringan otak. Selain itu pada infeksi yang berat akan dijumpai pula petekia, pada selaput otak disertai dengan meningkatnya jumlah cairan serebrospinal meskipun warnanya tetap jernih. Perubahan yang khas pada JE adalah terjadinya degenerasi neuron terutama pada substansi nigra, thalamus, basal nucleus, serebelum dan korna anterior medulla spinalis serta korteks serebelum. Juga di serebelum akan dijumpai kerusakan sel-sel puekinye. Pada system retikula-endotel didapatkan hiperplasma dari sel-sel hati. Limpa dan sel linfa.

    Gambaran Klinik
    Masa Inkubasi
    Masa inkubasi sukar ditentukan, mungkin berlangsung antara 5-15 hari.

    Perjalanan Penyakit :
    Dibagi 3 stadium :
    1. Stadium Prodromal
    Yaitu waktu yang berlangsung sebelum timbulnya gejala-gejala akibat gangguan pada susunan saraf pusat. Penyakit yang timbul dengan mendadak ini selalu diawali dengan demam kemudian diikuti oleh sakit kepala yang berat, malaise dan kekakuan serta kerap kali disertai dengan mual-mual dan muntah. Stadium prodromal berlangsung antara 1 sampai 14 hari tetapi pad umumya kurang dari 6 hari

    2. Stadium ensefalitis akut
    Pada stadium ini telah tampak tanda-tanda yang spesifik penting :
    a. Tanda-tanda neurologis
    b. Panas tinggi terus menerus sampai lebih dari 400C
    c. Bradikardi yang relatif
    d. Wajah tampak datar, dull, seperti topeng

    3. Stadium akhir dengan sequelae
    Pada saat keradangan menghilang, suhu badan dan hematokrit menjadi normal, stadium ketiga ini dimulai.tanda-tanda neurologis dapat menetap atau membaik. Bila stadium ensefalitis berlangsung lama, maka penyebuhan berjalan lambat. Sequele yang sering dijumpai adalah gangguan mental, emosi tidak stabil, perubahan kepribadian, dan paralysis motor neuron.prognosis menjadi lebih buruk jika demam berlangsung lama, terjadi gangguan jalan nafas, kejang berulang dan lama, terjadi albuminaria berat dan kadar protein cairan serebbrospunal meningkat. Angka kematian berkisar antara 20-58% akibat edema paru. Bila penderita mendapatkan perawatan yang sangat baik, penderita dapat sembuh sempurna terhadap sequele.

    Diagnosis
    Diagnosis JE ditegakkan atas dasar gejala-gejala klinis yang didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium yaitu :
    1. Gejala-gejala Klinis
    • Panas tinggi dan terus menerus > 400C
    • Sakit kepala yang berat terutama di dahi atau diseluruh kepala.
    • Terdapat gangguan kesadaran samapi koma.
    • Kejang-kejang dengangerakan klonik dan pada anak dapat timbul kejang umum.
    • Terdapat gerakan-gerakan yang abnormal.
    • Kaku kuduk kerap dijumpai.
    • Tanda kernig positif
    2. Pemeriksaaan Laboratorium
    • Lekositosis darah antara 10.000-35.000/mm dengan neutrofil 50-90%
    • Cairan serebiospinal menunjukkan pleositosis dan peningkatan kadar protein.
    Diagnosis Pembanding
    • Meningitis Tuberkulosa.
    • Malaria serebral
    • Penyakit virus lainnya : rabies, poliomyelitis, campak, herpes, parotitis dan penyakit oleh arbovirus lainnya yang menimbulkan ensefalopati.
    • reye’s syndrome
    • Ensefalopati akibat keracunan.
    Pengobatan
    1. Perawatan yang baik banyak menurunan angka kematian
    2. Obat-obatan diberikan sesuai dengan gejala yang timbul pad masing-masing stadium.
    • Anti Konvulsan : Diazepam 0,3 mg/kg berat badan intravena atau fenobarbital 10% intramaskuler dengan dosis 0,5 cc sampai 1 cc.
    • Antipiretika : diberikan per oral atau per rectal aspirin. Dapat dibantu dengan kompres dingin
    • Cairan Elektrolit, Infus dengan glukosa 5% dalam larutan garam faali
    • Suntkan IV glukosa hipertonis, mannitol atau dekstran untuk mencegah edema cerebral.
    • Oksigen : diberikan bila ada tanda-tanda hipoksia. Jalan nafas hendaknya selalau dibersihkan untuk mencegah pneumonia.
    • Antobiotik : untuk mencegah infeksi sekunder pada paru dan saluran kemih.
    Rehabilitasi
    Untuk mengembalikan fungsi otot-otot ygterganggu akibat terjadinya sequele neurologis perlu dilakukan rehabilitasi yang bisa dikerjakan di rumah penderita.

    Pencegahan
    Tindakan pencegahan dilakukan baik terhadap vektornya, sumber penularan (babi), manusia dan lingkungan hidup.
    1. Terhadap vector (Nyamuk)
    • Insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa maupun larvanya.
    • Mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu atau repellent
    2. Terhadap Sumber penularan (Babi)
    • vaksinasi babi muda
    • Kandang babi sebaiknya bebas nyamuk dengan disemprot insektisida atau diberi kawat kasa. Peternakan babi harus jauh dari pemukiman penduduk.
    3. Terhadap Manusia
    Vaksinasi merupakan tindakan yang sebaiknya dulakukan satu bulan sebelum masa penularan, dan ditujukan kapda orang-orang yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan infeksi virus ini, misalnya karyawan peternakan babi. Vaksinasi tidak diberikan pada bayi berumur <>
  • Isolasi virus dengan inokulasi intrasereberal pada tikus atau biakanpada kultur sel.
  • Pemeriksan adanya antigen virus dengan FAT ( Fluorescent Antibody Tehnic) terhadap jaringan otak dan CFT (Complement Fixation Test)
  • Pemeriksaan antobodi terhadap virus JE, misalnya tes HI (Haemaglutination Inhibitions) atau tes neutralisasi pada tikus yang lebih spesifik dari pad tes HI.
  • Baca Selengkapnya - Encephalitis (Radang Otak)

    Dokumentasi dan Pelaporan

    Dokumentasi merupakan aspek penting dari praktek keperawatan. Sepanjang waktu format dan kualitas dokumentasi telah berkembang, tetapi fokusnya terus berdampak positif terhadap klien. Dokumentasi keperawatan terus menerus menjadi penting karena hubungan fiskalnya dalam menentukan biaya keperawatan klien. Regulasi membutuhkan institusi perawatan kesehatan untukmemantau dan mengevaluasi kualitas dan kesesuaian perawatan klien. lembaga akreditasi seperti JEAHO menguraikan pedoman tentang informasi yang harus didokumentasikan.
    Sebagai anggota dari tim perawat kesehatan, perawat harus mengkomunikasikan informasi tentang klien secara akurat dan dengan cara yang tepat waktu dan efektif. Kualitas perawatan klien bergantung pada kemampuan pemberi perawatan untuk berkomunikasi satu sama lain. Semua pemberi perawatan kesehatan membutuhkan informasi yang sama tentang klien sehingga mereka dapat merencanakan perawatan kesehatan yang komprehensif. Kecuali bahwa rencana perawatan klien dikomunikasikan pada semua anggota tim perawatan kesehatan, perawatan akan terputus-putus, dan tercapai sering tertunda atau bahkan tidak dilakukan hasil klien yang buruk seperti melambatnya pemulihan dan komplikasi yang seharusnya dapat dihindari. Perawat bertanggung gugat dalam pencatatan tindakan mereka, sebagai akibat informasi dalam pencatatan harus jelas dan logis, menguraikan secara tepat semua perawatan yang diberikan.

    Lingkungan perawatan kesehatan menimbulkan banyak tantangan bagi pendokumentasian dan pelaporan secara akurat perawatan yang diberikan kepada klien, kualitas perawatan yang harus diterima klien, standar lembaga pengatur, struktur reimbursement dalam sistem pelayanan kesehatan dan Rata Penuhpedoman hukum untuk praktik keperawatan membuat dokumentasi dan pelaporan menjadi dua fungsi yang paling penting dari perawat.

    Komunikasi Multi Disiplin dalam TIM Perawat Kesehatan
    Perawatan klien membutuhkan kecakapan berkomunikasi diantara anggota tim perawatan kesehatan. Sebagai akibat, pemberi perawatan menggunakan berbagai cara untuk melakukan pertukaran informasi lisan atau tertulis yang disebarkan diantara pemberi perawatan kesehatan dalam sejumlah cara.
    Catatan untuk komunikasi tertulis permanen yang mendokumentasikan informasi yang relevan dengan manajemen perawatan kesehatan klien.
    Konsultasi adalah bentuk lain dari diskusi dimana seseorang pemberi perawatan professional memberikan saran formal tentang perawatan klien kepada pemberi perawatan lain.

    Dokumentasi
    Beberapa tipe pencatatan digunakan untuk mengkomunikasikan informasi tentang klien meski setiap lembaga menggunakan format pencatatan yang berbeda.
    Catatan secara mendasar mengandung informasi:
    1. Identifikasi klien dan data demografi klien
    2. Surat izin untuk pengobatan dan prosedur
    3. Riwayat keperawatan
    4. Diagnosa keperawatan atau masalah keperawatan
    5. rencana asuhan keperawatan atau multidisiplin
    6. Catatan tentang tindakan asuhan keperawatan dan evaluasi keperawatan
    7. Riwayat medis
    8. Diagnosa media
    9. Pesanan teraupetik
    10. Catatan perkembangan medis dan disiplin kesehatan
    11. Laporan tentang pemeriksaan diagnostik
    12. Laporan pemeriksaan diagnostik
    13. Rencana pemulangan dan ringkasan tentang pemulangan.

    Tujuan Pencatatan
    Catatan merupakan sumber data yang bermanfaat yang digunakan oleh semua anggota tim perawat yang digunakan oleh semua anggota tim perawatan kesehatan. Tujuanya mencakup komunikasi, tagihan financial, edukasi, pengkajian, riset, auditi dan dokumentasi legal.

    Komunikasi
    Pencatatan adalah cara melalui mana anggota tim kesehatan mengkomunikasikan kontribusinya terhadap perawatan klien, termasuk terapi individual, edukasi klien dan penggunaan rujukan untuk perencanaan pemulangan rencana asuhan harus jelas bagi setiap orang yang membaca bagan. Bila anggota sifat merawat klein . catatan harus menjelaskan tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan kontinuitas dan konsistensi perawatan.

    Pedoman Untuk Dokumentasi dan Pelaporan Kualitas
    Dokumentasi dan pelaporan kualitas penting untuk meningkatkan efesiensi, perawatan klien secara individual. Enam pedoman penting harus diikuti untuk dokumentasi dan pelaporan kualitas dasar faktualisasi keakuratan, kelengkapan, keterkinian, organisasi dan kerohanian.

    a. Dasar Faktual
    Informasi tentang klien dan perawatan mereka harus berdasarkan fakta. Catatan harus mengandung deskripsi. Informasi objektif tentang apa yang perawat lihat, dengar, rasakan, dan cium. Suatu deskripsi objektif adalah hasil dari pengamatan dan pengukuran langsung

    b. Keakuratan
    Catatan klien harus akurat sehingga dokumentasi yang tepat dapat dipertahankan. Penggunaan pengukuran yang tepat memastikan bahwa catatan adalah untuk dengan jelas menandatangani entri data, kebijakan lembaga menjelaskan bagaimana dan kapan harus melakukan tanda-tangan

    c. Kelengkapan
    Informasi di dalam entri yang dicatat atau laporan harus dilengkapi mengandung informasi singkat lengkap tentang perawatan klien. laporan atau catatan yang baik adalah menyeluruh dan mengandung informasi lengkap tentang klien.

    d. Keterkinian
    Mengentri data secara tepat waktu penting dalam perawatan berama klien (JCAHO, 1995) peneundaan dalam pencatatan atau pelaporan dapat mengakibatkan omisi serius.

    Aktivitas atau temuan-temuan yang harus dikomunikasikan pada waktu terjadinya mencakup yang:
    1. Tanda-tanda vital
    2. Pemberian medikasi atau pengobatan
    3. Persiapan untuk pemeriksaan diagnostik atau pembedahan
    4. Perubahan status
    5. Peneriman, pemindahan, pemulangan, atau kematian klien.
    6. Pengobatan untuk perubahan mendadak dalam status kesehatan

    e. Organisasi
    Perawat mengkomunikasikan informasi dalam format atau urutan yang logis. Anggota tim perawatan kesehatan memahami informasi lebih baik apabila informasi tersebut disajikan sesuai ketika informasi tersebut terjadi.

    f. Kerahasiaan
    Komunikasi yang terjaga adalah informasi yang diberikan oleh seseorang ke orang lain dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa informasi tersebut tidak akan dibocorkan.

    Dokumentasi Naratif
    Dokumentasi naratif adalah metode kuno untuk pencatatan asuhan keperawatan. Metode ini hanya menggunakan format seperti cerita untuk mengdokumentasikan informasi spesifik tentang kondisi klien dan asuhan keperawatan. Catatan medis berorientasi masalah-masalah adalah suatu metode dokumentasi yang memberikan penekanan pada masalah klien. Metode ini berhubungan dengan proses keperawatan dan memudahkan komunikasi tentang kebutuhan klien.

    Catatan Sumber
    Dalam catatan sumber, catatan klien diatur sehingga setiap disiplin (misalnya keperawatan, kedokteran, pekerja sosial, atau terapi pernapasan). Kerugian dari catatan sumber adalah bahwa informasi terpecah-pecah, karena informasi tidak terorganisasi berdasarkan masalah lien. Maka rincian tentang masalah spesifik mungkin tersebar di seluruh catatan. Bagian catatan perawat adalah tempat perawat memasukkan deskripsi naratif tentang asuhan keperawatan dan respon klien.

    Pencatatan dan Pengecualian
    Adalah suatu pendekatan inovatif yang digunakan untuk meringkas dokumentasi . pencatatan dengan pengecualian mengurangi pengulangan dan waktu yang digunakan dalam pencatatan. Asumsi dalam pencatatan dengan pengecualian adalah semua standar memenuhi respon normal atau yang diharapkan kecuali di dokumentasikan lain.

    Pencatatan fokus
    Format lain untuk dokumentasi adalah pencatatan fokus format pencatatan ini memungkinkan pendokumentasian segala situasi klien. setiap entri termasuk data, tindakan, dan respon klien, data, action, client respon.

    Manajemen Kasus dan Jalur Kritis
    Model manajemen kasus dari pemberian perawatan memadukan pendekatan multi disiplin ilmu untuk mendokumetasikan perawatan klien. rencana yang telah distandarkan diringkas ke dalam jalur kritis yang merupakan rencana keperawatan multi disiplin terpadu untuk masalah, intervensi penting, hasil yang diharapkan dari klien dengan penyakit atau kondisi spesifik. Jalur kritis digunakan pad setiap giliran jaga perawat untuk mengarahkan dan memantau alur perawatan klien. dalam respon manusia maka terdapat varian. Varian mengacu pada perubahan positif dan perubahan negatif.

    Keuntungan jalur kritis dan manajemen kasus
    • Kontinuitas perawatan klien lebih mudah dikomunikasikan
    • Pemberi perawatan kesehatan yang baru terlibat dalam perawatan klien diberikan perawatan
    • Klien tercakup dalam proses perencanaan
    • Seluruh tim perawatan kesehatan terlibat dalam semua fase perawatan klien
    • Proses pembuatan keputusan kritis yang lebih kreatif lebih terdorong, yang mengarah pada hasil klien yang lebih baik
    • Informasi mudah diakses bagi semua anggota tim perawat kesehatan
    • Waktu yang diluangkan untuk mendokumentasikan berkurang
    • Informasi yang telah dimasukkan adalah terbaru
    • Kesalahan yang diakibatkan dari transfer informasi menurun

    Kardek Keperawatan
    Kardek adalah kartu lipat balik yang biasanya disimpan dalam file indeks portable atau buku catatan di ruang perawat. Informasi yang didapatkan pada kardek yaitu :
    • Data demografi dasar (misalnya, umur, religius)
    • Diagnosis medis primer
    • Instruksi dokter terbaru untuk dijalankan oleh perawat
    • Rencana asuhan keperawatan tertulis
    • Instruksi keperawatan
    • Pemeriksaan oleh prosedur yang dijadwalkan
    • Tindkan kewaspadaan yang digunakan dalam perawatan klien
    • Faktor yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari.
    Catatan perawatan klien 24-jam dan sistem pencatatanb kekuatan
    Konsilidasi catatan perawatan dalam sistem yang mengkombinasikan periode 24 jam sering digunakan (Addy-Keller dan Mc Elwaney, 1993), sistem ini penting dalam menghilangkan format penyimpanan catatan yang tidak diperlukan. Catatan perawatan klien 24 jam merupakan dasar dari sistem pencatatan kekuatan. Pencatatan kekuatan mengharuskan staf mendokumentasikan intervensi yang mereka lakukan, dengan demikian mendapatkan satu tingkat kekuatan menyeluruh bagi setiap klien.

    Standarisasi Rencana Asuhan
    Perawat yang merawat beberapa klien mungkin harus menulis rencana perawatan yang ekstensif. Banyak institusi berupaya untuk membuat dokumentasi lebih mudah bagi perawat dengan standarisasi rencana keperawatan. Satu keuntungannya adalah menetapkan standar perawatan yang bernuansa klinik untuk kelompok klien yang serupa. Keuntungan lain yaitu edukasi, perawat belajar untuk mengenali keharusan perawatan yang diterima untuk klien. Kerugian utama yaitu resiko bahwa standarisasi rencana keperawatan menghambat perawat untuk mengidentifikasi terapi yang unik dan bersifat individual bagi klien. Kerugian lain adalah keharusan untuk secara formal memperbaharui rencana dengan dasar rutin untukmemastikan bahwa isi dari rencna tersebut terbaru dan sesuai.

    Dokumentasi Keperawatan di Rumah
    Dokumentasi sistem keperawatan kesehatan di rumah mempunyai dampak yang berbeda di banding dengan bidang lainnya. Perbedaan yang utama yaitu sifat dari lingkungan rumah yang menunjukkan bahwa sebagian besar perawatan disaksikan oleh cakupan individu yang lebih sempit (misalnya, klien, keluarga, pemberi perawatan kesehatan secara langsung). Dokumentasi perawatan kesehatan di rumh mempunyai masalah yang unik karena perlu pemberi perawatan kesehatan yang berbeda untuk mengakses catatan media.

    Informasi untuk perawat perawatan kesehatan di rumah
    1. Uraian intervensi keperawatan
    2. Uraian informasi yang telah dijelaskan kepada klien
    3. Uraian kemampuan klien untuk melakukan ketrampilan keperawatan kesehatan.
    4. Jelaskan keterlibatan anggota keluarga dalam keperawatan
    5. Uraikan sumber-sumber yang dibutuhkan di rumah

    Informasi untuk klien
    • Gunakan deskripsi yang jelas singkat dalam kata-kata klien sendiri
    • Berikan deskripsi langkah demi langkah tentang melakukan prosedur
    • Indentifikasi tindakan kewaspadaan yang harus dipatuhi klien pada saat melakukan perawatan diri (pemberian obat)
    Dokumentasi Perawat kesehatan Jangka Panjang
    Dokumentasi perawat jangka panjang mendukung pendekatan multidisiplin dalam pengkajian dan proses perencanaan klien.
    Format perawatan kesehatan di rumah untuk dokumentasi:
    1. Pengkajian klien
    2. Sumber rujukan informasi/format masukan
    3. Rencana perawatan disiplin
    4. rencana tindkan dokter
    5. Lembar medikasi
    6. Catatatn perkembangan klinis
    7. lain-lian catatan konferensi, format penana lisan
    8. Ringkasan pemulangan anak
    9. laporan kepada pembayar pihak ketiga

    Dokumentasi Terkomputerisasi
    Dapat digunakan dalam beragama lingkungan perawatan klien. Sistem komputer dengan jelas digunakan di rumah sakit besar, tetapi penggunaanya tidak terbatas bagi fasilitas dengan menggunakan biaya besar. Dokumentasi terkomputerisasi dapat secara drastic berubah sejalan dengan peningkatan penggunaan teknologi baru, Nursing Interface (Chu, 1993).
    Teknologi automated speech recognition (ASR) atau Voice recognition memungkinkan dokumentasi untuk mengembangkan horizon baru dalam kemampuan. Keuntungan yaitu :
    1. Dokumentasi keperawatan komprehensif dengan upaya keperawatan minimal
    2. Penurunan kesalahan pencatatan dan penghilangan data
    3. Pola dokumentasi yang konsisten
    4. Meningkatkan komunikasi interdisiplin ilmu
    5. Penghematan waktu yang besar dari perawat
    6. Dokumentasi yang jelas ringkas dan dapat dibaca

    Pelaporan
    Pelaporan pertukaran tugas terjadi 2 atau 3 kali sehari pada setiap unit keperawatan di semua lingkungan perawatan kesehatan. Laporan pertukaran tugas mungkin dilakukan secara lisan dengn melakukan perekaman selama rounde di tempat tidur klien

    Laporan Telpon
    Untuk melakukan hubungan telpon, perawat memasukkan kapan hubungan telpon dilakukan, siapa yang melakukan, siapa yang dihubungi kepada siapa informasi telah diberikan dan informasi apa yang telah diterima.

    Instruksi pertelpon
    Pesan melalui telpon sering diberikan pada malam hari atau selama kedaruratan. Instruksi per telepon harus digunakan hanya ketika benar-benar diperlukan bukan semata-mata untuk kenyamanan.

    Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan professional antar perawat dan tim kesehatan lainnya: dokter, ahli gizi, fisio terapis, dan lain-lain. Pengembangan model praktik keperawatan professional merupakan sarana peningkatan komunikasi yang lain antara perawat dan tim kesehatan lainnya. Komunikasi yang dimaksud di sini adalah adanya suatu kejelasan dalam pemberian informasi dari masing-masing individu sesuai dengan kedudukannya.
    Baca Selengkapnya - Dokumentasi dan Pelaporan

    Konsep Luka

    Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
    1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
    2. Respon stres simpatis
    3. Perdarahan dan pembekuan darah
    4. Kontaminasi bakteri
    5. Kematian sel

    Mekanisme terjadinya luka
    1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
    2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
    3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
    4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
    5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
    6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
    7. Luka Bakar (Combustio)

    Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
    • Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson - Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
    • Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
    • Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
    • Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka. (www.depkes.co.id)

    Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
    Stadium I :
    Luka Superfisial ("Non-Blanching Erithema”) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
    Stadium II :
    Luka "Partial Thickness" : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
    Stadium III :
    Luka "Full Thickness" : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
    Stadium IV :
    Luka "Full Thickness" yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

    Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :
    • Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
    • Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
    Proses Penyembuhan Luka
    Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan", yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :
    Fase Inflamasi
    Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan "substansi vasokonstriksi" yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

    Fase Proliferatif
    Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan "granulasi". Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

    Fase Maturasi
    Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.

    Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

    Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).

    Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
    Usia
    Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan

    Infeksi
    Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.

    Hipovolemia
    Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

    Hematoma
    Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

    Benda asing
    Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah ("Pus").

    Iskemia
    Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada fuka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

    Diabetes
    Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

    Pengobatan
    • Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
    • Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
    • Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular. (www.google.com)
    Nursing Management
    Dressing/Pembalutan Tujuan :
    1. memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
    2. absorbsi drainase
    3. menekan dan imobilisasi luka
    4. mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
    5. mencegah luka dari kontaminasi bakteri
    6. meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
    7. memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien .

    Alat Dan Bahan Balutan Untuk Luka
    Bahan untuk Membersihkan Luka
    • Alkohol 70%
    • Aqueous and tincture of chlorhexidine gluconate (Hibitane) Aqueous and tincture of benzalkonium chloride (Zephiran Cloride) Hydrogen Peroxide
    • Natrium Cloride 0.9%
    Bahan untuk Menutup Luka
    Verband dengan berbagai ukuran

    Bahan untuk mempertahankan balutan :
    • Adhesive tapes
    • Bandages and binders
    Komplikasi Dari Luka
    Hematoma (Hemorrhage)
    Perawat harus mengetahui lokasi insisi pada pasien, sehingga balutan dapat diinspeksi terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama setelah pembedahan.

    Infeksi (Wounds Sepsis)
    Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di rumah sakit. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 - 48 jam, denyut nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri.
    Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :
    • Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan
    • Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih).
    • Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan
    • antibiotik.
    Dehiscence dan Eviscerasi
    Dehiscence adalah rusaknya luka bedah Eviscerasi merupakan keluarnya isi dari dalam luka

    Keloid
    Merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasanya muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang.
    Baca Selengkapnya - Konsep Luka

    PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

    1. Pengertian
    Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil dari pembelajaran yang menjadikan seseorang dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya (http://dinkeslampung.bdl.nusa.net.id/).

    2. Bidang PHBS
    Bidang PHBS yaitu :
    a. Bidang kebersihan perorangan, seperti cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, mandi minimal 2x/hari, dan lain-lain.
    b. Bidang Gizi, seperti makan buah dan sayur tiap hari, mengkonsumsi garam beryodium, menimbang berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) setiap bulan, dan lain-lain.
    c. Bidang Kesling, seperti membuang sampah pada tempatnya, menggunakan jamban, memberantas jentik, dan lain-lain.
    (http://dinkeslampung.bdl.nusa.net.id/)

    3. Pengembangan PHBS
    Menyadari bahwa perilaku adalah sesuatu yang rumit. Perilaku tidak hanya menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan juga dimensi ekonomi, yaitu hal-hal yang mendukung perilaku, maka promosi kesehatan dan PHBS diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan dan PHBS yaitu :
    a. Gerakan Pemberdayaan
    Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat. Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian masyarakat (community organisation) atau pembangunan masyarakat (community development). Untuk itu sejumlah individu yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari dermawan). Disinilah letak pentingnya sinkronisasi promosi kesehatan dan PHBS dengan program kesehatan yang didukungnya. Hal-hal yang akan diberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan sebagai bantuan,hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya. Bantuan itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

    b. Binasuasana
    Binasuasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimana pun ia berada (keluarga di rumah, orangorang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan Bina Suasana. Terdapat tiga pendekatan dalam Bina Suasana, yaitu :
    1) Pendekatan Individu
    2) Pendekatan Kelompok
    3) Pendekatan Masyarakat Umum

    c. Advokasi
    Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu ”kebijakan” (tidak tertulis) dibidangnya dan atau sebagai penyandang dana non pemerintah. Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu:
    1. Mengetahui atau menyadari adanya masalah,
    2. Tertarik untuk ikut mengatasi masalah,
    3. Peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah,
    4. Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah, dan
    5. Memutuskan tindak lanjut kesepakatan.



    Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu :

    1) Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi
    2) Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah
    3) Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah
    4) Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based
    5) Dikemas secara menarik dan jelas
    6) Sesuai dengan waktu yang tersedia (http:dinkes.sulsel.go.id).
    Baca Selengkapnya - PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

    Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

    Kehamilan menyebankan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolosme tubuh ibu.

    Pada dasarnya penambahan semua zat gizi dibutuhkan oleh ibu hamil, namun yang sering kali menjadi kekurangan adalah energi, protein dan beberapa ineral seperti zat besi dan kalsium. Menurut Nasution (1988) yang dikutip oleh Lubis, kebutuhan energi untuk kehamilanyang normal perlu tambahan kira-kira 80.000 kalori selama masa kurang lebih 280 hari. Hal ini berarti perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap hari selama hamil. Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemusian sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selam trimester II diperluakan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara serta penumpukan lemak. Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta (Lubis,2003:2).
    Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga meningkat, bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus tersedia selama akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta serta janin.

    Kecukupan Gizi Ibu Hamil
    Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung pada berbagai factor seperti umur, gender, berat badan, aktifitas fisik dan lain-lain. (Sunita Almatsier, 2001 : 296). Untuk mengetahui tingkat kecukupan gizi pada seseorang maka ditetapkan Angka Ketetapan Gizi Indonesia yang disusun oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), risalah Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998. hlm. 877. Adapun angka cakupan gizi pada wanita tidak hamil dengan sedikit tambahan.
    Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam tersebut, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu dapat dilengkapi oleh zat gizi dari makanan lainnya. Makanan yang beraneka ragam memberikan manfaat besar terhadap kesehatan ibu hamil karena makin beragam yang dikonsumsi makin baik mutu makanannya.

    Bahaya Kekurangan Gizi
    Masa hamil adalah masa dimana seorang wanita memerlukan berbagai unsur gizi yang jauh lebih banyak dari pada yang diperlukan dalam keadaan biasa. Disamping untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya sendiri, berbagai zat gizi itu juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada dalam kandungan (Sjahmien Moehji, 2003 : 15). Apabila kebutuhan gizi itu tidak dipenuhi maka akan terjadi berbagai gangguan baik pada ibunya sendiri maupun pada janinnya.
    a. Pada Ibu
    Pada setiap tahap kehamilan, seorang ibu hamil membutuhkan makanan dengan kandungan zat-zat gizi yang berbeda dan disesuaikan dengan kondisi tubuh dan perkembangan janin. Tambahan makanan untuk ibu hamil dapat diberikan dengan cara meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas makanan ibu hamil sehari-hari, bias juga dengan memberikan tambahan formula khusus untuk ibu hamil. Apabila makanan selama hamil tidak tercukupi maka dapat menngakibatkan kekurangan gizi sehingga ibu hamil mengalami gangguan. Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu hamil, antara lain anemia, berat badan tidak bertambah secara normal dan terkena infeksi. Pada saat persalinan gizi kurang dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), perdarahan setelah persalinan, serta operasi persalinan.
    b. Pada Anak
    Untuk pertumbuhan janin yang baik diperlukan zat-zat makanan yang adekuat, dimana peranan plasenta besar artinya dalam transper zat-zat makana tersebut. Suplai zat-zat makanan ke Janin yang sedang tumbuh tergantung pada jumlah darah darah ibu yang mengalir melalui plasenta dan zat-zat makanan yang diangkutnya. Gangguan suplai makanan dari ibu mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran (aborts), bayi lahir mati (kematian neonatal), cacat bawaan, lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).



    Kurang Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Hamil
    Menurut Depkes RI (1995) dalam Program Perbaikan Gizi Makro menyatakan bahwa Kurang Energi Kronis merupakan keadaan dimana ibu penderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu.

    KEK dapat terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil (bumil). Pada ibu hamil lingkar lengan atas digunakan untuk memprediksi kemungkinan bayi yang dilahirkan memiliki berat badan lahir rendah. Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran LILA, adapun ambang batas LILA WUS (ibu hamil) dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lebih rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak.

    Lingkar lengan atas merupakan indicator status gizi yang digunakan terutama untuk mendeteksi kurang energi protein pada anak-anak dan merupakan alat yang baik untuk mendeteksi wanita usia subur dan ibu hamil dengan resiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini sesuai dengan Depkes RI (1994) yang dikutip oleh I Dewa Nyoman Supariasa, bahwa pengukuran LILA pada kelompok wanita usia subur (WUS) adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam, untuk mengetahui kelompok beresiko kekurangan energi kronis (KEK).

    Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam janka pendek. Pengukuran LILA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan cepat. Hasil Pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu kurang dari 23,5 cm dan diatas atau sama dengan 2323,5 cm. Apabila hasil pengukuran <> 23,5 cm berarti tidak berisiko KEK.
    Baca Selengkapnya - Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

    Teori tentang Remaja

    Pengertian
    Remaja merupakan usia muda atau mulai dewasa (Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Ahmad & Santoso, 1996). Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat (www.bkkbn.go.id, 2008).

    Remaja adalah usia transisi, seorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun masyarakat. Semakin maju masyarakat semakin panjang usia remaja karena ia harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan dirinya dengan masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya.
    Remaja dalam mengalami perubahan-perubahannya akan melewati perubahan fisik, perubahan emosi dan perubahan sosial. Yang dimaksud dengan perubahan fisik adalah pada masa puber berakhir, pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna dan akan sepenuhnya sempurna pada akhir masa awal remaja.
    Perubahan emosi pada masa remaja terlihat dari ketegangan emosi dan tekanan, tetapi remaja mengalami kestabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Sedangkan perubahan sosial pada masa remaja merupakan salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit, yaitu berhubungan dengan penyesuaian sosial pada perubahan sosial ini, remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.
    Ciri remaja pada anak wanita biasanya ditandai dengan tubuh yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejak lahir. Perubahan yang cukup menyolok terjadi ketika remaja memasuki usia antara 9-15 tahun, pada saat itu mereka tidak hanya tubuh menjadi lebih tinggi dan besar saja, tetapi terjadi juga perubahan-perubahan di dalam tubuh yang memungkinkan untuk bereproduksi atau keturunan. Perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa atau sering dikenal dengan istilah masa pubertas ditandai dengan datangnya menstruasi pada anak perempuan. Datangnya menstruasi pertama tidak sama pada setiap orang. Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut salah satunya adalah karena gizi. Saat ini ada seorang anak perempuan yang mendapatkan menstruasi pertama di usia 8-9 tahun. Namun pada umumnya adalah sekitar 12 tahun. Remaja perempuan, sebelum menstruasi akan menjadi sangat sensitif, emosional, dan khawatir tanpa alasan yang jelas (BKKBN, 2008).

    Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja lebih konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 kriteria yaitu biologis, psikologis dan sasial ekonomi. Remaja adalah suatu masa dimana:
    1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual.
    2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
    3. Terjadi peralihan ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada yang relatif mandiri.

    Ditinjau dari kesehatan WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Selanjutnya WHO menyatakan walaupun definisi di atas didasarkan pada usia kesuburan wanita, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun.
    Sementara itu definisi remaja untuk masyarakat Indonesia adalah menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan sebagai berikut:
    1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik).
    2. Dibanyak masyarakat indonesia; usia dianggap akil-balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak, lagi memperlakukan mereka sebagai anak¬-anak (kriteria sosial).
    3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan, jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral (kriteria psikologis).
    4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua.
    5. Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai. orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun kehidupan bermasyarakat dan keluarga. Karena itu definisi Remaja disini dibatasi khusus untuk yang belum menikah (Sarwono, 2000).
    Perkembangan Remaja
    Masa remaja ditandai dengan terjadinya berbagai proses perkembangan yang secara global meliputi perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan jasmani terlihat dari perubahan-perubahan bentuk tubuh dari kecil menjadi besar sedangkan rohani tampak dari emosi, sikap dan juga intelektual.



    Perkembangan yang dialami remaja adalah :
    1. Perkembangan fisik: perkembangan fisik pada masa remaja mengarah pada pencapaian bentuk-bentuk badan orang dewasa. Perkembangan fisik terlihat jelas dari perubahan tinggi badan, bentuk badan dan berkembangnya otot-otot tubuh.
    2. Perkembangan Seksual. Perkembangan seksual ditandai dengan munculnya tanda-tanda kelamin primer dan sekunder:
    3. Perkembangan heteroseksual. Pada masa remaja mulai timbul rasa ketertarikan terhadap lawan jenis.
    4. Perkembangan emasional. Keadaan emosional pada masa remaja tidak stabil.
    5. Perkembangan Kognisi:
    6. Perkembangan identitas diri: Proses pembentukan identitas diri telah dimulai sejak kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada masa remaja. Secara umum identitas diri adalah perasaan individualitas yang mantap dimana individu tidak tenggelam dalam peran sosial yang dimainkan tetapi tetap dihayati sebagai pribadi diri sendiri (Asmarani, 2007).
    Baca Selengkapnya - Teori tentang Remaja

    Kanker Payudara

    Pengertian Kanker Payudara
    Kata ‘kanker’ berasal dari bahasa latin ‘crab’ (kepiting) yang digunakan untuk menggambarkan tumor ganas (pertumbuhan kanker). Kanker bermula ketika sel mulai membelah dan tumbuh dalam cara yang tidak terkontrol dan abnormal. (Lincoln, Jakie-Wilensky, 2008). Sedangkan payudara berasal dari bahasa latin ‘mamma’ adalah organ tubuh bagian atas dada dari mamalia yang berjenis kelamin perempuan yang biasanya digunakan untuk menyalurkan air susu (Wibisono, Nancy, 2009).
    Menurut DR Sutjipto Sp.B (K) Onk (2008), saat ini banyak penderita kanker payudara berusia muda, bahkan tidak sedikit yang baru berusia 14 tahun. walaupun belum diketahui penyebab pastinya, ada faktor risiko terjadinya kanker payudara. Pemicu terjadinya penurunan usia kanker payudara, disebabkan oleh perubahan gaya hidup, seperti konsumsi makanan cepat saji serta kurang konsumsi sayur dan buah.

    Berapa Faktor Resiko pada Kanker Payudara
    Sampai saat ini penyebab pasti kanker payudara belum diketahui. Namun ada berbagai faktor resiko yang berhubungan dengan kanker payudara, diantaranya adalah sebagai berikut:
    Faktor hormon; yang diduga memegang peranan dalam proses kejadian tumor ini adalah faktor hormon estro¬gen. Namun, bagaimana mekanisme kejadiannya belum jelas diketahui. Akan tetapi pemberian hormon estrogen dan progesteron pada penggunaan alat kontrasepsi belum terbukti berpengaruh meningkatkan angka kejadian kanker payudara, kecuali pemakaian pil kontrasepsi pada usia muda. Penelitian membuktikan bahwa wanita usia dini (remaja) yang memakai alat kontrasepsi oral (pil) sangat berisiko tinggi terserang kanker payudara.
    Pernah menggunakan obat hormonal yang lama, seperti terapi sulih hormon atau hormonal replacement therapy (HRT), dan pengobatan kemandulan (infertilitas).
    Pemakai kontrasepsi oral pada penderita tumor jinak payudara seperti kelainan fibrokistik.
    Wanita bekerja pada malam hari. Pusat Penelitian Kanker Fired Hutchison Cancer di Seatle, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa wanita yang bekerja malam hari mempunyai peluang 60% terkena kanker payudara. Cahaya lampu yang kusam pada malam hari dapat menekan produksi melatonin noctural pada otak sehingga hormon estrogen yang diproduksi oleh ova¬rium meningkat. Padahal diketahui melatonin dapat menekan pertumbuhan sel kanker payudara.
    1. Faktor usia; wanita berusia di atas 30 tahun, wanita yang mendapatkan haid pertama pada umur kurang dari 10 tahun, dan wanita yang mengalami menopause (mati haid) setelah usia 50 tahun, mempunyai ke¬mungkinan lebih besar mendapatkan kanker payudara.
    2. Wanita yang tidak pernah melahirkan anak.
    3. Wanita yang melahirkan anak pertama sesudah usia 35 tahun.
    4. Wanita yang tidak pernah menyusui anak.
    5. Terapi radiasi pada daerah sekitar dada dan payudara pernah dilakukan.
    6. Riwayat keluarga; beberapa riwayat keluarga yang dianjurkan untuk deteksi dini yaitu ibu atau saudara perempuan terkena kanker payudara atau kanker yang berhubungan dari ibu atau ayah, kanker ovarium, endometrium, kolorektal, prostat, tumor otak, leukemia, dan sarkoma.
    7. Pernah mengalami infeksi, trauma/benturan, operasi payudara akibat tumor jinak (kelainan fibrokistik dan fibroadenoma), atau tumor ganas payudara kontralateral.
    8. Wanita yang terlalu banyak mengkonsumsi alkohol.
    9. Wanita yang pernah mendapat radiasi sebelumnya pada payudara atau dinding dada, misalnya untuk pengobatan keloid.
    10. Peningkatan berat badan yang signifikan pada usia dewasa.
    11. Konsumsi makanan berlemak dan berprotein tinggi tetapi rendah serat yang terlalu banyak dan sering, karena mengandung zat karsinogen yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker.
    (Purwoastuti, Endang Th, 2008).

    Tanda dan Gejala Kanker Payudara
    Tanda dan gejala yang tampak pada penderita kanker payudara adalah sebagai berikut:
    1. Adanya benjolan pada payudara yang tidak dapat digerakkan dari dasar/jaringan sekitar, pada awalnya tidak terasa sakit atau nyeri sehingga kurang mendapat perhatian dari penderita.
    2. Adanya rasa nyeri atau sakit pada payudara.
    3. Semakin lama benjolan yang tumbuh semakin besar.
    4. Payudara mengalami perubahan bentuk dan ukuran karena mulai timbul pembengkakan.
    5. Mulai timbul luka pada payudara dan lama tidak sem¬buh meskipun sudah diobati, serta puting susu seperti koreng atau eksim dan tertarik ke dalam.
    6. Kulit payudara menjadi berkerut seperti kulit jeruk (Peau d' Orange).
    7. Terkadang keluar cairan, darah merah kehitam-hitam¬an, atau nanah dari puting susu, atau keluar air susu pada wanita yang tidak sedang hamil atau tidak sedang menyusui.
    8. Benjolan menyerupai bunga kobis dan mudah ber¬darah.
    9. Metastase (menyebar) ke kelenjar getah bening sekitar dan alat tubuh lain.
    10. Keadaan umum penderita buruk.
    (Purwoastuti, Endang Th, 2008).

    Tahap Perkembangan Sel Kanker/Penentuan Stadium Kanker Payudara
    Penentuan Stadium
    Stadium tumor merupakan peramal yang sangat penting bagi keberlangsungan kanker payudara. Stadium kanker payudara memungkinkan para dokter melakukan rekomendasi yang terbaik bagi pengobatannya. la juga memungkinkan untuk perbandingan yang lebih akurat terhadap metode-metode pengobatan yang berbeda dan hasil-hasilnya.

    Sistem penentuan stadium TNM
    Metode standar untuk menentukan stadium yang digunakan di seluruh dunia disebut sistem penentuan stadium TNM. `TNM' menandakan `tumor, bintil-bintil dan metastase' dan penggolongannya adalah sebagai berikut:
    • Tumor (T) - diameternya sangat besar dari tumor primer.
    • Bintil-bintil (N) - metastasis bintil-bintil getah bening (apakah ia telah menyebar ke kelenjar-kelenjar getah bening). Bintil-bintil tersebut bisa berpindah-pindah maupun bersifat tetap. Apabila bintil-bintil bersifat tetap, kemungkinan bahwa perbandingan besar bintil-bintil tersebut diganti dengan tumor.
    • Metastasis (M) - metastasis terpencil (apakah ia telah menyebar pada bagian lain di dalam tubuh).
    Karena kanker-kanker yang bersifat tidak menyerang (in situ) yang menurut pengertiannya tidak menyebar di luar payudara, mereka digolongkan sebagai Stadium. Kanker-kanker yang bersifat menyerang digolongkan dari stadium I – IV
    Stadium 0 (stadium awal)
    Kanker-kanker yang bersifat tidak menyerang pada pipa saluran atau lobula, atau penyakit Paget pada puting.

    Stadium 1 (stadium awal)
    • Tumor tidak lebih besar dari 2 cm.
    • Bintil-bintil getah bening pada aksila tidak mengandung tumor. Tidak ada bukti metastase.
    Stadium II (stadium awal)
    • Tumor tidak lebih besar dari 2 cm namun bintil-bintil aksila (ketiak) mengandung tumor.
    • Tumor sudah mencapai antara 2-5 cm, bintil-bintil aksila mungkin atau tidak mungkin mengandung tumor.
    • Tumor lebih besar dari 5 cm, bintil-bintil aksila tidak mengandung tumor.
    • Tidak ada bukti metastase.
    Stadium III (stadium parah)
    • Tumor tidak lebih dari 5 cm, bintil-bintil.
    • Tumor lebih besar dari 5 cm, bintil-bintil aksila mengandung tumor. Tumor dari setiap ukuran dengan perluasannya menuju dinding dada dan/atau kulit, ada status bintil-bintil.
    • Tumor dari setiap ukuran (dengan atau tanpa perluasan), bintil-bintil payudara internal mengandung tumor.
    • Tidak ada bukti metastase.
    • Bintil-bintil aksila, kelenjar-kelenjar getah bening yang ada di ketiak
    Stadium IV (stadium parah)
    • Tumor dari setiap ukuran, terdapat status bintil-bintil.
    • Adanya metastases.
    (Lincoln Jackie-Wilensky, 2008)

    Pencegahan terhadap Kanker Payudara
    Perubahan apa pun pada payuda¬ra Anda harus disikapi dengan hati-hati. Bila penyebabnya dapat diketahui sejak dini, upaya penanganan bisa dilakukan segera. Tindakan ini akan membuahkan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu, pencegahan timbulnya gangguan kesehatan pada payudara dapat dilakukan dengan beberapa caranya berikut:

    Membuat catatan bulanan
    Keteraturan siklus haid dapat diketahui dengan cara menghitung hari, bukan berdasarkan tanggal, setiap bulannya. Catatlah pula segala hal atau perubahan yang dirasakan menje¬lang, selama, dan sesudah berlangsungnya haid. Segera temui dokter bila Anda mengalami hal-hal berikut:
    • Siklus haid kurang dari 14 hari atau lebih dari 35-40 hari sekali.
    • Lamanya haid lebih dari 14 hari.
    • Volume darah haid sangat banyak (sampai-sampai Anda perlu ganti pembalut sebanyak 10 kali per hari).
    Hindari makanan tinggi lemak
    Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa kemung¬kinan wanita yang mengonsumsi makanan tinggi lemak untuk terkena kanker payudara akan lebih tinggi dibandingkan mereka yang banyak mengonsumsi makanan yang rendah lemak. Namun, belum diketahui apakah diet rendah lemak bisa benar-benar mencegah kanker payudara atau tidak.
    Dalam jurnal kedokteran terbitan FKUI, Medical Journal oflndonesia edisi April-Juni 1999 dilaporkan, ada sejumlah hasil penelitian yang berkaitan dengan faktor risiko kanker payuda¬ra. Antara lain diungkapkan bahwa minum susu dan makan daging berlemak merupakan faktor risiko yang signifikan bagi munculnya kanker payudara. Begitu pula makanan dan minum¬an yang mengandung santan kelapa, terutama jika dikonsumsi setiap hari.

    Rajin-rajin lakukan "Sadari"
    Sebenarnya, untuk mengetahui keadaan payudara (apakah normal atau tidak), dianjurkan untuk melakukan pemerik¬saan payudara sendiri alias Sadari secara rutin. Kapan persisnya? Sebaiknya, pemeriksaan dilakukan tiap bulan, kira-kira seming¬gu setelah siklus haid usai. Lebih-lebih, kalau ibu atau famili perempuan dekat Anda punya riwayat kanker payudara.
    Namun, jika merasa bahwa ada sesuatu yang tidak biasa terjadi pada payudara Anda, dan Anda merasa cemas karena¬nya, maka berikut ini panduan untuk perlu tidaknya bagi Anda pergi ke dokter spesialis.
    a) Gejala yang tidak perlu dikonsultasikan ke dokter spesialis:
    • Wanita muda (kurang dari 35 tahun) dengan benjolan pada payudara dan terasa sakit.
    • Wanita kurang dari 40 tahun dengan benjolan yang simetris.
    • Wanita kurang dari 50 tahun dengan keluarnya cairan dari puting susu dan bukan berwarna merah. Maksud cairan di sini adalah: Keluar spontan atau tanpa dimanipulasi, - Keluar dari satu atau ke-2 sisi payudara,Keluar cairan yang berhubungan dengan haid atau tidak, sedang hamil atau tidak; cedera rudapaksa (luka akibat perkosaan), atau kelainan kelenjar gondok.
    • Wanita dengan keluhan nyeri dan benjolan yang tidak jelas batasnya.
    2) Gejala yang perlu dikonsultasikan ke dokter spesialis:
    Benjolan:
    - Berbatas tegas.
    - Terdapat pada satu sisi (asimetris) setelah haid.
    - Kista lebih dari satu, atau kista timbul kembali setelah disedot.

    Nyeri:
    - Berhubungan dengan adanya benjolan.
    - Tidak dapat diatasi dengan pengobatan.
    - Pada satu sisi payudara pada wanita pasca menopause.

    Keluar cairan dari puting:
    - Pada wanita umur lebih dari 50 tahun.
    - Khusus wanita kurang dari 50 tahun, cairan berwarna merah dan spontan.

    Kelainan posisi puting.
    - "Tenggelam".
    - Kelainan kulit sekitar puting (seperti eksim).
    - Kelainan kulit payudara.
    - Bentuk seperti kulit jeruk yang tebal.
    - Warna kemerahan.
    (Lincoln, Jakie-Wilensky, 2008)



    Pengobatan Kanker Payudara
    Umumnya, pengobatan kanker payudara terbagi menjadi dua golongan besar: pertama, pengobatan untuk kanker tahap awal, kedua, pengobatan untuk kanker tahap lanjut dan kambuh. Saat ini, pengobatan terhadap kanker payudara meliputi operasi, radioterapi, kemoterapi, terapi hormonal, dan terapi biologi. Jika kanker masih dalam stadium dini, maka operasi dapat dilakukan.
    • Operasi dengan cara Breast Conserving Therapy (BCT), pengangkatan seluruh jaringan kanker clan sedikit jaringan payuda¬ra di sekitarnya dilanjutkan dengan radiasi, telah sering dilakukan dengan hasil yang sama dengan operasi pengangkatan seluruh payudara. Tetapi, BCT hanya dapat dilakukan pada pasien dengan ukuran tumor yang kecil atau tumor yang ukurannya dikecilkan dengan pengobatan awal (radioterapi dan/atau kemoterapi) sehing¬ga menjadi layak untuk dioperasi.
    • Radioterapi dan/atau kemoterapi merupakan pilihan pengobat¬an untuk kanker tahap lanjut. Berkat kemajuan penelitan kanker payudara, saat ini pengobatan untuk kanker payudara tahap lanjut celah menunjukkan bahwa angka ketahanan hidup meningkat dan angka kematian menurun. Kemoterapi juga dapat dilakukan pada pasien kanker tahap awal untuk mengurangi kemungkinan terjadi¬nya penyebaran sel-sel kanker yang pada awalnya tidak terdeteksi. Efek samping kemoterapi yang sering kali ditakutkan oleh pasien telah semakin berkurang dengan ditemukannya obat-obat baru yang memiliki efek spesifik terhadap sel kanker sehingga efek sampingnya terhadap sel-sel normal menjadi berkurang..
    Baca Selengkapnya - Kanker Payudara

    Ekstraksi Vakum

    Definisi
    Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstrator vakum atau ventouse (Depkes RI,2002). Menurut Mansjoer Arif (1999) tindakan ini dilakukan dengan memasang sebuah mangkuk (cup) vakum di kepala janin dan tekanan negatif. Ekstraksi vakum adalah tindakan obstetri yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi (Cuningham F 2002).

    Etiologi
    1. Kelelahan pada ibu : terkurasnya tenaga ibu pada saat melahirkan karena kelelahan fisik pada ibu (Prawirohardjo, 2005).
    2. Partus tak maju : His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persaiinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kematian (Prawirohardjo, 2005).
    3. Gawat janin : Denyut Jantung Janin Abnormal ditandai dengan:
    • Denyut Jantung Janin irreguler dalam persalinan sangat bereaksi dan dapat kembali beberapa waktu. Bila Denyut Jantung Janin tidak kembali normal setelah kontraksi, hal ini mengakibatkan adanya hipoksia.
    • Bradikardia yang terjadi di luar saat kontraksi atau tidak menghilang setelah kontraksi.
    • Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya demam pada ibu (Prawirohardjo, 2005).
    Teknik Ekstraksi Vakum
    Ekstraktor vakum hanya digunakan pada persentasi belakang-kepala. Dalam keadaan terpaksa, ekstraksi dengan ekstraktor vakum dapat dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap tetapi sedikit-dikitnya 7 cm. Begitu pula ekstraksi vakum masih boleh digunakan, apabila pada presentasi belakang ¬kepala, kepala janin sudah sampai hodge II tetapi belum sampai hodge III, asal tidak ada diproporsi sefalopelvik. Dalam pemakaian ekstraktor vakum, mangkok yang dipilih harus sesuai dengan besarnya pembukaan, keadaan vagina, turunnya kepala janin dan tenaga untuk tarikan yang diperlukan. Umumnya yang dipakai ialah mangkok dengan diameter 50 mm (Cuningham F, 2002).
    Pada umumnya kala II yang lama merupakan indikasi untuk melakukan ekstraksi dengan cunam berhubung dengan meningkatnya bahaya ibu dan janin (Mansjoer Arif, 1999).
    Pada presentasi belakang-kepala dengan kepala belum sampai di dasar panggul, dan persentase muka setelah kala II lamanya 3 jam pada seorang primigravida dan 2 jam pada multipara dilakukan pemeriksaan dengan seksama (jika perlu dengan memasukkan 4 jari atau seluruh tangan ke dalam vagina) apakah sungguh-sungguh kepala sudah masuk dalam rongga panggul dengan ukuran terbesar, dan apakah tidak ada rintangan apapun pada panggul untuk melahirkan kepala. Dalam hal kepala janin sudah melewati pintu atas panggul dengan ukuran terbesar, putaran paksi dalam kepala sudah atau hampir selesai, dan dalam hal tidak adanya kesempitan pada bidang bawah panggul, persalinan diselesaikan dengan ekstraksi cunam (Mansjoer Arif, 1999).

    Indikasi
    Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi porcef/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara pervaginam, maka perlu tindakan ekstraksi vakum/tindakan ekstraksi vakum menyebabkan terjadinya toleransi pada servik uteri dan vagina ibu. Di samping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intracranial (Mansjoer Arif, 1999).

    Syarat dari Ekstraksi Vakum:
    a. Janin aterm
    b. Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)
    c. Pembukaan serviks sudah lengkap
    d. Kepala janin sudah enganged.
    e. Selaput ketuban sudah pecah atau jika belum, dipecahkan.
    f. Harus ada kontraksi uterus atau his dan tenaga mengejan ibu.

    Komplikasi Ekstraksi Vakum
    Pada ibu, ekstraksi vakum dapat menyebabkan perdarahan, trauma jalan lahir dan infeksi. Pada janin ekstrasi vakum dapat menyebabkan ekskoriasi kulit kepala, cepal hematoma, subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat, nekrosis kulit kepala (scapnecrosis), dapat menimbulkan alopesia (Mansjoer Arif, 1999).

    Prosedur Ekstraksi Vakum
    Ibu tidur dalam posisi lithotomi. Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum. Bila waktu pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, diberi anesthesia infiltrasi atau pudendal nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang mangkuk saja. Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan pembukaan serviks (Mansjoer Arif, 1999).

    Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak denominator. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga 0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : 0,7 sampai-0,8 kg/cm2. Hal ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit (Rustam Mochtar, 1999).
    Dengan adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput suksedaneum arrifisial (chignon). Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah sumbu panggul (Rustam Mochtar, 1999). Pada waktu melakukan tarikan ini harus ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan penolong. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pada pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan meloncat kearah muka penolong. Traksi dilakukan terus selama ada HIS dan harus mengikuti putaran paksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis (Rustam Mochtar, 1999). Bila his berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara intermitten, bersama-sama dengan his. Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya.
    Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong segera menahan perineum. Setelah kepala liahir, pentu dibuka, udara masuk ke dalam botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas. Bila diperlukan episiotomi, maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka vulva. Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas sebanyak 3 kali. Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan:
    1. Tenaga vakum terlalu rendah
    2. Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum sempurna yang mengisi seluruh mangkuk.
    3. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk tidak dapat mencengkram dengan baik.
    4. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
    5. Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik.
    6. Traksi terlalu kuat
    7. Cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung.
    8. Adanya disproporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu traksi, harus diteliti satu persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan koreksi. Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.
    Keunggulan dan Kerugian Ekstraksi Vakum
    Keunggulan
    1. Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
    2. Tidak diperlukan narkosis umum
    3. Mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui jalan lahir
    4. Ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan serviks belum lengkap
    5. Trauma pada kepala janin lebih ringan (Rustam Mochtar, 1999).
    Kerugian
    1. Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
    2. Tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang berlebihan.
    3. Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet dan harus selalu kedap udara. (Rustam Machtar, 1999).
    Baca Selengkapnya - Ekstraksi Vakum

    Angiofibroma

    Angiofibroma
    Pengertian

    Angiofibroma nasofaring belia adalah sebuah tumor jinak nasofaring yang cenderung menimbulkan perdarahan yang sulit dihentikan dan terjadi pada laki-laki prepubertas dan remaja.

    Angiofibroma nasofaring belia merupakan neoplasma vaskuler yang terjadi hanya ada laki-laki, biasanya selama masa prepubertas dan remaja
    Umumnya terdapat pada rentang usia 7 s/d 21 tahun dengan insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun dan jarang pada usia diatas 25 tahun.
    Tumor ini merupakan tumor jinak nasofaring terbanyak dan 0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher.


    Etiologi

    Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai jenis teori banyak diajukan. Diantaranya teori jaringan asal dan faktor ketidak-seimbangan hormonal.
    Secara histopatologi tumor ini termasuk jinak tetapi secara klinis ganas karena bersifat ekspansif dan mempunyai kemampuan mendestruksi tulang. Tumor yang kaya pembuluh darah ini memperoleh aliran darah dari arteri faringealis asenden atau arteri maksilaris interna. Angiofibroma kaya dengan jaringan fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau bagian dalam dari fossa pterigoid. Setelah mengisi nasofaring, tumor ini meluas ke dalam sinus paranasal, rahang atas, pipi dan orbita serta dapat meluas ke intra kranial setelah mengerosi dasar tengkorak.


    Tanda dan Gejala

    Gejala klinik terdiri dari hidung tersumbat (80-90%); merupakan gejala yang paling sering, diikuti epistaksis (45-60%); kebanyakan unilateral dan rekuren, nyeri kepala (25%); khususnya bila sudah meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-18%) dan gejala lain seperti anosmia, rhinolalia, deafness, pembengkakan palatum serta deformitas pipi. Tumor ini sangat sulit untuk di palpasi, palpasi harus sangat hati-hati karena sentuhan jari pada permukaan tumor dapat menimbulkan perdarahan yang ekstensif.


    Stadium Angiofibroma

    Untuk menentukan perluasan tumor, dibuat sistem staging. Ada 2 sistem yang paling sering digunakan yaitu Sessions dan Fisch.

    Klasifikasi menurut Sessions sebagai erikut :
    1. Stage IA : Tumor terbatas pada nares posterior dan/atau nasofaring
    2. Stage IB : Tumor melibatkan nares posterior dan/atau nasofaring dengan perluasan ke satu sinus paranasal.
    3. Stage IIA : Perluasan lateral minimal ke dalam fossa pterygomaksila.
    4. Stage IIB : Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan atau tanpa erosi ke tulang orbita.
    5. Stage IIIA : Mengerosi dasar tengkorak; perluasan intrakranial yang minimal.
    6. Stage IIIB : Perluasan ke intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke dalam sinus kavernosus.

    Klasifikasi menurut Fisch :
    1. Stage I : Tumor terbatas pada kavum nasi, nasofaring tanpa destruksi tulang.
    2. Stage II :Tumor menginvasi fossa pterygomaksila, sinus paranasal dengan destruksi tulang.
    3. Stage III :Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dan/atau daerah parasellar sampai sinus kavernosus.
    4. Stage IV : Tumor menginvasi sinus kavernosus, chiasma optikum dan/atau fossa pituitary.
    Baca Selengkapnya - Angiofibroma

    KTI KEBIDANAN : HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DAN SIKAP IBU BATITA DENGAN PRAKTEK IMUNISASI CAMPAK

    KTI KEBIDANAN : HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DAN SIKAP IBU BATITA DENGAN PRAKTEK IMUNISASI CAMPAK: "BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang Masalah
    Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kebijaksanaan umum dari tujuan nasional. Agar tujuan pembangunan bidang kesehatan tersebut dapat terwujud, diperlukan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal dan sebagai perwujudan upaya tersebut dibentuk sistem kesehatan nasional (Budioro.B, 2001:30).
    Sistem kesehatan nasional di dalamnya menyebutkan Puskesmas adalah pusat pembangunan kesehatan yang berfungsi mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk kegiatan menyuluh dan terpadu di wilayah kerjanya (Bapelkes, 2000:7).

    Dewasa ini dikenal tidak kurang dari dua puluh macam kegiatan pokok (upaya pelayanan kesehatan dasar), tapi pelaksanaanya tergantung pada kemampuan dan sumber daya yang tersedia pada puskesmas yang bersangkutan. Imunisasi termasuk program puskesmas yang bersifat preventif. Imunisasi merupakan suatu teknologi yang sangat dan berhasil dan merupakan sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah diberikan oleh para ilmuwan di dunia ini. Satu upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien dibandingkan dengan upaya kesehatan lainnya. Setiap tahun lahir 130 juta anak di dunia, 91 juta diantaranya lahir di negara yang sedang berkembang. Pada tahun 1974 cakupan vaksinasi baru mencapai 5 %, sehingga dilaksanakan imunisasi global yang disebut extended program on imunization (EPI) dan saat ini cakupan meningkat hampir setiap tahun minimal tiga juta anak dapat terhindar dari kematian dan sekitar 750.000 terhindar dari cacat. Namun demikian satu dari empat orang anak masih belum mendapatkan vaksinasi dan dua juta meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (I.G.N Ranuh dkk, 2005:4).
    Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetatus, Hepatitis B, Polio termasuk juga Campak. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, HB 3 kali dan Campak 1 kali. Kelengkapan imunisasi dasar bagi bayi biasanya dilihat dari cakupan imunisasi campak, karena imunisasi campak merupakan imunisasi terakhir yang diberikan pada bayi (Djoko Wiyono, 2000:490).
    Target cakupan imunisasi program UCI (Universal Child Imunization) untuk BCG, DPT, Polio, campak dan hepatitis B harus mencapai 80% baik di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten bahkan di setiap desa (I.G.N. Ranuh, dkk, 2005:59).
    Berdasarkan survei data awal yang dilaksanakan di Puskesmas Jebres yang terletak di Kecamatan jebres Kota Surakarta, puskesmas ini mempunyai wilayah kerja di lima Kelurahan.
    Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua kelurahan mempunyai cakupan imunisasi yang belum memenuhi target pencapaian UCI (Puskesmas Sekaran,
    2005:38).
    Menurut Lawrence Green dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003:96) perilaku dilatarbelakangi oleh tiga faktor yakni: faktor predisposisi (predisposing factor), faktor yang mendukung (enabling faktor), faktor-faktor yang memperkuat dan mendorong (reinforcing factor). Unsur enabling factor terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya

    fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana untuk imunisasi yang bisa dijangkau, Sedangkan
    reinforcing factor meliputi sikap dan perilaku petugas imunisasi.
    Faktor perilaku merupakan faktor yang di negara-negara berkembang paling
    besar pengaruhnya untuk memunculkan masalah kesehatan termasuk imunisasi. Perilaku
    ibu tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia (pos imunisasi) adalah
    akibat kurangnya pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat imunisasi dan efek sampingnya
    (A.A. Gde Munijaya, 1999:117).
    Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
    terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Suatu sikap belum otomatis terwujud
    dalam dalam suatu tindakan. Terwujudnya sikap menjadi perbuatan nyata atau
    penerapan diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara
    lain fasilitas. Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat
    konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai agar ibu
    tersebut dapat mengimunisasikan anaknya (Soekidjo Notoadmodjo, 2003:128).
    Sehubungan dengan hal di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
    ”Hubungan antara karakteristik dan sikap ibu batita dengan penerapan imunisasi
    campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta”.
    1.2 Rumusan Masalah
    Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini
    adalah:
    1.2.1 Rumusan masalah umum
    Adakah hubungan antara karakteristik dan sikap ibu anak usia 1-3 tahun dengan
    penerapan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Sekaran Gunungpati
    Semarang?
    1.2.2 Rumusan masalah khusus
    4
    1). Adakah hubungan antara pendidikan ibu batita dengan penerapan imunisasi
    campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
    2). Adakah hubungan antara pekerjaan ibu batita dengan penerapan imunisasi campak
    di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
    3). Adakah hubungan antara pendapatan keluarga dengan penerapan imunisasi
    campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
    4). Adakah hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan penerapan imunisasi
    campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
    5). Adakah hubungan antara jarak rumah dengan penerapan imunisasi campak di
    wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
    6). Adakah hubungan antara pengetahuan ibu batita dengan penerapan imunisasi
    campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
    7). Adakah hubungan antara sikap ibu batita dengan penerapan imunisasi campak di
    wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta?
    1.3 Tujuan Penelitian
    1.3.1 Tujuan umum
    Mengetahui hubungan antara karakteristik dan sikap batita dengan penerapan
    imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
    1.3.2 Tujuan khusus
    1). Mengetahui hubungan antara pendidikan ibu batita dengan penerapan imunisasi
    campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
    2). Mengetahui hubungan antara pekerjaan ibu batita dengan penerapan imunisasi
    campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
    5
    3). Mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan penerapan
    imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
    4). Mengetahui hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan penerapan
    imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
    5). Mengetahui hubungan antara jarak rumah dengan penerapan imunisasi campak di
    wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
    6). Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu batita dengan penerapan imunisasi
    campak di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
    7). Mengetahui hubungan antara sikap ibu batita dengan penerapan imunisasi campak
    di wilayah kerja Puskesmas Jebres Surakarta.
    1.4 Manfaat Hasil Penelitian
    1.4.1 Bagi Peneliti
    1). Menerapkan ilmu dan teori yang telah diperoleh saat perkuliahan.
    2). Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari penelitian yang dilakukan.
    1.4.2 Puskesmas Sekaran
    Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
    penyusunan program peningkatkan cakupan imunisasi.
    1.4.3 Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
    Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
    hubungan karakteristik dan sikap ibu dengan penerapan imunisasi.


    BAB II
    LANDASAN TEORI
    2.1 Landasan Teori
    2.1.1 Karakteristik
    Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi
    ciri khas seseorang sedangkan karakteristik adalah ciri khusus, mempunyai
    kekhususan sesuai dengan perwatakan tertentu (W.J.S. Poerwadarminto, 2002:228).
    2.1.1.1 Pendidikan Ibu
    Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya
    upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan, batin, karakter), pikiran
    (intelek) dan tubuh anak (Achmad Munib, dkk, 2004:32).
    Menurut Dictionary of Education dalam buku Achmad Munib, dkk (2004:33)
    pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan
    bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses
    sosial yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
    (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau
    mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
    optimal.
    Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam
    tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik orang tua dapat
    menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang
    baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya
    (Soetjiningsih, 1995:10).
    10
    2.1.1.2 Pekerjaan Ibu
    Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa
    bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh
    pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang
    berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada
    sesuatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan sebelumnya (Pandji
    Anoraga, 1998:11).
    Ibu yang bekerja mempunyai waktu kerja sama seperti dengan pekerja
    lainnya. Adapun waktu kerja bagi pekerja yang dipekerjakan yaitu waktu siang 7 jam
    satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu, atau dengan
    8 jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu. Sisa
    waktu 16-18 jam digunakan untuk kehidupan dalam keluarga, masyarakat, tidur, dan
    lain-lain (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003:13).
    Bagi pekerja wanita, bagaimanapun juga mereka adalah ibu rumah tangga
    yang sulit lepas begitu saja, dari lingkungan keluarga. Wanita mempunyai beban dan
    hambatan lebih berat dibandingkan rekan prianya. Dalam arti wanita harus lebih dulu
    mengatasi urusan keluarga, suami, anak dan hal-hal yang menyangkut tetek bengek
    rumah tangganya (Pandji Anoraga, 1998:121).
    Pada kenyataanya banyak wanita yang tidak cukup mampu mengatasi
    hambatan itu, sekalipun mereka mempunyai kemampuan teknis yang cukup tinggi
    jika mereka tidak mampu menyeimbangkan peran gandanya tersebut akhirnya
    mereka akan keteteran (Pandji Anoraga, 1998:121). Akan tetapi bukan berarti wanita
    yang tidak bekerja merupakan jaminan bahwa anak-anaknya akan menjadi lebih baik
    dibanding dengan anak-anak dari wanita yang bekerja (Pandji Anoraga, 1998:123).
    11
    2.1.1.3 Pendapatan Ibu
    Pendapatan adalah hasil pencarian atau perolehan usaha (Departemen
    Pendidikan Nasional, 2002:236). Menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers
    (1982:20), pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang
    baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksud pendapatan dalam
    penelitian ini adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok
    dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
    Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak,
    karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer
    maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 1995:10).
    2.1.1.4 Jumlah anak
    Anak adalah keturunan yang kedua (Departemen Pendidikan Nasional,
    2002:41). Jumlah adalah banyaknya (bilangan atau sesuatu yang dikumpulkan
    menjadi satu) (Departemen Pendidikan Nasional, 2002:480). Jadi jumlah anak adalah
    banyaknya keturunan dalam satu kelurga.
    Jumlah anak yang banyak pada keluarga akan mengakibatkan berkurangnya
    perhatian dan kasih sayang yang diterima, lebih-lebih jika jarak anak terlalu dekat.
    Pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang
    banyak akan mengakibatkan selain berkurangnya kasih sayang dan perhatian pada
    anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan yang tidak
    terpenuhi (Soetjiningsih, 1995:10).
    12
    2.1.1.5 Jarak rumah dengan tempat imunisasi
    Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002:459) Jarak adalah ruang
    sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara rumah
    dengan tempat imunisasi. Jangkauan pelayanan imunisasi dapat ditingkatkan dengan
    bantuan pendekatan maupun pemantauan melalui kegiatan posyandu (Budioro,
    2001:147).
    Menurut Nasrul Effendy (1997:269) letak posyandu sebaiknya berada di
    tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat, ditentukan sendiri, lokal, dapat
    dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT atau RW. Hal ini agar jarak
    posyandu tidak terlalu jauh sehingga tidak menyulitkan masyarakat untuk
    mengimunisasikan anaknya.
    2.1.1.6 Pengetahuan Ibu
    Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
    tindakan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui indra manusia
    yaitu indera manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian
    besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekidjo
    Notoatmodjo, 2003:127).
    Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:128) pengetahuan yang dicakup
    dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:
    2.1.1.6.1 Tahu (know)
    Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
    sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
    untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,
    menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
    13
    2.1.1.6.2 Memahami (comprehension)
    Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
    tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar.
    Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan dan
    menyebutkan. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang
    bergizi.
    2.1.1.6.3 Aplikasi (application)
    Aplikasi diartikan sebagai kemapuan untuk menggunakan materi yang telah
    dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) misalnya dapat menggunakan
    prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam
    pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
    2.1.1.6.4 Analisis (analysis)
    Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke
    dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut
    dan masih ada kaitannya satu sama lain.
    2.1.1.6.5 Sintesis (synthesis)
    Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
    menghubungkan bagian-bagian dari suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya
    dapat menyusun dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan
    sebagainya
    2.1.1.6.6 Evaluasi (evaluation)
    Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
    penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu
    kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada.
    14
    Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
    yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
    responden (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:130).
    2.1.2 Sikap
    Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
    terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat langsung
    tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Soekidjo
    Notoatmodjo, 2003:130).
    Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu
    terhadap hal-hal tertentu. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati,
    menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat
    kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu
    (Sarlito Wirawan Sarwono, 2000:94).
    Sikap merupakan penentu penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada pada
    seseorang akan memberikan gambaran corak tingkah laku seseorang. Berdasar pada
    sikap seseorang, orang akan dapat menduga bagaimana respon atau tindakan yang
    akan diambil oleh orang tersebut terhadap suatu masalah atau keadaan yang
    dihadapinya. Jadi dalam kondisi wajar-ideal gambaran kemungkinan tindakan atau
    tingkah laku yang akan diambil sebagai respon terhadap suatu masalah atau keadaan
    yang dihadapkan kepadanya dapat diketahui dari sikapnya (Sugeng Hariyadi,
    2003:90).
    "
    Baca Selengkapnya - KTI KEBIDANAN : HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DAN SIKAP IBU BATITA DENGAN PRAKTEK IMUNISASI CAMPAK

    Arsip

    0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber