Cari Blog Ini

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional
Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ, pada tahun 1995, telah membangkitkan minat yang sangat besar mengenai peran kecerdasan emosional dalam kehidupan manusia.
Tidak terkecuali dengan profesi keperawatan. Dengan kegiatannya yang setiap saat berinteraksi dengan manusia, perawat memerlukan tidak hanya IQ yang bagus, namun kecerdasan emosional (EQ) yang 'tidak biasa'. Penelitian tentang kecerdasan emosional telah memperlihatkan bahwa EQ adalah penilaian yang bisa mencegah munculnya perilaku yang buruk. Stigma negatif yang menyatakan bahwa perawat itu 'judes', 'cuek', 'pemarah', dan stigma-stigma negatif lain akan mampu dihilangkan jika perawat mampu memiliki kecerdasan emosional yang baik.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektualnya.
Menurut Reuven Bar-On, kecerdasan emosional terbagi dalam 5 ranah yang dijabarkan lebih detail menjadi 15 komponen. Secara ringkas digambarkan dalam penjelasan berikut:
Ranah intrapribadi
Ranah ini terkait dengan apa yang biasanya disebut sebagai "inner self" (diri terdalam, batiniah). Dunia intrapribadi menentukan seberapa mendalamnya perasaan kita, seberapa puas kita terhadap diri sendiri dan prestasi kita dalam hidup. Sukses dalam ranah ini mengandung arti bahwa kita bisa mengungkapkan perasaan kita, bisa hidup dan bekerja secara mandiri, tegar, dan memiliki rasa percaya diri dalam mengemukakan gagasan dan keyakinan kita. Ranah ini terdiri dari 5 komponen yaitu:
Kesadaran diri, yaitu kemampuan untuk mengenal dan memilah-milah perasaan, memahami hal yang sedang kita rasakan dan mengapa hal itu kita rasakan, dan mengetahui penyebab munculnya perasaan tersebut. Kesadaran diri yang sangat rendah dialami penderita alexythimia (tidak mampu mengungkapkan perasaan secara lisan)
Sikap asertif (ketegasan, keberanian menyatakan pendapat), yang meliputi tiga komponen dasar: (1) kemampuan mengungkapkan perasaan (misalnya untuk menerima dan mengungkapkan perasaan marah, hangat, dan seksual); (2) kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka (mampu menyuarakan pendapat, menyatakan ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit melakukan ini dan bahkan sekalipun kita mungkin harus mengorbankan sesuatu); dan (3) kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi (tidak membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkan kita). Orang asertif bukan orang yang suka terlalu menahan diri dan juga bukan pemalu – mereka bisa mengungkapkan perasaannya (biasanya secara langsung) tanpa bertindak agresif maupun melecehkan.
Kemandirian, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Orang yang mandiri mengandalkan diri sendiri dalam merencanakan dan membuat keputusan penting. Kendati demikian, mereka bisa saja meminta dan mempertimbangkan pendapat orang lain sebelum akhirnya membuat keputusan yang tepat bagi mereka sendiri. Ingat, meminta pendapat orang lain jangan selalu dianggap pertanda ketergantungan. Orang yang mandiri mampu bekerja sendiri – mereka tidak mau bergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan emosional mereka. Kemampuan untuk mandiri bergantung pada tingkat kepercayaan diri dan kekuatan batin seseorang, dan keinginan untuk memenuhi harapan dan kewajiban tanpa diperbudak oleh kedua jenis tuntutan itu.
Penghargaan diri, yaitu kemampuan untuk menghormati dan menerima diri sendiri sebagai pribadi yang pada dasarnya baik. Menghormati diri sendiri intinya adalah menyukai diri sendiri apa adanya. Penghargaan diri adalah kemampuan untuk mensyukuri berbagai aspek dan kemungkinan positif yang kita cerap dan dan juga menerima aspek negatif dan keterbatasan yang ada pada diri kita dan tetap menyukai diri kita. Penghargaan diri adalah memahami kelebihan dan kekurangan kita, dan menyukai diri sendiri, "dengan segala kekurangan dan kelebihannya". Unsur dasar dari kecerdasan emosional ini dikaitkan dengan berbagai perasaan umum, seperti rasa aman, kekuatan batin, rasa percaya diri, dan rasa sanggup hidup mandiri. Perasaan yakin pada diri sendiri ditentukan oleh adanya rasa hormat diri dan harga diri, yang tumbuh akibat kesadaran akan jati diri – kesadaran yang berkembang dengan cukup baik. Orang yang memiliki rasa penghargaan diri yang bagus akan merasa berpuas dengan diri mereka sendiri. Lawan dari penghargaan diri adalah rasa rendah diri dan rasa tidak puas pada diri sendiri.
Aktualisasi diri, yaitu kemampuan untuk mengejawantahkan kemampuan kita yang potensial. Unsur kecerdasan emosional ini diwujudkan dengan ikut serta dalam perjuangan untuk meraih kehidupan yang bermakna, kaya, dan utuh. Berjuang mewujudkan potensi kita berarti mengembangkan aneka kegiatan yang dapat menyenangkan dan bermakna, dan bisa juga diartikan sebagai perjuangan seumur hidup dan kebulatan tekad untuk meraih sasaran jangka panjang. Aktualisasi diri adalah suatu proses perjuangan berkesinambungan yang dinamis, dengan tujuan mengembangkan kemampuan dan bakat kita secara maksimal, dan berusaha dengan gigih dan sebaik mungkin untuk memperbaiki diri kita secara menyeluruh. Kegairahan terhadap bidang yang kita minati akan menambah semangat dan motivasi untuk terus memupuk minat itu. Aktualisasi diri merupakan bagian dari rasa kepuasan diri.
Ranah antarpribadi
Ranah ini berhubungan dengan apa yang dikenal sebagai keterampilan berinteraksi. Mereka yang berperan dengan baik dalam ranah ini biasanya bertanggungjawab dan dapat diandalkan. Mereka memahami, berantaraksi, dan bergaul dengan baik dengan orang lain dalam berbagai situasi. Mereka membangkitkan kepercayaan dan menjalankan perannya dengan baik sebagai bagian dari suatu kelompok. Ranah ini terdiri dari 3 komponen, yaitu:
Empati, yaitu kemampuan untuk menyadari, memahami, dan menghargai perasaan dan pikiran orang lain. Empati adalah "menyelaraskan diri" (peka) terhadap apa, bagaimana, dan latar belakang perasaan dan pikiran orang lain sebagaimana orang tersebut merasakan dan memikirkannya. Bersikap empatik artinya mampu "membaca orang lain dari sudut pandang emosi". Orang empatik peduli pada orang lain dan memperlihatkan minat dan perhatiannya pada mereka.
Tanggungjawab sosial, yaitu kemampuan untuk menunjukkan bahwa kita adalah anggota kelompok masyarakat yang dapat bekerja sama, berperan, dan konstruktif. Unsur kecerdasan emosional ini meliputi bertindak secara bertanggungjawab, meskipun mungkin kita tidak mendapatkan keuntungan apa pun secara pribadi, melakukan sesuatu untuk dan bersama orang lain, bertindak sesuai hati nurani, dan menjunjung tinggi norma yang berlaku di masyarakat. Orang yang mempunyai tanggungjawab sosial memiliki kesadaran sosial dan sangat peduli pada orang lain. Kesadaran sosial dan kepedulian ini tampak dalam kemampuaanya memikul tanggungjawab hidup bermasyarakat. Orang yang mempunyai tanggungjawab sosial memiliki kepekaan antarpribadi dan dapat menerima orang lain, serta dapat menggunakan bakatnya demi kebaikan bersama, tidak hanya demi dirinya sendiri. Orang yang tidak mempunyai tanggungjawab sosial akan menunjukkan sikap antisosial, bertindak sewenang-wenang pada orang lain, dan memanfaatkan orang lain.
Hubungan antarpribadi, yaitu kemampuan membina dan memelihara hubungan yang saling memuaskan yang ditandai dengan keakraban dan saling memberi serta menerima kasih sayang. Kepuasan bersama ini mencakup antaraksi sosial bermakna yang berpotensi memberikan kepuasan serta ditandai dengan saling memberi dan menerima. Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi yang positif dicirikan oleh kepedulian kepada sesama. Unsur kecerdasan emosional ini tidak hanya berkaitan dengan keinginan untuk membina persahabatan dengan orang lain, tetapi juga dengan kemampuan merasa tenang dan nyaman berada dalam jalinan hubungan tersebut, serta kemampuan memiliki harapan positif yang menyangkut antaraksi sosial.
Ranah penyesuaian diri
Ranah ini berkaitan dengan kemampuan kita untuk menilai dan menanggapi situasi yang sulit. Keberhasilan dalam ranah ini mengandung arti bahwa kita dapat memahami masalah dan merencanakan pemecahan yang ampuh, dapat menghadapi dan memecahkan masalah keluarga, serta dapat menghadapi konflik, baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan kerja. Ranah ini terdiri dari 3 komponen, yaitu:
Pemecahan masalah, yaitu kemampuan untuk mengenali dan merumuskan maslah, serta menemukan dan menerapkan pemecahan yang ampuh. Memecahkan masalah bersifat multifase dan mensyaratkan kemampuan menjalani proses berikut: (1) memahami masalah dan percaya pada diri sendiri, serta termotivasi untuk memecahkan masalah itu secara efektif; (2) menentukan dan merumuskan masalah sejelas mungkin (misalnya dengan mengumpulkan informasi yang relevan); (3) menemukan sebanyak mungkin alternatif pemecahan (misalnya curah gagasan); (4) mengambil keputusan untuk menerapkan salah satu alternatif pemecahan (misalnya menimbang-nimbang kekuatan dan kelemahan setiap alternatif, kemudian memilih alternatif yang terbaik); (5) menilai hasil penerapan alternatif pemecahan yang digunakan, dan (6) mengulang proses di atas apabila masalahnya tetap belum terpecahkan. Pemecahan masalah berkaitan dengan sikap hati-hati, disiplin, dan sistematik dalam menghadapi dan memandang masalah. Kemampuan ini juga berkaitan dengan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan menghadapi, bukan menghindari masalah.
Uji realitas, yaitu kemampuan menilai kesesuaian antara apa yang dialami dan apa yang secara objektif terjadi. Uji realitas adalah "menyimak" situasi yang ada di depan kita. Uji realitas adalah kemampuan melihat hal secara objektif, sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita inginkan atau takutkan. Menguji derajat kesesuaian ini mensyaratkan pencarian bukti-bukti objektif untuk menegaskan, membenarkan, dan mendukung perasaan, persepsi, dan pikiran kita. Penekanannya adalah pada kepragmatisan, keobjektifan, cukupnya persepsi kita, dan keaslian gagasan serta pikiran kita. Aspek penting unsur kecerdasan emosional ini meliputi kemampuan berkonsentrasi dan memusatkan perhatian kita berusaha menilai dan menghadapi situasi yang ada di depan kita. Uji realitas ini berkaitan dengan tidak menarik diri dari dunia luar, penyesuaian diri dengan situasi langsung, dan ketenangan serta kejelasan persepsi dan proses berpikir. Secara sederhana, uji realitas adalah kemampuan untuk secara akurat "menilai" situasi yang ada di depan kita.
Sikap fleksibel, yaitu kemampuan menyesuaikan emosi, pikiran, dan perilaku dengan perubahan situasi dan kondisi. Unsur kecerdasan emosional ini mencakup seluruh kemampuan kita untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak biasa, tidak terduga, dan dinamis. Orang yang fleksibel adalah orang yang tangkas, mampu bekerjasama yang menghasilkan sinergi, dan dapat menanggapi perubahan secara luwes. Orang seperti ini bersedia berubah pikiran jika ada bukti yang menunjukkan bahwa mereka salah. Pada umumnya mereka terbuka dan mau menerima gagasan, orientasi, cara, dan kebiasaan yang berbeda. Kemampuan mereka untuk mengubah pikiran dan perilaku tidaklah semau gue ataupun dibuat-buat, melainkan sesuai dengan umpan balik perubahan yang mereka terima dari lingkungan. Orang yang tidak memiliki kemampuan ini cenderung kaku dan keras kepala. Mereka sulit beradaptasi di lingkungan yang baru dan kurang pintar memanfaatkan peluang baru.
Ranah pengendalian stres
Ranah ini berkaitan dengan kemampuan menanggung stress tanpa harus ambruk, hancur, kehilangan kendali, atau terpuruk. Keberhasilan dalam ranah ini berarti bahwa kita biasanya dapat tetap tenang, jarang bersifat impulsif, dan mampu menghadapi tekanan. Di lingkungan kerja, kemampuan ini sangat vital jika kita selalu menghadapi pekerjaan yang tenggatnya ketat dan karena harus jungkir balik memenuhi berbagai macam tuntutan yang menyita waktu. Di rumah, kemampuan ini memungkinkan kita tetap dapat menjalankan tugas rumah tangga yang padat sambil sekaligus menjaga kesehatan. Ranah ini terdiri dari 2 komponen, yaitu:
Ketahanan menanggung stres, yaitu kemampuan untuk menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan dan situasi yang penuh tekanan tanpa menjadi berantakan, dengan secara aktif dan positif menghadapi stress. Kemampuan ini didasarkan pada: (1) kemampuan memilih tindakan untuk menghadapi stres (banyak akal dan efektif, dapat menemukan cara yang pas, tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya); (2) sikap optimis menghadapi pengalaman baru dan perubahan pada umumnya dan optimis pada kemampuan sendiri untuk mengatasi masalah yang tengah dihadapi; dan (3) perasaan bahwa kita dapat mengendalikan atau berperan dalam menangani situasi stres dengan tetap tenang dan memegang kendali. Ketahanan menanggung stres berarti memiliki segudang tanggapan yang sesuai untuk menghadapi situasi yang menekan. Ketahanan ini berkaitan dengan kemampuan untuk tetap tenang dan sabar, serta kemampuan menghadapi kesulitan dengan kepala dingin, tanpa terbawa emosi. Orang yang tahan menghadapi stres akan menghadapi, bukan menghindari, krisis dan masalah, tidak menyerah pada rasa tidak berdaya atau putus asa. Perasaan cemas, yang sering muncul ketika ketahanan ini luntur, akan berdampak buruk pada kinerja secara umum karena kecemasan akan menurunkan konsentrasi, sulit mengambil keputusan, dan muncul masalah somatik seperti gangguan tidur.
Pengendalian impuls, yaitu kemampuan menolak atau menunda impuls, dorongan, atau godaan untuk bertindak. Pengendalian impuls ini mencuatkan kemampuan menampung impuls agresif, tetap sabar dan mengendalikan sikap agresif, permusuhan, serta perilaku yang tidak bertanggungjawab. Masalah dalam hal pengendalian impuls ini akan muncul dalam bentuk sering merasa frustasi, impulsif, sulit mengendalikan amarah, bertindak kasar, kehilangan kendali diri, menunjukkan perilaku yang meledak-ledak dan tak terduga.
Ranah suasana hati umum
Ranah ini berkaitan dengan pandangan kita tentang kehidupan, kemampuan kita bergembira sendirian dan dengan orang lain, serta keseluruhan rasa puas dan kecewa yang kita rasakan. Ranah ini terdiri dari 2 komponen, yaitu:
Kebahagiaan, yaitu kemampuan untuk merasa puas dengan kehidupan kita, bergembira sendirian dan dengan orang lain, serta bersenang-senang. Kebahagiaan adalah gabungan dari kepuasan diri, kepuasaan secara umum, dan kemampuan menikmati hidup. Orang yang bahagia sering merasa senang dan nyaman, baik selama bekerja maupun pada waktu luang; mereka menikmati hidup dengan bebas, dan menikmati kesempatan untuk bersenang-senang. Kebahagiaan berhubungan dengan perasaan riang dan penuh semangat. Kebahagiaan adalah produk sampingan dan/atau barometer yang menunjukkan derajar kecerdasan dan kinerja emosional kita. Orang yang derajat kebahagiaannya rendah dapat menderita gejala depresi, seperti cenderung merasa cemas, merasa tidak pasti akan masa depan, menarik diri dari pergaulan, kurang semangat, berpikiran murung, merasa bersalah, tidak puas pada hidup dan, dalam kasus yang ekstrem, memikirkan dan berperilaku yang mengarah ke bunuh diri.
Optimisme, yaitu kemampuan melihat sisi terang kehidupan dan memelihara sikap positif, sekalipun ketika berada dalam kesulitan. Optimisme mengasumsikan adanya harapan dalam cara orang menghadapi kehidupan. Optimisme adalah pendekatan yang positif terhadap kehidupan sehari-hari. Optimisme adalah lawan pesimisme, yang merupakan gejala umum depresi.
Itulah 15 prinsip dasar yang seharusnya dimiliki seorang perawat. Bisa dipastikan jika semua perawat khususnya yang ada di Indonesia tahu, mau, dan mampu memahami dan menerapkan 15 prinsip dasar diatas, maka kualitas asuhan keperawatan yang diberikan tidak akan mengecewakan, dan tentu saja stigma negatif yang selama ini ada dalam diri perawat akan luntur berganti dengan pandangan-pandangan yang positif. Yakinlah…
Baca Selengkapnya - 15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

KTI tentang Diabetes Mellitus DM

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Perkembangan kesehatan Indonesia mempunyai visi yaitu sehat 2010 yang merupakan suatu proyeksi tentang keadaan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia pada tahun 2010 yang akan datang yang ditandai oleh mayoritas penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, meliputi kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta berada dalam derajat kesehatan yang optimal. Perawatan kesehatan keluarga adalah perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga di sekitarnya dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam memberikan asuhan keperawatan kegiatan yang ditekankan adalah upaya promotif dan preventif dengan tidak melupakan upaya-upaya kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif. (Effendy. N, 1998)
Menurut penelitian epidemiologis yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, kekerapan DM tipe-2 berkisar antara 1,4-1,6%. Berdasarkan atas kekerapan DM sebesar 1,5 %, maka diperkirakan jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 4 juta dan tahun 2020 diprediksikan sebesar 6,5 juta.
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi sangat potensial untuk dapat dicegah dan dikendalikan melalui pengelolaan DM. Pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik dan penyuluhan. Diabetes Melitus juga merupakan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup, oleh karena itu berhasil tidaknya pengelolaan DM sangat tergantung dari pasien itu sendiri, dalam mengubah perilakunya, sehingga pasien dapat mengendalikan kondisi penyakitnya dengan menjaga agar kadar glukosa darahnya dapat tetap terkendali.
Hasil penelitian dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian DM yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik DM antara 20-30%. Penelitian tingkat kepatuhan pasien DM terhadap pengelolaan DM, didapati 80% diantaranya menyuntik insulin dengan cara yang tidak tepat, 58% memakai dosis yang salah, 75% tidak mengikuti diet yang dianjurkan. Ketidakpatuhan ini selalu menjadi hambatan untuk tercapainya usaha pengendalian DM sehingga mengakibatkan pasien memerlukan pemeriksaan atau pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. (Jazilah, 2003)

B. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah komprehensif antara lain :
1. Tujuan Umum
Penulis ingin mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga dengan salah satu anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus dengan menggunakan proses keperawatan, bagi keluarga dapat meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan keluarga sehingga dapat meningkatkan status kesehatan keluarganya.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan salah satu anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus, mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam perawatan kesehatan.
b. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yang dialami salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit Diabetes Melitus.
c. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya.
d. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap anggota keluarganya yang menderita Diabetes Melitus.
e. Dapat memodifikasi lingkungan yang dapat mendukung peningkatan kesehatan.
f. Dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia untuk meningkatkan kesehatan.

C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II : Konsep Dasar
a. Konsep Penyakit
Terdiri dari pengertian, etiologi, gambaran klinis, pathofisiologi, pathway, komplikasi dan penatalaksanaan.
b. Konsep Keperawatan Keluarga
Terdiri dari pengkajian, dan fokus intervensi dari penyakit Diabetes Melitus.
BAB III : Resume Kasus
Meliputi tentang pengkajian identitas, riwayat kesehatan klien, pemeriksaan fisik, pola fungsional, data penunjang, analisa data, skoring, prioritas masalah, perencanaan tindakan, implementasi dan evaluasi yang disajikan dalam catatan perkembangan.
BAB IV : Pembahasan
Meliputi problem solving dengan argumentasi ilmiah atau logis dari permasalahan ilmiah yang timbul dalam tinjauan kasus yang tidak sesuai dengan konsep dasar.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Meliputi kesimpulan dan usulan yang sifatnya lebih operasional atau rekomendasi. Rekomendasi ditujukan pada institusi, organisasi profesi atau anggota profesi.
BAB II
KONSEP DASAR

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Diabetes militus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. (Price, 1995).
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
(Mansjoer, 1999)

2. Etiologi
a.. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM).
- Kerusakan sel beta pankreas.
- Infeksi virus.
- Autoimun.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM).
- Obesitas / kegemukan
- Penurunan sensitifitas reseptor insulin.
- Respon autoimun terhadap insulin.
( Mansjoer, 1999;Soegondo, 2002 )
http://askep-askeb.cz.cc/
3. Tanda Dan Gejala
a.. Polidipsi atau rasa haus yang berlebihan.
b. Poliuri atau sering kencing dengan jumlah yang banyak.
c. Poliphagi atau lapar yang bertambah.
d. Berat badan turun.
e. Badan lemah.
f. Luka yang sulit sembuh.
(Soegondo, 2002)

4. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Diabetes Melitus yaitu :
a. Type I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) ciri-cirinya :
1) Usia kurang dari 30 tahun
2) Rata-rata badan kurus
3) Tergantung insulin seumur hidup
b. Type II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) ciri-cirinya :
1) Usia lebih dari 30 tahun
2) 80 % mempunyai badan gemuk
c. Diabetes Melitus Gestasional (GDM)
(Mansjoer, 1999)


5. Patofisiologi
Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan glukosa yang melebihi normal atau melebihi kebutuhan kalori akan di simpan sebagai glikogen dalam sel–sel hati dan sel–sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemi, jika terdapat defisit insulin, empat perubahan metabolik terjadi menimbulkan hiperglikemi:
a. Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.
b. Gligogenisis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
c. Glikolisis meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa “hati” di curahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
d. Glukoneogenesis meningkat dan melebihi banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah ke dalam darah dari hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin. Jika tidak terdapat glukosa sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki dan mengkatabolisme protein dimana asam amino yang dihasilkan digunakan substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Kelemahan, penurunan berat badan dan hilangnya kekuatan dapat terjadi. Defisiensi insulin juga dapat meningkatkan metabolisme lemak (peningkatan lipolisis).
Hiperglikemi meningkatkan osmolalitas darah, peningkatan osmolalitas darah dan peningkatan konsentrasi glukosa darah akan menimbulkan dehidrasi dengan melalui dua mekanisme:
a. Glikosuria dan diurisis asmotik terjadi jika glukosa darah melebihi ambang ginjal sehingga dapat terjadi kehilangan kalori, air dan elektrolit dalam jumlah besar.
b. Perpindahan cairan dari ruang interseluler ke ruang ekstraseluler yang memiliki konsentrasi lebih tinggi, mengakibatkan defisit cairan intraseluler.
Hiperglikemi juga dapat meningkatkan metabolisme dengan cara melepaskan enzim aldose reduktase, dimana enzim aldose reduktase mengatur perubahan atau bentuk lain glukosa menjadi sorbitol dan kemudian di metabolisme secara lambat menjadi fruktosa. Diurisis asmotik menimbulkan peningkatan volume urin (poliuria) dan rasa harus terstimulasi sehingga pasien akan minum air dalam jumlah besar atau banyak (polidipsi), karena adanya kehilangan kalori dan starvasi seluler, maka selera makan menjadi meningkat dan orang akan sering makan (polifagia). Jika disertai kelemahan dan penurunan berat badan “tiga P” merupakan tanda–tanda klasik dari hiperglikami. (Long, 1996)

6. Komplikasi
a. Komplikasi Metabolik Akut
1) Ketoasidosis Diabetik
Bila kadar insulin sangat menurun pasien mengalami hiperglikemi dan glukosia berat, penurunan lipogenesis, peningkatan liposis dan peningkatan aksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton, peningkatan benda keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ketosis, peningkatan beban ion hydrogen dan asiodasis metabolik. Glukosuria dan ketonuria mengakibatkan diuresis osmotic dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit, pasien dapat mengalami syok.
2) Hipoglikemi
Merupakan komplikasi terapi insulin. Penderita mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak dari yang dibutuhkan.
b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang
Melibatkan pembuluh-pembuluh kecil – microangiopati dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar – makroangiopati. Microangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glumerulus ginjal (nefropati diabetik), dan syaraf-syarat perifer (neuropatik diabetik). Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteoila retina. Akibatnya terjadi perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi jika hilangnya fungsi netron terus berkelanjutan pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Makroangiopati mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika mengenai arteria-arteria perifer mengakibatkan insufiensi vaskuler perifer yang disertai kladikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika terkena arteri koronaria dan aorta mengakibatkan angina dan infark miokardium. (Price, 1995)

7. Penatalaksanaan
Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik dan penyuluhan.
a. Perencanaan makan (meal planning)
Standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (10-15%) dan lemak (20-25%), jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi.
Cara menghitung kalori pada pasien
1) Tentukan dulu berat badan ideal
BB ideal = TB dalam cm – 100) – 10% kg
Pada laki-laki yang tingginya kurang dari 160 atau perempuan yang tingginya < ideal =" (TB"> 40 tahun) adalah resiko tinggi untuk DM (Syaifoellah N, 1996).
b. Genogram
Dengan adanya genogram dapat diketahui faktor genetik atau faktor bawaan yang sudah ada pada diri manusia untuk timbulnya diabetes melitus. Dan diketahui bahwa diabetes melitus adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik. (Price, 1995)
c. Status Sosial
Status sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari pendapatan kepala keluarga maupun dari anggota keluarga lainnya dan juga kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga (Rekawati, 2000). Pada pengkajian status sosial ekonomi diketahui bahwa tingkat status sosial ekonomi berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang. Dampak dari ketidakmampuan keluarga membuat seseorang enggan memeriksakan diri ke dokter dan fasilitas kesehatan lainnya.
d. Riwayat Keluarga Inti
Yang perlu dikaji mengenai riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga dan apakah dari anggota keluarga tersebut ada yang mempunyai penyakit keturunan. Karena sebagaimana telah diketahui bahwa diabetes melitus juga merupakan salah satu dari penyakit keturunan, disamping itu juga perlu dikaji tentang perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit, sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
e. Karakteristik Lingkungan
Yang pelu dikaji dari karakteristik lingkungan adalah karakteristik rumah, tetangga dan komunitas, geografis keluarga, sistem pendukung keluarga dimana karakteristik rumah dan penataan lingkungan yang kurang pas dapat menimbulkan suatu cidera, karena pada penderita diabetes melitus bila mengalami suatu cidera atau luka biasanya sulit sembuh.
f. Fungsi Keluarga
1) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai. Semakin tinggi dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit, semakin mempercepat kesembuhan dari penyakitnya. Merupakan basis sentral bagi pembentukan dan kelangsungan unit keluarga. Fungsi ini berkaitan dengan persepsi keluarga terhadap kebutuhan emosional para anggota keluarga. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan mengakibatkan ketidakseimbangan keluarga dalam mengenal tanda-tanda gangguankesehatan selanjutnya.
2) Fungsi Keperawatan
a) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, faktor penyebab, tanda dan ejala serta yang mempengaruhi keluarga terhadap masalah, kemampuan keluarga dapat mengenal masalah, tindakan yang dilakukan oleh keluarga akan sesuai dengan tindakan keperawatan, karena diabetes melitus memerlukan perawatan yang khusus yaitu mengenai pengaturan makannya. Jadi disini keluarga perlu tahu bagaimana cara pengaturan makan yang benar pada diabetes melitus.
b) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Yang perlu dikaji adalah bagaimana keluarga mengambil keputusan apabila anggota keluarga terserang diabetes melitus. Kemampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat akan mendukung kesembuhan.
c) Untuk mengetahui sejauh mana keluarga merawat anggota keluarga yang sakit. Yang perlu dikaji sejauhmana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya dan cara merawat anggota keluarga yang sakit diabetes melitus.
d) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu dikaji bagaimana keluarga mengetahui keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan akan dapat mencegah kekambuhan dari pasien diabetes melitus.
e) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan mendukung terhadap kesehatan seseorang.
4) Fungsi Reproduksi
Pada penderita diabetes militus perlu dikaji riwayat kehamilannya untuk mengetahui adanya tanda-tanda diabetes melitus gestasional, karena diabetes gestasional terjadi pada saat kehamilan.
5) Fungsi Ekonomi
Status ekonomi keluarga sangat mendukung terhadap kesembuhan penyakit. Biasanya karena faktor ekonomi orang segan untuk mencari pertolongan dokter ataupun petugas kesehatan lainnya. (Friedman, 1998 )

2. Fokus Intervensi
a. Hiperglikemi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, gula darah kembali normal

Intervensi :
1) Cek gula darah secara teratur.
2) Pantau tanda dan gejala diabetik ketoasidosis.
3) Pantau status neurologis.
4) Jangan izinkan klien yang sedang pulih untuk minum dalam jumlah besar, berikan es batu untuk mengurangi haus.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi :
1) Timbang berat badan setiap hari
2) Tentukan program diet dan pola makan teratur
3) Libatkan keluarga dalam perencanaan makan sesuai dengan indikasi
4) Observasi tanda-tanda hipoglikemi
5) Lakukan pemeriksaan gula darah

c. Resiko infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
2) Pertahankan teknik aseptik.
3) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
4) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat.
5) Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.

d. Resiko cidera
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cidera tidak terjadi.
Intervensi :
1) Identifikasi situasi yang mendukung kecelakaan.
2) Kurangi situasi-situasi yang berbahaya.
3) Memodifikasi lingkungan yang aman terhadap cidera.

e. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dan keluarga mengerti tentang penyakit dan pengobatannya.
Intervensi :
1) Jelaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta para perawatan penyakitnya.
2) Diskusikan tentang rencana diet.
3) Memilih strategi belajar misalnya demontrasi, keahlian dan pasien mendemonstrasikan ulang.
4) Tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah rutin.
5) Buat jadwal latihan yang teratur.
(Corpenito, 1998; Doengoes, 1999; Friedman, 1998)
BAB III
RESUME KASUS

A. Pengkjian Keluarga
1. Data Umum
a. Nama kepala keluarga : Tn. S
b. Usia : 54 tahun
c. Pendidikan : SPG
d. Pekerjaan : Guru SD
e. Alamat : Kraguman, Kraguman, Jogonalan
f. Komposisi keluarga
No
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Hubungan dengan KK
Pendidikan
Keterangan
1.
Ny. W
43 th
Perempuan
Istri
SD
Hidup
2.
An. W
22 th
Laki-laki
Anak
Perguruan Tinggi
Hidup
3.
An R
20 th
Perempuan
Anak
Perguruan Tinggi
Hidup
4.
An. S
16 th
Laki-laki
Anak
SMA
Hidup

Ny. W
43 th
Tn. S
54 th
An. W
22 th
An. R
20 th
An. S
16 th
Stroke
DM
Liver
Hipertensi
DMg. Genogram





Keterangan :
: Laki-laki : Meninggal
: Perempuan : Identifikasi kasus
: Menikah : Tinggal serumah

2. Data Fokus
a. Riwayat Keluarga Inti
Tn. S mulai merasakan gejala-gejala kalau dia sakit kurang lebih 4 tahun yang lalu, setelah dibawa periksa ke dokter Tn. S dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula, sejak saat itu Tn. S mengurangi konsumsi gula, tapi setelah merasa enak Tn. S tidak lagi memperhatikan dietnya. Tn. S dalam melakukan cek gula darah juga tidak rutin, kadang satu bulan sekali kadang 3 bulan sekali. Tn. S juga rutin minum obat glukodek tapi sekarang sudah jarang meminumnya, hanya kalau cek gula darah dan kadar gula darahnya tinggi Tn. S baru minum obat dan mengurangi konsumsi gula. sekarang ini Tn. S tidak merasakan apa-apa, karena Tn. S tidak begitu memikirkan penyakitnya dengan serius. Tn. S juga tidak mengetahui tentang diet yang bernar pada penderita diabetes melitus.

b. Fungsi Keperawatan Kesehatan
1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
Keluarga Tn. S mengetahui kalau Tn.S menderita diabetes melitus sekitar 4 tahun yang lalu. Tapi belum mengetahui secara pasti penyakit diabetes militus, baik tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, penanganan serta diit yang benar pada Diabetes Militus.
2). Kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat.
Keluarga mengetahui kalau penyakit Diabetes Militus adalah penyakit yang memerlukan penanganan khusus seperti pada pola makannya, tapi keluarga tidak tau secara pasti tentang diit pada Diabetes Militus. Jadi keluarga hanya mengurangi konsumsi gula Tn. S.
Masalah kesehatan Tn. S juga dirasakan oleh keluarga dan mereka berusaha untuk membantu Tn. S dalam menjaga kondisi (menyiapkan menu makan), keluarga juga selalu mengingatkan agar Tn. S selalu mematuhi diit. Keluarga juga merasa khawatir terhadap akibat yang mungkin bisa ditimbulkan oleh penyakit tersebut, tapi itupun juga tidak dianggap sangat serius, karena nanti malah akan membuat pusing. Keluarga beranggapan kalau ada anggota keluarga yang sakit seperti Tn. S itu harus segera diperiksakan ke Puskesmas atau rumah sakit.
3). Kemampuan keluarga merawat anggota yang sakit.
Keluarga hanya tahu kalau Tn. S harus melakukan cek gula darah rutin, serta melakukan diet, tapi Tn. S tidak melakukan diet dengan benar hanya mengurangi konsumsi gula serta minum obat glukodek. Keluarga ingin Tn. S cepat sembuh, keluarga memeriksakan gula darah Tn. S di rumah sakit Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, dalam melakukan cek gula darah tidak rutin, kadang sebulan sekali kadang tiga bulan sekali. Bila tau kadar gula darahnya tinggi Tn.S baru mau mengurangi konsumsi gula tapi hanya sedikit. Keluarga belum tau cara perawatan Diabetes Militus dengan benar, khususnya tentang dietnya.


4). Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat.
Keluarga Tn. S sangat senang dengan kebersihan. Keluarga beranggapan kalau bersih itu sehat. Keluarga juga mengatakan kalau penyakit Diabetes Militus dapat di cegah dengan mengurangi konsumsi gula. Lingkungan rumah keluarga Tn. S terlihat bersih serta penataan perabot rumah tangganya tertata dengan rapi. Tidak ada benda–benda berbahaya yang dapat menimbulkan luka. Jadi semua sudah di tata dengan baik.
5). Kemampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.
Keluarga Tn. S sudah tau kalau ada anggota keluarga yang sakit harus dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Keluarga Tn. S percaya pada petugas kesehatan karena dapat membantu menyembuhkan penyakit yang diderita Tn. S. Keluarga juga beranggapan kalau fasilitas kesehatan yang ada sangat membantu dan bermanfaat bagi keluarga Tn. S serta masyarakat sekitar.

c. Stresor jangka pendek
Keluarga Tn. S memikirkan bagaimana cara tercepat untuk menurunkan kadar gula darah Tn. S, tapi itu juga tidak begitu dipikirkan oleh keluarga, karena keluarga juga memikirkan anaknya nanti mau kerja di mana kalau sudah lulus kuliah.

d. Stresor jangka panjang
Keluarga memikirkan kalau sewaktu-waktu gula darah Tn. S meningkat, apa yang harus dilakukan. Keluarga juga memikirkan sakit yang diderita Tn. S yang memerlukan waktu lama untuk penyembuhannya. Tapi keluarga menganggap semua itu tidak harus dipikir secara serius tetapi tetap berharap untuk sembuh.

e. Pemeriksan fisik
Nama Tn. S, umur 45 tahun, tinggi badan 152 Cm, berat badan 53 kg, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88 X/mnt, suhu 366 °C, respirasi 20 X/mnt.

Kepala :
Bentuk normal, rambut hitam dan bersih.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pandangan agak kabur.
Hidung : Bersih tidak ada sekret.
Telinga : Bersih tidak ada serumen, pendengaran baik.
Mulut : Mukosa lembab, gigi sudah ada yang tanggal, lidah bersih.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan tidak ada peningkatan JVP
Dada :
Paru : Inspeksi : tidak terlihat retraksi dada.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
Jantung : Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1 dan S2 murni.
Abdomen : Inspeksi : tidak ada pembesaran.
Auskultasi: peristaltik 16 kali per menit.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tympani
Ekstrimitas : ekstremitas atas dan bawah tidak ada keluhan, tidak ada oedem tidak ada luka, kekuatan otot penuh, kulit baik.

B. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik pada Tn.S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus.
(Total Skore 4½).
2. Resiko Hiperglikemi pada Tn. S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit. (Total Skore : 3 5/6).
3. Resiko cidera pada Tn.S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal faktor resiko yang dapat menyebabkan cidera. (Total Skore : 2 ½ ).

C. Intervensi
Intervensi pada tanggal 12 Juli 2004
1. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik pada Tn.S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus.
a. Tujuan umum : Setelah dilakukan kunjungan 3 x dalam 1 minggu selama 40 menit diharapkan keluarga mengerti dan memahami tentang Diabetes Militus.
b. Tujuan khusus : Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit diharapkan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus (pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta perawatannya).
c. Intervensi :
1) Beri kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan tentang Diabetes Militus sebatas yang diketahui saat ini.
2) Beri reinforcement atas jawaban yang diberikan.
3) Beri penyuluhan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta perawatannya.
4) Beri kesempatan pada keluarga untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan.

2. Resiko hiperglikemi pada Tn.S dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
a. Tujuan umum : Setelah dilakukan kunjungan 3 x dalam 1 minggu selama 40 menit diharapkan hiperglikemi tidak terjadi.
b. Tujuan khusus :
1) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit diharapkan keluarga mampu mengenal pengertian hiperglikemi, pencegahan hiperglikemi dan diit Diabetes Militus.
2) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit keluarga dapat mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi Diabetes Militus.
3) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit diharapkan keluarga dapat melakukan perawatan dan menyebutkan makanan apa saja yang dibatasi, dianjurkan dan yang tidak boleh diberikan pada Diabetes Militus.
4) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit keluarga dapat memodifikasi lingkungan psikis.
5) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit keluarga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.
Intervensi :
1) Beri penjalasan tentang pengertian hiperglikemi, cara pencegahan hiperglikemi dan diit Diabetes Militus.
2) Beri kesempatan pada keluarga untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan.
3) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan pada Diabetes Militus.
4) Jelaskan tentang cara merawat Diabetes Militus.
5) Diskusikan dengan keluarga tentang manfaat pelayanan kesehatan.
6) Beri reinforcement atas jawaban yang diberikan.

3. Resiko cidera pada Tn.S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal faktor yang dapat menyebabkan cidera.
a. Tujuan umum : Setelah dilakukan kunjungan 3 x dalam 1 minggu selama 40 menit tidak terjadi cidera.
b. Tujuan khusus : Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit keluarga dapat mengenal faktor resiko cidera serta akibat dari cidera.
c. Intervensi :
1) Beri penjelasan tentang faktor–faktor penyebab cidera.
2) Beri kesempatan keluarga untuk mengulangi penjelasan yang telah di berikan.
3) Beri penjelasan tentang akibat dari cidera.
4) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan terhadap cidera.

D. Implementasi
Implementasi pada tanggal 13 Juli 2004
Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus.
Jam : 10.15 WIB memberikan penyuluhan tentang pengertian Diabetes Militus, penyebab, tanda dan gejala, serta perawatannya. Memberi kesempatan pada keluarga untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan. Memberi reinforcement atas jawaban yang diberikan.
Resiko hiperglikemi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
Jam : 10.10 WIB memberikan penyuluhan tentang diit Diabetes Militus yang meliputi tujuan diit, makanan yang dianjurkan, dibatasi dan tidak boleh diberikan serta contoh menu pada Diabetes Militus, memberi kesempatan pada keluarga untuk bertanya, dan memberi reinforcement atas jawaban yang diberikan.
Resiko cidera berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal faktor yang dapat menyebabkan cidera.
Jam 10.30 WIB mendiskusikan dengan keluarga tentang faktor–faktor yang dapat menyebabkan cidera, mendiskusikan tentang akibat dari cidera, mendiskusikan cara yang tepat untuk menghindari cidera dan memberi reiforcement atas jawaban yang diberikan.

E. Evalusi
Evalusi tanggal 13 Juli 2004
1. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus.
Jam 10.15 WIB
S : Keluarga mengatakan sudah mengerti tentang Diabetes Militus (pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta perawatannya)
O : Keluarga bisa menyebutkan pengertian, tanda dan gejala serta perawatan Diabetes Militus.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Anjurkan keluarga untuk mancari informasi lebih lanjut tentang Diabetes Militus ke pusat pelayanan kesehatan (puskesmas).

2. Resiko Hiperglikemi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
Jam 10.15 WIB
S : Keluarga mengatakan sudah tau tentang diit pada Diabetes Militus.
O : Keluarga mampu menyebutkan cara pengaturan makan dengan memperhatikan makanan apa saja yang boleh di makan, makanan yang dibatasi, makanan yang tidak boleh dimakan, serta contoh menu makanan dengan ukuran rumah tangga.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Anjurkan keluarga untuk mengganti menu makanan selama 2 minggu sekali dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan contoh menu makanan yang baru.

3. Resiko cidera berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal faktor yang dapat menyebabkan cidera.
Jam 10.30 WIB
S : Keluarga mengatakan mau memutuskan cara untuk menghindari cidera.
O : Keluarga bisa menyebutkan cara menghindari cidera.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Anjurkan keluarga untuk mencari cara yang baru dalam menghindari terjadinya cidera dengan bertanya kepada petugas kesehatan terdekat.

silahkan download bentuk dokumen word
ASKEP DIABETES MELLITUS TIPE II (NIDDM) DENGAN KOMPLIKASI GANGREN
(isi: LENGKAP)




http://askep-askeb.cz.cc/
Baca Selengkapnya - KTI tentang Diabetes Mellitus DM

KONSEP KELUARGA


A. DEFINISI KELUARGA
Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai dengan perkembangan social masyarakat, antara lain :
1. DUVALL & LOGAN (1986)
Sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan social dari tiap anggota masyarakat.

2. BAILON & MAGLAYA
Dua orang atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dimana mereka saling berinteraksi, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya

3. UU No. 10 TH.1992
Unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anak atau ayah /ibu dan anak yang dibentuk berdasarkan suatu perkawinan yang sah, yang bertujuan menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan hidup spiritual dan material, bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dengan masyarakat.

4. FAMILY SERVICE AMERICA
Mendefinisikan keluarga sebagai kumpulan dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan kebersamaan dan iakatan emosional dan yang mengidentifikasidirinya sebagai bagian dari keluarga.

B. TIPE KELUARGA
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan. Sesuai perkembangan social maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perawat perlu mengetahui berbagai tipe keluarga :
1. TIPE KELUARGA TRADISIONAL
a. NUCLEAR FAMILY
Suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan anak (kandung, angkat, adopsi)
b. EXTENDED FAMILY
Keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah missal : kakek, nenek, paman, bibi
c. DYAD FAMILY
Suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri tanpa anak
d. SINGLE PARENT
Suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak (kandung, angkat, adopsi). Kondisi ini disebabkan perceraian atau kematian.
e. SINGLE ADULT
Suatu rumah tangga yang terdiri dariseorang dewasa
f. KELUARGA USILA
Suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri yang sudah berusia lanjut.
2. TIPE KELUARGA NON TRADISIONAL
a. COMMUNE FAMILY
Lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah yang hidup serumah
b. HOMOSEXUAL
Dua orang laki-laki / perempuan yang hidup dalam satu rumah tangga
c. COHABITING COUPLE
Laki-laki dan perempuan yang hidup dalam satu rumah tangga tanpa ikatan perkawinan



C. FUNGSI KELUARGA
Menurut Frieadman (1986) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga yaitu :
Fungsi afektif
§ Memberikan perlindungan psikologis
§ Menciptakan rasa aman
§ Mengadakan interaksi
§ Mengenal identitas individu
Fungsi sosialisasi
§ Mengajarkan individu bagaimana berfungsi dan berperan di masyarakat
§ Pemeliharaan sistem nilai
§ Pembentukan norma dan tingkah laku
Fungsi Reproduksi
§ Menjamin kelangsungan generasi dan kelangsungan hidup bermasyarakat
Fungsi Ekonomi
§ Pengadaan sumber dana yang cukup
§ Pengalokasian dan pengaturan keseimbangan dana
Fungsi perawatan Kesehatan
§ Pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan
§ Pemenuhan sarana rekreasi
§ Pemberian perawatan kesehatan anggota keluarga
D. DEFINISI KESEHATAN KELUARGA
Kondisi atau proses individu secara keseluruhan berinteraksi dengan lingkungan dan keluarga memegang peranan penting dalam lingkungannya. (Anderson & Tominson, 1992). Kesehatan keluarga juga merupakan status kesehatan individu dalam keluarga (Mc. Ewan, 1992) juga merupakan perubahan dinamis yang bersifat relatif dari kesejahteraan mencakupfaktor biologis, psikologis, spiritual, social dan cultural dalam sistem keluarga. Pendekatan biopsikosos spiritual dipergunakan untuk individu anggota keluarga sebagai unit keluarga (Hanson,1985). Menurut Curran (1983) sifat keluarga sehat adalah :
Ada komunikasi dan didengar
Mendidik dan ada percakapan
Saling memperkuat dan mendukung satu dengan yang lain
Mendidik untuk respek pada orang lain
Mengembangkan rasa siling percaya
Memiliki selera bermain dan humor
Memiliki keseimbangan dalam interaksi antar anggota keluarga
Sharing tentang waktu yang menyenangkan
Memperlihatkan suasana saling tukar tanggung jawab
Menjalankan mana yang baik dan buruk serta benar dan salah
Mengadakan upacara keagamaan dan tradisi
Tukar menukar informasi tentang kepercayaan
Respek pada setiap privasi
Melayani nilai orang lain
Melihat dan memberi bantuan jika ada masalah
E. TUGAS KESEHATAN KELUARGA
Menurut Frieadman (1998) tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
e. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat
F. KRITERIA KEMANDIRIAN KELUARGA
Keluarga mandiri Tingkat I
§ Menerima petugas kesehatan
§ Menerima pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai rencana
Keluarga mandiri tingkat II
§ Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan dengan benar
§ Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
§ Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan
Keluarga mandiri tingkat III
Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif
Keluarga mandiri tingkat IV
§ Melaksanakan tindakan promotif secara aktif
G. KELUARGA SEJAHTERA
Defini
Keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyrakat dan lingkungan.
Indikator Keluarga Sejahtera
a. Keluarga pra sejahtera
Belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum
b. Keluarga sejahtera I
Sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum : sandang, pangan, papan dan pelayanan kesehatan yang sangat dasar
- Seluruh anggota kleluarga makan 2x / hari
- Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja, sekolah dan bepergian.
- Bagian terluas dari rumah bukan dari tanah
- Bila anak sakit dibawa ke sarana / petugas kesehatan/ diberi pengobatan modern
c. Keluarga sejahtera II
Selain tujuan keluarga sejahtera I, dapat pula memenuhi kebutuhan social dan psikologis tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan.
- Minimal 1x seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk.
- Seluruh anggota keluarga mendapat minimal 1 stel pakaian baru dalam satu tahun terakhir
- Luas tanah rumah minimal 8 m2/ penghunji rumah
- Seluruh anggota keluarga usia <> 15 tahun punya pekerjaan tetap
- Seluruh anggota keluarga 1 bulan terakhir sehat dan dapat melaksanakan fungsi masing-masing
- Anggota keluarga beribadah secara teratur
d. Keluarga sejahtera III
Terpenuhinya tujuan keluarga sejahtera I s.d II, tapi belum aktif dalam menyumbangkan dan giat dalam usaha kemasyarakatan dilingkungan di desanya.
- Anak hidup maksimal 2 orang atau jika lebih dari 2 orang dan keluargha masih PUS saat ini memakai kontrasepsi
- Sebagian penghasilan keluarga disisihkan untuk tabungan
- Kebiasaan makan bersama keluarga minimal 1x / hari
- Keluarga biasa ikut serta kegiatan masyarakat dilingkungan
- Rekreasi bersama diluar rumah minimal 1x / 3 bulan
- Berita dapat diperoleh dari surat kabar/ majalah/ media elektronik
- Anggota keluarga mampu memanfaatkan sarana transportasi yang sesuai dengan daerahnya
-
e. Keluarga sejahtera III plus
Terpenuhinya tujuan keluarga sejahtera I – III dan teratur ikut menyumbang dalam kegiatan social dan aktif mengikuti gerakan tersebut.
- Anggota keluarga/ keluarga secara teratur memberi sumbangan bagi kegiatan social masyarakat dalam bentuk materi.
- Kepala keluarga / anggota keluarga aktif sebagai pengurus organisasi yayasan atau institusi masyarakat lain.

http://askep-askeb.cz.cc/
Baca Selengkapnya - KONSEP KELUARGA

INTERVENSi KEPERAWATAN KELUARGA


Tahap intervensi ini diawali dengan penyelesaian perencanaan perawatan. Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang; klien (individu atau keluarga), perawat, dan anggota tim pera­watan kesehatan yang lain, keluarga luas, dan orang-orang lain dalam jaringan kerja sosial kelu­arga,
Mengikuti pengkajian terhadap keluarga dan diskusi bersama terhadap keprihatinan-keprihatinan dan masalah-masalah keluarga, perawat kelu­arga dan keluarga perlu memutuskan apakah inter­vensi keluarga diusulkan. Kriteria untuk membuat keputusan tennasuk keinginan dan motivasi kelu­arga dalam menerima bantuan dan mencoba memecahkan masalah-masalahnya, dan tingkat berfungsinya keluarga, tingkat keterampilan keluarga itu sendiri, serta sumber-sumber yang tersedia (Wrightdan Leahey, 1984).
Di samping rutinitas perawatan yang bersifat preventif dan promosio-nal. Wright dan Leahey menyarankan bahwa normalnya keluarga memerlukan bantuan dalam situasi sebagai berikut:
1. Sebuah keluarga menjadi penyebab suatu masalah di mana hubungan di antara para ang-gota keluarga terganggu,
2. Seorang anggota keluarga menjadi penye­bab suatu penyakit yang mempunyai pengaruh buruk terhadap anggota keluarga yang lain.
3. Anggota keluarga memperbesar gejala-gejala atau masalah seorang individu.
4. Kemajuan kesehatan seseorang anggota kelu-arga menimbulkan gejala atau kemerosotan pada seorang anggota keluarga yang lain.
Selarna pelaksanaan intervensi-intervensi perawatan, data-data baru secara terns menerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respons-respons dari klien, perubahan-perubahan situasi, dll.) dikumpulkan, perawat perlu cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi dengan keluarga dan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap perencanaan.

TINGKATAN INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA
Ada bermacam-macam tingKat intervensi pera­watan keluarga dalam hubungannya dengan kompleksitas intervensi itu sendiri. Wright dan Leahey (1984) membaginya menjadi dua tingkatan inter­vensi—intervensi permulaan dan intervensi yang telah maju. Pada praktik perawatan keluarga ting­kat dasar, intervensi bersifat suportifdan mendidik (edukatif), dan langsung ke arah sasaran. Sedang-kan pada tingkat yang telah maju, intervensi meliputi sejumlah intervensi terapi keluarga yang ber­sifat psikososial dan tidak langsung.

TIPOLOGI INTERVENSI KEPERAWATAN
Klasifikasi Freeman's.
Freeman (1970), dalam naskah keperawatan kesehatan klasik, mengkla-sifikasi intervensi sebagai berikut:
1. Suplemental. Di sini perawat berlaku seba­gai pemberi pelayanan perawatan langsung dengan mengintervensi bidang-bidang yang keluarga tidak bisa melakukannya.
2. Fasilitatif. Dalam hal ini perawat keluarga menyingkirkan halailgan-halangan terhadap pelayanan-pelayanan yang diperlukan, seper-ti pelayanan medis, kesejateraan sosial, trans-portasi dan pelayanan kesehatan di rumah.
3. Perkembaiigan. Tujuan-tujuan perawatan di-arahkan pada perbaikan kapasitas penerima perawatan agar dapat bertmdak atas nama dirinya (mempromosikan kelompok keluarga dalam hal perawatan din dan tanggungjawab pribadi). Membantu kelu.arga memanfaatkan sumber-sumber perawatan kesehatan pribadi seperti sistem dukungan sosial internal mau-pun, eksternal dalam satu intervensi sernacam itu (Milardo, 1988),
Klasifikabi Menurut Wright Dan Leahey
Wright dan Leahey (1984) membicarakan secara mendalam proses implementasi intervensi perawatan keluarga yang diarahkan secara pro-fesional. Mereka menggolongkan intervensi keluarga dalam tiga tingkatan fungsi keluarga:
a. Kognitif.
b. Afektif
c. Perilaku

Intervensi yang Ditujukan pada Perubahan Perilaku Keluarga
Ketika para perawat bckerja dengan keluarga, intervensi pun diarahkan untuk membantu ang-gota keluarga mengubah perilaku mereka, dengan tujuan akhirnya untuk memperkokoh fungsi keluarga atau tingkat kesejahteraan yang tinggi. Untuk perawat yang bekerja dengan keluarga da­lam jangka waktu yang lama, haros diingat bahwa pembahan dalam keluarga akan membuahkan hasil "setelah beberapa waktu, lewat serentetan gerakan intenvensif, masing-masing menjadi lebih besar daripada informasi yang diperoleh. dan sebagian dilakukan lewat observasi hasil mter-vensi-intervensi sebelumnya" (Hartman dan Laird, 1983. hal 306).
Konsep-konsep pembahan bersifat sangat niembantii meniikirkan cara-cara menolong kelu­arga agar bembah. Wright dan Leahey (984) me-wamai sejumlah konsep pembahan yang mereka anggap penting dalam membantu mereka bekerja sama dengan keluarga-keluarga yang bermasalah:
- Perubahan tergantung kepada konteks.
- Perubahan tergantung kepada persepsi (dari klien) terhadap masalah.
- Perubahan tergantung kepada tujuan-tujuan yang realistis.
- Pemahaman itu sendiri tidak menyebabkan perobahan.e
- Perubahan tidak periu terjadi secara merata pada semua anggota keluarga.
- Perubahan dapat saja memiliki banyak sekali penyebab.

INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA KHUSUS
Banyak sekali intervensi keperawatan keluarga yang ada, yang dapat digunakan dalam bekerja dengan keluarga. Intervensi mana yang dipilih dan seringkali menjadi hasil dari model teoritis yang digunakan oleh perawat keluarga dalam perawat-an keluarga tertentu, dan dibuat pula diagnosa keperawatan keluarga serta pemmusan tujuan-tu-juannya. Misalnya bimbingan antisipasi (sema-cam strategi pengajaran) ditekankan dalam per-kembangan model'(model perkembangan) sedangkan strategi intervensi krisis serir&g diguna-kan jika suatu model keluarga stres dan model koping dsgunakan dalam praktik. .
Malahan strategi-strategi intervensi khusus yang digunakan oleh profesional perawatan kese-hatan bersama keluarga mungkin tergantung kepada tingleat berfungsinya keluarga. Leavitt (1982) mengklasifikasikan keluarga dalam tipe-tipe yang sangat fusigsional, agak disfungsional, sangat disfungsional, akut dan sangat disfungsio­nal, dan kronis. Intervensi perawatan beraneka macam, tergantung kepada tingkat fungsionalitas keluarga. Misalnya, dengan keluarga yang sangac fungsional, tindakan-tindakan perawatan keluarga semata-mata bersifat promotif dan preventif (pengajaran dan penyediaan informasi). Berbeda dengan tipe-tipe keluarga yang sangat disfimg-sional dan akut, terapeutik jangka pendek dan panjang, dan tindakan-tindakan yang suportifdais" promotif (Leavitt, 1982).
Intervensi - intervensi yang diimplementasikan, tergantung kepada keluarga, karena keluarga me-rupakan partisipan aktifdalam penyusunan tujuan dan seleksi intervensi. Dalam hal tertentu, stra-tegi edukatif (pengajaran) dan suportif meropa-kan inti dari strategi intervensi tanpa memandang semua faktor yang terlibat.
Dalam setiap yang bab yang berbicara tentang pengkajian dan intervensi, juga diidentifikasikan intervensi-intervensi tertentu yang ditekankan pa-da bidang-bidang tertentu..

Intervensi Keperawatan Keluarga
- Modifikasi Perilaku
- Pembuatan Kontrak
- manajemen / koordinasi kasus
- strategi – strategi kolaboratif
- konseling termasuk dukungan, penilaian kognitif dan membuat kembali kerangka.
- memberi kuasa kepada keluarga lewat partisipasi aktif.
- modifikasi lingkungan
- advokasi keluarga
- intervensi krisis keluarga
- membuat jaringan kerja termasuk penilaian kelompok bantuan diri dan dukungan sosial
- model peran


RINTANGAN TERHADAP PENGIMPLEMENTASIAN INTERVENSI

Apatis dan Perbedaan Nilai.
Dalam melaporkan karya dengan keluarga-keluarga misJkin dan yang berbeda-beda secara budaya dalam komuinitas. Dyer (1973) menyebutkan dua masalah terkait yang mana mempertentangkan perawat kelu-j arga—yaitu apatis dan ketidaktegasan keluarga. Masalah pertama dari permasalahan perilaku ini tidak harus diakui sebagai sebuah masalah utama, tapi yang lebih penting, harus diinterpretasikan menurut artinya yang tepat.
Masalah pertama dari permasalahan perilaku ini adalah apatis. Manifestasi perilaku dari apatis sangat nampak. Ketika perawat menemukan ma-salah-masalah kesehatan yang ia rasakan sangat mempengaruhi keluarga dan mendiskusikan ma-salah-masalah ini dan rekomendasi-rekomendasi, keluarga memberikan rekomendasari dengan sikap "so what" (mengaipa hal tersebut sangat pen-ting?, mengapa saya harus perhatikan) dan tidak memberikan landa-tanda untuk melakukan tindak-an atau tanda-tanda keprihatinan. Apakah kelu­arga benar-benar tidak memperhatikan? Tidak selalu demikian. Hal ini senantiasa menjadi masa­lah bahwa ada perbedaan dalam nilai-nilai, khu-susnya jika keluarga berasal dari latar belakang sosioekonomikatau etnis yang berbeda. Padahal, perawat merasa bahwa kesehatan seharusnya menjadi prioritas tertinggi, dan kebutuhan dasar psikologis serta keselamatan bagi keamanan eko-nomi.rumah yang layak huni, dan makanan yang cukyp seperti ini bagi keluarga-keluarga semacam itu memiliki urgensi yang lebih besar. Banyak sekali praktik dalam bidang kesehatan (rtiis., nu-trisi yang direncanakan secara hati-hati, kebersih-an. perawatan kesehatan preventif).
Dengan demi-kian, apa yang perawat pandang sebagai apatis benar-benar merupakan lanjutan dari pengalaman hidup keluarga dan perbedaan dalam nilai-nilai. Perawat yang soring dihadapkan dengan tugas-tugas untuk mencoba menolong keluarga dalam upaya memperoleh kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendasar, sehingga mereka dapat mena-ngani perbaikan kesehatan mereka sendiri.
Bahkan tugas pendidikan lebih sulit jika ja-ringan kerja sosial keluarga atau sistem sosial (kerabat. teman-teman dan tetangga) tidak mendu-kung tindakan kesehatan yang diperlukan« Beberapa riset menunjukan bahwa jika anggota suatu kelompok mengadopsi praktik-praktik barn yang'' saling mendukung satusama lain, maka kemung-kinan perubahan perilaku akan lebih besar. Ber-dasarkan pemahaman ini, banyak terapeutik dari kelompok bantuan mandiri yang telah terbentuk untuk membantu para anggota keluarga menga­dopsi pola-pola perilaku yang barn (mis., Alcoho­lic Anonymous, Parent Anonymous, Weight Watchers, Colostomy Club, Reach for Recovery., kelompok-kelompok psikoterapi).

Apatis, Keputusaan/dan Kegagalan
Di samping perbedaan nilai, apatis juga boleh jadi hasil suatu perasaan putus asa—suatu keyakinan bahwa apa saja yang dikerjakan oleh keluarga tidak akan menjadi masalah atau fatalisme—pera­saan bahwa "Apa yang akan terjadi, terjadilah." Fatalisme merupakan. suatu paham sentral di kalangan kaum miskin dan kaiim tidak berdaya. Masalah-masalah tersebut mungkin terialu berat bagi individu-mdividu 'untuk mereka tahu dari mana mereka hams mulai. Dengan memecahkan suatu tugas menjadi tugas-tugas yang lebih kecil, yaitu dengan langkah-langkah yang bemmtan, mungkin cara ini dapat membantu sebuah keluarga maju terns ke arah suatu tujuan secara sukses yang mulanya nampak ddak bisa diatasi. Mungkin ha­ms diingat bahwa mencoba tidak m6nyelesaikan suatu tujuan merupakan Suatu cara yang lazim untuk koping terhadap "menyelamatkan muka/' karena cara ini menghindari rasa malu akibat kegagalan

Apatis dan Kegagalan.
Penjelasan kedua .perilaku apatis pada sisi keluarga adalah. bahwa ; anggota keluarga merasa adanya kegagalan men" capai efekti vitas dan tersedianya pelayanan. "Jadi Saya menderita kanker? Takada yang bisa dilaku-kan bila mereka benar-benar! menemukannya!" Tanpa suatu persepsi. bahwa penanganan yang efektif dan yang dapat diterapkan benar-benar ada, klien tidak akan mencari pelayanan perawatan kesehatan (Becker, 1972). Perawat yang berpusat pada keluarga periu meneliti situasi di mana apatis tersebut berada dan mencoba menentukan apa yg sedang terjadi. Apakah informasi yang salah tentang masalah, atau keuangan, atau tentang .najemen sumber-sumber dalam keluarga, atau•asaan takut yang beriebihan.

Ketidaktegasann.
DYER (1973)) menggambarkan, ketidaktegasan sebagai bidang perilaku yang ketiga, yang ditemukan oleh perawat di dalam komunitas sebagai suatu masalah. Dalam hal ini, keluarga nampaknya tidak apatis, tapi juga tidak tegas. Apa yang menyebabkan jenis perilaku ini? Dyer mengklasifikasi beberapa di antaranya. Per-tama ketidaktegasan diakibatkan oleh ketidak," mampuan melihat kelebihan dari suatu tindakan terhadap suatu tindakan lain. Apa yang dikerjakan, keuntungan dan kemgian nampaknya sama saja. Dalam hal ini perawat periu membantu keluarga memecahkan masalah menggali berbagai tindakan pro dan kontra, di samping perasaan anggota kelu­arga.
Diharapkan proses ini menghasilkan suatu pendekatan yang dapat memperoleh superioritas dalam pikiran anggota keluarga sehingga mereka bisa,ambil tindakan., Beberapa klien yang matian-matian mengmginkan saran langsung tentang apa yang hams dikerjakan. Pertimbangan yang sangat hati-hati periu diberikan atas permintaan mereka. Kadang-kadang ketergantungan sementara, mem-pakain kesempatan yang paling baik, tapi umum-ny a pendekatan ini hanya mampu memecah.kan masalah tertentu, dan sementara itu keluarga tidak meiripelajari bagaimana mengkopmg masalah berikutnya secara mandiri. Menjadi seorang i-ndi-vidu sumber pendukung merupakan peran yang lebih disenangi.
Ketidaktegasan mungkin juga merupakan aki bat dari perasaan takut dan masalah-masalah yang tidak diekspresikan.Ansietas dan takut yangjela tidak mampu memobilisasi kemampuan memecahkan masalah.
Pengambilan keputusan secara de-facto (membiarkan hal-hal terjadi) boleh jadi merupakan bagian dari gaya hidup keluarga. Jenis pengambilan keputosan ini terbukti menonjol dalam keluarga yang tercerai berai dan keluarga miskin

EVALUASI
Komponen ke lima dari proses keperawatan ada-lah evaluasi. Evaluasi didasarkari pada bagaimana efektifnya intervensi-intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Keefek-tifan ditentukan dengan melihat respons keluarga dan hasil (bagaimana keluarga memberikan res­pons), bukan intervensi-intervensi yang dimplementasikain Sekali lagi evaluasi mempakan suatu upaya bersama antara perawat dan keluarga.
Meskipun evaluasi dengan pendekatan ter-pusat pada klien paling relevan, sering kali mem-buat frustrasi karena adanya kesulitan-kesulitan dalam membuat kriteria objektif untuk hasil yang dikehendaki dan karena faktor-faktor di luar inter­vensi-intervensi terencana yang mengintervensi dan mempengaruhi hasil keluarga/klien. Karena faktor-faktor semacam itu, seorang tidak pernah bisa melihat kemanjuran dari intervensi kepera­watan secarajelas dan "murni."
Rencana perawatan mengandung kerangka kerja evaluasi. Jika secarajelas telah digambarkan tujuan perilaku yang spesifik, maka hal ini dapat berfungsi sebagai kriteria evaluasi bagi tingkat efektivitas yang telah dicapai. Bahkari dalam beberapa cohtoh, mungkin perlu mengembangkan kriteria yang lebih spesifik bagi evaluasi tujuan. Misalnya, tujuannya, "Keluarga akan mengupaya" kan perawatan medis bagi bayinya yang sakit," mungkin Sebih membutuhkan kriteria yang lebih spesifik untuk memlai apakah tujuannya telah di­capai. Kriteria untuk evaluasi boleh jadi meiiputi fakta bahwa keluarga telah ditangani oleh seorang ahli pedriatik dan bayi yang menderita penyakit. Akan tetapi, dalam banyak kasus, tujuan yang ditulis dalam istilah-istilahkhusus untukmenghm-dari perkembangan kriteria selanjutnya, seperti "Anak akan memperoleh pelayanan diagnosa dan penanganan dari ahli pedriatik dalam jangka waktu 1 hingga 3 hari."
Evaluasi mempakan proses berkesinambung-an yang terjadi setiap kali seorang perawat mem-perbaharui rencana asuhan keperawatan. Sebelum perencanaan-perencanaan dikembangkan dan di-modifikasi, perawat bersama keluarga perlu melihat tindakan-tindakan perawatan tertentu apakah tindakan-tindakan perawatan tersebut benar-benar membantu. Jika respons terhadap intervensi perawatan tidak dievaluasi secara ber-sama-sama, makatindakan perawatan yang efektif akan tetap ada.
Berikut ini pertanyaan-pertanyaan yang perlu difenungkan ketika melakukan evaluasi:
1. Apakah ada Konsensus antara keluarga dan anggota tim perawatan kesehatan lain dalam hal evaluasi?
2. Data tarnbahan apa yang perlu dikumpulkan untuk mengevaluasi perkembangan?
3. Apakah terdapat hasil tersembunyi yang perlu dikembangkan?
4. Jika perilaku dan persepsi keluarga menyata-kan bahwa masalah dimaksud diselesaikan secara tidak memuaskan, maka apa alasan-nya?
5. Apakah diagnosa keperawatan, tujuan-tuju-an, dan pendekatan-pendekatan bersifat realistis dan akurat?
Ada bermacam-macam metode evaluasi yang dipakai dalam perawatan. Faktor yang paling penting adalah bahwa metode tersebut harus di-sesuaikan dengan tujuan dan intervensi yang sedang dievaluasi.

MODIFIKASI
Modifikasi mengikuti perencanaan. evaluasi dan mulai dengan proses siklus kembali ke pengkajian dan pengkajian ulang dengan memberikan informasi yang diperoleh dari'pertemuan-pertemuan sebelumnya, dan lalu ditemskan dengan revisi setiap fase dalam siklus bila dibutuhkan. .
Seringkali, modifikasi ini sulit dilakukan, karena hanya akan mendatangkan frustrasi dan menurunkan egoserta mengakui bahwa evaluasi dan implementasi kita tidak berjalan efektif. Sehingga dalam bekerja dengan keluarga untuk jangka waktu yang lama, serigkali kita hanya meli­hat perolehan hasil yang begitu lambat, atau tidak ada kemampuan sarna sekali—paling tidak pada saat kita bekerja dengan mereka. Dalam hal ini kita perlu yakin bahwajika kita meneruskan penelitian kita untuk mendapat suatu diagnosa yang lebih akurat atau suatu perencanaan yang lebih efektif, kita puriya kesempatan untuk ber-hasil dan sumber-sumber yang perlu dikembang-kan akan setara dengan hasildiperoleh. Akan tetapi, yang paling penting adalah menyimpang dalam benak prinsip-prinsip penentuan diri sen-diri—bahwa keluarga mempunyai hak memutus-kan apa yang terbaik bagi mereka dan membuat keputusan-keputusan menyangkut kesehatan me­reka sendiri.
Baca Selengkapnya - INTERVENSi KEPERAWATAN KELUARGA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELURGA DENGAN BALITA DAN ANAK PRA SEKOLAHASUHAN KEPERAWATAN PADA KELURGA DENGAN BALITA DAN ANAK PRA SEKOLAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELURGA DENGAN BALITA DAN
ANAK PRA SEKOLAH

FENOMENA PADA KELUARGA YANG SEDANG MENGASUH ANAK
l Perasaan cemas dan bahagia
l Perselisihan adanya perubahan peran
l Keseimbangan keluarga berubah karena munculnya orang baru
l Penyesuaian diri yang sulit menjadi orang tua

MASALAH YANG LAZIM TERJADI
l Suami merasa diabaikan
l Terdapat peningkatan perselisihan suami istri
l Interupasi dalam jadwal yang kontinu
l Kehidupan seksual dan sosial terganggu

TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA
l Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap
l Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga
l Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
l Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran-peran orang tua dan kakek-nenek

MEMBENTUK KELUARGA MUDA SEBAGAI SEBUAH UNIT YANG MANTAP
l Menyesuaikan terhadap perubahan –perubahan radikal
l Membedakan fungsi-fungsi suami istri sesuai tuntutan perawatan dan asuhan
l Penerimaan peran-peran tradisional dan pembagian tugas
l Peningkatan peran tangguang jawab ayah terhadap bayi

REKONSILIASI TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN
l Mempelajari isyarat-isyarat bayi
l Menerima pertumbuhan dan perkembangan (anak bermain, toilet training)
l Orangtua memahami tugas pertumbuhan dan perkembangan secara tepat


MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN PERKAWINAN YANG MEMUASKAN
l Komunikasi dan interaksi perkawinan menurun
l Kesulitan – kesulitan seksual karena
– Keletihan ,
– Penurunan daya tarik seksual
– Ayah tersingkirkan oleh bayi
àPembentukan kembali pola-pola komunikasi yang memuaskan (pribadi, perkawinan)

MEMPERLUAS PERSAHABATAN DENGAN KELUARGA BESAR
l Pembentukan peran baru berkenaan dengan kakek dan nenek
l Penyesuaian hubungan dengan kelurga besar atau teman
l Mencari waktu yang tepat untuk mendapat dukungan sosial

PENGKAJIAN
l Peran sebagai orang tua
l Interaksi orang tua dan bayi
l Respons bayi
l Sikap orang tua sendiri
l Komunikasi
l Stimulus pada bayi

Energi yang Buat Bayi
Tuntutan dan Tekanan yang Bertentangan
Konflik yang menyiksa
Hubungan keluarga yang kokoh



















MASALAH-MASALAH KESEHATAN PADA PROSES MENJADI ORANGTUA
l Pendidikan
l Perawatan bayi yang baik
l Pengenalan dan penanganan masalah kesehatan fisik
l Imunisasi
l Konseling perkembangan anak
l Keluarga berencana
l Peningkatan kesehatan umum

Masalah Kesehatan Lain
l Fasilitas perawatan anak untuk ibu bekerja
l Hubungan orang tua anak
l Masalah pengasuhan anak
l Masalah transisi menjadi orang tua

KELUARGA DENGAN ANAK PRA SEKOLAH
l Anak pertama usia 2, tahun -5 tahun
l Anggota keluarga bertambah
l Waktu orang tua habis untuk bekerja
l Anak mulai belajar mandiri
l Anak harus mencapai otonomi
l Kepuasaan hubungan seksual rendah karena pembicaraan berkisar pada anak

TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA PRA SEKOLAH
l Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi, keamanan
l Mensosialisasikan anak
l Mengintegrasikan anak baru tanpa mengabaikan anak yang lain
l Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga

MEMENUHI KEBUTUHAN ANGGOTA KELUARGA
l Perlu tempat eksplorasi dunia
l Perlunya privasi bagi orang tua
l Peralatan dan fasilitas yang melindungi anak
l Keterlibatan yang besar untuk perawatan anak
l Anak belajar bertanggung jawab
l Anak belajar membantu orang tua
MENSOSIALISASIKAN ANAK
l Mengembangkan sikap diri atau konsep diri pada anak
l Belajar mengekspresikan diri dalam bentuk menangkap bahasa

MENGINTEGRASIKAN ANAK BARU
l Merupakan kejadian traumatik pada kakak
l Persaingan kakak- beradik ( sibling rivalry)

Cara mengatasi
l Berhubungan lebih banyak dengan anak yang lebih tua
l Belajar berpisah dengan anak

MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN YANG SEHAT DALAM KELUARGA
l Interaksi suami istri lebih banyak berkaitan dengan tugas
l Pembicaraan pribadi lebih sedikit
l Rendahnya kepuasan hubungan seksual
à Orang tua mencari rekreasi ke luar rumah untuk mengawetkan muda

PENGKAJIAN
l Keamanan rumah yang beresiko terjadi kecelakaan
l Riwayat penyakit keluarga
l Peran anak dan orang tua
l Pertumbuhan dan perkembangan keluarga


MASALAH KESEHATAN
l Anak menjadi rentan terhadap penyakit
– V irus/ bakteri
– Kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan laserasi)
l Masalah psikososial keluarga
l Persaingan antara adik –kakak
l Keluraga berencana
l kebutuhan tumbuh kembang
l Masalah pengasuhan: menelantarkan, penganiayaan dan masalah komunikasi

INTERVENSI
l Penyuluhan kesehatan tentang resiko dan cara mencegah penyakit atau kecelakaan
l Pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang:
– Merokok dan obat-obatan
– Seksualitas,
– Keselamatan ,
– Diet dan olah raga
– Penanganan stres

TUJUAN UTAMA PERAWAT KELUARGA PADA KELUARGA PRA SEKOLAH
MEMBANTU MEREKA MEMBENTUK GAYA HIDUP YANG SEHAT DAN MEMFASILITASI PERUBAHAN FISIK, INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SOSIAL SECARA OPTIMAL (WILLSON, 1988)
Baca Selengkapnya - ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELURGA DENGAN BALITA DAN ANAK PRA SEKOLAHASUHAN KEPERAWATAN PADA KELURGA DENGAN BALITA DAN ANAK PRA SEKOLAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PENDAHULUAN
Dalam lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa keperawatan adalah " suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia". Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di tatanan kliniK (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan (Yura and Walsh,1983) yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing diagnosis), merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan keperawatan (Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation)

LANDASAN HUKUM PENANGANAN LANJUT USIA
Filsafat Negara/P4
UUD 1945, pasal 27 ayat 2 dan pasal 34
UU No.9 tahun 1960, tentang pokok-pokok Kesehatan Bab I Pasal 1 ayat 1
UU No 4 tahun 1965, tentang pemberian Bantuan penghidupan orang tua
No.5 tahun 1`974, tentang pokok-pokok pemerintah di daerah
UU No.6 tahun 1974, tentang ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial.
Keputusan Presiden RI No.44 tahun 1974
Program PBB tentang lansia, anjuran kongres International WINA tahun 1983
GBHN 1983/Pelita IV
Keputusan Menteri Sosial RI No 44 tahun 1974, tentang organisasi dan tata kerja Departemen Sosial Propinsi
UU No 10 tahun 1992, tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera.
UU No.11 tahun 1992 tentang dana pension
UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
Ketetapan MPR
Keputusan Menteri Sosial RI No. 27 tahun 1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial Propinsi
Delapan jalur pemerataan dan pelayanan kesehatan
Hari Lanjut Usia Nasional yang di canangkan oleh Bapak Presiden tanggal 29 Mei 1996 di Semarang
Undang Undang Kesejahteraan No. 13 tahun 1998, tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
Tahun Lanjut Usia Internasional tahun 1999
Sasaran WHO tahun 2000


BEBERAPA ALASAN TIMBULNYA PERHATIAN KEPEDA LANJUT USIA
Meliputi:
Pensiunan dan masalah-masalahnya
Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke
Meningkatnya jumlah lanjut usia
Pencemaran pelayanan kesehatan
Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo
perkembangan ilmu:
Program PBB
Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983
Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit
Mahalnya obat-obatan
Tahun Lanjut Uaia Internasional 1 Oktober 1999

KEGIATAN ASUHAN KEPERAWATAN DASAR BAGI LANSIA
Kegiatan ini menurut Depkes (1993 1b), dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Wreda maupun Puskesmas, yang diberikanoleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas social yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti (Depkes, 1993 1b).
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:
Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah dicerna, dan kesegaran jasmani.
Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet)

Dekubitus merupakan keadaan yang dapat di cegah , namun bila telah terlanjur terjadi akan memerlukan perawatan khusus. Adapun pengertian dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.

Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain:
berkurangnya jaringan lemak subkutan
berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas
Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh
Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus.

Disamping itu, factor intrinsic (tubuh sendiri) juga berperan untuk terjadinya dekubitus, yakni:
Status gizi (bias underweight atau overweight)
Anemia
Adanya hipoalbuminemia
Adanya penyakit-penyakit neurologik
Adanya penyakit-penyakit pembuluh darah
Adanya dehidrasi

Factor ekstrinsik, yakni:
Kurang bersihnya tempat tidur
Alat-alat yang kusut dan kotor
Kurangnya perawatan/perhatian yang baik dari perawat


Dekubitus dapat dibagi dalam 4 derajat, yakni:
Derajat I: Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis. Daerah yang tertekan nampak kemerah-merahan/eritema atau lecet saja
Derajat II: Reaksi lebih dalam sampai mencapai dermis bahkan sampai ke subkutan. Di sini tampak ulkus dangkal dengan tepi yang jelas dan ada perubahan pigmen kulit
Derajat III: Untuk menjadi lebih dalam meliputi jaringan lemak subkutan dan cekung , berbatasan dengan fascia dari otot-otot: sudah dimulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau.
Derajat IV: Ulkus meluas sampai menembus otot sehingga di dasar ulkus terlihat tulang yang bias terinfeksi dan berakibat osteomelitus.

Bila sudah terjadi dekubitus , segera tentukan stadium atau derajatnya, dan beikan tindakan medik dan keperawatannyasesuai apa yang dihadapi (Vander Cammen), 1991: My Kyta).

Dekubitus derajat I
Kulit yang kemerahan dibersuhkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian di masase 2-3 kali/hari, dan dilakukan posisi tidur secara selang seling (miring kanan, terlentang dan miring kiri).

Dekubitus derajat II
Disini sudah terjadi ulkus yang dangkal: perawatan luka harus memperlihatkan syarat-syarat aseptic dan antiseptic. Daerah bersangkutan di gosok-gosok dengan sedan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk merangsang sirkulasi. Dapat diberikan salep topical, mungkin juga untuk merangsang granulasi. Pergantian balut dan salep ini jangan terlalu sering karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan.

Dekubitus derajat II
Ulkus yang sudah dalam, menggaung , atau cekung pada bungkus otot dan sering sudah ada infeksi: usahakan luka selalu bersih dan eksudat diusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan sehingga permeable untuk masuknya udara / oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah kalau perlu dikompres karena akan mempermudah regenerasi sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat di kunci dengan larutan NaCl fisiologis, dan kalau perlu diberikan antibiotic sistemik.

Dekubitus derajat IV
Ulkus meluas sampai pada dasar tulang dan sering pula disertai jarinagan nekretik maka semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang ada harus dibersihkan dan jika perlu dibuang, sebab akan menghalangi pertumbuhan jaringan/epitelisasi. Setelah jaringan necrotic dibuang dan luka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan. Beberapa usaha mempercepat antara lain dengan memberikan oksigenasi pada luka, tindakan dengan ultrason untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah, dan sampai pada transplantasi kulit setempay. Mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat 40 %. Oleh karena itu, walaupun ulkus telah sembuh harus diperhatikan kemungkinan timbul kambuh di daerah tersebut.

Perawatan rehabilitasi dasar juga dapat diberikan, misalnya: latihan menggerakkan sendi, perawatan pernafasar, dan otot-otot (Depkes, 1993Ib)

PENDEKATAN PERAWATAN LANJUT USIA
Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat di cegah atau di tekan progresifitasnya.
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian yaitu:
Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.
Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan , mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat prhatian.
Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan, dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar.
Untuuk klien lanjut usia yang masih aktifdapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku , kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanju usia dihadapka pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejanh, untuk itu perlu pengamatan secermat mungkin .

Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan ayau membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancer, makanminum, melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan , tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran , beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu badab, melindungi kulit dan keclakaan

Toleransi terhadap kakurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus disegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badanyang berlebihan.

Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usi agar mau dan menerima makanan yang disajikan.Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi, makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu , kebersihan badan , tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapatperhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.

Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan , hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan, misalnya: batuk, pilek, .

Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan, jika ada keluhan insomnia , harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan mereka tentang cara pemecahannya.

Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah dimminum, apakah mereka bisa melasanakan ibadah dsb. Sentuhan (misalnya gangguan tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.
Pendekatan psikis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segal sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip " Tripple", yaitu sabar, simpatik dan service.

Pada dsarnya klien lanjut usia membutuhkan rsa aman dan cinta kasih saying dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawata.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.

Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.

Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunyya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peninngkatan kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan pergeseran libido.

Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi klien lanjuusia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.

Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan , perawat bila melakukannya secara perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kea rah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.

Pendekatan social
Mengadakan diskusi , tukar pikiran,dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesame klien usia berarti menciptakan sosialisasi kereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk social yang membutuhkan orang lain

Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misa jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.

Tidak sedikit klien tidak tidur terasa , stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbilkan kekecewaan , ketakutan atau ke khawatiran, dan rasa kecemasan .
Tidak jarang terjadi pertengkarav dan pperlahian diantara lanju usia , hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun ter hadap pepetugas yang secara langsunga berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan social bagi lanjut usia di Panti Wreda.


Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenagan dan kepuaran batinn dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian.

Sehubungan dengan pedekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian , DR. Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya.

Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini.
Adapun kegelisahan yang timbul diakigatkan oleh persoalan keluargaperawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

Umumnya pada waktu kematian akan dating agama atau kepercayaan sesorang merupakan factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapngkan dada klien lanjut usia.

Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.

TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA
Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari –hari secara mandiri dengan:
Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut dengan jalan perawatan dan pencegahan.
Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien lanjut usia (life support)
menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan tmaupun akut)
Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu
Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu penyakit , masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal)

FOKUS KEPERAWATAN LANJUT USIA
Peningkatan kesehatan (helth promotion)
Pencegahan penyakit (preventif)
Mengoptimalkan fungsi mental
Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

PENGKAJIAN
Tujuan:
Menentukan kemampuan klien untuk memlihara diri sendiri
Melengkapi dasar-dasar rencana perawatan individu
Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien
Memberi waktu kepada klien untuk menjawab.

Meliputi aspek:
Fisik
Wawancara:
Pandangan lanjut usia tentang kesehatannya
Kegiatan yang mampu dilakukan lanjut usia
Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri
Kekuatan fisik lanjut usia: otot,sendi, penglihatan, dan pendengaran
Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BZAB/BAK
Kebiasaan gerak badan / olah raga/senam lanjut usia
Perubahan fungsi tubuh yang sanga bermaknang dirasakan
Kebiasaan lanju usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam minum obat.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi , perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui perubahan fungsi tubuh
Pendekatan yang digunakan untuk pemeriksaan fisik, yaitu:
Head to tea
Sistem tubuh

Psikologis
Apakah mengenal masalah-masalah utamanya
Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan
Apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak
Apakah optimis dalm memandang suatu kehidupan
Bagaimana mengatasi stress yang dialami
Apakah mudah dalam menyesuaikan diri
Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan
Apakah harapan pada ssaat ini akan dating
Perlu dikaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, prosespikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaian masalah.

Sosial ekonomi
Dari man sumber keuangan lanjut usia
Apa saja kesibukan lanju usia dalam menisci waktu luang
Dengan siapa dia tinggal
Kegiatan organisasi apa yang diikutu lanjut usia
Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya
Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain diluar rumah
Siap saj yang mengunjungi
Seberapa besar ketergantungannya
Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginannya dengan fasilitas yang ada.

Spiritual
Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya
Apakah secara teratur mengikuti atu terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin
Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalh apakah dengan berdoa
Apakah lanjut usia terlihat sabar dan tawakal

Pengkajian dasar
Temperatur
Mungkin serendah 95 F (hipotermi) kurang lebih 35 C
Lebih teliti dperiksa di sublingual
Pulse (denyt nadi)
kecepatan, irama, dan volume
Aplika, radial, pedal

Respirasi
Kecepatan, irama, dan kedalaman
Tidak terturnya pernafasan
Tekanan darah
Saat baring, duduk, berdiri
Hipotensi akibat posisi tubuh
BB hilang pada tahun-tahun terahir
Tingkat orientasi
Memory (ingatan)
Pola tidur
Penyesuaian psikososial


Sistem persyarafan
Kesimetrisan raut wajah
Tingkat kesadaran adanya perubahan dari otak
Mata: kejelasan melihat, adanya katarak
Pupil: kesamaan, dilatasi
Ketajaman penglihatan penurunan karena menua
Gangguan sensori (sensory deprivarion)
Ketajaman mendengaran
Adanya sakit dan nyeri

Sistem kardiovaskuler
status gizi
pemasukan diet
anoreksia, tidak direka , mual, dan mulut
mengunyah dan menelan
keadaah gigi, rahang, mual muntah
auskultasi bising usus
palpasi apakah perut kembung dan perlebatran kolon
apakah ada kondstipakl

Siatem gastrointertinal
warna dan bau urine
Distensi kandeng kemih, inkontinensia
Frekuensi, tekanan, atau desakan
Pemasukancairan dan pengeluarkan cairan
Disuria
Seksualitas.

Sistem kulit
Kulit
temperature, tingkat kelembaban
Keutuhan luka, luka terbakar, robekan
Turgor
Perubahan pigmen
Adanya jaringan parut
Keadaan kuku
Keadaan rambut
Adanga ganttuan umu

Sistem musculoskeletal
Kontraktur
atrofi otot
mengecilkan tendo
ketidakadekuatannya gerakan sendi
tingkat mobilisasi
ambulasi dengan atau tanpa bantuan/peralatan
keterbatasan gerak
kekuatan otot
kemampuan melangkah atau berjalan
gerakan sendi
paralysis
kifosis

Psikososial
Menunjukkan tanda-tanda meningkatnya ketergantungan
Fokus pada diri bertambah
Memperlihatkan semakin sempitnya perhatian
Membutuhkan bukti nyata akan rasa kasih saying yang berlebihan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Fisik/Biologis
Gangguan nutrisi :kurang/lebih dari kebutuhan tubuh b/d pemasukan yang tidak adequate
Gangguan persepsi sensorik : Pendengaran, penglihatan b/d hambatan penerimaan dan pengiriman rangsangan
Kurangnya perawatan diri b/d penurunan minat dalam merawat diri
Potensial cedera fisik b/d penurunan fungsi tubuh
Gangguan pola tidur b/d kecemasan atau nyeri
Perubahan pola eliminasi b/d kecemasan atau nyeri
Perubahan pola eliminasi b/d penyempitan jalan nafas atau adanya secret pada jalan nafas
Gangguan mobilitas fisik b/d kekuatan sendi

Psikososial
Isolasi social b/d perasaan curiga
Menarik diri dari lingkungan b/d perasaan tidak mampu
Depresi b/d isolasi social
Harga diri rendah b/d perasaan ditolak
Coping tidak adequate b/d ketidakmampuan mengemukakan perasaan secara tepat
Cemas b/d sumber keuangan yang terbatas

Spiritual
Reaksi berkabung atau berduka cita b/d ditinggal pasangan
Penolakan terhadap proses penuaan b/d ketidakstabilan menghadapi kematian
Marah terhadap tuhan b/d kegagalan yang dialami
Perasaan tidak tenang b/d ketidakmampuan melakukan ibadah secara tepat


RENCANA KEPERAWATAN
Meliputi :
Melibatkan klien dan keluarganya dalam perencanaan
Bekerjasama dengan profesi kesehatan yang lainnya
Tentukan prioritas :
Klien mugkin puas dengan situasio demikian
Bangkitkan perubahan tetapi jangan memaksakan
Keamanan atau rasa aman adalah utama yang merupakan kebutuhan
Cegah timbulnya masalah-masalah
Sediakan klien cukup waktu untuk mendapat input atau pemasukan
Tulis semua rencana jadwal


Perencanaan
Tujuan tindakan keperawatan lansia diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar, antara lain :
Pemenuhan kebutuhan nutrisi
Peningkatan keamanan dan keselamatan
Pemeliharaan kebersihan diri
Pemeliharaan keseimbangan istirahat/tidur
Meningkatnya hubungan interpersonal melalui komunikasi

Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Penyebab gangguan nutrisi pada lansia :
Penurunan alat penciuman dan pengecap
Mengunyah kurang sempurna
Gigi yang tidak lengkap
Rasa penuh pada perut dan susah BAB
Melemah otot lambung dan usus
Masalah gizi yang timbul pada lansia :
Gizi berlebihan
Gizi kurang
Kekurangan vitamin
Kelebihan vitamin

Kebutuhan Nutrisi pada lansia :
Kalori pada lansia :
Laki – laki = 2.100 kalori
Perempuan = 1.700 kalori
Dapat dimodifikasi tergantung keadaan lansia, missal gemuk atau kurus atau disertai penyakit demam.
Karbohidrat, 60 % jumlah karbohidrat yang dibutuhkan
Lemak, tidak dianjurkan karena menyebabkan hambatan pencernaan dan terjadi penyakit, 15%-20% dari total kalori yang dibutuhkan.
Protein, untuk mengganti sel-sel yang rusak, 20-25% dari total kalori yang dibuhkan
Vitamin dan mineralsama dengan kebutuhannya pada usia muda
Air, 6-8 gelas perhari

Rencana makanan untuk lansia
Berikan makanan porsi kecil tapi sering
Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin
Berikan makanan yang mengandung serat
Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori
Membatasi minum kopi dan teh

Meningkatkan keamanan dan Keselamatan lansia
Penyebab kecelakaan pada lansia :
Fleksibilitas kaki yang kurang
Fungsi penginderaan dan pendengaran menurun
Pencahayaan yang kurang
Lantai licin dan tidak rata
Tangga tidak ada pengaman
Kursi atau tempat tidur yang mudah bergerak
Tindakan Mencegah Kecelakaan :
Klien/Lansia :
Biarkan lansia menggunakan alat Bantu untuk meningkatkan keselamatan
Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi
Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur, jika tidur
Bila mengalami masalah fisik, misalnya rematik, latih klien untuk menggunakan alat Bantu untuk berjalan
Bantu ke kamar mandi terutama untuk lansia yang menmggunakan obat penenang /diuretic
Menggunakan kacamata bila berjalan atau melakukan sesuatu
Usahakan ada yang menemani, jika berpergian.

Lingkungan
Tempatkan klien di ruangan khusus dekat kantor sehingga mudah diobservasi bila lansia tersebut di rawat
Letakkan bel di bawah bantal dan ajarkan cara penggunaannya
Gunakan tempat yang tidak terlalu tinggi

Baca Selengkapnya - KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber