Penentuan sampel merupakan langkah penting dalam penelitian kuantitatif, konsep dasar dari penentuan sampel adalah bahwa agregasi dari orang, rumah tangga atau organisasi yang sangat besar dapat dikaji secara efektif dan efisien serta akurat melalui pengkajian yang terinci dan hati-hati pada sebagian agregasi yang terpilih. Agregasi (Keseluruhan) disebut populasi atau universe yang terdiri dari unit total informasi yang ingin diketahui. Dari populasi yang ingin dikaji kemudian ditentukan sampelnya, melalui prosedur sampling yang sesuai dengan karakteristik populasinya.
Penelitian bidang sosial dan Pendidikan banyak dilakukan dengan menggunakan sampel (Sampling Methods), hal ini tidak hanya karena alasan biaya dan waktu, tapi juga untuk menghindari kekeliruan akibat pengumpulan, pemrosesan dan penganalisaan data dari agregasi yang sangat besar. Dengan penarikan sampel maka estimasi dapat dilakukan serta hipotesis dapat diuji yang hasilnya dapat berlaku terhadap populasi darimana sampel itu diambil. Pengkajian terhadap sampel pada dasarnya dimaksudkan untuk menemukan generalisasi atas populasi atau karakteristik populasi (Parameter), sehingga dapat dilakukan penyimpulan (inferensi) tentang universe, oleh karena itu penarikan sampel jangan sampai bias dan harus menggambarkan seluruh unsur dalam populasi secara proporsional, hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan kesempatan yang sama pada seluruh elmen dalam populasi.
Adapun langkah-langkah dalam penentuan sampel adalah :
a. Mendefinisikan populasi yang akan dijadikan obyek penelitian
b. Menentukan prosedur sampling
c. Menentukan besarnya sampel
pendefinisian populasi merupakan langkah pertama yang sangat penting, dari sini dapat tergambar bagaimana keadaan populasi, sub-sub unit populasi, karakteristik umum populasi serta keluasan dari populasi tersebut. Dalam hubungan ini perlu dibedakan antara populasi target (Target/actual population) dan populasi terjangkau (Accessible population), populasi target adalah populasi yang ingin digeneralisasi oleh peneliti, sedangkan populasi terjangkau adalah populasi yang dapat digeneralisasi oleh peneliti, target populasi merupakan pilihan ideal dan populasi terjangkau merupakan pilihan yang realistis. Sesudah diperoleh gambaran tersebut kemudian ditentukan prosedur apa yang akan diambil dalam penentuan sampel, sesudah langkah ini baru kemudian ditentukan besarnya sampel yang akan dijadikan obyek penelitian.
Penentuan prosedur sampling (Sampling Method) yang akan dipergunakan pada dasarnya sebagian besar tergantung pada ada tidaknya kerangka sampel (Sampling Frame : daftar unit-unit analisis dari populasi yang akan diambil sampelnya)) yang lengkap dan akurat, jika tidak demikian maka diperlukan pembaruan daftar tersebut agar sampel dapat benar-benar menjadi representasi dari populasi
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah bahwa semakin sempit (sedikit) peneliti mendefinisikan (membatasi) populasi semakin efisien dalam waktu dan dana, namun semakin terbatas kemampuan melakukan generalisasi, untuk itu peneliti harus mencari jalan yang efisien dalam waktu dan dana serta kemampuan generalisasi yang lebih luas, dan untuk menghindari kekeliruan pembaca, maka peneliti perlu menggambarkan populasi dan sampel secara rinci, sehingga orang yang membaca hasil penelitian dapat menentukan daya terap (Aplicability) penemuan hasil penelitian terhadap situasi yang berbeda.
Sebagaimana diketahui bahwa terdapat banyak metode pengambilan sampel yang dapat dilakukan dengan caranya sendiri-sendiri, namun dalam prakteknya cara pengambilan sampel campuran (Multistage sampling) banyak juga dipergunakan dalam penelitian, karena masing-masing cara terkadang diperlukan dalam tahap-tahap tertentu. Untuk tujuan-tujuan penyimpulan (inference) persyaratan yang paling penting adalah perlunya sampel diambil secara random (Probability samples), dimana setiap elemen populasi punya kesempatan yang sama (Fair Chance) untuk terpilih menjadi sampel (Nonzero probability of selection), sifat random bermakna penggunaan metode probabilitas yang tidak bias dalam memilih sampel.
Simple Random SamplingPengambilan sampel acak sederhana adalah cara pengambilan sampel dimana setiap unsur yang membentuk populasi diberi kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel, cara ini akan sangat mudah apabila telah terdapat daptar lengkap unsur-unsur populasi. Prosedur yang cukup akurat untuk pengambilan sampel secara acak adalah dengan menggunakan tabel angka acak (Table of random numbers), disamping itu dapat pula dilakukan dengan cara mengundi.
Pengambilan sampel acak yang dilakukan sesuai prosedur sama sekali bukan jaminan bahwa suatu sampel akan menjadi representasi sempurna dari populasi, karena bisa saja terjadi pengambilan sampel secara random dalam kenyataannya menghasilkan suatu sampel yang unik, akan tetapi perlunya pengambilan sampel secara acak harus dipahami dalam konteks proses kemungkinan, apabila sampel acak diambil dari suatu populasi secara berulang-ulang, maka secara umum seluruh sampel tersebut akan mampu memberikan estimasi yang lebih akurat terhadap populasi, demikian juga variabilitas atau kekeliruan dapat diestimasi dan uji signifikansi statistik juga menunjukan probabilitas hasil dengan mempertimbangkan kekeliruan pengambilan sampel (Sampling Error).
Pengambilan Sampel secara SistimatisSystematic Sampling merupakan Alternatif lain pengambilan sampel yang sangat bermanfaat untuk pengambilan sampel dari populasi yang sangat besar. Pengambilan sampel secara sistematis adalah suatu metode dimana hanya unsur pertama dari sampel yang dipilih secara acak, sedang unsur-unsur selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu. Sebagai contoh Kepala Dinas Pendidikan ingin mengetahui bagaimana Motivasi Kerja Kepala Sekolah di Kabupaten Kuningan yang berjumlah 1000 orang dan akan mengambil sempel 100 orang Kepala sekolah, kemudian Nama-nama Kepala Sekolah disusun secara alpabetis, lalu dipilih sampel per sepuluh Kepala Sekolah, untuk itu disusun nomor dari 1 sampai 10, lalu diundi untuk memilih satu angka, jika angka lima yang keluar, maka sampelnya adalah nomor 5, 15, 25, 35, dan seterusnya sampai diperoleh jumlah sampel yang dikehendaki.
Dalam pengambilan sampel secara sistematis dikenal dua istilah yaitu interval pengambilan sampel (Sampling intervals), yaitu perbandingan antara populasi dengan sampel yang diinginkan, dan proporsi pengambilan sampel (sampling Fraction/Sampling Ratio) yaitu perbandingan antara ukuran sampel dengan populasi. Dari contoh di atas Sampling intervalnya adalah 1000 : 100 = 10, dan sampling rationya adalah 100 : 1000 = 0,1. Contoh tersebut juga dapat disebut sebagai Systematic Sampling with random start, dimana awal penentuan sampel dilakukan secara acak, baru sesudah itu dilakukan langkah-langkah sistematis sesuai dengan prosedurnya. Cara pengambilan sampel seperti ini menurut Jack R. Fraenkel dan Norman E Wallen bisa dikategorikan sebagai random sampling jika daftar populasi disusun secara random dan sampel diambil dari daftar tersebut.
Pengambilan Sampel berstrata (Stratified Sampling)Pengambilan sampel berstrata merupakan teknik pengambilan sampel dimana populasi dikelompokan dalam strata tertentu, kemudian diambil sampel secara random dengan proporsi yang seimbang sesuai dengan posisinya dalam populasi. Sebagai contoh : seorang Kepala Sekolah ingin mengetahui tanggapan Siswa tentang pelaksanaan program Keterampilan. Jumlah Siswa sebanyak 2000 orang dengan komposisi kelas 3 sebanyak 600 siswa, kelas 2 sebanyak 400 siswa dan kelas 1 sebanyak 1000 siswa, besarnya sampel yang akan diambil adalah 200 orang, jika stratanya berdasarkan Kelas maka langkah yang harus dilakukan adalah :
a. Tetapkan proporsi strata dari populasi hasilnya kelas 3 sebesar 30%, Kelas 2 sebesar 20% dan kelas 1 sebesar 50%.
b. Hitung besarnya sampel untuk masing-masing strata, hasilnya kelas 3 sebanyak 60 siswa, kelas 2 sebanyak 40 siswa dan kelas 1 sebanyak 100 siswa
c. Kemudian pilih anggota sampel untuk masing-masing strata secara acak (random sample).
Cara lain penentuan sampel berstrata adalah menentukan dulu proporsi sampel atas populasi, dalam kasus di atas proporsinya adalah 10 % kemudian proporsi ini dikalikan jumlah siswa pada tiap strata dan hasilnya akan sama dengan cara diatas. Sesudah langkah tersebut dilakukan baru instrumen penelitian disebarkan kepada anggota sampel yang sudah terpilih. Apabila jumlah sampel disamakan untuk tiap strata, cara itu disebut penarikan sampel strata tidak proporsional (Disproportional Stratified Sampling), sedangkan jika disesuaikan dengan proporsi strata dalam populasi disebut pengambilan sampel strata proporsional (Proportional Stratified Sampling)
Pengambilan sampel Kelompok (Cluster Sampling)Cluster Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana pemilihannya mengacu pada kelompok bukan pada individu. Cara seperti ini baik sekali untuk dilakukan apabila tidak terdapat atau sulit menentukan/menemukan kerangka sampel, meski dapat juga dilakukan pada populasi yang kerangka sampelnya sudah ada.
Sebagai contoh : Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan ingin mengetahui bagaimana Sikap Guru SLTP terhadap Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), besarnya sampel adalah 300 orang, kemudian ditentukan Clusternya, misalnya sekolah, Jumlah SLTP sebanyak 66 Sekolah dengan rata-rata jumlah Guru 50 orang, maka jumlah cluster yang diambil adalah 300 : 50 = 6, kemudian dipilih secara acak enam Sekolah dan dari enam sekolah ini dipilih secara acak 50 orang Guru sebagai anggota sampel.
Pengambilan sampel dengan cara yang sudah disebutkan di atas umumnya dilakukan pada populasi yang bersifat terbatas (Finit), sementara itu untuk Populasi yang jumlah dan identitas anggota populasinya tidak diketahui (Infinit) pengambilan sampel biasanya dilakukan secara tidak acak (Non random Sampling). Adapun yang termasuk pada cara ini adalah :
1. Quota Sampling : yaitu penarikan sampel yang hanya menekankan pada jumlah sampel yang harus dipenuhi.
2. Purposive Sampling : pengambilan sampel hanya pada individu yang didasarkan pada pertimbangan dan karakteristik tertentu.
3. Accidental Sampling : pengambilan sampel dengan jalan mengambil individu siapa saja yang dapat dijangkau atau ditemui.
Menentukan Besarnya Sampel (Sample Size)Besarnya sampel sebaiknya sebanyak mungkin; semakin besar sampel yang diambil umumnya akan semakin representatif dari populasinya dan hasil penelitian lebih dapat digeneralisasikan. Masalah besarnya sampel merupakan hal yang sulit untuk dijawab sebab terkadang dipengaruhi oleh dana yang tersedia untuk melakukan penelitian. Namun demikian hal yang penting untuk diperhatikan adalah terdapatnya alasan yang logis untuk pemilihan teknik sampling serta besarnya sampel dilihat dari sudut metodologi Penelitian.
Dilihat dari substansi tujuan penarikan sampel yakni untuk memperoleh representasi populasi yang tepat, maka besarnya sampel yang akan diambil perlu mempertimbangkan karakteristik populasi serta kemampuan estimasi. Pertimbangan karakteristik populasi akan menentukan teknik pengambilan sampel, ini dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan bias, sementara kemampuan estimasi berkaitan dengan presisi dalam mengestimasi populasi dari sampel serta bagaimana sampel dapat digeneralisasikan atas populasinya, upaya untuk mencapai presisi yang lebih baik memerlukan penambahan sampel, seberapa besar sampel serta penambahannya akan tergantung pada variasi dalam kelompok, tingkat kesalahan yang ditoleransi serta tingkat kepercayaan.
Menurut Pamela L. Alreck dan Robert B. Seetle dalam bukunya The Survey Research Handbook untuk Populasi yang besar, sampel minimum kira-kira 100 responden dan sampel maksimumnya adalah 1000 responden atau 10% dengan kisaran angka minimum dan maksimum, secara lebih rinci Jack E. Fraenkel dan Norman E. Wallen menyatakan (meskipun bukan ketentuan mutlak) bahwa minimum sampel adalah 100 untuk studi deskriptif, 50 untuk studi korelasional, 30 per kelompok untuk studi kausal komparatif. L.R Gay dalam bukunya Educational Research menyatakan bahwa untuk riset deskriptif besarnya sampel 10% dari populasi, riset korelasi 30 subjek, riset kausal komparatif 30 subjek per kelompok, dan riset eksperimental 50 subjek per kelompok. Sementara itu Krejcie dan Morgan menyusun ukuran besarnya sampel dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Kesalahan Pengambilan Sampel (Sampling Error)
Secara umum peneliti harus dapat memperoleh besarnya sampel minimum yang diperlukan agar dapat merepresentasikan populasi secara akurat, namun disadari bahwa sampel bukanlah populasi sehingga kemungkinan melakukan kesalahan dapat saja terjadi. Oleh karena itu peneliti harus memandang hasil dari sampel bukanlah hasil yang pasti, tapi sebatas estimasi. Kesalahan pengambilan sampel terjadi apabila sampel yang diproleh tidak/kurang akurat dalam merepresentasikan populasi, masalahnya berapa besar kesalahan sampling yang ditoleransi agar generalisasi dari suatu penelitian sampel dapat diandalkan
Sebagaimana telah diketahui bahwa besarnya sampel yang diperlukan agar dapat merepresentasikan populasi tidak hanya tergantung pada ukuran besarnya populasi tapi juga pada heterogenitas variansi variabel dalam populasi. Semakin besar populasi, semakin besar sampel yang diperlukan, demikian juga semakin heterogen variabel dalam populasi semakin besar sampel yang diperlukan dalam penelitian.
Teori pengambilan sampel (Sampling Theory) menyatakan bahwa jika banyak sampel (dengan jumlah tertentu) diambil dari suatu populasi, maka sebagian besar Mean sampel akan berada dekat dengan Mean populasi , dan hanya sedikit saja yang berada jauh dari mean populasi , hal ini berarti bahwa jika sampel diambil secara tepat, maka penyimpulan atas sampel akan mendekati (akibat sampling error) penyimpulan atas populasi.
Dari suatu populasi dapat digambarkan suatu distribusi sampel Mean (Sampling distribution), dan menurut Teorema batas pusat (Central limit Theorem) mean-mean dari sampel akan berdistribusi normal diseputar mean populasi serta mean dari mean semua sampel akan sama dengan nilai mean populasi. Namun demikian kemungkinan melakukan kekeliruan tetap saja ada, dan untuk menghitung/mengetahui kekeliruan tersebut pertama-tama perlu dilihat dulu bagaimana variasi dalam suatu populasi, akan tetapi karena variasi populasi secara empirik tidak diketahui, maka yang dapat digunakan adalah nilai variasi sampel, adapun ukuran-ukuran untuk mengetahui variasi suatu data penelitian yang biasa dipergunakan adalah Mean Deviasi (X – ), Varians (X – )2/N), dan Standar Deviasi yaitu akar pangkat dua dari Variance ( (X – )2 / N ).
Sebelum mengetahui nilai kesalahan pengambilan sampel terlebih dahulu perlu diketahui Standard Error, dan ukuran variasi Standard Deviasi merupakan ukuran yang baik untuk mengetahui rata-rata penyimpangan, adapun rumus perhitungan Standard Error adalah Standar Deviasi dibagi akar pangkat dua jumlah sampel ( SD : N (jumlah sampel) ),standar deviasi (SD) yang digunakan dalam rumus tersebut mestinya SD populasi, tapi karena yang diteliti adalah sampel, maka SD sampel yang dipergunakan dengan asumsi SD sampel sama dengan SD populasi. Standar Error merupakan estimasi terbaik bagi Sampling Error; semakin kecil Standar deviasi,dan semakin besar jumlah sampel maka semakin kecil Standard Error, yang berarti semakin kecil Sampling error, karena Kesalahan penarikan sampel merupakan perkalian antara Standard error dengan nilai z pada tingkat kepercayaan tertentu ( 95% = 1,96; 99% = 2,58).