BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangMortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50 % kematian wanita subur disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan. Kehamilan saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktifitasnya. Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan, persalinan selama kehidupannya, di banyak negara Afrika 1:14, sedangkan di Amerika utara hanya 1:6.336. Lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Saifuddin, 2002).
Saat ini angka kematian ibu di seluruh dunia masih cukup tinggi. Estimasi WHO tahun 2000 tentang AKI (Maternal Mortality Ratio/MMR per 100.000 kelahiran hidup) adalah sebagai berikut, di seluruh dunia sebesar 400, di negara industri AKI cukup rendah yaitu sebesar 20, di Eropa sebesar 24. Untuk negara berkembang angka kematian ibu masih cukup tinggi yaitu sebesar 440 per 100.000, di Afrika sebesar 830 per 100.000, di Asia sebesar 330 per 100.000 dan Asia Tenggara sebesar 210 per 100.000 (WHO, 2004).
Sementara itu diantara Negara-Negara ASEAN angka kematian ibu maternal yang tertinggi adalah di Laos (650 per 100.000), menyusul Kamboja (450 per 100.000), dan kemudian Myanmar (360 per 100.000) sedangkan yang terendah di Singapura (30 per 100.000), Brunai Darussalam (37 per 100.000) dan Malaysia (41 per 100.000) (Departemen Kesehatan Indonesia, 2003).
Di Indonesia angka kematian ibu masih cukup tinggi walaupun terjadi penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut SKRT, AKI menurun dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992, kemudian menurun lagi menjadi 379 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Pada SKRT 2001 tidak dilakukan survey mengenai AKI. Menurut SDKI pada tahun 2002-2003 AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (Departemen Kesehatan Indonesia, 2003).
Menurut Women Of our World 2005 yang diterbitkan oleh Population Reference Bureau (2005), AKI di Indonesia mencapai 230 per 100.000 kelahiran hidup, hampir dua kali lipat lebih tinggi dari AKI di Vietnam (130), lima kali lipat lebih tinggi dari AKI di Malaysia (41) dan Thailand (44) bahkan tujuh kali lipat lebih tinggi dari AKI di Singapura (30) (www.bappenas. go.id, 2007). Walaupun AKI di Indonesia mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, tapi masih jauh dari angka kematian ibu yang diharapkan pada tahun 2010 yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup (www.tempo.com, 2007).
Di provinsi Lampung, cenderung terjadi peningkatan AKI sebesar 143 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 153 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2003). Dan pada tahun 2003 angka kematian ibu sebesar 98 orang dari 186.248 (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2004). Sementara itu kematian ibu di Kabupaten Lampung Tengah selama periode waktu 2001-2003, cenderung mengalami penurunan, yaitu mulai dari 32 kasus (156 per 100.000 kelahiran hidup) pada tahun 2001, 28 kasus (128 per 100.000 kelahiran hidup) tahun 2002, pada tahun 2003 dan 2004 sebesar 12 kasus (63,6 per 100.000 kelahiran hidup), tahun 2005 menjadi 16 kasus (62,1 per 100.000 kelahiran hidup) (Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, 2005).
Menurut data SKRT tahun 2001, 90% penyebab kematian ibu tersebut karena adanya komplikasi dan 28% diantaranya terjadi perdarahan di masa kehamilan dan persalinan. Ada beberapa sebab tidak langsung tentang masalah kesehatan ibu, yaitu pendidikan ibu-ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah, sosial ekonomi dan sosial budaya indonesia yang mengutamakan bapak daripada ibu, 4 terlalu dalam melahirkan yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak dan tiga terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan (www. promosi kesehatan.com, 2007).
Mengingat kira-kira 90% kematian itu terjadi disaat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetrik yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya,maka kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu adalah mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan dan pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada semua ibu hamil (Saifuddin, 2002).
Perubahan Paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi menjadi pencegahan terjadinya komplikasi dan dapat membawa perbaikan kesehatan bagi kaum ibu di Indonesia. Penyesuaian ini sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir karena sebagian besar persalinan di Indonesia masih terjadi di tingkat pelayanan kesehatan primer dimana tingkat keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan difasilitas pelayanan tersebut masih belum memadai. Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir, jika semua tenaga penolong persalinan dilatih agar mampu untuk mencegah atau deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi, merupakan asuhan persalinan secara tepat guna dan waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi dan segera melakukan rujukan saat kondisi masih optimal, maka para ibu akan terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2004).
Telaah UNICEF tentang keselamatan ibu (1991) menemukan bahwa upaya kesehatan dasar hanya mampu menurunkan angka kematian sebesar 20%. Sebaliknya, pelayanan rujukan yang efektif mampu menurunkannya sampai sekitar 80%. Juga diketahui bahwa akibat berbagai keterlambatan 80% kematian ibu justru terjadi di RS rujukan. Menurut Rodes S. Cuban (1980), peluang untuk menyelamatkan pasien tergantung pada kemampuan penegakan diagnosis, persiapan rujukan, kedinian waktu rujukan dan penatalaksanaan kasus ditingkat penerima rujukan. Dengan demikian, kinerja jaringan rujukan akan sangat ditentukan oleh penatalaksanaan setiap kasus pada setiap unit pelayanan secara menyeluruh (www. tempo. co. id, 2007).
Jaringan rujukan pada dasarnya adalah suatu kesatuan pelayanan kesehatan di wilayah tertentu yang mendistribusikan kewenangan dan tanggung jawab pelayanan secara berjenjang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat. Dalam upaya pembentukan dan pembinaan jaringan rujukan, perlu diperhatikan beberapa hal mendasar yaitu daerah, cakupan jaringan, pelayanan standar dan tanggung jawab setiap jenjang tempat pelayanan (www.tempo.co.id, 2007).
Mengingat bahwa penyebab kematian ibu berupa komplikasi obstetri yang dapat muncul tak terduga di setiap tempat, pada setiap saat dan dalam segala situasi. Sementara, dalam keadaan yang serba terbatas, maka diperlukan suatu sistem rujukan yang efektif dari tingkat pe!ayanan primer, ke tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai. Sehingga diharapkan ibu bersalin dengan komplikasi obstetrik dapat segera ditangani di tingkat pe!ayanan kesehatan yang lebih memadai dan fasilitas lebih lengkap.
Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan maret 2007 di Puskesmas Rumbia Lampung Tengah, didapatkan hasil bahwa AKI di Kecamatan Rumbia selama tahun 2006 sebanyak 5 orang, AKB sebanyak 7 orang dan masing-masing 3 orang diantaranya meninggal di tempat rujukan. Kemudian didapatkan data mengenai pendidikan bidan di Puskesmas Rumbia yaitu terdapat 12 bidan dengan basis pendidikan bidan Diploma I sebanyak 9 orang dan pendidikan bidan Diploma III sebanyak 3 orang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah Tahun 2007?”
C. Ruang lingkup penelitianDalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut:
1. Sifat penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek penelitian : Semua bidan di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah
3. Objek penelitian : Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah
5. Waktu Penelitian : 4 Juni 2007 sampai dengan 10 Juni 2007
D. Tujuan Penelitian1. Tujuan umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah Tahun 2007.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian mi adalah:
a. Untuk memperoleh gambaran pengetahuan bidan dalam penatalaksanaan manajement rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri.
b. Untuk mengetahui gambaran sikap bidan dalam penatalaksanaan manajement rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri
E. Manfaat Penelitian1. Bagi Bidan
Penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan evaluasi dalam Penatalaksanaan rujukan pada ibu bersalin yang efektif agar mendapat pelayanan kegawatdaruratan obstetri di tempat rujukan yang lebih memadai dalam upaya keselamatan ibu dan bayi.
2. Bagi Puskesmas Rumbia Lampung Tengah
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Rumbia Lampung Tengah sehingga dapat meningkatkan pengetahuan bidan dalam penatalaksanaan rujukan pada ibu bersalin.
3. Bagi Prodi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan tambahan sumber bacaan bagi Mahasiswi Prodi Kebidanan Metro.
4. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan dan perkuliahan yang telah didapat di Prodi Kebidanan Metro serta untuk mendapat informasi yang jelas mengenai pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin, sehingga dapat memberikan informasi untuk penelitian lebih lanjut.