Cari Blog Ini

Air Putih Untuk Bayi

Bayi Anda menghisap jempol setelah selesai menyusu, cegukan atau air susu ibu kurang. Perlukah bayi Anda diberikan tambahan air putih?

Para ilmuwan dari John Hopkins Children’s Center di Baltimore, Amerika Serikat mengingatkan kepada para orang tua untuk tidak memberikan air putih pada bayi berusia di bawah enam bulan. Mengapa?

Seorang ahli kegawatdaruratan anak dari John Hopkins Children’s Center, dr. Jennifer Anders, mengatakan ginjal bayi belum matang atau belum berkembang secara sempurna. Ginjal bayi tidak mampu mengeluarkan air dengan cepat, sehingga menyebabkan timbunan air dalam tubuh yang dapat membahayakan bayi. Kelebihan pemberian air putih dapat melarutkan natrium (sodium) dalam darah dan akan dikeluarkan tubuh. Kehilangan natrium juga dapat mempengaruhi aktivitas otak.

Cairan yang diperlukan untuk diminum bayi ketika haus adalah air susu ibu atau susu formula. Kebutuhan bayi akan air putih sebenarnya sudah terpenuhi sewaktu bayi menyusu ASI atau minum susu formula. Kedua jenis susu tersebut sebagian besar bahannya adalah air. Namun demikian, susu formula tidak direkomendasikan bagi bayi selama ibu masih bisa memberikan ASI. Pemberian susu formula dengan pengenceran yang salah dapat menyebabkan gangguan gizi pada bayi, baik gizi lebih maupun gizi kurang.

Menurut Walker, pemberian air putih bagi bayi harus dihindari, bahkan cairan kaya elektrolit yang dikhususkan untuk bayi juga tidak direkomendasikan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh sehari-hari.

Alasan sebagian besar dokter anak untuk tidak menyarankan pemberian air putih pada bayi karena air putih dapat dengan mudah membuat perut bayi menjadi penuh.

Gejala awal dari intoksikasi air atau keracunan air adalah iritabilitas (bayi merengek-rengek), mengantuk dan mengalami perubahan mental lainnya. Gejala lain adalah menurunnya suhu tubuh (hipotermi), edema atau bengkak di sekitar wajah, dan kejang.

Orang tua sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter ahli anak dalam pemberian air putih. Pada kasus tertentu, pemberian air putih dalam jumlah kecil mungkin tepat. Misalnya dalam keadaan konstipasi dan saat cuaca panas. Pemberian air pada bayi hanya diperbolehkan satu hingga dua ons (satu sendok makan) air pada setiap pemberiannya.

Lalu kapan air putih dapat diberikan pada bayi?

Air putih dapat diberikan pada bayi, setelah usia enam (6) bulan atau ketika bayi telah dikenalkan makanan padat (makanan pendamping ASI). Pemberian air putih sebaiknya menggunakan cangkir. Cangkir merupakan pilihan terbaik daripada dot/ botol. Hal ini dikarenakan, ketika pemberian minum dengan dot/botol menyebabkan bayi dapat menerima terlalu banyak air.

Referensi
Apakah Bayi Perlu Minum Air Putih?. evionbaby.com/apakah-bayi-perlu-minum-air-putih Diunduh 22 Agustus 2010, Pk. 05:06 PM
Giving Water To Baby- Is It Necessary? homemade-baby-food-recipes.com/giving-water-to-baby.html Diunduh 22 Agustus 2010, Pk. 06:28 PM
Herdiana, R. 2009. Minum Air Putih Dapat Berbahaya Bagi Bayi. kesehatan.liputan6.com/info/200908/240215/Minum.Air.Putih.Dapat.Berbahaya.bagi.Bayi Diunduh 22 Agustus 2010, Pk. 05:04 PM
hopkinschildrens.org
Pitman, T. 2000. Water For Babies. todaysparent.com/baby/foodnutrition/article.jsp?content=1240 Diunduh 22 Agustus 2010, Pk. 06:31 PM
Ramitha, V. 2008. Air Putih Tidak Baik Bagi Bayi. inilah.com/form/gaya-hidup/2008/05/26/30106/air-putih-tidak-baik-untuk-bayi/ Diunduh 22 Agustus 2010, Pk. 05:05 PM
2008. Terlalu Banyak Air Putih Bagi Bayi Meningkatkan Resiko Kejang. tanyadokter.com/newsdetail.asp?id=1000399 Diunduh 22 Agustus 2010, Pk. 05:03 PM

http://askep-askeb.cz.cc/

Baca Selengkapnya - Air Putih Untuk Bayi

Leadership

Pengertian Kepemimpinan
adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain.

seni mempengaruhi perilaku orang lain

kemampuan untuk membimbing orang lain
Perbedaan Manajemen dan Leadership
Manajemen : adalah suatu proses pencapaian tujuan organisasi melalui usaha orang lain.
atau kegiatan pencapaian tujuan organisasi melalui kepemimpinan.

Kepemimpinan dapat digunakan setiap orang tidak hanya berlaku dalam suatu organisasi tertentu.
kepemimpinan dapat terjadi dimana saja


kepemimpinan tidak harus terikat oleh ketentuan/ aturan-aturan organisasi atau birokrasi.


Pengertian kepemimpinan tidak selalu identik sebagai manajer


Kekuasaan dan Kepemimpinan
Kekuasaan adalah suatu potensi pengaruh dari seorang pemimpin


Pemimpin harus tahu cara menggunakan kekuasaan (power)  sumber kekuasaan :

Coercive Power  berupa hukuman
Expert Power  sumber dari keahlian atau pengetahuan yang dimiliki
Legitimate Power  bersumber pada jabatan, semakin tinggi posisi  power semakin besar
Reward Power  kemampuan untuk menyediakan penghargaan/hadiah
Reference Power  kepribadian

Information Power  pemimpin sebagai sumber informasi.
Connection Power  sumber pada hubungan pemimpin dengan orang- orang penting.

 Pembagian lain:
Kekuasaan jabatan (position power)
kekuasaan pribadi (personal power)

Model Kepemimpinan
Model Fiedler ( model kepemimpinan Kontijensi).
Model ini menggambarkan hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan.  dimensi:

a. Hubungan pemimpin – anggota: * Tingkat keyakinan
* Kepercayaan
* Respek bawahan

b. Struktur Tugas:  derajat:
- terstruktur
- tidak terstruktur

c. Posisi Kekuasaan Pemim pin  tingkat pengaruh yang dimiliki.

“jika derajat ketiga dimensi tinggi”



“ Kondisi menyenangkan”




Pemimpin diterima pengikut
Tugas-tugas jelas
Penggunaan otoritas dan kekuasaan sesuai dgn posisi pemimpin

 Perilaku pemimpin :  orientasi :
- tugas
Situasi ?

- hubungan

Asumsi Fiedler  situasi berbeda perlu pendekatan perilaku pemimpin yang berbeda  perilaku kepemimpinan yg efektif tidak berpola pada salah satu gaya


Dalam situasi :

menyenangkan atau tidak menyenangkan  kepemimpinan berorientasi pada “ tugas”

Moderat  kepemimpinan berorientasi pada “hubungan”

Model Situasional (Hersey dan Blanchard)
Membagi dua dimensi perilaku:
- Perilaku hubungan : komunikasi dua arah.

- Perilaku tugas : komunikasi satu arah
 Ada 4 Gaya dasar kepemimpinan
Telling Style (S 1)
Orientasi tugas tinggi – hubung an rendah.
Komunikasi satu arah
Pengambilan keputusan oleh kelompok tidak ada
Menekankan pada perilaku pengarah (direktif).

2. Selling Style (S 2)  orienta si tugas tinggi – hubungan tinggi.
Interaksi kelompok dalam pengambilan keputusan (+)

3. Participating Style (S 3)  orien tasi tugas rendah – hubungan tinggi.
 Fokus memberikan dukungan

4. Delegating Style (S 4)  orientasi tugas dan hubungan rendah.
Memungkinkan bawahan untuk berfungsi


“ Gaya kepemimpinan yg tepat tergantung pada tingkat kedewa saan/maturitas bawahan atau pengikutnya “
 Tingkat maturitas : 4 kelompok
M 1 : tidak mau – tidak mampu
M 2 : mau - tidak mampu
M 3 : mampu – tidak mau
M 4 : mampu – mau

“Gaya Kepemimpinan” : S 1  M 1
S 2  M 2
S 3  M 3
S 4  M 4


Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard, didasarkan pada:

Jumlah pengarahan yang diberikan
Jumlah dukungan emosional yang diberikan
tingkat maturitas bawahan
4 Kemampuan utama dari Pemimpin Efektif
Pengetahuan yang luas ttg sistem manusia (HAM)
Aplikasi pengetahuan tentang pengembangan dan pembinaan bawahan
Menjalin hubungan antar manusia  mempengaruhi orang lain
Memiliki sekelompok nilai/ pedoman untuk berperilaku
Pemimpinan harus perhatikan
1. Kewaspadaan diri (Self Awareness)  menyadari bgm dirinya mempengaruhi orang lain.
perlu validasi untuk mengetahui persepsi orang lain terhadap tindakan yang dilakukan.
2. Karakteristik kelompok  meliputi norma, nilai-nilai, kemampuan, pola komunikasi, tujuan, ekspresi dan keakraban kelompok

3. Karakteristik Individu  setiap indv unik, kontribusi berbeda tiap individu.  pengarahan dapat berbeda walau tujuan sama.

4. Motivasi  melakukan hal-hal yg dapat meningkatkan motivasi bawahan, melalui pujian, dorongan

3 Ketrampilan Pemimpin:

Konseptual dan tehnikal
Komunikasi
Hubungan Antar manusia (interpersonal)
Karakteristik Pemimpin yang Efektif
Menurut Swansburg:
a. Intelegensi (kecerdasan):
- pengetahuan
- pendapat
- keputusan
- berbicara
b. Kepribadian : mampu beradaptasi, waspada, kreatif,

keseimbangan emosi, mandiri
- dapat bekerja sama
- memiliki integritas pribadi

c. kemampuan:
- Bekerja sama
- hubungan antar manusia
- partisipasi sosial

Kegiatan aplikasi ketrampilan kepemimpinan
1. Perencanaan dan pengorganisa sian  membuat uraian tugas
2. Membuat penugasan dan mem berikan arahan
3. Pemberian bimbingan
4. Memberikan dorongan utk kerja sama
5. Melakukan koordinasi
6. Melaksanakan evaluasi kinerja

Baca Selengkapnya - Leadership

PERANAN CI (CLINICAL INSTRUCTOR) DALAM PEMBELAJARAN KLINIK

Pendahuluan
Perubahan kurikulum pendidikan Sarjana Keperawatan/Ners yang lebih berorientasi pada kompetesi (KBK) tentu memberikan implikasi pada berbagai perubahan termasuk dalam kesiapan tenaga pembimbing klinik dalam memeberikan bimbingan agar mencapai kompetensi yang diinginkan. Pada kondisi ini maka peranan seorang Clinical Instructor (CI) sangat penting dalam setiap tahapan praktikum mahasiswa sejak di tatanan laboratorium sampai pada tatanan klinik/lapangan nyata.
Peranan adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki suatu jabatan atau pola tingkah laku yang diharapkan pantas dari seseorang. Oleh karena itu seharusnya seorang CI diberi wewenang dan tanggungjawab yang jelas sesuai dengan perannya dalam merancang, mengelola dan mengevaluasi pemebelajaran klinik terhadap peserta didik di tatanan klinik. Namun seringkali kita melihat dan merasakan keadaan yang berbeda dimana seorang CI sulit sekali menunjukkan kemampuannya dalam membimbing peserta didik karena berbagai sebab antara lain adalah kurangnya kepercayaan diri dan ketidakjelasan peranan yang di berikan institusi pendidikan pada para CI tersebut. Hal inilah yang mendorong pentingnya pembahasan peran CI ini dalam pelatihan Clinical Instructor saat ini, semoga memberi kejelasan akan peran fungsi dan tanggungjawabnya dalam membimbing para peresta didik di tatanan klinik.

Tujuan.
Setelah dilakukan pembahasan materi perarnan CI dalam pembelajaran klinik, maka peserta pelatihan mampu :
1. Memahami konsep dasar peran CI di tatanan Klinik
2. Memahami peranan dalam setiap tahapan proses pemebelajaran klinik
3. Menerapkan setiap peranan dalam melakukan bimbingan kepada peserta didik.

Konsep Dasar Peran Clinical Instructor
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam kaitannya dg statusnya dalam masyarakat. Secara umum Peran dan fungsi Pembimbing klinik:
1. Sebagai guru/pendidik
2. Sebagai Perawat Profesional
3. Sebagai Role Model

sebagian besar pengajar klinik akan setuju bahwa mereka memainkan banyak peran selama fase pengajaran klinik di lab, briefing (pengarahan singkat), tanya jawab di seting klinik/ komunitas. mereka juga akan setuju bahwa mereka sering mengambil peran ganda dalam suatu tahap pengajaran klinik sendiri/ tunggal. peran pengajaran dapat mengembangkan termasuk, sebagai contoh seperti peran sebagai konselor, pemecah masalah, manajer, penilai, advokat, pemandu dan fasilitator. Infante (1975) pada edisi pertamanya peran pengajar klinik berhubungan dengan aktivitas mahasiswa di seting klinik yang pada tahap ini:
perhatian di lab klinik tidak seharusnya pada bagaimana merawat tapi bagaimana mengapilkasikan ilmu untuk merawat klien. caring bukan sama dengan belajar (p.23)
kesimpulan Infante menyebabkan bahwa peran pengajar seharusnya dinyatakan secara jelas untuk merefleksikan penggunaan lab klinik,
ketika mahasiswa membutuhkan melihat dan mengatasi situasi kehidupan nyata dan mempelajari mengaplikasikan ilmu ke dalam praktek sesuai permintaan memberikan asuhan (p. 24)
pada edisi teksnya tahun 1985, Infante dengan tegas tentang apakah mahasiswa sebagai pelajar yang melakukan di seting klinik ketika peran pengajar sebagai salah satu pengatur yang relevan dengan kegiatan mahasiswa.
pengajar tidak mengajar di lab klinik. pengajar telah melakukannya sebelum penggunaan labortorium klinik yaitu di kelas dan lab kampus. kegiatan yang relevan diatur oleh pengajar untuk mahasiswa yang mengalami kebiasaan mahasiswa. lab klinik adalah puncak kegiatan yang membuka kesempatan mahasiswa untuk mempraktekan kemampuan intelektual dan keterampilan yang telah didapatkan – tidak mendapatkan prinsip-prinsip teori ketinggalan kemampuan.
peran pengajar klinik sebagai pemandu, fasilitator dan pendukung selama sesi pembelajaran klinik adalah model yang diusulkan buku ini. kemampuan yang dibutuhkan pada peran adalah pengembangan yang akan datang pada bab yang lalu dan tergantung pada kesuksesan implementasi lab kampus dan sesi pra klinik atau pengarahan singkat, masing-masing membutuhkan kemampuan tambahan dan berbeda. tanya jawab atau sesi post konferens melengkapi siklus pembelajaran klinik yang juga tergantung pada kemampuan mengajar klinik yang spesifik.
Stevans (1979) memfokuskan mengajar klinik dalam sebuah kerangka ’pendidikan untuk kegiatan praktek’ (p.161). peran pengajr klinik adalah merancang tudas belajar dalam kompleksitas seting klinik. jika mhasiswa belajar untuk berpikir kemudian pengajar klinik membutuhkan untuk menentukan apa ’pola pemikiran’ dibuthkan oleh registered nurse. startegi belajar yang memungkinkan mahasiswa mempraktekan pola pemikiran sebagai pelajar akan menyediakan persiapan untuk praktek profesional sebagai lulusan. ketika berbagai seting klinik dipertimbangkan, perancangan strtegi belajar untuk merefleksikan pola pemikiran yang spesifik untuk praktek yang membutuhkan pertimbangan pengalaman pada bagian dari pengajar klinik. Stevans (1979) mengingatkan kita sebagai pengajar klinik, mengajar suatu peran fungsional (jelas dalam konteks mengajar) termasuk pengajar seharusmya ’menjadi mengetahui dengan baik’. untuk penekunan lebih lanjut, Stevans menjelaskan pada peran pendidikan, tidak melulu menambahkan dana pengetahuan mahasiswa tapi juga memengaruhi dirinya. peran yang satu mengisi hidupnya menjadi bagian dari dirinya. kemudian pendidik pada area fungsionil hanya menginformasikan pada mahasiswa tapi tidak membentuk mereka dan itu adalah tanggung jawabyang besar (p.173)
ada beberapa peran lain untuk pengajar klinik yang mungkin lebih relevan pada seting khusus dari pada seting umum ketika kebanyakan mahasiswa yang belum lulus diajar. Benner (1989) menggambarkan suatu peran untuk pengajar klinik ’tampak mempunyai pengetahuan yang lebih pada perawatan intensif ’(p.3). pada tulisan terakhirnya, Benner menyatakan ’jika kita tidak melakukan pekerjaan mengajar yang baik dari sisi manusia dan dari segi praktek asuhan, lalu mahasiswa kita tidak akan berada pada posisi yang baik untuk diselamatkan dan pelajar dan praktisi klinik manusia. kita bertaruh tidak menahan keahlian dan pengertian praktek asuhan kita (p. 16).
Peran ganda pengajar dan pembawa menimbulkan banyak perdebatan. Di mana tanggungjawab pengajar dan pembawa saling melengkapi, di mana seharusnya mereka harus dipisahkan? Seperti perdebatan biasanya bergantung pada jawaban pertanyaan seperti: apakah tanggungjawab utama pengajar klinik selama sesi pengajaran klinik? Kepada siapa pengajar klinik bertanggung jawab?
Konflik peran ganda timbul dikenal pada pekerjaan komite karir Federasi Perawat Royal Australia. Struktur tradisional yang tidak ada peran jelas untuk perawat klinik dan konsultan perawat klinik pada pengajaran dan peran perawat edukator/ pendidik yang diperankan di kelas, telah digantikan oleh struktur baru yang memberikan perawat klinik suatu jalan karir yang jelas dan perawat pendidik suatu peran pengajar pada kedua seting kelas dan klinik. Silver (1989) mendefenisikan perawat pendidk:
Perawat pendidik………bertanggungjawab meliputi mengajar dan aktivitas pengajaran klinik untuk suatu kelompok mahasiswa yang spesifik, staf dan unit klinik. Dia membolehkan koordinasi suatu mata pelajaran atau program dalam sekolah perawat (p. 232)

Jelas, tanggungjawab adalah untuk mahasiswa, bukan pada pasien. Pada sisi lain, konsultan perawat klinik didefeniskan sebagai
Seorang ahli praktisi klinik yang memberikan kepemimpinan dan koordinasi satu unit/ pelayanan tim pengiriman klinik di atas pemegang jabatan yang mempunyai wewenang total. Peran yang sedang memegang jabatan memberikan perawatan pasien secara langsung untuk sebuah jumlah kecil pasien/ klien dengan kebutuhan perawatan yang kompleks pada suatu basis regular pada perintah untuk mendemonstrasikan keahliannya. Tindakan pejabat sebagai suatu proses dan keahlian konsultan untuk staf bagian/ unit dan sebagai seorang konsultan keahlian untuk beberapa area permintaan, hubungan untuk area keahliannya (p. 232).
Pada keadaan ini, peran pengajar klinik adalah jelas bahwa itu ditetapkan pada hubungan mahasiswa khusus, unit staf dan klinik. Sepertinya tidak mungkin bahwa pengajar klinik akan menjadi ahli pada semua seting atau lapangan klinik, penggambaran unit klinik khusus memungkinkan pengajar klinik untuk mengikuti perkembangan lapangan kekhususan kliniknya dan meyakinkan bahwa mereka melanjutkan melakukan dengan mahirnya, sebagai seorang pengajar pada area klinik tersebut.
Manusia menunjukkan untuk kedua peran ini pada pengajar mereka (Windsor, 1987). Kecerdasan pengajar klinik adalah penting, karena pengetahuan dan pengalaman digunakan untuk membantu mahasiwa mensintesiskan konsep teori dengan realita praktek dan memberikan kesempatan untuk mahasiswa mempelajari bagaimana praktisi klinik berpikir dalam praktek. Peran pengajar sebagai instruktor lebih baik dari pada praktiksi klinik, bagaimanapun juga penting dan satu dari banyak pengajar merasa kebutuhan untuk mengembangkan keterampilan secara jelas.
Komponen kemampuan peran instruktor telah didefenisikan dalam hubungan supervisor pada pengajar pendidikan (turney, dkk., 1982, p. 85). Keterampilan didefenisikan sebagai Mempresentasikan (presenting), pertanyaan (questioning), pemecahan masalah (problem solving) dan konferensi (conferencing) dan setiap keterampilan mempunyai bnayak komponen:
1. Presenting, mempunyai komponen mengusulkan, modelling dan penjelasan
2. questioning, mempunyai komponen tambahan: peningkatan level, istirahat, penyelidikan, menjawab pertanyaan berbeda
3. pemecahan masalah, mempunyai komponen menggambarkan masalah, mengidentifikais faktor dan menemukan informasi, mencari solusi, mengaplikasikan dan menilai solusi.
4. conferencing, mempunyai komponen perencanaan untuk konferensi, petunjuk diskusi dan mengakhiri diskusi.
Ada beberapa persamaan yang nyata antara keterampilan mensupervisi ini pada pendidikan pengajar dan peran instruktor pada pendidikan perawat. Ketika masa pengajaran klinik lebih disukai pada konsep supervisi pada pendidikan perawat, keterampilan yang sama dilatih pada pada labotarium dan pada sesi pre dan post konferensi.
Kermode (1985) memeriksa konsep supervisi klinik pada pendidikan pengajar dan termasuk ada kesamaan antara keterampilan yang dibutuhkan untuk supervisi seorang pengajar-pembelajar di kelas dan di dalam sebuah seting klinik. Sebuah perbedaan kritis, bagaimanapun supervisor hanya seorang pengamat mahasiswa-pengajar dan seorang partner aktif dalam pelajaran. Secara kontras pengajar klinik pada pendidikan mempunyai banyak pilihan untuk berpartisipasi. Pengajar boleh mengambil peran seorang supervisor semata-mata ketika itu tepat untuk tingkatan belajar mahasiswa, kondisi pasien/ klien atau konteks, alternatifnya, pengajar klinik boleh bertindak sebagai observer, mencatat aspek penampilan untuk diskusi yang akan datang, tapi lebih biasa pengajar klinik dilibatkan dalam praktek, dengan peran modeling, menginstruksi, membantu dalam asuhan untuk peningkatan atau menyesuaikan peralatan atau pembicaraan dengan pasien atau klien. Pada saat umpan balik segera dapat dibutuhkan dan pengajar boleh mengintervensi untuk melindungi pasien/ klien dan mahasiswa dari potensial bahaya atau prosedur yang tak diingini.
Itu membantu untuk berpikir sebuah pengajaran klinik tiga serangkai mahasiswa, pasien/ klien dan pengajar yang membutuhkan keterampilan melebihi ini yang terdiri dari peran mensupervisi pada pendidikan pengajar.
Menurut Little dan Ryan (1988) peran instruktor pada pendidikan perawat telah menjadi hampir tidak ada keterampilan mengajar instruktor tradisional atau mempresentasikan informasi dan penempatan peran fasilitator mahasiswa belajar secara langsung telah diadopsi. ‘Peran fasilitator tergantung pada kemampuan membantu mahasiswa mengembangkan keterampilan pada berfikir kritis dan pemecahan masalah/ alasan, belajar secara langsung dan evaluasi diri’ (p. 2). Pengajar melatih kemampuan ini menggunakan strategi yang menantang secara konstan asumsi mahasiswa, pengertian, pengetahuan dasar dan keterampilan belajar secara langsung. Agaklah penting,



Peran pengajar klinik di laboratorium
1. Kolega/ teman sejawat
Melibatkan, menarik, memberikan feedback yang jujur, tapi tidak menjadi over protektif, menerima setiap mahasiswa dan memberikan dorongan untuk mengetahui bahwa keputusan hasil akan datang bukan dari satu penampilan yang jelek tapi dari seluruh tingkat kemampuan, sikap dan pelaksanaan sebagi suatu keutuhan
1. fasilitator
mempertimbangkan ketika mahasiswa menginginkan “menggunakan akal/ otak sebelah kiri” tapi tidak perlu sendiri, menjadi available (tersedia) tapi tidak mengganggu, menjadi sensitif ketika mahasiswa membutuhkan dorongan dan ketika “mengkoreksi kesalahan yang spesifik” dibutuhkan untuk mencegah menggunakan otak sebelah kanan, membolehkan mahasiswa mempelajari kesalahan sendiri dan di atas itu semua akan membangun kepercayaan diri mahasiswa.
1. ahli klinik
kredibel, dengan wewenang yang datang dengan “mengetahui bagaimana dan mengapa” dan dengan keterampilan mencakup mahasiswa pada demonstrasi yang kompleks sama baiknya dengan simulasi klinis yang sederhana atau yang biasa.
1. manajer dan coordinator
merancang latihan yang menarik, mempunyai sumber yang available, yakinkan bahwa waktu tidak terbuang dan sesi praktek(praktikum) diatur waktu sedekat/selekat mungkin sebelum sesi praktek klinik
1. penantang
memperkenalkan situasi yang baru untuk menguji kemampuan individual, memperpanjang individual mahasiswa dengan beralasan dan pada kenyataannya, mengharapkan standa yang tinggi
1. pembantu
mengurangi tekanan kepada mahasiswa untuk benar setiap waktu, memberikan kelonggaran yang realistic untuk individual yang kelelahan, kecemasan dan kehilangan (lupa) pada pengetahuan dan pelaksanaan

Peran tambahan:
1. penaksir/ penilai
melakukan observasi pelaksanaan secara langsung di laboratorium dan membuat keputusan menurut ekspektasi (dugaan) ekspilisit, standar an ktiteria, mengenal dengan baik pada kemajuan pengkajian dan penerapan dengan sama pada setiap mahasiswa, menimbulkan kepercayaan, dan keadilan reabilitas
1. peneliti
mempersiapkan mahasiswa menerapkan teori ke dalam praktek dan menemukan cara memperoleh teori dari praktek, membangun hubungan yang kooperatif dan kolaboratif dengan mahasiswa, merangsang untuk melakukan penyelidikan/ penelitian, mendukung penemuan.

Peran pengajar klinik pada sesi briefing (pengarahan singkat):
Aktifitas
Walaupun beberapa peran akan sama dengan di lab. Perbedaan tujuan briefing dan kelompok mahasiswa lebih kecil akan memengaruhi cara anda memerankan peran anda. Jika anda menginginkan sesi briefing untuk merefleksikan isu utama ditinggikan pada bab ini, peran anda akan menjadi apa?

Feedback
Jika mahasiswa anda adalah belajar bagaimana mempelajari pada klinikal peran anda sebagai supporter akan mencakup:
1. membantu mahasiswa mengidentifikasi perhatian mahasiswa
2. menyediakan cara mengurangi stress
3. mendorong mahasiswa mengidentifikasi kebutuhan belajar
4. mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara mandiri

jika mahasiswa anda dalam penugasan klini akan menjadi efektif peran anda sebagai Perencana akan mencakup:
1. mengunjungi klien untuk mencari keterlibatan mereka
2. melakukan negoisiasi dengan staf klinik
3. mencocokkan sumber klinik dengan individual mahasiswa
4. mengantisipasi masalah
5. membiarkan untuk kemungkinan2
6. menilai kecepatan individual mahasiswa
7. mengenal kekuatan dan menasehatkan untuk kemajuan

jika mahasiswa anda adalah untuk mendapatkan/ menambah dari pengalaman peran anda sebagai pelatih mereka akan mencakup:
1. mendemonstrasikan sebuah hubungan kerja yang terbuka dan percaya sehingga anda dan mahasiswa adalah partner
2. belajar dari dan dengan setiap orang, mempersiapkan untuk kolaborasi dan kooperasi

jika anda adalah untuk mendorong kemandirian melalui pembelajaran self-directed pada klinik, peran anda sebagai sumber pengetahuan akan mencakup:
1. membuka tujuan dan ekspektasi mahasiswa anda
2. mendorong inisiatif mahasiswa
3. memberi penghargaan pelaksanaan
4. membantu usaha
5. mensimulasi kreativitas

jika anda adalah membantu perjanjian sebagai sebuah strategi untuk mengembangkan rasa tanggungjawab mahasiswa anda, role model professional anda akan mecakup mendemonstrasikan analisis anda sendiri dan respon terhadap tantangan menjadi seorang yang professional.

Jika mahasiswa anda adalah mengembangkan pengetahuan berbasis praktek, peran anda sebagai fasilitator akan mencakup:
1. mempersiapkan mahasiswa untuk menguji secara kritis asumsi mereka, pengetahuan dasar dan sikap pada seting klinik
2. mempersiapkan tantangan untuk mehasiswa mengetahui apakah mereka akan melihat , melakukan dan mengalami di klinik

jika mahasiswa anda adalah untuk mempersiapkan untuk sesi Tanya jawab untuk mengikuti klini, peran anda sebagai penyelidik akan mencakup:
1. membiarkan mahasiswa mengenal keraguan pengalaman klinik meeka setiap hari untuk analisis secara kritis
2. mendorong mahasiswa untuk mencatat apakah ekspektasi meeka berbeda dari apa yang sebenarnya terjadi
3. merencanakan untuk co-investigasi keraguan yang teridentifikasi oleh mahasiswa
4. menawarkan ketersediaan untuk berdiskusi sama berarti baik dengan praktek konkret
5. mendemonstrasikan sebuah pendekatan penyelidikan untuk memiliki peran

peran pengajar klinik dengan mahasiswa di seting klinik/ komunitas
Aktifitas
Ini saatnya kembali pada tahap sebelumnya siklus pembelajaran klinik, di lab dan sesi briefing, untuk mengingatkan peran pengajar klinik pada sesi ini. Peran mana yang anda pertimbangkan tepat juga untuk anda di seting klinik/ komunitas? Yang mana yang anda hilangkan?yang mana peran tambahan yang anda sarankan?

Feedback
Setelah membaca sekilas peran, kita telah mengidentifikasi cukup jauh, anda boleh mempertimbangkan peran yang paling tepat untuk pengajaran pada seting sebenarnya sebaik simulasi di lab atau riefing. Peran pembelajaran pasti seperti sebagai fasilitator, pelatih, supporter, penantang, pembantu, sumber pengetahuan dan kolega. Peran berhubungan dengan organisasi, perencana, manager dan coordinator juga berlaku sebagai melakukan peran professional sepert peneliti, penyelidik, role model professional dan peran ahli klinik.
Ketika benar bahwa pengajar klinik mempunyai sebuah peran sebagai penilai penampilan klinik mahasiswa, kita belum mencakup aspek mengajar/ belajar pada bab ini. Walaupun, peran feedback telah diambil pada tempatnya sebagai sebuah strategi mengajar/ belajar yang spesifik dengan tekanan pada petunjuk informasi kea rah kemajuan.
Kita mengakui masalah konflik peran ketika mahasiswa merasa sebuah kontradiksi antara pengajar sebagai fasilitator dan supporter dan pada saat yang bersamaan sebagai penilai bertanggungjawab untuk berkontribusi pada keputusan yang dapat memengaruhi kemajuan mahasiswa pada bagian yang sama baiknya mengancam harga diri mahasiswa. Membuat suatu lingkungan belajar yang kondusif untuk pengajar klinik sebagai penilai berfokus pada perkembangan kepercayaan dan rasa hormat bersama.
Persoalan khusus pengkajian dan evaluasi penampilan klinik adalah melebihi jangakuan teks ini. Gambaran pada tujuan pembelajaran klinik mengubah melebihi waktu dan sebagai idea dan ekspektasi adalah lebih tajam, semuanya jelas bahwa metoda pengkajian tradisional terbatas pada kapasitas mereka yang merefleksikan kompleksifitas penampilan dan pembelajaran klinik yang efektif. Evaluasi penampilan klinik tinggal sebuah area tantangan yang menunggu solusi yang dapat diatur.
Peran tambahan apa yang ada untuk pengajar klinik? Peran sebagai observer/ pengamat mendapatkan yang semestinya pada seting klinik/ komunitas dan membutuhkan tambahan sebagai sebuah peran yang penting, terus-menerus dan utuh pada pengakajian yang berdampak pada lingkungan pembelajaran dan mempunyai kemampuan untuk memberikan feedback yang spesifik kepada mahasiswa dan membantu mereka mengintepretasikan apa yang mereka lihat disekeliling mereka.
Peran pelajar pengajar klinik terjadi secara implicit sepanjang siklus pembelajaran klinik melalui banyak kesempatan mengobervasi bagaiman mahasiswa belajar, dan melalui penyelidikan berkelanjutan dan mencari pengetahuan. Pada seting klinik/ komunitas, focus pengajar klinik meliputi belajar dengan mahasiswa bagaimana mengembangkan pengetahuan klinik, mengenal masalah yang dapat diteliti dan mengangkat isu untuk perkembangan teori. Penting, belajar tentang penampilan sendiri dan memperoleh wawasan untuk pengetahuan sendiri yang menjadi pusat seorang mahasiswa/ pelajar pada praktek klinik/ komunitas.
Hubungan yang dekat dengan peran pelajar adalah peran sebagai co-experiencer, memusat secara signifikan pada pengalaman mahasiswa dan pasien. Peran membutuhkan pengetahuan klinik, kebiasaan dengan kemajuan belajar mahasiswa dan respon pasien terhadap kesehatan, penyakit dan prognosis. Kamu akan memungkinkan mengenal hubungan yang dekat peran pelatih karena kamu mempertimbangkan tahap demi tahap keterlibatan sebagai experincer pada peristiwa kehidupan mahasiswa dan pasien.
Akhirnya, peran carer/ pemerhati pondasi kegiatan pengajar klinik pada praktik klinik. Mengasuh mahasiswa, memulai di lab dan melanjutkan sesi briefing dan memperpanjang sampai peran dengan full care sebagai seorang pendidik, kepada mahasiswa dan pasien. Itu adalah peran mempedulikan yang terbaik yaitu rendah hati, hampir tidak kelihatan, tapi jelas pada seleksi pengalaman belajar yang teliti pada perhatian mahasiswa dan pasien, dengan kehadiran yang hangat dan perhatian berdasarkan intuisi untuk keselamatan dan pertumbuhan mahasiswa, pasien dan diri sendiri.

Peran pembimbing klinik dalam post conference
Aktifitas

Review tujuan post konferew
Jelaskan tugas pembimbing klinik dalam post konferen untuk membahas pengalaman dan masalah yang dihadapi dalam praktek

Feedback
Tanggung jawab professional anda sebagai pembimbing klinik untuk menyiapkan untuk melakukan praktek klinik, caring, perilaku professional merupakan peran anda sebagai pemberi feed back dan apabila di laboratorium peran ini tercakup peran anda sebagai assessor . Pada situasi klinik penekanan pada peningkatan kemampuan peserta didik melalui pemberian bimbingan dengan cara pembimbing klinik mengobservasi penampilan siswa dalam prkatek klinik. Dalam praktek klinik peran peserta didik meliputi belajar mengevaluasi kemampuan kliniknya sendiri, sehingga dalam post conference peserta didik dan pembimbing klinik saling memberikan feedback

Peran sebagai partisipan reflektif merupakan salah satu prioritas yang tinggi bagi instruktur klinik. Peran tersebut meliputi peran sebagai kolega, pelatih, dan fasilitator tetapi ditambahkan dimensi-dimensi lain. Dalam melatih siswa untuk mengubah pikiran mereka tentang kegiatan-kegiatan dalam praktik, instruktur klinik merefleksikan siswa dengan ‘titik buta (blind spot)nya, membantu mereka untuk melihat diri mereka sendiri pada saat bekerja sebagai perawat dan menginterpretasikan perilaku melalui sudut pandang siswa itu sendiri dan memaknainya.karena Peran ini hampir sama dengan peran sebagai pelajar karena kedua peran tersebut memperbesar konfrontasi dan pengetahuan tentang diri sendiri. Akhirnya, terdapat hubungan yang kuat dengan model peran professional. Karena proses belajar mengajar, interpretasi, dan maknanya berhubungan dengan rasa saling percaya maka standar etika perilaku personal, kerahasiaan dan kehati-hatian harus dilakukan secara timbal balik antara instruktur klinik dan siswa

Peran :
1. sebagai pemberi feed back
2. kolega/teman
3. sebagai assessor/ penilai
4. peran reflektif
5. sbg coach
6. fasilitator
7. role model profesional
http://askep-askeb.cz.cc/
Baca Selengkapnya - PERANAN CI (CLINICAL INSTRUCTOR) DALAM PEMBELAJARAN KLINIK

Pemanfaatan Obat Tradisional dalam Praktik Kesehatan Akan Ditingkatkan

Pohon Temu Lawak. TEMPO/ Suyatmin

TEMPO Interaktif, Karanganyar – Obat-obatan tradisional sudah sejak lama digunakan sebagai penyembuh untuk berbagai penyakit. Hanya, penggunaannya secara luas berada di bawah bayang-bayang obat-obatan modern. Karena itu, hingga kini belum banyak digunakan dalam praktik pelayanan kesehatan. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengakui jika obat tradisional belum menjadi salah satu pilihan di bidang penyembuhan kesehatan.

Hal itu disebabkan minimnya penelitian tentang khasiat tanaman obat untuk dijadikan obat tradisional. “Sehingga saya berharap kehadiran Balai Besar ini dapat mendorong pemanfaatan obat tradisional di masyarakat,” katanya kepada wartawan, seusai peresmian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional di Tawangmangu, Karanganyar, Rabu (25/8).

Balai besar bertujuan untuk meneliti tanaman obat, untuk dikembangkan ke arah produksi. “Sifatnya memang masih penelitian dan pengembangan. Belum produksi. Kalau sudah menemukan formulanya, baru dibuat dalam skala kecil dan ditawarkan ke pabrik,” ujarnya.

Tidak hanya itu, nantinya di tiap pusat kesehatan masyarakat disediakan pojok jamu dan terserah pasien untuk memilih pengobatan yang cocok. Pengembangan obat tradisional juga didukung dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengobat Tradisional yang mengatur penggunaannya dalam praktik pelayanan kesehatan. “Saat ini konsepnya sudah ada. Kami melibatkan tenaga ahli dari UI (Universitas Indonesia), ITB (Institut Teknologi Bandung), UGM (Universitas Gadjah Mada), dan UNS (Universitas Sebelas Maret),” jelasnya.

Bupati Karanganyar Rina Iriani mengaku sudah mengembangkan klaster biofarmaka di 6 kecamatan, yaitu Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, Kerjo, Mojogedang, dan Ngargoyoso. “Tanaman obat yang ditanam seperti kunyit, kencur, dan jahe,” ujarnya, yang turut menghadiri peresmian. Hasilnya kemudian ditawarkan ke perusahaan jamu skala besar seperti Sido Muncul untuk kunyit.

Dia juga sudah meminta tiap keluarga untuk menanam tanaman obat di pekarangan rumahnya. Tiap poliklinik desa atau puskesmas juga diminta menjual obat tradisional. “Sekarang ini kami memiliki 9.200 kader kesehatan di 177 desa/kelurahan. Salah satu tugasnya sosialisasi tentang penggunaan obat tradisional,” terangnya.

Menteri Endang mengatakan targetnya dalam setahun mampu meneliti minimal dua tanaman obat dan menghasilkan 5 formula obat tradisional. Di Balai Besar sendiri terdapat 1.100 jenis tanaman obat yang potensial untuk dikembangkan menjadi obat tradisional.

UKKY PRIMARTANTYO

Baca Selengkapnya - Pemanfaatan Obat Tradisional dalam Praktik Kesehatan Akan Ditingkatkan

Belajar dari Klinik Gizi Buruk Losari

PERCEPATAN pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) dirasa sangat mendesak, terutama untuk sektor kesehatan. Dari hasil Pertemuan Regional Penyusunan Rencana Aksi Daerah dalam Percepatan Pencapaian Target MDGs di Surabaya Juli 2010, dilaporkan beberapa keberhasilan sektor kesehatan.

Pencapaian itu antara lain prevalensi anak balita dengan berat badan di bawah normal berkurang hampir setengahnya dari 31% pada tahun 1989 menjadi 18,4% pada tahun 2007.

Walaupun sebenarnya harus lebih bekerja keras lagi karena target tahun 2010 ini sebesar 15,5%. Penanganan terhadap gizi buruk pada bayi dan balita menjadi sangat penting, mengingat kontribusi status gizi buruk memungkinkan terjadinya kematian pada bayi dan balita.

Penurunan angka kematian bayi dan balita juga merupakan target MDGs sasaran keempat. Target angka kematian anak di bawah umur lima tahun yang harus dicapai pada tahun 2015 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Sebuah perjuangan yang cukup berat mengingat pencapaian angka kematian anak tersebut baru 44 per 1.000 kelahiran hidup pada 2007.

Mendongkrak target MDGs bukanlah hal gampang, dibutuhkan pemimpin yang mengedepankan kerja kreasi bukan birokrasi. Tidak mudah memang menumbuhkan jenis kepemimpinan seperti ini, yang mampu menerobos kebuntuan birokrasi. Di sisi lain harus pandai memilih program apa saja yang mampu mendongkrak target tersebut.

Sekadar contoh, belajarlah dari Puskesmas Losari Kabupaten Brebes yang berhasil mengembangkan klinik gizi buruk. Pahitnya berita mengenai nasi aking yang dikonsumsi warga binaannya dan ditemukannya anak dengan gizi buruk, membuat dokter Liliana sebagai pimpinan puskesmas, mesti berpikir keras untuk menuntaskan permasalahan ini.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, maka pimpinan beserta staf puskesmas memutuskan untuk menggagas dibentuknya klinik gizi buruk. Tidak ada dana operasional sepeser pun ketika program dimulai, April 2008. Dana dihimpun melalui oegawai puskesmas dengan menyisihkan sedikit pendapatan mereka ketika menerima berbagai macam insentif, seperti gaji ke-13, tunjangan penghasilan, ataupun dari pengunjung puskesmas.

Disediakan kotak untuk menampung dana tersebut. Dalam perjalanannya, sempat kotak berisi uang tersebut ’’digondol maling’’, sebuah romantika perjuangan pun mewarnai perjalanan keberhasilan program ini.
Dibantu Karyawan Klinik gizi buruk dibuka tiap Jumat dan Sabtu. Bayi dan balita diperiksa secara rutin seminggu sekali, kemudian diberi makanan tambahan berupa susu, bubur susu, ataupun biskuit. Ibu hamil yang kekurangan energi kronis (KEK), yang akan berpengaruh terhadap status gizi bayinya, tiap bulan diperiksa kadar haemoglobin (hb) dan tiap minggu diberi susu.

Penemuan kasus gizi buruk dilakukan oleh bidan yang tersebar di desa yang berada di wilayah kerja puskesmas. Tidak jarang tokoh masyarakat ataupun warga setempat melaporkan. Terkadang bagi warga yang berhasil menemukan kasus gizi buruk, diberikan insentif sekadarnya. Tidak semua kasus gizi buruk dapat tertangani dengan baik. Pada April 2009 kasus gizi buruk yang meninggal tercatat dua balita, sedangkan Februari 2010 meninggal satu balita.

Sampai saat ini, klinik gizi buruk di Puskesmas Losari Kabupaten Brebes masih mengandalkan uluran tangan karyawan untuk menyisihkan sebagian pendapatannya ataupun pengunjung puskesmas.

Padahal, klinik ini mempunyai prospek yang menjanjikan, paling tidak sudah beberapa daerah dari luar Brebes yang berkunjung untuk mengadopsi bagaimana caranya menangani kasus gizi buruk di luar mainstream yang telah digariskan dari atas. Diperlukan komitmen yang jelas dari berbagai pihak untuk memajukan klinik ini sehingga mampu mendorong tumbuhnya terobosan baru sebagai bentuk rencana aksi daerah dalam mempercepat target MDGs.

Permasalahan yang lain, kita tidak terbiasa mengapresiasi dan menghargai terhadap kerja kreatif seperti ini. Kita terpola lebih asyik mengerjakan hal-hal yang bersifat rutin. Harus sesuai birokrasi, tidak berani berbeda menangani masalah. Terbukti, pekerjaan rutin yang kita lakukan selama ini, tidak menghasilkan apa-apa.

’’Lesson learn’’ klinik gizi buruk di Puskesmas Losari itu mampu membuktikan bahwa biaya yang murah melalui program yang sangat sederhana pun mampu mengatasi masalah tanpa harus menunggu bantuan konsultan yang mahal itu dan kucuran dana dari negara asing sekali pun. Saat ini, berkreasi menjadi sangat penting mengingat, boleh jadi rutinitas akan membunuh ide-ide cemerlang kita. (10)

— Awaluddin Abdussalam, peserta Lokakarya Program Percepatan Pencapaian MDG4-Reach di Bandung, Kasi Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Brebes.
Baca Selengkapnya - Belajar dari Klinik Gizi Buruk Losari

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber