Cari Blog Ini

Gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea terhadap pengeluaran lochea & percepatan penyembuhan luka operasi

Gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea terhadap pengeluaran lochea & percepatan penyembuhan luka operasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara antara lain dinilai dengan tinggi rendahnya angka kematian ibu. Angka kematian ibu di Indonesia berkisar 334/100.0000 kelahiran hidup. (Safe Matherhood, 1997)
Kematian umumnya banyak terjadi pada masa rawan yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dimana terjadi kegagalan mengenali keseriusan masalah dan tidak tersedianya fasilitas pelajaran kesehatan pada saat yang tepat. Dibanyak negara berkembang institusi pelayanan kesehatan belum adekuat dan tidak mudah diperoleh, berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan bermutu. Sehingga sangat tapat kebijakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang telah menetapkan misi untuk memelihara dan meningkatkan pelayanan yang bermutu, merata dan terjangkau dalam mewujudkan Indonesia Sehat Tahun 2010. (Saifuddin, 2002).
Masalah keperawatan yang dirasakan dewasa ini terutama menyangkut mutu pelayanan keperawatan, belum memenuhi harapan masyarakat baik di rumah sakit maupun di Puskesmas. Kini paramedis di tuntut agar semakin profesional di bidangnya, dalam arti mampu memecahkan, menangani masalah pasien dalam bidang perawatan.
Perawatan masa nifas yang berkualitas mempunyai kedudukan yang tak kalah pentingnya dalam usaha menurunkan angka kematian atau angka kesakitan. Dahulu perawatan pasca persalinan sangat konservatif dimana pasien diharuskan tidur terlentang selama masa nifas sehingga terjadi adhesi antara labium mayor dan labium minor kanan dan kiri (Manuaba, 1998).
Salah satu upaya untuk mencegah kejadian ini dapat dengan dilakukannya mobilisasi dini. (Early Ambulazation). Mobilisasi dini ialah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin untuk berjalan (UNPAD, 1983).
Mobilisasi dini dilakukan oleh semua ibu post partum, baik ibu yang mengalami persalinan normal maupun persalinan dengan tindakan dan mempunyai variasi tertagantung pada keadaan umum ibu, jenis persalinan atau tindakan persalinan. Adapun manfaat dari mobilisasi dini antara lain dapat mempercepat proses pengeluaran lochea dan membantu proses penyembuhan luka. (Manuaba, 1999 : 193).
Selama ini di RSU. Ryacudu Kotabumi mobilisasi dini dilakukan, hanya tidak sesuai dengan prosedur, terutama pada post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea, sedangkan persalinan dengan operasi seksio sesarea cukup tinggi/ banyak yaitu pada Tahun 2003 berjumlah 555 dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 1. Rincian Persalinan di RSU Ryacudu Kota Bumi Tahun 2003
No. Jenis Persalinan Jumlah Persentase
1. Persalinan Spontan/normal 346 62,33%
2. Persalinan dengan tindakan extraksi vaccum 31 5,60%
3. Persalinan dengan embriotomi 5 0,90%
4. Persalinan dengan manual aid 21 3,70%
5. Persalinan dengan tindakan operasi S. C. 152 27,48%
J u m l a h 555 100%
Sumber : Data Laporan Ruang Kebidanan RSU Ryacudu Kota Bumi tahun 2003
Atas dasar data pra survey inilah penulis tertarik untuk meneliti tentang mobilisasi dini pada post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap penyembuhan luka dan pengeluaran lochea di ruang kebidanan RSU. Ryacudu Kotabumi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah dengan dilakukannya mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea dapat mempercepat pengeluaran lochea dan proses penyembuhan luka operasi ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Didalam penelitian ini penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu-ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea di RSU Ryacudu Kotabumi.
3. Objek Penelitian : Mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap percepatan penyembuhan luka operasi dan pengeluaran lochea.
4. Lokasi : RSU. Ryacudu Kotabumi
5. Waktu : 17 Mei sampai dengan 17 Juni 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap pengeluaran lochea dan percepatan penyembuhan luka operasi.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap percepatan pengeluaran lochea.
b. Diperolehnya gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap percepatan penyembuhan luka operasi.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman serta menerapkan ilmu yang didapat selama pendidikan khususnya tentang mobilisasi dini pada post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap penyembuhan luka operasi dan pengeluaran lochea.

2. Bagi Institusi
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RSU Ryacudu Kotabumi khususnya di Ruang Rawat Inap Kebidanan.
3. Bagi Pendidikan
Bahan masukan yang dapat dibuat untuk acuan dimasa yang akan datang oleh institusi pendidikan.

Gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea terhadap pengeluaran lochea & percepatan penyembuhan luka operasi
Baca Selengkapnya - Gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea terhadap pengeluaran lochea & percepatan penyembuhan luka operasi

Gambaran kemampuan motorik kasar pada anak di bawah tiga tahun (BATITA) di posyandu

Gambaran kemampuan motorik kasar pada anak di bawah tiga tahun (BATITA) di posyandu

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih di dalam kandungan. Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih di dalam kandungan sampai lima tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk sesuai dengan potensi genetiknya (Depkes RI, 2005 : 1).
Masa balita adalah masa emas (golden age) dalam rentang perkembangan seorang individu. Pada masa ini, anak mengalami tumbuh kembang yang luar biasa baik dari segi motorik, emosi, kognitif maupun psikososial (Harlimsyah, 2007: 1). Motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinasi antara susunan saraf, otot dan serabut saraf spinal (Amori, 2008: 1). Motorik kasar merupakan area terbesar perkembangan di usia batita (bawah tiga tahun) (Irwan, 2008: 1) diawali dengan kemampuan duduk, merangkak, berdiri dan diakhiri dengan berjalan. Kemampuan gerak ditentukan oleh perkembangan kekuatan otot, tulang, dan koordinasi otak untuk menjaga keseimbangan tubuh (Widyastuti dan Widyani, 2007 : 20).
Faktor-faktor yang menghambat perkembangan motorik meliputi kondisi ibu yang kurang menyenangkan selama kehamilan, trauma di kepala akibat kelahiran yang sulit, IQ di bawah normal, perlindungan yang berlebihan atau kelahiran sebelum waktunya, gizi yang kurang setelah lahir, kurangnya rangsangan, dorongan dan kesempatan menggerakkan semua bagian tubuh akan dapat memperlambat perkembangan kemampuan motorik anak (Widyastuti dan Widyani, 2007 : 20)
Perkembangan seorang anak merupakan suatu kesatuan yang utuh (Kavindra, 2005: 1). Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya sebagai contoh, seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Seorang anak tidak akan bisa berdiri bila pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak terhambat, karena itu perkembangan awal merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya (Depkes RI, 2005:4). Sehingga apabila perkembangan motorik anak terganggu, maka perkembangan selanjutnya akan terganggu pula dan jika tidak ditangani dengan baik, apalagi tidak terdeteksi, akan mengurangi kualitas sumber daya manusia di kelak kemudian (FKUI, 1996 : 12).
Sekitar 16 % dari anak usia di bawah lima tahun (balita) Indonesia mengalami gangguan perkembangan saraf dan otak mulai ringan sampai berat (Depkes, 2006: 1) Menurut Pusponegoro (2006: 1), setiap 2 dari 1.000 bayi mengalami gangguan perkembangan motorik, karenanya perlu kecepatan menegakkan diagnosis dan melakukan terapi untuk proses penyembuhannya.
Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Posyandu Melati wilayah kerja Puskesmas Daya Murni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang pada bulan Maret 2008, terdapat 79 Batita, dari 10 Batita yang penulis amati terdapat 2 Batita yang mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar yaitu anak usia 2 tahun belum dapat berjalan yang seharusnya sudah mempunyai kemampuan berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik dan berjalan tanpa terhuyung-huyung dan anak usia 1 tahun hanya memiliki kemampuan duduk dan merangkak yang seharusnya mempunyai kemampuan mengangkat badannya ke posisi berdiri, belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi dan dapat berjalan dengan dituntun.
Berdasarkan uraian dan data di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran kemampuan motorik kasar pada anak di bawah tiga tahun (Batita) di Posyandu Melati wilayah kerja Puskesmas Daya Murni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2008.

B. Rumusan Masalah
Masalah adalah suatu kesenjangan (gap) antara yang seharusnya dengan apa yang terjadi tentang suatu hal atau antara kenyataan yang ada terjadi dengan yang seharusnya ada atau terjadi antara harapan dan kenyataan (Notoatmodjo, 2002: 51).
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: ”Bagaimanakah gambaran kemampuan motorik kasar pada anak di bawah tiga tahun (Batita) di Posyandu Melati wilayah kerja Puskesmas Daya Murni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang tahun 2008 ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memberikan ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Batita di Posyandu Melati wilayah kerja Puskesmas Daya Murni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2008.
3. Objek penelitian : Kemampuan motorik kasar pada anak di bawah tiga tahun (Batita) di Posyandu Melati wilayah kerja Puskesmas Daya Murni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang
4. Lokasi penelitian : Posyandu Melati wilayah kerja Puskesmas Daya Murni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang
5. Waktu : Pada tanggal 10 Juni 2008

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan motorik kasar pada anak di bawah tiga tahun (Batita) di Posyandu Melati wilayah kerja Puskesmas Daya Murni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang tahun 2008.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran kemampuan motorik kasar pada anak di bawah tiga tahun (Batita) usia 0 - 1 tahun di Posyandu Melati wilayah kerja Puskesmas Daya Murni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang tahun 2008.
b. Untuk mengetahui gambaran kemampuan motorik kasar pada anak di bawah tiga tahun (Batita) usia 1 - 2 tahun di Posyandu Melati wilayah kerja Puskesmas Daya Murni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang tahun 2008.
c. Untuk mengetahui gambaran kemampuan motorik kasar pada anak di bawah tiga tahun (Batita) usia 2 - 3 tahun di Posyandu Melati wilayah kerja Puskesmas Daya Murni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang tahun 2008.

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Institusi Puskesmas
Diharapkan dapat menambah wawasan bagi tenaga kesehatan khususnya bidan mengenai kemampuan motorik batita dan sebagai tambahan informasi dalam kegiatan penyuluhan.
2. Bagi institusi pendidikan Prodi Kebidanan Metro
Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa dan sebagai dokumen bagi Prodi Kebidanan Metro.
3. Bagi Peneliti Lain
Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian lain atau penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap, dan metode penelitian yang berbeda.

Gambaran kemampuan motorik kasar pada anak
di bawah tiga tahun (BATITA) di posyandu
Baca Selengkapnya - Gambaran kemampuan motorik kasar pada anak di bawah tiga tahun (BATITA) di posyandu

Gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di ruang kebidanan RSUD

Gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di ruang kebidanan RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pre eklampsi dan eklampsi merupakan komplikasi kehamilan dan persalinan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, protein urin dan edema, yang kadang-kadang disertai komplikasi sampai koma. Sindroma pre eklampsi ringan seperti hipertensi, edema, dan proteinuria sering tidak diperhatikan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre eklampsi berat, bahkan eklampsi (Prawirohardjo, 2002 : 282).
Pre eklampsi dan eklampsi berdampak pada ibu dapat memperburuk fungsi beberapa organ dan sistem, yang diduga merupakan akibat vasospasme dan iskemia plasenta. Vasospasme mengurangi suplai oksigen ke organ-organ tubuh dan dapat menyebabkan hipertensi arterial. Keadaan ini sangat berpengaruh pada ginjal, hati, otak, dan plasenta. Spasme arterial menyebabkan retina mata mengecil, dan jika terjadi perdarahan, dapat menimbulkan kebutaan (Pillitteri, 2002 : 908). Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan perdarahan (Mochtar, 1998 : 200). Komplikasi ini yang merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsi (Prawirohardjo, 2002 : 296). Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, eklampsi merupakan penyebab kematian ibu kedua yaitu sebesar 24% setelah perdarahan (28%), dan infeksi (11%) (Depkes RI, 2004 : 17). Di Provinsi Lampung, eklampsi juga menduduki urutan kedua sebesar (18,75%) setelah perdarahan (50,69%) (Depkes Provinsi Lampung, 2005 : 59). Angka ini masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian ibu di negara-negara berkembang yang disebabkan oleh eklampsi yaitu sekitar 9,8-25,5% (Prawirohardjo, 2002 : 297).
Dampak pre eklampsi pada janin dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang bisa mengakibatkan berat bayi lahir rendah (Bennett, 1993 : 312). Keadaan ini terjadi karena spasmus arteriola spinalis decidua menurunkan aliran darah yang menuju ke plasenta, yang mengakibatkan gangguan fungsi plasenta (Mochtar, 1998 : 200, dan Prawirohardjo, 2002 : 285). Selain itu, menurunnya fungsi plasenta dapat meningkatkan kejadian hipoksia janin pada masa kehamilan dan persalinan. Kerusakan plasenta yang masih ringan akan mengakibatnya hipoksia janin, dan jika kerusakan lebih parah, dapat terjadi kematian janin dalam kandungan (Bennett, 1993 : 312). Kematian, janin karena pre eklampsi mencapai 10% dan meningkat menjadi 25% pada eklampsi (Pilliteri, 2002 : 73).
Penyebab terjadinya eklampsi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi ditemukan beberapa faktor resiko terjadinya pre eklampsi, yaitu primigravida usia <20> 35 tahun, nullipara, kehamilan ke lima atau lebih, kehamilan pertama dari pasangan yang baru, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gemelli / kehamilan ganda, kehamilan multiple, molahidatidosa, Hidramnion, Diabetes gestasional, riwayat penyakit ibu seperti; hipertensi kronis, hipertensi esensial, penyakit ginjal, penyakit hati, diabetes mellitus, adanya riwayat keluarga dengan pre eklampsi, sosial ekonomi rendah, ibu yang bekerja, pendidikan yang kurang, faktor ras dan etnik, obesitas dengan indeks masa tubuh lebih dari atau sama dengan 35 kg/m², dan lingkungan /letak geografis yang tinggi (Chapman, 2006 : 162, Cunningham, 2005 : 630, Manuaba, 1998 : 35, 41, Bennett, 1993 : 310, Pillitteri, Prawirohardjo, 2002 : 287, dan Varney, 1997 : 360).
Sindroma pre eklampsi dapat dicegah dan dideteksi secara dini. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan yang secara rutin mencari tanda-tanda pre eklampsi, sangat penting dalam usaha pencegahan pre eklampsi berat dan eklampsi. Ibu hamil yang mengalami pre eklampsi perlu ditangani dengan segera. Penanganan ini dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. (Prawirohardjo, 2002 : 282).
Frekuensi kejadian pre eklampsi menurut the National Center for Health Statistics pada tahun 1998 adalah 3,7% dari seluruh kehamilan (Cunningham, 2005 : 625). Frekuensi pre eklampsi untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
Dalam kepustakaan frekuensi pre eklampsi dilaporkan berkisar antara 3-10% (Prawirohardjo, 2002 : 287). Angka kejadian pre eklampsi dan eklampsi di Provinsi Lampung 26,7%, sedangkan di Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar Lampung, angka kejadian pre eklampsi dan eklampsi adalah 184 kasus dari 690 persalinan pada tahun 2003 (Hartini, 2003 : 2). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro, pasien yang menderita pre eklampsi dan eklampsi sebanyak 73 orang (6,62%), kasus pre eklampsi 69 orang dan eklampsi 4 orang. Kasus pre eklampsi dan eklampsi ini merupakan urutan ke-5 terbanyak setelah persalinan normal 463 orang (41,97%), abortus inkompletus 127 orang (11,51%), seksio sesaria 103 orang (9,34%), dan ketuban pecah dini 77 orang (6,98%) (Medical Record RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro, 2006).
Berdasarkan uraian masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro tahun 2006.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : ”Bagaimanakah gambaran klasifikasi pre eklampsi dan eklampsi serta karakteristik ibu dengan pre eklampsi dan eklampsi di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro tahun 2006?”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran klasifikasi pre eklampsi dan eklampsi serta gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran klasifikasi pre eklampsi dan eklampsi di ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metroo tahun 2006.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan usia di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan pekerjaan di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan paritas di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
e. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan riwayat penyakit ibu hamil di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
f. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan riwayat kehamilan ibu sekarang di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.

D. Manfaat Penelitian
Penelitiam imi diharapkan dapat bermanfaat :
1. Sebagai bahan informasi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang pre eklampsi dan eklampsi pada ibu dan karakteristiknya baik bagi ibu maupun prodi.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan antenatal care (ANC) khususnya deteksi dini pre eklampsi kepada masyarakat tentang faktor resiko terjadinya pre eklampsi dan eklampsi bagi RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro dan Dinas Kesehatan Kota Metro pada khususnya serta tenaga kesehatan pada umumnya.
3. Mengembangkan pengetahuan penulis tentang pre eklampsi atau eklampsi dan metode penelitian deskriptif tentang karakteristik resiko terjadinya pre eklampsi dan eklampsi
4. Bagi penelitian lainnya, sebagai perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang pre eklampsi dan eklampsi dengan jenis penelitian lain atau penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap, dan metode penelitian yang berbeda.

E. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian : Deskriptif.
2. Subyek Penelitian : Ibu dengan pre eklampsi dan eklampsi yang dirawat di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
3. Objek Penelitian : Klasifikasi pre eklampsi dan eklampsi serta karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi yang dirawat inap di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006 yang meliputi umur, pekerjaan, paritas, riwayat penyakit ibu hamil dan riwayat kehamilan sekarang.
4. Lokasi Penelitian : RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.
5. Waktu : Tanggal 10 - 13 Mei 2007.

Gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi
dan eklampsi di ruang kebidanan RSUD
Baca Selengkapnya - Gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di ruang kebidanan RSUD

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap wanita menginginkan persalinan berjalan lancar dan melahirkan bayi yang sempurna (Kasdu, 2003 : iii). Hal ini sesuai dengan Rencana Strategis Nasional yang terdapat dalam pesan kunci Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu : setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang adekuat (Koesno, 2004 : 3 ). Namun, tidak jarang proses persalinan mengalami hambatan dan memerlukan penanganan dengan ekstraksi vakum.
Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi (Saifuddin, 2002 : 494). Tindakan ini dilakukan untuk semua keadaan yang mengancam ibu dan janin yang memiliki indikasi untuk menjalani pelahiran pervaginam dengan bantuan alat (Hartanto, 2005 : 536). Indikasi dan syarat dari tindakan ini antara lain : pada palpasi abdomen kepala tidak teraba (0/5) atau teraba (1/5) sedangkan pembukaan sudah lengkap, keterlambatan pada kala II yaitu lebih dari 60 menit pada primigravida dan 30 menit pada multigravida, dan Ibu yang menderita kelainan atau penyakit yang melarangnya untuk mengeran (mengedan), misalnya pada penyakit jantung, hipertensi, asma, atau tuberkulosis berat (Depkes RI, 1995 : 6).
Angka kejadian pertolongan persalinan dengan ekstraksi vakum di RSU Dr. Soedono Madiun tahun 1998 sebanyak 522 (22%) diantara 2362 persalinan dan angka kejadian bedah caesar sebanyak 419 (17%) (Kalbefarma). Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jendral Ahmad Yani Kota Metro didapatkan data pada tahun 2006 terdapat 7,99% (37) kasus persalinan dengan ekstraksi vakum dari 463 persalinan normal (Medical Record, 2006). Ini berarti tindakan ekstraksi vakum masih sering dilakukan.
Penanganan persalinan dengan ekstraksi vakum mempunyai dampak terhadap ibu dan bayi. Pada ibu dapat terjadi robekan pada serviks uteri, robekan pada dinding vagina dan perenium. Ini dapat terjadi apabila pada pembukaan belum lengkap dilakukan ekstraksi. Sedangkan pada bayi dapat terjadi perdarahan dalam otak dan kaput suksedaneum artifisialis yang akan hilang sendiri setelah 24-48 jam. Untuk mengatasi hal itu maka tindakan ekstraksi vakum sebaiknya dilakukan oleh tenaga yang terampil dan berpengalaman (Depkes RI, 1995 : 10). Apabila tindakan ini dianggap tidak aman atau ekstraksi ini gagal dapat dilakukan seksio sesaria (Hartanto, 2005 : 551).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Gambaran Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Ekstraksi Vakum di Rumah Sakit Umum Daerah Jendral Ahmad Yani Metro pada Tahun 2006”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2006 ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Jenis penelitian : deskriptif.
2. Subyek penelitian : ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral
Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
3. Obyek penelitian : karakteristik ibu-ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro yang meliputi: riwayat penyakit ibu, usia, paritas, dan lama persalinan kala II.
4. Lokasi penelitian : ruang kebidanan di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota
Metro tahun 2006.
5. Waktu penelitian : bulan Mei tahun 2007.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro pada tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan riwayat penyakit ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan usia ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan paritas ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan lamanya persalinan pada kala II di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Sebagai bahan informasi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang ekstraksi vakum dan karakteristik ekstraksi vakum dan karakteristiknya baik bagi ibu maupun bagi Prodi Kebidanan Metro.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan Antenatal Care (ANC) khususya deteksi dini kehamilan dengan resiko tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan dengan ekstraksi vakum bagi RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro dan Dinas Kesehatan Kota Metro pada khususnya serta tenaga kesehatan pada umumnya.
3. Mengembangkan pengetahuan penulis tentang ekstraksi vakum dan metode penelitian diskriptif tentang karakteristik resiko terjadinya persalinan dengan ekstraksi vakum.
4. Bagi peneliti lainnya, sebagai pertimbangan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang ekstraksi vakum dengan jenis penelitian lain dan penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap, dan metode penelitian yang berbeda.

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD
Baca Selengkapnya - Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya, tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya. Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (Prawirohardjo, 2005).
Angka Kematian Ibu (AKI) yang merupakan salah satu indikator terhadap kesehatan sebuah negara saat ini masih tinggi di Indonesia. Indonesia menduduki posisi tertinggi di ASEAN. Data terakhir dari Badan Pusat Statistik adalah sebesar 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. Perdarahan menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Penyebab kedua adalah eklampsi lalu infeksi (Zoelkifly, 2007).
Selain tingginya Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi Baru Lahir di Indonesia juga tergolong tinggi yaitu mencapai 35/1000 kelahiran hidup atau 2 kali lebih besar dari target WHO (Depkes RI, 2007). Sedangkan Angka Kematian Bayi di Provinsi Lampung pada tahun 2003 adalah sebesar 55/1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2006). Kematian bayi baru lahir dapat diartikan jumlah anak yang tidak menunjukkan tanda-tanda hidup waktu dilahirkan ditambah dengan jumlah anak yang meninggal dalam minggu pertama dalam kehidupannya, untuk 1000 kelahiran. Penyebab kematian perinatal adalah prematuritas, kelainan kongenital, asfiksia neonatorum, insufisiensi plasenta, dan perlukaan kelahiran (Prawirohardjo, 2005).
Kehamilan cukup bulan berlangsung selama 37-42 minggu. Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu (Saifuddin, 2006). Frekuensi kejadian kehamilan lewat waktu berkisar 5-12% dengan dugaan bahwa sekitar 3-5% disertai dengan janin besar (Manuaba, 2007). Angka kematian perinatal dalam kehamilan lewat waktu 2-3 kali lebih besar bila dibandingkan dengan kehamilan cukup bulan (Sastrawinata, 2004).
Penyebab kehamilan lewat waktu dipengaruhi oleh berbagai faktor demografi ibu seperti paritas, riwayat kehamilan lewat waktu sebelumnya, status sosial ekonomi dan umur (Suheimi, 2007). Penyebab lain dari kehamilan lewat waktu adalah stres yang merupakan faktor tidak timbulnya his, selain kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta (Prawirohardjo, 2005).
Kehamilan lewat waktu dapat mengakibatkan terjadinya sindrom postmatur pada bayi baru lahir. Pada bayi dengan sindrom postmatur dapat terjadi hambatan pertumbuhan yang berat. Beberapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak. Pada kehamilan lewat waktu juga dapat mengakibatkan disfungsi plasenta sehingga dapat terjadi penurunan oksigenasi janin. Terjadinya gawat janin merupakan konsekuensi kompresi tali pusat yang menyertai oligohidramnion (Cunningham, 2005).
Peningkatan resiko terkait dengan kehamilan lewat bulan diperkirakan berhubungan dengan insufisiensi uteroplasental, yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia janin. Perlu diketahui bahwa volume cairan amnion menurun drastis pada beberapa minggu terakhir kehamilan. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kasus cairan bercampur mekonium kental (karena lebih sedikit cairan untuk melarutkan mekonium yang dikeluarkan), yang pada neonatus menimbulkan masalah pneumonia akibat aspirasi mekonium. Terjadi penurunan banyak lemak subkutan pada beberapa janin lewat bulan dan kemungkinan bayi mengalami makrosomia atau bayi besar (Varney, 2006). Kelahiran janin makrosomia pervaginam akan menimbulkan komplikasi maternal berupa trauma langsung persalinan pada jalan lahir, infeksi karena terbukanya jalan lahir secara luas sehingga mudah terjadi kontaminasi bakterial, serta perdarahan karena atonia uteri dan retensio plasenta (Manuaba, 2007).
Pra survey penulis di RSUD A. Yani Metro pada tanggal 20 Maret 2008 menunjukkan bahwa frekuensi kejadian kehamilan lewat waktu pada tahun 2007 mencapai 6,9% yaitu sebanyak 63 kasus dari keseluruhan jumlah persalinan sebanyak 916 persalinan. Di Rumah Bersalin Asih Metro pada tahun 2006 terdapat 672 persalinan dan 47 diantaranya adalah kehamilan lewat waktu atau sekitar 7%. Sedangkan pada tahun 2007 terdapat 723 persalinan dan 54 diantaranya adalah kehamilan lewat waktu atau sekitar 7,5%. Adapun gambaran keadaan bayi yang lahir dari ibu dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Keadaan Bayi Baru Lahir Dari Ibu Dengan Kehamilan Lewat Waktu di Rumah Bersalin Asih Metro Tahun 2006 dan 2007
No Keadaan Bayi Tahun 2006 Tahun 2007
Jumlah % Jumlah %
1. Normal 27 55,1 26 48,1
2. Asfiksia 21 42,9 26 48,1
3. BBLR 4 8,2 1 1,9
4. Meninggal 1 2,04 2 3,7
Jumlah bayi 49 54
Mengingat bahwa kehamilan lewat waktu dapat menimbulkan dampak baik bagi ibu maupun bayi, bahkan dapat meningkatkan angka kematian bayi baru lahir hingga 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan normal, maka penulis ingin meneliti tentang gambaran karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro pada tahun 2007?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian yang dilaksanakan meliputi :
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Ibu atau pasien bersalin dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro
3. Obyek penelitian : Karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu
4. Lokasi penelitian : Rumah Bersalin Asih Metro
5. Waktu penelitian : Juni-Agustus 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya umur ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
b. Diketahuinya paritas ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
c. Diketahuinya pendidikan ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
d. Diketahuinya gambaran ekonomi/pekerjaan ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
e. Diketahuinya cara penanganan persalinan ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Peneliti
Menambah wawasan dan pengalaman tentang karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu serta sebagai penerapan ilmu yang telah di dapat pada Program Studi Kebidanan Metro khususnya dalam bidang metodologi penelitian.
2. Lokasi Penelitian
Sebagai bahan masukan mengenai karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
3. Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai bahan bacaan bagi perpustakaan di Program Studi Kebidanan Metro.

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin
Baca Selengkapnya - Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin

Gambaran kadar hemoglobin ibu hamil di puskesmas

Gambaran kadar hemoglobin ibu hamil di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Penderita anemi di Indonesia sangat besar, sehingga anemia merupakan penyebab utama angka kematian ibu di Indonesia. Upaya mencegahnya dapat dilakukan dengan mengetahui sejak dini apakah seseorang tersebut anemia atau tidak. Menurut World Health Organization (WHO) kejadian anemia pada ibu hamil berkisar antara 20%-89% dengan menetapkan hemoglobin (Hb) 11 gr % sebagai dasarnya. (Manuaba,1998).
Angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yang berkisar 20 %-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemi pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%. Pemerintah telah berusaha melakukan tindakan pencegahan dengan memberikan tablet tambah darah (tablet Fe) pada ibu hamil yang dibagikan pada waktu mereka memeriksaan kehamilan, akan tetapi prevalensi anemi pada kehamilan masih juga tinggi.Pemeriksaan kadar hemoglobin yang dianjurkan dilakukan pada trimester pertama dan ketiga kehamilan sering kali hanya dapat dilaksanakan pada trimester ketiga saja karena kebanyakan ibu hamil baru memeriksakan kehamilannya pada trimeser kedua kehamilan, sehingga penanganan anemia pada kehamilan menjadi terlambat dengan akibat berbagai komplikasi yang mungkin terjadi karena anemia. Kriteria anemia yang digunakan sesuai dengan kriteria WHO yaitu 11 gr%. (hptt/:www.anemia.net.id)
Berdasarkan data survei kesehatan nasional 2001, angka anemia pada ibu hamil sebesar 40,1 % kondisi ini menunjukkan bahwa anemia cukup tinggi di Indonesia. Bila diperkirakan pada 2003-2010 prevalensi anemi masih tetap di atas 40 %, maka akan terjadi kematian ibu sebanyak 18 ribu pertahun yang disebabkan perdarahan setelah melahirkan. Ini kondisi dengan estimasi 3-7 % itu meninggal karena menderita anemia berat dan sebesar 20-40 % ibu meninggal karena penyebab tak langsung anemia. Dari kadar hemoglobin dapat digolongkan anemia ringan, anemia sedang dan anemia berat. (hptt/:www.anemi.net.id).
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Lampung Timur (2005), kematian ibu terdapat 18 orang yang terdiri dari 9 orang disebabkan karena perdarahan, 4 orang yang eklamsi, 2 orang karena emboli air ketuban, 1 orang karena solusio plasenta, 2 orang dengan dekompensasi kordis serta 1 orang terkena infeksi akibat ditolong oleh dukun. Laporan yang didapat dari puskesmas-puskesmas yang terdapat di Lampung Timur sasaran ibu hamil tahun 2005 berjumlah 24039 orang. Banyaknya ibu hamil pada Kunjungan pertama sebanyak 21298 orang sedang Kunjungan ke-4 sebanyak 20661 orang. Dari jumlah keseluruhan, 19231 ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan Hb, dan di dapat 40 % ibu hamil yang ditemukan anemi. Kebijakan pemerintah setempat yang diberikan bagi ibu hamil baik yang beresiko maupun yang tidak beresiko selain pemeriksaan Hb dua kali selama kehamilan untuk mendeteksi adanya anemi, tenaga kesehatan terutama bidan harus dapat juga memberikan penyuluhan tentang anemi diposyandu, pemberian Fe, pemberian suplement makanan tambahan pada ibu hamil yang beresiko yang diberikan oleh petugas gizi, dan memberikan susu ibu hamil dan dasabion.
Berdasarkan data jumlah ibu hamil dari laporan Puskesmas Pekalongan dari bulan Januari sampai Desember 2005 terdapat ibu hamil yang menderita anemi salama kehamilan .. ibu hamil, dan jumlah bumil sejak bulan Januari sampai Maret 2006 di Desa Adirejo kecamatan Pekalongan terdapat … ibu hamil. Dari data tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Kadar Hb ibu hamil di desa Adirejo kecamatan Pekalongan”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran kadar hemoglobin Ibu hamil di Desa Adirejo kecamatan Pekalongan Lampung Timur ?”

C. Ruang Lingkup
1. Sifat Penelitian : Penelitian Diskriptif
2. Subyek penelitian : Ibu Hamil yang terdapat di Desa Adirejo Kecamatan Pekalongan
3. Objek penelitian : Gambaran Kadar Hemoglobin Ibu Hamil
4. Lokasi penelitian : Desa Adirejo Kecamatan Pekalongan Lampung Timur
5. Waktu penelitian : April – Mei 2006

D. Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran kadar hemoglobin ibu hamil di Desa Adirejo Kecamatan Pekalongan Lampung Timur.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya sebagai bahan refrensi dan dokumentasi diperpustakaan Program Studi Kebidanan Metro.
2. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi bidan di Desa Adirejo Kecamatan Pekalongan agar dapat melaksanakan pemeriksaan Hb terhadap ibu hamil dan dapat meningkatkan pelaksanaan dalam pemeriksaan Hb secara optimal sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan.

Gambaran kadar hemoglobin ibu hamil di puskesmas
Baca Selengkapnya - Gambaran kadar hemoglobin ibu hamil di puskesmas

Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan

Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi walaupun di sisi lain sudah terjadi penurunan dari 307/100.000 kelahiran hidup (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002/2003) menjadi 262/100.000 kelahiran hidup (laporan BPS 2005). Penyebab kematian ibu, sesuai penelitian beberapa pihak, paling banyak akibat perdarahan dan penyebab tidak langsung lainnya seperti terlambat mengenali tanda bahaya karena tidak mengetahui kehamilannya dalam risiko yang cukup tinggi, terlambat mencapai fasilitas untuk persalinan dan terlambat untuk mendapatkan pelayanan. Selain itu, terlalu muda punya anak, terlalu banyak melahirkan, terlalu rapat jarak melahirkan dan terlalu tua punya anak (Sri, 2003).
Keluarga berencana adalah suatu program pemerintah atas dasar sukarela untuk mencapai keluarga sejahtera dalam rangka pembangunan yang lebih luas. Peserta KB yang berdampak terhadap penurunan kelahiran adalah peserta KB yang menggunakan alat atau cara kontrasepsi dengan tingkat kelangsungan pemakaian yang tinggi baik untuk tujuan penundaan kelahiran anak pertama, penjarangan atau mengakhiri kehamilan (Irianto, 2004).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Prawirohardjo, 2005). Salah satu sasaran dari pelayanan obstetri adalah memperbaiki karakteristik wanita hamil sehingga dapat menurunkan golongan risiko tinggi. Usaha keluarga berencana (penggunaan kontrasepsi) dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini, misalnya mengurangi primi muda, grande multi atau mengatur jarak antara dua kehamilan (Irianto, 2004).
Penggunaan IUD merupakan salah satu usaha manusia untuk menekan kesuburan sejak berabad-abad yang lampau (Prawirohardjo, 2005). Kontrasepsi yang kerap disebut spiral ini awet hingga pemakaian lima tahun, dan mampu meninggikan getaran sel telur. Efek getaran spiral menimbulkan reaksi jaringan yang menyebabkan terhambatnya proses pembuahan (Handoko, 2001).
Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan masalah gizi utama dan terus diperbaiki secara berkelanjutan. Data terakhir menunjukkan prevalensi anemia gizi besi masih tinggi, ibu hamil (63,5%), balita (55,5%), anak usia sekolah (20-40%), wanita dewasa (30-40%), pekerja berpenghasilan rendah (30-40%), dan pria dewasa (20-30%) (Harli, 1999).
Wanita yang menggunakan KB IUD pun tak lepas dari anemia. Sebuah penelitian menyebutkan 10 persen wanita pada masa reproduksinya mengalami defisiensi zat besi dan 2-5 persen diantaranya mengalami anemia. Berdasarkan data The Population Council, New Drug Application pada Oktober 1990 sampai dengan Agustus 1991 bahwa angka kejadian perdarahan dari pemakaian IUD adalah 36,0 per 100 pemakai IUD. Meningkatnya perdarahan pada masa haid yang sering disertai dengan rasa sakit pada perut bagian bawah yang berdampak timbulnya anemia (hemoglobin kurang dari 9 g/dl atau hematokrit kurang dari 30% merupakan penyebab utama pencabutan IUD (JNPKKS, 2000).
Berdasarkan data dari BKKBN Propinsi Lampung tahun 2006 bahwa jumlah peserta KB IUD sebanyak 125.360 (10,28%) dari 1.219. 188 peserta KB (Dinkes, 2006a). Berdasarkan data BKKCS-KB Kota Metro tahun 2006 bahwa jumlah peserta KB IUD sebanyak 2.983 (13,44%) dari 22.191 peserta KB (Dinkes, 2006b).
Dampak dari perdarahan secara rutin atau terus menerus adalah anemia. Sebelum terjadi anemia, tubuh melakukan adaptasi agar tidak terjadi penurunan daya tahan tubuh. Saat tubuh tidak mampu lagi melakukan adaptasi, daya tahan tubuh akan mengalami penurunan sehingga dapat terjadi anemia. Salah satu kemungkinan terjadinya dari anemia adalah penurunan kadar Hb. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan tanggal 21 Mei 2008 bahwa jumlah peserta KB di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan berjumlah 657 (76,93%) dari 854 PUS. Jumlah akseptor IUD sebanyak 86 (13,09%) dari 657 peserta KB, ditemukan 9 akseptor mengalami perdarahan bercak (spotting) atau haid lama, 7 akseptor (77,78%) memiliki kadar Hb normal, sedangkan 2 akseptor (22,22%) memiliki kadar Hb dibawah normal.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran kadar Hb pada akseptor IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan tahun 2008.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : ”Bagaimanakah gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor Intra Uterine Devices (IUD) di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan tahun 2008 ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Obyek penelitian : Kadar Hb
3. Subyek penelitian : Akseptor IUD
4. Lokasi penelitian : Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan
5. Waktu penelitian : 5 Juni s.d 20 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran kadar Hb pada akseptor IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari jenis IUD yang digunakan di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
b. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari lama pemakaian IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
c. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari lama haid setelah pemasangan IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Sumbersari Bantul Metro Selatan
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi khususnya bagi tenaga kesehatan tentang keluarga berencana terutama alat kontrasepsi IUD.
2. Bagi Institusi Program Studi Kebidanan Metro
Diharapkan dapat menjadi dokumen dan bahan tambahan sumber bacaan bagi mahasiswa Program Studi Kebidanan Metro.
3. Bagi Peneliti Lainnya
Diharapkan menjadi sumber informasi/bacaan acuan bagi peneliti lain di masa mendatang.

Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor
intra uterine devices (IUD) di kelurahan
Baca Selengkapnya - Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan

Gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis di wilayah kerja puskesmas

Gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paradigma pembangunan kesehatan baru merupakan paradigma sehat yang berupaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif. Paradigma tersebut merupakan model pembangunan kesehatan jangka panjang, yang mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif (Dep.Kes.RI, 1993).
Tujuan pembangunan dibidang kesehatan yaitu mewujudkan manusia yang sehat, cerdas dan produktif, untuk mencapai tujuan tersebut titik berat perhatian pemerintah dalam membangun manusia Indonesia terletak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peranan pangan dan gizi dalam hal ini menjadi sangat penting, karena merupakan faktor mendasar yang secara langsung sangat menentukan kualitas sumber daya manusia dan tingkat kehidupan masyarakat pada umumnya (Dep.Kes.RI, 1995).
Pembangunan sumber daya manusia belum menunjukkan hasil menggembirakan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) Indonesia menempati urutan ke 111 dari 177 negara (UNDP, 2004). Peringkat ini lebih rendah dibandingkan peringkat IPM negara-negara tetangga. Rendahnya IPM ini tak luput dari faktor rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk Indonesia (www.republika.co.id, 2006).
Gizi merupakah salah satu penentu kualitas SDM, kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas kerja dan daya tahan tubuh, yang berakibat meningkatnya kesakitan dan kematian. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih didalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang sehat (Dep.Kes RI, 2003).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Balita (AKB) di Indonesia masih tinggi yaitu AKI sebesar 307/100.000 kelahiran hidup, AKB sebesar 35/1.000 kelahiran hidup (UNDP, 2001) sedangkan Propinsi Lampung AKI sebesar 307/100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 55/1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2004). Tingginya AKI di Indonesia menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia seperti halnya negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklamsi, hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis. Keadaan ibu sejak pra hamil juga dapat berpengaruh terhadap kehamilannya. Penyebab tak langsung kematian ibu antara lain anemia, Kurang Energi Kronis (KEK) dan “4 terlalu” (terlalu muda/tua, sering dan banyak) (Saifuddin, 2002).
Di Indonesia masih ditemui masalah gizi yang terjadi pada ibu hamil antara lain ibu hamil yang menderita KEK (Lingkar Lengan Atas < 23,5 cm) masih tinggi yaitu 35% dari hasil survei yang dilakukan terhadap ibu hamil pasca sensus tahun 1994 dan 24% dari hasil survei kesehatan tahun 1995 (Dep.Kes.RI, 1995). Masalah gizi ini tidak hanya menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-aspek terkait yang lain seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, tingkat penghasilan keluarga dan sebagainya. Oleh sebab itu, penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya diarahkan kepada gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga kearah bidang-bidang yang lain misalnya pemberian makanan tambahan, perbaikan ekonomi keluarga, peningkatan pengetahuan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan data pra survei yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Metro mengenai laporan Ibu Hamil Gizi Buruk (KEK) pada bulan Januari – Maret tahun 2006 diseluruh Puskesmas Kota Metro adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Laporan Triwulan Ibu Hamil Gizi Buruk (KEK) di Seluruh Puskesmas Kota Metro
Puskesmas Jumlah Bumil Bulan Total %
Januari Februari Maret
Metro 501 3 3 3 9 20
Yosomulyo 586 1 1 1 3 6,67
Banjarsari 500 9 3 8 20 44,44
Iringmulyo 696 - - - - -
Bantul 289 - - 3 3 6,67
Ganjar Agung 473 - 6 4 10 22,22
Jumlah 3045 13 13 19 45 100
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Metro, 2006
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa angka kejadian ibu hamil dengan KEK paling tinggi sebesar 44,44% di Puskesmas Banjarsari.
Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai resiko kesakitan lebih besar terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kematian saat persalinan, perdarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan (Dep.Kes.RI, 1996).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Ibu Hamil dengan Kekurangan Energi Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka dapat dibuat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Ibu Hamil dengan Kekurangan Energi Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006” .

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang Gambaran Ibu Hamil dengan Kekurangan Energi Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Diperolehnya gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis berdasarkan tingkat pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006.
b. Diperolehnya gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis berdasarkan pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006.
c. Diperolehnya gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis berdasarkan tingkat penghasilan keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif.
2. Subyek Penelitian : Ibu hamil dengan Kekurangan Energi Kronis
3. Objek Penelitian : Gambaran ibu hamil : tingkat pendidikan, pengetahuan dan tingkat penghasilan keluarga.
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari Kecamatan Metro Utara
5. Waktu Penelitian : Bulan April – Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya sebagai bahan referensi dan dokumen di Perpustakaan Prodi Kebidanan Metro.
2. Bagi Puskesmas Banjar Sari
Diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang ada.

Gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis
di wilayah kerja puskesmas

Baca Selengkapnya - Gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis di wilayah kerja puskesmas

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak di poli anak RSUD

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak di poli anak RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh seluruh negara didunia saat ini. Penyakit tuberkulosis dapat menyerang pada siapa saja tidak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemis yang dapat mengenai hampir semua organ tubuh (Depkes RI, 2005).
Di Indonesia penyakit tuberkulosis paru (TB paru) masih menjadi masalah kesehatan dimasyarakat. Lokasi infeksi primer dari penyakit ini adalah diparu. Tuberkulosis primer biasanya mulai secara perlahan, sehingga sukar menentukan saat timbulnya gejala pertama. Bakteri tuberkulosis akan menyebabkan terjadinya kerusakan permanen pada paru yang dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius, antara lain pleura effusion (pengumpulan cairan diantara paru-paru dan dinding rongga dada) atau pneumothorax (terdapat udara diantara paru-paru dan dinding rongga dada) (Aditama, 2001).
Penyakit aktif yang tidak diobati juga akan menyebabkan terjadinya penyebaran kebagian tubuh lain. Keadaan akan dapat menjadi fatal kalau kerusakan paru-paru sudah luas. Tuberkulosis ada kalanya dapat menjalar ke organ tubuh lain melalui aliran darah. Terkadang pula infeksi primer tidak terjadi pada paru-paru, tetapi pada sendi atau tulang, ginjal, usus rahim dan getah bening (leher), dampak yang terberat dapat menyebabkan kematian (Aditama, 2001).
Tuberkulosa (TB) yang merupakan suatu infeksi berbahaya yang menyerang paru-paru, telah membunuh hampir 2 juta orang diseluruh dunia tiap tahunnya. Pakar organisasi kesehatan dunia (WHO) meramalkan jumlah kasus ini akan terus meningkat pada dekade yang akan datang. Hampir 2 milyar orang atau sepertiga dari jumlah penduduk saat ini terinfeksi tuberkulosis, dan diikuti oleh suatu infeksi baru yang terjadi setiap detik (Aditama, 2001).
Data dari WHO pada tahun 2004 tercatat 1,3 juta anak didunia terinfeksi tuberkulosis, dari jumlah tersebut, tiap tahunnya 450.000 diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia tuberkulosis menduduki peringkat pertama untuk masalah infeksi. Kasus Tuberkulosis anak di Indonesia pada tahun 2007 tercatat sebanyak 3990 kasus, padahal tahun 2006 jumlahnya hanya 397 kasus (Koalisi untuk Indonesia sehat, 2007). Di propinsi Lampung pada tahun 2007 ditemukan jumlah penderita Tuberkulosis sebanyak 1200 kasus (www.beritaindonesia.co.id). Penderita tuberkulosis di Kota Metro berdasarkan laporan tahunan pada tahun 2007 ditemukan sebanyak 28 kasus yang berasal dari seluruh wilayah puskesmas yang ada di Metro (Dinkes Lampung, 2007). Jumlah penderita tuberkulosis di RSUD A. Yani Metro berdasarkan laporan tahunan pada tahun 2007 sebanyak 145 orang (Medical Record RSUD A. Yani Metro, 2007).
Data hasil prasurvei yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 14 Mei 2008 di RSUD A. Yani Metro, diketahui jumlah penderita Tuberkulosis paru di Poli Anak RSUD A. Yani berdasarkan laporan tiga bulanan yaitu pada bulan Januari-April tahun 2008 terdapat 72 penderita (Medical Record RSUD A. Yani Metro, 2008).
Faktor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak menurut Saad (2006) adalah asupan gizi yang kurang, adanya kontak personal dengan penderita tuberkulosis paru yang lain dan faktor ekonomi. Saleh (2008) mengatakan bahwa keterpaparan dengan asap rokok dapat menjadi faktor yang ikut mempengaruhi. Pemberian Vitamin A juga dapat mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru (Akbar, 2001).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu “Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak di Poli Anak RSUD A. Yani Metro Tahun 2008”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Jenis Penelitian : Deskriptif
b. Objek Penelitian : Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak
c. Subjek Penelitian : Anak yang menderita tuberkulosis paru di Poli Anak RSUD A. Yani Metro
d. Lokasi Penelitian : Poliklinik Anak RSUD A. Yani Metro
e. Waktu Penelitian : 3 Juni s.d. 16 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak di Poli Anak RSUD A. Yani Metro Tahun 2008.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini untuk :
a) Mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak ditinjau dari asupan gizi.
b) Mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak ditinjau dari kontak personal dengan penderita tuberkulosis paru yang lain.
c) Mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak ditinjau dari keterpaparan dengan asap rokok.
d) Mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak ditinjau dari faktor ekonomi.
e) Mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak ditinjau dari pemberian vitamin A.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat memberi manfaat bagi :
1. Tenaga Kesehatan di Poli Anak RSUD A. Yani Metro
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi tenaga kesehatan, sebagai bahan masukan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan tersebut berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak.
2. Institusi Pendidikan Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memperluas wawasan mahasiswa tentang tuberkulosis paru pada anak.
3. Peneliti selanjutnya
Hasil peneliti ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya .

Baca Selengkapnya - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak di poli anak RSUD

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita di puskesmas

KTI KEBIDANAN:
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita di puskesmas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan masalah di Indonesia. Infeksi saluran pernafasan akut terutama pneumonia merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita (Dewa, 2001). Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus biasa disebut bronkopneumonia (Depkes RI, 2001).
Pneumonia merupakan infeksi yang menyebabkan paru - paru meradang, kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan, sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bekerja, selain itu dapat terjadi penyebaran keseluruh tubuh (www.infeksi.com, 2008). Pneumonia juga dapat menyebabkan kerusakan total pada jaringan paru-paru (Evi, 2005).
Pneumonia yang tidak diobati dalam waktu lama akan menjadi pneumonia yang lebih berat sehingga dapat menimbulkan komplikasi seperti abses paru, gagal nafas, pneumotorak dan sepsis (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Pada stadium lanjut akan menimbulkan timbunan cairan pada selaput paru-paru yang dikenal dengan “plurel effusion” (Evi, 2005).
Di seluruh dunia menurut Mardjanis, setiap tahun diperkirakan terjadi lebih dari 2 juta kematian balita karena pneumonia. WHO memperkirakan kejadian pneumonia di negara dengan angka kematian bayi diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15 % - 20 % pertahun pada golongan usia balita (Menkes, 2002).
Indonesia merupakan negara ke enam di dunia dengan jumlah kasus baru penumonia anak terbanyak, yakni 5,8 juta penderita (www.infobunda.com, 2007). Pneumonia juga merupakan penyebab kematian normor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkolosis (www.infeksi.com, 2008). Kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita pertahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit (Survai Kesehatan Rumah Tangga, 2001).
Di Propinsi Lampung ditemukan jumlah penderita pneumonia sebanyak 2746 (Dinkes Provinsi Lampung, 2006). Berdasarkan laporan bulanan program P2 (Pencegahan Penyakit) ISPA Kabupaten Lampung Timur Tahun 2007 bahwa terdapat 1059 (1,14%) balita dari 92.842 penduduk usia balita yang menderita pneumonia (Dinkes Kabupaten Lampung Timur, 2007).
Berdasarkan data dari Puskesmas Batanghari Tahun 2007 bahwa terdapat 110 (1,82%) balita dari 6026 penduduk usia balita yang menderita pneumonia (Laporan P2 ISPA Puskesmas Batanghari, 2007). Pada bulan Januari sampai April 2008 ISPA menjadi penyakit tertinggi yaitu mencapai 312 kasus, sebanyak 36 kasus pnemonia (11,53 %) terjadi pada balita (Laporan Bulanan P2 ISPA Puskesmas Batanghari 2008).
Morbiditas pneumonia pada balita disebabkan oleh berbagai faktor resiko yang menyebabkan meningkatkan morbiditas pneumonia pada balita diantaranya, berat badan lahir rendah (BBLR), keterpaparan dengan asap rokok, pemberian vitamin A dan ventilasi rumah yang tidak memadai (Depkes RI, 2000).
Berdasarkan uraian masalah diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita di Puskesmas Batanghari Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita di Puskesmas Batanghari Lampung Timur Bulan Januari – April 2008 ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Seluruh balita yang menderita Pneumonia di Puskesmas Batanghari Lampung Timur Bulan Januari – April 2008
3. Objek Penelitian : Faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita
4. Lokasi penelitian : Puskesmas Batanghari Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : Tanggal 19 Mei – 30 Juni 2008
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian adalah untuk memperoleh gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita di Puskesmas Batanghari Lampung Timur.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini untuk :
a. Diketahui berat badan saat lahir sebagai gambaran faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita.
b. Diketahui keterpaparan balita terhadap asap rokok sebagai gambaran faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita.
c. Diketahui ventilasi rumah yang kurang sebagai gambaran faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita.
d. Diketahui pemberian vitamin A sebagai gambaran faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Batanghari
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan dan perencanaan kesehatan khususnya pada pneumonia pada balita.
2. Bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini dapat menambah konstribusi yang positif dan bermanfaat bagi mahasiswa poltekes khususnya Prodi Kebidanan Metro.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan perbandingan dan pemasukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita atau penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap dengan metode penelitian yang berbeda.

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
pneumonia pada balita di puskesmas

Baca Selengkapnya - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita di puskesmas

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber