Cari Blog Ini

Tampilkan postingan dengan label 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc). Tampilkan semua postingan

HUBUNGAN PERILAKU MAKAN DENGAN KEJADIAN APENDISITIS PADA PASIEN APENDIKS DI RUANG BEDAH RSUD xxx

KTI KEPERAWATAN

HUBUNGAN PERILAKU MAKAN DENGAN KEJADIAN APENDISITIS

PADA PASIEN APENDIKS DI RUANG BEDAH RSUD.....




BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia demi kebutuhannya sangat ditentukan oleh berlangsungnya atau bergeraknya proses-proses dalam tubuhnya, seperti berlangsungnya proses peredaran darah/sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses-proses fisiologis lainnya, selanjutnya bergerak melakukan berbagai kegiatan pekerjaan fisik, untuk itu semua diperlukan energi (Kartasapoetra & Marsetyo, 2005).

Seperti diketahui bahwa tubuh manusia memiliki kebutuhan esensial terhadap nutrisi, walaupun tubuh dapat bertahan tanpa makanan lebih lama daripada tanpa cairan. Seperti kebutuhan fisiologis lainnya, kebutuhan nutrisi mungkin tidak terpenuhi pada manusia dengan berbagai usia. Proses metabolik tubuh mengontrol pencernaan, penyimpanan zat makanan, dan mengeluarkan produk sampah. Mencerna dan menyimpan zat makanan adalah hal yang penting dalam memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh (Potter & Perry, 2005).

Pada umumnya perilaku makan yang sering menjadi masalah adalah kebiasaan makan yang kurang higienis, di warung, sekitar pinggiran jalan, bahkan di tempat-tempat mewah sekalipun yang menawarkan makanan cepat saji atau kebiasaan makan fast food. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau street food menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat mejawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. (http://www.persi.or.id, 2006).

Tiap tahunnya baik di negara maju maupun negara berkembang terjadi peningkatan kasus yang berhubungan dengan pencernaan maupun pola makan serta kebiasaan makan-makanan di sembarang tempat yang berdampak pada terjadinya penyumbatan makanan pada usus karena terbentuknya benda padat (massa) di ujung umbai cacing sehingga menyebabkan aliran keluar kotoran terhambat pada daerah tersebut. Sumbatan ini bisa terbentuk dari sisa makanan yang mengeras, lendir dalam usus yang mengental, bekuan darah, ataupun tumor kecil pada saluran usus. Dengan adanya sumbatan ini, ditambah dengan terjadinya infeksi yang mungkin terjadi pada daerah tersebut, maka terjadilah radang pada umbai cacing tersebut atau disebut juga usus buntu (appendisitis).

Appendisitis merupakan peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering terjadi (Mansjoer, dkk, 2000). Untuk mencegah terjadinya appendisitis sebenarnya adalah dengan menjaga perilaku makan atau pola makan yang baik dan tepat yaitu\tiga kali sehari, seperti mengkonsumsi serat yang cukup yang berasal dari sayur-sayuran.

Secara umum di Indonesia appendiks masih merupakan penyokong terbesar untuk pasien operasi setiap tahunnya, hasil laporan dari Rumah Sakit Gatot Soebroto, Jakarta pada tahun 2006 setidaknya appendiks menempati urutan keenam dari sepuluh penyakit terbesar yang ada dan sebagian besar disebabkan pola makan pasien yang kurang tepat dan kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung cukup serat setiap harinya (Depkes RI, 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan Faisal (2000) menyebutkan bahwa dari 146 kasus terdapat 121 kasus (82.87%) apendikogram negatif, 20 kasus 113.70%) pengisian parsial dan 5 kasus (3,43%) apendikogram positif. Penilaian makros kopis durante operatif didapatkan tanda-tanda apendisitis kronis pada semua kasus. Pemeriksaan patologi anatomi (PA) pada 32 kasus menunjukkan 100% apendisitis kronis dengan berbagai variasi, termasuk 1 kasus dengan apendikogram positif. Berdasarkan jumlah kasus yang terbatas (32 kasus) dengan pemeriksaan PA, didapatkan sensitivitas 96.87% tingkat akurasi 96,87% sedangkan spesifisitas tidak dapat ditentukan.

Berdasarkan hasil survey data di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu yang dilakukan pada akhir bulan November 2008 diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 322 kasus pasien rawat inap dengan appendiks. Sementara pada tahun 2008 (Januari-Juli) menurun menjadi 101 kasus. Pada minggu pertama bulan Desember 2008 peneliti menanyakan kepada 9 orang pasien appendiks yang mengalami keluhan pada bagian perutnya. Dari hasil wawancara diketahui bahwa 3 orang diantaranya (33,33%) mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama dan dirawat di rumah sakit dan sakitnya berkurang setelah diberikan terapi diet selama menjalani pengobatan, 6 orang lainnya (66,67%) mengatakan bahwa akan menjalani operasi appendiks dengan alasan peradangan yang terjadi semakin buruk. Dari keseluruhan pasien yang ada tersebut 7 orang (77,78%) kurang memperhatikan pola makan sehari-hari dan 2 orang (22,22%) memiliki perilaku makan yang salah serta adanya kebiasaan tertentu yang dapat merespon terjadinya peradangan pada usus.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Perilaku Makan Dengan Kejadian Apendisitis Di Ruang Bedah RSUD ............................................... Tahun 2009”.

1.2 Identifikasi Masalah

1.2.1 Di Indonesia appendiks masih merupakan penyokong terbesar untuk pasien operasi setiap tahunnya, di Rumah Sakit Gatot Soebroto, Jakarta pada tahun 2006 setidaknya appendiks menempati urutan keenam dari sepuluh penyakit terbesar yang ada dan sebagian besar disebabkan pola makan pasien yang kurang tepat dan kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung cukup serat setiap harinya

1.2.2 Diketahui bahwa pemeriksaan patologi anatomi (PA) pada 32 kasus menunjukkan 100% apendisitis kronis dengan berbagai variasi, termasuk 1 kasus dengan apendikogram positif

1.2.3 Diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 322 kasus pasien rawat inap dengan appendiks di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu dan pada tahun 2008 (Januari-Juli) menurun menjadi 101 kasus.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu: apakah terdapat hubungan antara perilaku makan dengan kejadian apendisitis di Ruang Bedah RSUD ............................................... Tahun 2009?”

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan perilaku makan dengan kejadian apendisitis pendiks di Ruang Bedah RSUD ............................................... Tahun 2009.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi perilaku makan di Ruang Bedah RSUD ............................................... Tahun 2009.

2. Diketahuinya kejadian apendisitis di Ruang Bedah RSUD ............................................... Tahun 2009

3. Diketahuinya hubungan perilaku makan dengan kejadian apendisitis di Ruang Bedah RSUD ............................................... Tahun 2009.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, khususnya bagi keluarga dan pasien dengan apendiks.

1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan referensi tambahan khususnya mengenai hubungan antara perilaku makan dengan kejadian apendisitis khususnya pada pasien Apendiks.

1.5.3 Bagi Subjek Penelitian

Menambah bahan informasi tentang perilaku makan dengan kejadian apendisitis.

1.5.4 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis dalam menambah wawasan, menerapkan dan mengembangkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah ke dalam situasi yang nyata yaitu rumah sakit.





silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEPERAWATAN

HUBUNGAN PERILAKU MAKAN DENGAN KEJADIAN APENDISITIS PADA PASIEN APENDIKS DI RUANG BEDAH RSUD.....

(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;

Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)



Baca Selengkapnya - HUBUNGAN PERILAKU MAKAN DENGAN KEJADIAN APENDISITIS PADA PASIEN APENDIKS DI RUANG BEDAH RSUD xxx

HUBUNGAN PERAN KADER POSYANDU DENGAN CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK DI PUSKESMAS.....

KTI KEPERAWATAN

HUBUNGAN PERAN KADER POSYANDU DENGAN

CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK DI PUSKESMAS.....





BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah kuman atau racun kuman yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi atau anak yang disebut antigen. Di dalam tubuh antigen akan bereaksi dengan antibodi, sehingga akan terjadi kekebalan. Juga pada vaksin yang dapat langsung menjadi racun terhadap kuman yang disebut antitoksin (Depkes RI, 1993).

Pada tahun 2005 Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa lebih dari 10 juta balita meninggal tiap tahun, dengan perkiraan 2,5 juta meninggal (25%) akibat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin yang kini ada maupun yang terbaru. Oleh karena itu sangat jelas bahwa imunisasi sangat penting untuk mengurangi seluruh kematian anak. Dalam era globalisasi dan komunikasi tanpa batas, yang berdampak pada peningkatan kerentanan dalam penyebaran penyakit, membuat peran imunisasi semakin vital (Depkes RI, 2007).

Penyakit campak atau juga disebut morbili adalah penyakit morbili pada waktu yang lampau dianggap penyakit anak biasa saja bahkan dikatakan lebih baik anak mendapatkannya ketika masih anak-anak daripada sudah dewasa. Tetapi sekarang termasuk penyakit yang harus dicegah karena tidak jarang menimbulkan kematian yang disebabkan komplikasinya (Ngastiyah, 1997).

Campak merupakan penyakit menular dan menjadi salah satu penyebab kematian anak di negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan virus campak yang dapat dicegah dengan imunisasi. Meskipun sedikit jumlah kematian akibat kasus ini yaitu 1:1000 kasus dan sebagian dari kasus tersebut terjadi pada saat anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun atau setidaknya 15-20% sering terjadi saat anak berusia 36 bulan. Tanpa imunisasi, penyakit ini akan menyerang hampir setiap anak dan dapat mengakibatkan kematian karena komplikasi, seperti radang paru (pneumonia), diare, radang telinga, dan radang otak, terutama pada anak bergizi buruk.

Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif melalui plasenta sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga bayi dapat morbili. Bila ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang akan dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita morbili setelah dilahirkan. Bila seorang wanita hamil menderita morbili ketika umur kehamilan 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami keguguran; bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka kemungkinan bayi yang lahir menderita cacat/kelainan bawaan atau seorang bayi dengan berat lahir rendah mati, atau bayi kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.

Untuk mendukung upaya peningkatan kesehatan (preventif) petugas kesehatan sangat diperlukan dalam pelaksanaannya, namun cakupan yang diharapkan tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya dukungan dari masyarakat, kelompok masyarakat yang ditunjuk sebagai media penyampai langsung dalam pemberian imunisasi adalah kader atau orang yang ditunjuk untuk membantu pelaksanaan pemberian imunisasi pada bayi dan balita (Azwar, 1998). Selain itu kader memiliki peranan yang sangat penting dalam mengupayakan cakupan pemberian imunisasi, dimana salah satunya adalah memberitahukan kapan waktu pelaksanaan imunisasi pada orang tua balita.

Seperti diketahui bahwa di dalam kegiatan posyandu kader sangat berperan terutama saat pelaksanaan posyandu yakni dari mulai pendaftaran bayi/balita di meja 1, penimbangan bayi di meja 2, pengisian KMS di meja 3 dan memberikan penyuluhan pada ibu balita hingga pelayanan imunisasi pada bayi balita di meja 5 (Depkes RI, 2005).

Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi dengan cakupan imunisasi di atas target nasional (>80%) dan angka drop out di bawah angka nasional (<10%),>rjadi meskipun hanya sekitar 1-2/10.000 balita setidaknya dari 100-200 balita yang meninggal tiap tahunnya 10% diantaranya disebabkan oleh campak. Cakupan imunisasi yang tinggi dan merata sampai di tingkat desa serta sistem surveilans yang baik diharapkan dapat menekan angka kejadian luar biasa kasus-kasus PD3I termasuk kasus Campak. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan surveilans Campak harus dilakukan untuk mempercepat tercapainya reduksi campak di Indonesia mengingat hal tersebut telah menjadi salah satu kesepakatan global (Dinkes Provinsi Lampung, 2007).

Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah (2006) diketahui pada tahun 2005 jumlah cakupan balita yang diimunisasi sebanyak 291.725 balita dengan jumlah sasaran sebanyak 27.198 bayi (9,33%). Ini berarti masih rendahnya cakupan imunisasi di Kabupaten Lampung Tengah dari target yang diharapkan sebesar 90% (Dinkes Kab. Lampung Tengah, 2007).

Dari data yang ada di Puskesmas Payung Rejo Kabupaten Lampung Tengah tahun 2007 diketahui bahwa cakupan imunisasi campak baru mencapai 73,5% yang berarti belum memenuhi target yang diharapkan yaitu 80%. Hasil pre survey yang peneliti lakukan pada bulan Oktober 2009 di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Rejo Kecamatan Pubian diketahui bahwa belum tercapainya cakupan imunisasi campak dikarenakan masih rendahnya kesadaran dari masyarakat dan kerjasama antara petugas kesehatan dengan kader kesehatan yang ada. Hasil pre survey juga menemukan bahwa 3 dari 5 orang kader (60%) belum melaksanakan pekerjaannya secara maksimal seperti memberitahukan kapan waktu pemberian imunisasi campak pada bayi dan balita, meskipun petugas kesehatan yang ada sudah memberikan informasi tersebut. Sementara 2 orang lainnya (40%) sudah melaksanakan namun masih mengalami hambatan seperti medan yang ditempuh dan orang tua balita yang sedang bekerja.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas ............................................. Tahun 2009”.

1.2 Identifikasi Masalah

1.2.1 Di Indonesia penyakit campak merupakan penyebab kematian nomor 5 sepanjang tahun 1992-1995 dengan proporsi masing-masing 3,3% dan 4,1% atau 1:1000 kasus dan sebagian dari kasus tersebut terjadi pada saat anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun atau setidaknya 15-20% sering terjadi saat anak berusia 36 bulan.

1.2.2 Di Provinsi Lampung campak masih sering terjadi meskipun hanya sekitar 1-2/10.000 balita setidaknya dari 100-200 balita yang meninggal tiap tahunnya 10% diantaranya disebabkan oleh campak.

1.2.3 Pada tahun 2005 jumlah cakupan balita yang diimunisasi di Kabupaten Lampung Tengah masih rendah yaitu 291.725 balita dari target 27.198 bayi (9,33%).

1.2.4 Diketahui bahwa 3 dari 5 orang kader (60%) belum melaksanakan pekerjaannya secara maksimal seperti memberitahukan kapan waktu pemberian imunisasi campak pada bayi dan balita, dengan alasan jarak dan waktu yang ditempuh. Sementara 2 orang lainnya (40%) sudah melaksanakan namun masih mengalami hambatan seperti orang tua balita yang di berada di tempat.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu: Apakah ada hubungan antara peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas ............................................. Tahun 2009?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas ............................................. Tahun 2009

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui peran kader dalam upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas ............................................. Tahun 2009.

2. Untuk mengetahui cakupan imunisasi campak di Puskesmas ............................................. Tahun 2009.

3. Untuk mengetahui hubungan antara peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas ............................................. Tahun 2009.

1.5 Manfaat Penelitian

  1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sebagai pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

2 Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan sumbangan dalam bidang ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya dalam konteks keperawatan komunitas.

3 Bagi Objek Penelitian

Menambah bahan informasi tentang peran kader hubungannya dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak.

4 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis dalam menambah wawasan, menerapkan dan mengembangkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah ke dalam situasi yang nyata yaitu masyarakat.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEPERAWATAN

HUBUNGAN PERAN KADER POSYANDU DENGAN CAKUPAN

IMUNISASI CAMPAK DI PUSKESMAS.....

(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;

Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)



Baca Selengkapnya - HUBUNGAN PERAN KADER POSYANDU DENGAN CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK DI PUSKESMAS.....

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN PENINGKATAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH 6-12 TAHUN

KTI KEPERAWATAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN
PENINGKATAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH 6-12 TAHUN

ABSTRAK
“HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN PENINGKATAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH 6-12 TAHUN DI ……………………….. TAHUN 2009”
(xii + 37 halaman + 6 tabel + 8 lampiran)

Jauh sebelum krisis ekonomi dan politik melanda bangsa ini, persoalan gizi sudah berlangsung dengan 4 ,masalah klasik, diantaranya Kurang Energi Protein (KEP), masalah anemia besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah kekurangan vitamin A (KVA). Banyak penduduk karena keterbatasan pengetahuan dan ekonomi tidak menyadarinya dan kalaupun tahu tidak punya kemampuan untuk mengintervensinya. Berdasarkan atas hal tersebut maka diperoleh data dari Direktorat Bina Gizi Masyarakat pada tahun 1995 sekitar 35,4% anak balita di Indonesia menderita KEP, pada tahun 1997 turun menjadi 23,1%, pada tahun 1998 prevalensi KEP meningkat kembali menjadi 39,8%. Oleh karena itu maka peneliti ingin meneliti hubungan pengetahuan dan pendidikan ibu terhadap peningktan status gizi anak usia sekolah 6-12 tahun di Kelurahan Batang Kaluku Kecamatan Somba Opukabupaten Gowa.
Penelitian yang dilakukan bersifat Survey Analitik dengan menggunakan desain Cross Sectional dengan teknik pengambilan sample secara Purposive Sampling. Data diperoleh Melalui Observasi dan questioner yang diolah dengan menggunakan program computer SPSS for Windows versi 12.00
Dengan penelitian yang dilakukan jumlah sampel 35 orang maka dapat di katakan ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi anak dimana X2 hitung =14,776> X2 tabel 9.488, sedangkan hubungan antara pendidikan dengan status gizi didapatkan ada hubungan karena X2 hitung = 10,694 > X2 tabel = 5,99. Dengan penilaian X² hitung > dari X² tabel maka dapat dikatakan ada hubungan pengetahuan dan pendidikan ibu dengan status gizi anak usia sekolah dimana hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi instansi, responden, profesi keperawatan, instansi dan peneliti sendiri.

Kata Kunci : Pengetahuan Gizi, Pendidikan Gizi, Status Gizi
Pustaka : 16 (1994-2004)


silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEPERAWATAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN
PENINGKATAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH 6-12 TAHUN

(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)
Baca Selengkapnya - HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN PENINGKATAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH 6-12 TAHUN

GAMBARAN PENGETAHUAN KLIEN TENTANG GASTRITIS DI RSU ...... TAHUN 2009

KTI KEPERAWATAN

GAMBARAN PENGETAHUAN KLIEN TENTANG GASTRITIS

DI RSU ...... TAHUN 2009



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

Penyakit Gastritis yang dikenal dengan Gastritis saluran pencernaan bagian atas yang banyak dikeluhkan masyarakat dan paling banyak dibagian gastroenterologi (Mustakim, 2009). Menurut Herlan (2001), menyatakan Gastritis bukanlah penyakit tunggal, tetapi beberapa kondisi yang mengacu pada peradangan lambung. Biasanya peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi bakteri yang dapat mengakibatkan borok lambung yaitu Helicobacter Pylory.

Keluhan Gastritis merupakan suatu keadaan yang sering dan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang kita jumpai penderita Gastritis kronis selama bertahun-tahun pindah dari satu dokter ke dokter yang lain untuk mengobati keluhan Gastritis tersebut. Berbagai obat-obatan penekan asam lambung sudah pernah diminum seperti antasid, namun keluhan selalu datang silih berganti. Keluhan yang berkepanjangan dalam menyembuhkan Gastritis ini dapat menimbulkan stress, gara-gara Gastritis sekitar 10% dan biaya yang tidak sedikit. Bagi stress ini bukan tidak mungkin justru menambah berat Gastritis penderita yang sudah ada (Budiana, 2006).

Budiana (2006), mengatakan bahwa Gastritis ini terbesar di seluruh dunia dan bahkan diperkirakan diderita lebih dari 1,7 milyar. Pada negara yang sedang berkembang infeksi diperoleh pada usia dini dan pada negara maju sebagian besar dijumpai pada usia tua.

Angka kejadian infeksi Gastritis Helicobacter Pylory pada beberapa daerah di Indonesia menunjukkan data yang cukup tinggi. Menurut Maulidiyah dan Unun (2006), di Kota Surabaya angka kejadian Gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 91,6%. Adanya penemuan infeksi Helicobacter Pylory ini mungkin berdampak pada tingginya kejadian Gastritis. Faktor etiologi Gastritis lainnya adalah asupan alkohol berlebihan (20%), merokok (5%), makanan berbumbu (15%), obat-obatan (18%) dan terapi radiasi (2%) (Herlan, 2001).

Dari hasil penelitian para pakar, didapatkan jumlah penderita Gastritis antara pria dan wanita, ternyata Gastritis lebih banyak pada wanita dan dapat menyerang sejak usia dewasa muda hingga lanjut usia. Di Inggris 6-20% menderita Gastritis pada usia 55 tahun dengan prevelensi 22% insiden total untuk segala umur pada tahun 1988 adalah 16 kasus/1000 pada kelompok umur 45-64 tahun. Insiden sepanjang usia untuk Gastritis adalah 10% (Harun Riyanto, 2008).

Berdasarkan hasil survey awal dilokasi penelitian yaitu di RSU. .......................... tahun 2008 ditemukan rata-rata perbulannya penderita Gastritis yang berobat selama tahun 2008 masih cukup banyak yaitu setiap bulannya ± 40 orang (Profil RSU. .........................., 2008).

Dari latar belakang di atas maka penulis merasa tertarik untuk penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Klien Tentang Gastritis di RSU. Dr. Fl. Tobing Sibolga Tahun 2009”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Klien Tentang Gastritis di RSU. .......................... Tahun 2009?”.

C. Tujuan Penelitian

C.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan klien tentang gastritis di RSU. .......................... Tahun 2009

C.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui disrtibusi pengetahuan klien tentang gastritis di RSU. .......................... Tahun 2009 berdasarkan umur.

b. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan klien tentang gastritis di RSU. .......................... Tahun 2009 berdasarkan pendidikan.

c. Untuk mengetahui distribus pengetahuan klien tentang gastritis di RSU. .......................... Tahun 2009 berdasarkan sumber informasi.

D. Manfaat Penelitian

D.1. Bagi Peneliti

Sebagai bahan pengetahuan dan menambah wawasan peneliti tentang penyakit Gastritis dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Ahli Madya Keperawatan.

D.2. Bagi Pendidikan

Sebagai referensi bagi perpustakaan dan sebagai bahan acuan bagi penelitian berikutnya di masa yang akan datang khususnya tentang penyakit Gastritis.

D.3. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan informasi tentang gambaran tingkat pengetahuan klien Gastritis yang berobat di RSU. ...........................





silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEPERAWATAN

GAMBARAN PENGETAHUAN KLIEN TENTANG GASTRITIS DI RSU ...... TAHUN 2009

(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;

Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)



Baca Selengkapnya - GAMBARAN PENGETAHUAN KLIEN TENTANG GASTRITIS DI RSU ...... TAHUN 2009

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG PERAWATAN BAYI PREMATUR DI RSU

KTI KEPERAWATAN

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG

PERAWATAN BAYI PREMATUR DI RSU......



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan usia gestasi kurang dari dan sama dengan 37 minggu dengan berat badan lahir rendah yaitu kurang dari 2500 gram (Surasmi, 2003). Di negara maju seperti Amerika Serikat, kelahiran bayi prematur terus meningkat per tahunnya, di Indonesia kelahiran bayi prematur justru diikuti kematian si bayi, kelahiran bayi prematur tidak bisa diabaikan begitu saja.

Sejak tahun 1961 WHO (World Health Organization) telah mengganti istilah prematur dengan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) atau Low Birth Weight Baby. Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2500 gram pada lahir waktu lahir disebut bayi prematur. Seorang bayi prematur belum berfungsi seperti bayi matur, oleh sebab itu bayi akan banyak mengalami kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya (Prawirohardjo, 2004)

Setiap tahun diperkirakan bayi lahir sekitar 350.000 bayi prematur atau berat badan lahir rendah di Indonesia. Tingginya kelahiran bayi prematur tersebut karena saat ini 30 juta perempuan usia subur yang kondisinya kurang energi kronik dan sekitar 80% ibu hamil menjalani anemia difisiensi gizi. Tingginya yang kurang gizi mengakibatkan pertumbuhan janin terganggu sehingga beresiko lahir dengan berat badan di bawah 2500 gram (Manuaba, 2003).

Bayi yang lahir dengan berat badan yang rendah rentan mengalami berbagai komplikasi, baik sesaat setelah dilahirkan dan dikemudian hari, jika tidak langsung mendapat perawatan yang tepat, inilah yang banyak dikhawatirkan para ibu, terutama yang tengah menanti kelahiran si bayi, tidak ada cara pasti untuk benar-benar mencegah kelahiran bayi prematur.

Bayi prematur membutuhkan dukungan nutrisi yang khusus oleh karena derajat imaturitas biokomianya yang tinggi, laju pertumbuhannya yang cepat dan dapat terjadi insiden komplikasi medik yang lebih besar. Bayi yang lahir prematur juga harus diberi vaksinasi agar terhindar dari penyakit menular mematikan. Pemberian imunisasi ini harus dikonsultasikan lebih dulu dengan dokter, demikian juga dengan pemberian makan semi padat (Muchtar, 2004).

Untuk bayi yang lahir secara prematur dengan berat badan diatas 2000 gram, anak sudah bisa mendapatkan ASI dari si Ibu, tetapi juga ada bayi yang belum bisa menyerap ASI, saluran cerna yang belum matang juga akan menimbulkan dampak pada bayi prematur. Bayi prematur diharuskan dibuat di inkubator, karena bayi tersebut seharusnya masih berada di dalam kandungan dengan segala kenyamanannya berjuang beradaptasi dengan dunia luar. Inkubator untuk menjaga suhu bayi supaya tetap stabil, akibat sistem pengaturan suhu dalam tubuh bayi prematur belum sempurna, maka seharusnya bisa naik dan turun secara drastis. Ini tentu bisa membahayakan kondisi kesehatannya. Selain itu otot-ototnya pun relatif lebih lemah, sementara cadangan lahir cukup bulan (Muchtar, 2004).

Masalah yang harus dihadapi oleh semua bayi neonatal terhadap lebih banyak pada bayi prematur misalnya, mereka membutuhkan oksigen tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang cukup umur, karena pusat pernafasan belum sempurna. Bayi prematur memerlukan pemberian makanan yang khusus dengan alat penetes obat atau pipa karena refleks menelan dan menghisap yang lemah. Kehangatan bayi prematur harus diperhatikan diperlukan peralatan khusus untuk memperoleh suhu yang hampir sama dengan suhu dalam rahim (Hurlock, 2002).

Selama bayi berada di rumah sakit dan di bawah perawatan dokter, Bidan dan Perawat, orang tua tidak terlampau khawatir tentang ketidak berdayaannya, akan tetapi bila bayi sudah dibawa pulang dan orang tua bertanggung jawab atas perawatannya, maka ketidakberdayaan bayi menjadi bahaya psikologi yang hebat.

Berdasarkan hasil survey lapangan yang dilakukan peneliti di RSU. F.L. Tobing Kota Sibolga Tahun 2008/2009 jumlah bayi prematur 55 orang dan bayi prematur yang tinggal bersama keluarga sebannyak 48 orang di RSU. F.L. Tobing Kota Sibolga Tahun 2008/2009.

Dari survey awal di dapat dari rekam medik RSU. F.L. Tobing Kota Sibolga Tahun 2008 terdapat 36 kasus bayi prematur dan sudah 10 orang diantaranya meninggal dunia.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Pengetahuan Tentang Perawatan Bayi Prematur di RSU. F.L. Tobing Kota Sibolga Tahun 2009”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan Bayi Prematur di RSU. dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009?”.

C. Tujuan Penelitian

C.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu nifas tentang perawatan bayi prematur di RSU. Dr. F. L. Tobing Kota Sibolga.

C.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan ibu nifas tentang perawatan bayi prematur berdasarkan umur.

2. Untuk mengetahui pengetahuan ibu nifas tentang perawatan bayi prematur berdasarkan pendidikan.

3. Untuk mengetahui pengetahuan ibu nifas tentang perawatan bayi prematur berdasarkan pelatihan.

4. Untuk mengetahui pengetahuan ibu nifas tentang perawatan bayi prematur berdasarkan sumber informasi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pendidikan

Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa/i tentang perawatan bayi prematur dan sebagai bacaan di perpustakaan Jurusan Keperawatan di Akademi Keperawatan Nauli Husada Sibolga

2. Bagi Masyarakat

Untuk menambah pengetahuan masyarakat khususnya ibu tentang perawatan bayi prematur.

3. Bagi Peneliti

Untuk menambah pengetahuan peneliti tentang perawatan bayi prematur dan juga sebagai pengalaman penulis dalam mengaplikasi-kan riset keperawatan.

4. Bagi Praktek Keperawatan Komunitas

Sebagai bahan informasi yang bermanfaat tentang pentingnya perawatan bayi prematur.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEPERAWATAN

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG PERAWATAN

BAYI PREMATUR DI RSU
......

(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;

Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Baca Selengkapnya - GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG PERAWATAN BAYI PREMATUR DI RSU

ASKEP DIABETES MELLITUS TIPE II (NIDDM) - KTI FULL

KTI FULL DOWNLOAD DALAM BENTUK DOKUMEN WORD (90 halaman)

ASKEP Tn. S DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II (NIDDM) DENGAN KOMPLIKASI GANGRENE DI ...... RUMAH SAKIT UMUM PUSAT.................


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam mewujudkan Indonesia sehat 2010, diperlukan adanya peningkatan mutu kesehatan terutama dalam hal mendeteksi secara dini tentang penyakit degeneratif. Dengan adanya pergeseran gaya hidup masyarakat terutama yang bermukim di perkotaan memicu tingginya angka penyakit degeneratif Jantung, Hipertensi, Gagal Ginjal dan Diabetes Melitus. Yang merupakan faktor pencetus penyakit diabetes melitus, antara lain : pola makan yang saat ini menjadi trend seperti mengkonsumsi makanan siap saji, minuman ringan dengan kadar glukosa tinggi dan kurang olahraga. Selain itu karena kesibukan kerja, kebiasaan di depan TV dan komputer dalam waktu yang lama sambil mengkonsumsi makanan ringan menyebabkan orang dewasa malas untuk bergerak sehingga orang dewasa cenderung mengalami kegemukan, sehingga hal ini dapat menyebabkan penyakit diabetes melitus baik pada anak – anak maupun orang dewasa.
Selama ini dikenal ada dua tipe diabetes melitus yaitu tipe I (IDDM) diabetes tergantung dengan insulin dan tipe II (NIDDM) diabetes yang tidak tergantung dengan insulin. Tipe II mencakup 80 – 90% dari seluruh kasus diabetes melitus dan umumnya penderita mengalami kelebihan berat badan.
Diabetes melitus tipe II biasanya ditandai dengan adanya poliphagia, poliuri, polidipsia, kesemutan, kelelahan / kelemahan fisik dan berat badan menurun. Pada diabetes melitus lanjut dapat mengakibatkan gangguan metabolik akut (ketoasidosis), komplikasi vaskuler jangka panjang (retinopati dibetik), mikroangiopaty, makroangiopaty dan gangrene (Smeltzer, C. Suzzane, 2001).
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-empat terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus di dunia. Pada tahun 2000, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50% yang sadar mengidapnya dan diantara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur. Jumlah yang tergolong banyak dan dapat terus bertambah jika tidak dilakukan upaya dalam mengatasi permasalahan ini. (http://www.medicastore.com)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta untuk tiga bulan terakhir (Mei, Juni, Juli) tahun 2008 adalah 72 orang dari 549 yang masuk dilantai V Kiri IRNA B Teratai Merah RSUP Fatmawati yang mengalami diabetes melitus, Pada bulan Mei klien dengan diabetes melitus murni sebanyak 29 orang (5,28%) dan diabetes melitus komplikasi sebanyak 1 orang (0,18%), pada bulan Juni klien dengan diabetes melitus murni sebanyak 16 orang (2,91%) dan diabetes melitus komplikasi sebanyak 2 orang (0,36%),dan pada bulan Juli klien dengan diabetes melitus murni sebanyak 23 orang (4,19%) dan klien dengan diabetes melitus komplikasi sebanyak 1 orang (0,18%). Data diatas menunjukkan bahwa penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang dapat mengancam kesehatan. Walaupun prosentase diabetes melitus yang mengalami komplikasi masih rendah tetapi peran perawat sangatlah penting terutama ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai diit, olahraga, cara pemberian insulin dan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya luka serta cara perawatan luka.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas kasus dengan judul ”Asuhan Keperawatan Dengan Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM) dengan Komplikasi Gangrene” sebagai karya tulis ilmiah.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mendapat gambaran dan pengalaman secara nyata tentang penetapan proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) dengan kompilasi gangrene di lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene mahasiswa/i diharapkan mampu:
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
b. Merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari solusinya.
h. Mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi.

C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada satu kasus Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM) dengan komplikasi Gangrene selama 3x24 jam yang dimulai dari tanggal 22 Juli sampai dengan 24 Juli 2008 di lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Pusat Fatmawati, Jakarta.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode pengamatan kasus melalui pendekatan proses asuhan keperawatan pada klien Tn. S dengan Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) komplikasi gangrene, diperoleh melalui:
1. Wawancara dengan melakukan pengkajian langsung melalui pertanyaan pada klien dan keluarga tentang masalah klien.
2. Observasi dan pemeriksaan fisik dengan pengamatan secara langsung pada klien tentang hal yang berkaitan dengan masalah klien.
3. Studi pendokumentasian dengan cara mencari sumber informasi yang didapat dari status klien dan hal yang berhubungan dengan masalah keperawatan yang dihadapi.
4. Studi kepustakaan dengan cara mempelajari literatur yang berhubungan dengan Diabetes Melitus.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ilmiah ini terdiri dari 5 bab, yang tersusun secara sistematis dengan urutan: BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan teoritis yang meliputi konsep dasar penyakit yaitu terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi (proses perjalanan penyakit, manifestasi klinik, komplikasi), penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan. BAB III : Tinjauan kasus yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, evaluasi keperawatan. BAB IV : Pembahasan yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan. BAB V : Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA. LAMPIRAN. DAFTAR RIWAYAT HIDUP.
http://askep-askeb.cz.cc/2010/03/askep-diabetes-mellitus-tipe-ii-niddm.html

silahkan download bentuk dokumen word
ASKEP DIABETES MELLITUS TIPE II (NIDDM) DENGAN KOMPLIKASI GANGREN
(isi: LENGKAP)

Baca Selengkapnya - ASKEP DIABETES MELLITUS TIPE II (NIDDM) - KTI FULL

ASKEP POST OP APENDISITIS - KTI FULL

KTI FULL DOWNLOAD DALAM BENTUK DOKUMEN WORD (70 halaman)

ASKEP PADA NY. Y DG POST OPERASI APENDIKSITIS DI RUANG xxx
RUMAH SAKIT xxx (Tinjauan Teoritis+Kasus+Pustaka)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, sebagai petugas kesehatan khususnya perawat, memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guna menunjang dalam memberikan pelayanan dengan baik. Perkembangan zaman saat ini, juga mempengaruhi gaya hidup atau pada kebiasaan sehari-hari. Misalnya kurangnya mengkonsumsi makan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Hal ini dapat menyebabkan apendiksitis.
Berdasarkan data yang didapatkan menurut DEPKES RI, jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis di Indonesia berjumlah sekitar 27% dari jumlah penduduk di Indonesia, di Kalimantan Timur bcrjumlah sekitar 26% dari jumlah penduduk di Kalimantan Timur, sedangkan dari data yang ada pada rekam medik RS Islam Samarinda untuk bulan Januari sampai Juni 2009, tercatat penderita yang dirawat dengan apendiksitis sebanyak 153 orang dengan rincian 57 pasien wanita dan 104 pasien pria. Hal ini membuktikan tingginya angka kesakitan dengan kasus apendiksitis. Sebagian besar kasus apendiksitis di rumah sakit Islam Samarinda diatasi dengan pembedahan.
Penyebab apendiksitis adalah kurangnya mengkonsumsi serat dan gaya hidup yang tidak sehat. Hingga tidak dapat dihindari, penyakit apendiksitis menjadi kasus tersering yang diderita oleh klien dengan nyeri abdomen akut. Insiden ini lebih tinggi terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dan ditemukan pada setiap umur, oleh karena itu, tetaplah mengangkat diagnosa dini sangat dibutuhkan. Komplikasi yang mungkin terjadi dapat dicegah dengan penyebab dan perawatan yang optimal.
Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui secara nyata pelaksanaan asuhanan keperawatan pada klien dengan post operasi apendiksitis di Ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda dari tangga1 28 - 30 Juli 2009.

1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari :
1.2.1 Tujuan Umum
Dalam pembuatan KTI ini adalah untuk mendapatkan pengalaman dan memberikan asuhan keperawatan dengan post operasi apendiksitis yang dirawat di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.
1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya, dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan apendiksitis terutama dalam hal :
1) Melakukan pengkajian pada klien dengan post operasi apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.
2) Merumuskan diagnosa keperawatan pada dengan post operasi apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.
3) Menentukan rencana tindakan keperawatan pada dengan post operasi apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.
4) Melaksanakan tindakan dari asuhan keperawatan pada klien dengan post operasi apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.
5) Mengevaluasi tindakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan post operasi apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.
6) Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan post operasi apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.

1.3 Manfaat Penulisan
Karya tulis ilmiah ini dibuat dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi :
a. Manfaat bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dapat memberikan pengalaman dalam pemberian asuhan keperawatan terhadap Ny. Y dengan post operasi apendiksitis.
b. Manfaat bagi pelayanan masyarakat
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Islam Samarinda khususnya di ruang Meranti dengan post operasi apendiksitis.
c. Manfaat bagi perkembangan profesi keperawatan
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk institusi-institusi pendidikan keperawatan.

1.4 Ruang Lingkup
Dengan uraian tersebut, maka ruang lingkup penulisan karya tulis ilmiah ini adalah pemberian asuhan keperawatan pada klien Ny. Y dengan post operasi apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda terhitung sejak tanggal 28 sampai dengan 30 Juli 2009.

1.5 Sistematika Penulisan
Penyusunan karya tulis ilmiah ini terdiri dari enam bab yaitu :
a. Bab 1. Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, ruang lingkup, dan sistematika penulisan.
b. Bab 2. Tinjauan pustaka, terdiri dari konsep medis dan konsep dasr asuhan keperawatan pada klien Ny. Y dengan apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.
c. Bab 3. Metode studi kasus, terdiri dari metodologi penulisan, lokasi dan waktu studi kasus, dan prosedur pengambilan dan pengumpulan data.
d. Bab 4. Tinjauan kasus, menguraikan tentang pembahasan pelaksanaan keperawatan pada klien Ny. Y dengan apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
e. Bab 5. Pembahasan, menguraikan pembahasan dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Setelah melihat adanya kesenjangan dengan apa yang ditemukan di lapangan, kemudian dilakukan suatu analisis, terdapat perbedaan yang terjadi antara konsep dan kenyataan.
f. Bab 6. Penutup, terdiri dari simpulan dan saran.
http://askep-askeb.cz.cc/2010/03/askep-post-op-apendisitis-kti-full.html

silahkan download bentuk dokumen word ASKEP POST OP APENDISITIS - KTI FULL
(isi: LENGKAP)

Baca Selengkapnya - ASKEP POST OP APENDISITIS - KTI FULL

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber