Cari Blog Ini

Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda Bahaya Masa Nifas

Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh BPS diperoleh AKI tahun 2007 sebesar 248/100.000 KH. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002 sebesar 307/100.000 KH, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target MDG 2015 (102/100.000 KH) sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target tersebut (http://www.depkes.go.id/).
Memperhatikan angka kematian ibu dan perinatal dapat diperkirakan bahwa sekitar 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal seperti asuhan pada masa nifas, karena masa nifas merupakan masa kritis untuk ibu dan bayinya.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya pada masa nifas di Desa Air Bakoman Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus tahun 2009. Subjek dalam penelitian ini adalah Ibu nifas dan yang menjadi objek penelitian adalah pengetahuan mengenai tanda bahaya masa nifas.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan sampel adalah seluruh jumlah populasi ibu nifas yang ada di Desa Air Bakoman Kecamatan Pulau Panggung Tanggamus sejumlah 30 orang ibu nifas (Penelitian Populasi). Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dengan alat ukur berupa lembar kuisioner yang diberikan langsung kepada responden.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa bahwa pengetahuan ibu tentang tanda bahaya masa nifas di desa Air Bakoman tahun 2009 adalah memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 1 orang (3,33%), pengetahuan cukup baik sebanyak 3 orang (10%), pengetahuan kurang sebanyak 18 orang (60%) dan dengan pengetahuan tidak baik sebanyak 8 orang (26,67%).
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini Pengetahuan ibu tentang tanda bahaya masa nifas di desa Air Bakoman Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus tahun 2009 sebagian besar adalah kurang.

Kata Kunci : Pengetahuan, Ibu Nifas, Tanda bahaya, masa nifas

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengetahuan
2. Masa Nifas
B. Kerangka Konsep Penelitian
C. Definisi Operasional

BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
B. Populasi dan Sampel
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
D. Variabel Penelitian
E. Instrumen Penelitian
F. Tehnik Pengumpulan Data
1. Pengolahan Data
2. Analisa Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
B. Hasil Penelitian
C. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Baca Selengkapnya - Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda Bahaya Masa Nifas

Pengetahuan Siswa-Siswi Tentang Bahaya Narkoba

Kenakalan remaja bukanlah hal baru. Masalah ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Kenakalan remaja pada tiap generasi berbeda karena pengaruh lingkungan kebudayaan dan sikap mental masyarakat pada masa itu. Kenakalan remaja di masa sekarang ini sudah semakin membahayakan perkosaan, perampasan, penggunaan obat-obat terlarang yaitu narkoba kerap terjadi dimana-mana (Sofyan : 2007).
Maraknya penyalahgunaan Narkoba di kalangan remaja tidak hanya terjadi di perkotaan akan tetapi masuk kedalam wilayah pelosok dan sudah sangat meresahkan semua pihak termasuk dunia pendidikan di negara kita. Akibat dari penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif serta minuman keras tersebut sangat mengerikan dan berdampak membahayakan masa yang akan datang. (Karsono, 2004).
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa-siswi tentang bahaya narkoba di SMA Muhammadiyah I Way Jepara pada Tahun 2009. Subjek dalam penelitianini adalah siswa siswi SMA Muhammadiyah I Way Jepara, sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah pengetahuan tentang bahaya narkoba.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 150 orang siswa-siswi melalui tehnik pengambilan sampel menggunakan total populasi. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dengan alat ukur berupa lembar kuisioner yang diberikan langsung kepada responden.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa dari 150 siswa yang dijadikan sampel di SMA Muhammadiyah I Way Jepara, diperoleh hasil bahwa sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang bahaya narkoba sebanyak 46 orang siswa (57,33%), dan hanya 9 orang siswa dengan pengetahuan yang baik (6,00%).
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah Pengetahuan siswa-siswi tentang Bahaya narkoba di SMA Muhammadiyah I Way Jepara secara umum adalah kurang baik.

Kata Kunci : Pengetahuan, Siswa-siswi, Bahaya Narkoba

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengetahuan
2. Narkoba
3. Narkotika
4. Zat Adiktif Lainnya
B. Kerangka Konsep Penelitian
C. Definisi Operasional

BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
B. Populasi dan Sampel
C. Variabel Penelitian
D. Alat Ukur dan Pengukuran Variabel
E. Tehnik Pengolahan Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Sejarah SMA Muhammadiyah I Way Jepara
2. Perkembangan Siswa
3. Sarana dan Prasarana
4. Data Keadaan Siswa
B. Hasil Penelitian
C. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Baca Selengkapnya - Pengetahuan Siswa-Siswi Tentang Bahaya Narkoba

Gambaran Pengetahuan Ibu Usia 30-60 Tahun Tentang Pap Smear

Diantara tumor ganas ginekologi, kanker leher rahim merupakan penyakit keganasan yang menimbulkan masalah dengan kesehatan terutama di negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2002, kanker leher rahim menempati urutan kedua dengan insidens rate 16 per 100.000 perempuan. Kasus baru yang ditemukan 9,7% dengan jumlah kematian 9,3% per tahun dari seluruh kanker pada perempuan di dunia.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu usia 30-60 tahun tentang Pap Smear di Desa Tambahrejo Gadingrejo Tanggamus tahun 2009.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif dengan sampel adalah para ibu usia 30-60 tahun di Dusun IV Desa Tambahrejo Gadingerjo Tanggamus tahun 2009 yang berjumlah 110 ibu. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dan alat ukur berupa kuisioner yang langsung diberikan pada responden.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa gambaran pengetahuan ibu usia 30-60 Tahun Tentang Pap Smear di Dusun IV Desa Tambahrejo Gadingrejo Tanggamus sebanyak 73 orang ibu dengan pengetahuan baik (66,36%), 28 orang ibu dengan pengetahuan yang cukup (25.45%), 6 orang ibu dengan pengetahuan kurang (5,45%), dan 3 orang ibu dengan pengetahuan sangat kurang (2,73%)
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah pengetahuan ibu usia 30-60 Tahun Tentang Pap Smear di Dusun IV Desa Tambahrejo Gadingrejo Tanggamus secara umum baik.

Kata Kunci : Pengetahuan, Ibu, Pap Smear

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
B. Wanita
C. Pap Smear
D. Kerangka Konsep
E. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
B. Populasi dan Sampel
C. Lokasi Penelitian
D. Pengukuran Variabel Penelitian
E. Alat Ukur Variabel
F. Analisa Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
2. Hasil Penelitian
B. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Baca Selengkapnya - Gambaran Pengetahuan Ibu Usia 30-60 Tahun Tentang Pap Smear

Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Perkembangan Motorik Pada Bayi 0-12 Bulan

Sejak lahir bayi akan memulai proses perkembangan motoriknya, yang diperlukan untuk mengambil tindakan terhadap sesuatu yang berhubungan dengan lingkungannya. Dalam kondisi ini bayi akan mulai mengumpulkan semua kemampuan dari pengalamannya di dunia, yang akan menjadi suatu keterampilan motorik baru yang kompleks dan akan terus berkembang. Saat kemampuan motorik ini berkembang, bayi akan mampu berinteraksi seutuhnya dengan lingkungannya (Suririnah.2009:170).
Pada dasarnya, yang dimaksud dengan perkembangan motorik adalah proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Secara umum, perkembangan motorik dibagi menjadi dua yaitu motorik kasar dan motor halus. Motorik kasar adalah bagian dari aktivitas motorik yang melibatkan ketrampilan otot-otot besar. Gerakan-gerakan seperti tengkurap, duduk, merangkak, dan mengangkat leher adalah bagian dari aktivitas motorik kasar (Anonim, 2008).
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran pengetahuan ibu terhadap perkembangan motorik pada bayi 0-12 bulan di desa Sidoharjo kecamatan Penawartama Kabupaten Tulang Bawang tahun 2009.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan sampel seluruh populasi dari ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan desa Sidoharjo kecamatan Penawartama kabupaten Tulang Bawang sejumlah 55 orang. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dan alat ukur berupa kuisioner berjumlah 20 item pertanyaan.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil 8 orang ibu memiliki pengetahuan yang baik (14,55%), 34 orang ibu dengan pengetahuan yang cukup (61,82%), 13 orang dengan pengetahuan kurang (23,64%), dan tidak ada ibu yang berpengetahuan baik sekali.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang perkembangan motorik pada bayi 0-12 bulan di desa Sidoharjo secara umum adalah cukup.

Kata Kunci : Pengetahuan, Ibu, Perkembangan Motorik, Bayi 0-12 Bulan

DAFTAR ISI :

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
B. Gerak Motorik
C. Perkembangan Gerak Motorik Bayi Usia 0-6
D. Tahap-Tahap Perkembangan Motorik
E. Kerangka Konsep
F. Definisi Operasional



BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
B. Populasi dan Sampel
C. Waktu dan tempat Penelitian
D. Variabel Penelitian
E. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data
F. Analisa Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
B. Hasil Penelitian
C. Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Baca Selengkapnya - Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Perkembangan Motorik Pada Bayi 0-12 Bulan

Gambaran Pemrosesan Alat Bekas Pakai Pada Proses Persalinan

Dalam rangka pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010, yang menekankan paradigma sehat, berupa orientasi peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan menyeluruh dan terpadu. Infeksi juga merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir, sebenarnya dapat dicegah. Dunia internasional saat ini sudah berpedoman kepada Uni¬versal Precaution standard sebagai upaya mengatasi berbagai penyakit infeksi terutama penyakit menular.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran Pemprosesan Alat Bekas Pakai pada Proses Persalinan di BPS di Kecamatan Labuhan Ratu tahun 2009.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan sampel yang menjadi subjek dalam penelitian adalah seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam proses persalinan di BPS yang ada di Kecamatan Labuhan Ratu berjumlah 25 responden yang juga merupakan populasi dari penelitian ini (penelitian populasi). Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode observasi dengan alat ukur berupa lembar checklist.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat pelaksanaan pemroses alat bekas pakai pada proses dekontaminasi dilakukan sesuai dengan prosedur sebanyak 3 responden (12%), tidak sesuai dengan prosedur sebanyak 22 responden (88%), dan tidak ada responden yang tidak melakukan proses Dekontaminasi (0%), pada proses pencucian dan pembilasan dilakukan sesuai dengan prosedur sebanyak 2 responden (8%), tidak sesuai dengan prosedur sebanyak 23 responden (92%), dan tidak ada responden yang tidak melakukan proses pencucian dan perebusan (0%), serta pada proses DTT dengan cara perebusan yang dilakukan sesuai dengan prosedur sebanyak 3 responden (12%), tidak sesuai dengan prosedur sebanyak 22 responden (88%), dan tidak ada responden yang tidak melakukan proses DTT dengan cara perebusan (0%). Untuk pelaksanaan secara umum dapat diketahui bahwa pelaksanaan pemprosesan alat bekas pakai setelah proses persalinan di BPS Kecamatan Labuhan Ratu terdapat 9 responden yang melakukannya dengan kategori baik (36%), dan 16 responden yang melakukan pemrosesan alat bekas pakai dengan kategori kurang baik (64%)
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu secara keseluruhan Pelaksanaan pemprosesan alat bekas pakai pada BPS di Kecamatan Labuhan Ratu masih kurang baik.

Kata kunci : Pemrosesan alat bekas pakai, tenaga kesehatan, Proses Persalinan

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pemrosesan Alat Bekas Pakai
2. Pencegahan Infeksi
3. Prnsip-prinsip Pencegahan Infeksi
4. Prosesdur Pemrosesan Alat Bekas Pakai
B. Kerangka Konsep Penelitian
C. Definisi Operasional

BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
B. Populasi dan Sampel
C. Waktu dan Tempat Penelitian
D. Variabel Penelitian
E. Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
F. Analisa Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Sejarah Kecamatan Labuhan Ratu
2. Orbitasi Wilayah
3. Kependudukan
4. Bidang Pendidikan
5. Demografi Pendududuk Menurut Mata Pencaharian
6. Bidang Kesehatan
B. Penyajian Hasil Penelitian
C. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Baca Selengkapnya - Gambaran Pemrosesan Alat Bekas Pakai Pada Proses Persalinan

Karakteristik Ibu Menyusui Yang Tidak Memberikan Asi Eksklusif

Rendahnya pemberian ASI Eksklusif di keluarga menjadi salah satu pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita. Prevalensi gizi kurang pada balita juga mengalami penurunan dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 24,6% pada tahun 2000 dan meningkat kembali menjadi 31% pada tahun 2001. saat ini kasus gizi buruk (busung lapar) sedikit merebah, karena lemahnya sistem kewaspadaan pangan dan gizi, serta menurunnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan masyarakat. (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan hasil prasurvey yang dilakukan di desa siraman pada ibu-ibu yang memiliki bayi 0-2 tahun dan masih menyusui didapat data sebagai berikut, yaitu pada posyandu 1 terdapat 8 orang, posyandu 2 terdapat 8 orang, posyandu 3 terdapat 6 orang, posyandu 4 terdapat 5 orang Ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif dari 126 Ibu menyusui yang memberikan ASI eksklusif.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam tentang karakteristik ibu menyusui yang tidak memberikan ASI eksklusif di Desa Siraman Kec. Pekalongan pada tahun 2009.
Penelitian ini bersifat deskriptif, subjek penelitian yaitu karakteristik Ibu Menyusui Yang Tidak Memberikan ASI Eksklusif. Sedangkan objek penelitiannya adalah Ibu Menyusui di Desa Siraman. Total populasi pada penelitian ini yaitu seluruh ibu yang tidak memberikan ASI Eklusif di Desa Siraman Kecamatan Pekalongan yang berjumlah 27 orang. Sedangkan sampel yang diambil adalah seluruh jumlah populasi yang ada yaitu 27 orang. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu format pengumpulan data.
Hasil penelitian serta kesimpulan dari penelitian ini yaitu karakteristik ibu menyusui yang tidak memberikan ASI eksklusif pada umur paling banyak ditemukan pada usia 20-35 yaitu 59,25%, paritas 2-4 yaitu 48,14%, pendidikan SMP yaitu 51,85%, berdasarkan pekerjaan ditemukan paling banyak pada ibu rumah tangga (33,33%).

Kata Kunci : Karakteristik, Ibu, ASI Eksklusif.
Baca Selengkapnya - Karakteristik Ibu Menyusui Yang Tidak Memberikan Asi Eksklusif

Gambaran Kunjungan Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas

Pertambahan jumlah lanjut usia di Indonesia diprediksikan akan sama dengan balita, yakni kira-kira 19 juta jiwa atau 8,5% jumlah penduduk Indonesia dan akan diperkirakan akan mencapai 11% pada tahun 2020. Keadaan ini akan mempunyai dampak yang luas terhadap struktur sosial, ekonomi dan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia (Nurkusuma, 2003)
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran Kunjungan Lansia di wilayah kerja Puskesmas Sumber Sari Bantul Tahun 2008. Subjek dalam penelitian ini adalah Lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Bantul sedangkan objeknya adalah Kunjungan Lansia ke Puskesmas Sumbersari Bantulpad athun 2008.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan populasi berdasarkan rekam medik Puskesmas Sumbersari Bantul tahun 2008 sebanyak 876 lansia dan sample yang diambil secara acak (random sampling) sejumlah 175 responden. Untuk pengumpulan data, penulis menggunakan metode checklist dengan alat ukur berupa rekam medik Puskesmas tahun 2008.
Berdasarkan hasil penelitan diperoleh hasil bahwa tujuan kunjungan dari 403 kali kunjungan yang dilakukan oleh 175 lansia di Puskesmas Sumbersari pada tahun 2008 sebagian besar dilakukan dengan tujuan upaya kuratif (pengobatan penyakit) yaitu sebanyak 278 orang (68,98 %), frekuensi kunjungan lansia di wilayah kerja Puskesmas Sumber sari seluruhnya adalah dalam kategori yang tidak rutin (100%), penyakit yang paling banyak diderita oleh lansia Hipertensi (16%), lansia yang paling banyak melakukan kunjungan adalah pra lansia (Usia 45 - 59 tahun) sebanyak 85 orang (48.57%), dan berdasarkan jenis kelamin yang melakukan kunjungan lansia terbanyak adalah lansia yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 109 orang (62,3%).
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini bahwa gambaran kunjungan lansia di Puskesmas Sumbersari Bantul sebagian besar adalah dilakukan dengan tujuan upaya kuratif/pengobatan penyakit, dilakukan dengan tidak rutin, jenis penyakit yang diderita oleh lansia sebagian besar adalah Hipertensi, sebagian besar adalah lansia dengan kategori pra lansia, serta kebanyakan berjenis kelamin wanita.

Kata Kunci : Kunjungan dan Lansia

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Kunjungan Lansia
a. Pengertian Lanjut Usia
b. Pelayanan Kesehatan Lansia
c. Frekuensi Kunjungan Lansia
d. Penyakit yang dihadapi Lansia
2. Puskesmas
a. Pengertian Puskesmas
b. Visi Puskesmas
c. Misi Puskesmas
d. Program Pokok
B. Kerangka Konsep
C. Definisi Operasional
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
2. Sampel
C. Waktu dan Tempat Penelitian 5
1. Waktu Penelitian
2. Tempat Penelitian
D. Variabel Penelitian
E. Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan data
F. Analisa Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Keadan Geografis
2. Demografi Penduduk
3. Sarana dan Prasara
B. Hasil Penelitian
1. Pelayanan Kunjungan Lansia
2. Frekuensi Kunjungan Lansia
3. Penyakit Yang Dihadapi Lansia
4. Karakteristik Lansia
a. Umur
b. Jenis Kelamin
C. Pembahasan
1. Pelayanan Kunjungan Lansia
2. Frekuensi Kunjungan Lansia
3. Penyakit Yang Dihadapi Lansia
4. Karakteristik Lansia
a. Umur
b. Jenis Kelamin
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Baca Selengkapnya - Gambaran Kunjungan Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas

Pengetahuan Ibu Hamil Terhadap Dampak Mengkonsumsi Kopi Bagi Kehamilan

Kopi merupakan minuman yang cukup dikenal oleh umat manusia. Tak seorang pun tidak mengenal kopi minuman ini sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu. (Anonim, 2008). Di dalam kopi terdapat zat yang bernama kafein. Masalah dapat timbul dari mengkonsumsi kafein selama hamil. Kafein dapat mengubah detak jantung bayi, kafein juga mengurangi kalsium dan air di dalam tubuh. Selain itu kafein meningkatkan hormone stress yang menyebabkan pembuluh darah menyempit. Hal ini akan mengurangi oksigen dan nutrisi yang masuk bagi bayi yang dikandung. Untuk mengurangi masalah ini cobalah mambatasi jumlah minuman berkafein menjadi 1-2 cangkir sehari (Whalley,dkk, 2008).
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapatkan bagaimana pengetahuan ibu hamil terhadap dampak mengkonsumsi kopi bagi kehamilan di BPS CH. Sudilah Ganjar Agung Kota Metro 2009.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan sampel dalam penelitian ini adalah sampel jenuh atau disebut juga dengan penelitian populasi yaitu seluruh populasi yang berjumlah 60 orang ibu hamil (Penelitian Populasi). Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dan alat ukur berupa kuisioner yang langsung diberikan pada responden.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa pengetahuan ibu hamil terhadap dampak mengkonsumsi kopi bagi kehamilan di BPS CH. Sudilah Ganjar Agung Kota Metro 2009 adalah sebanyak 14 orang ibu dengan pengetahuan baik (23,33%), 37 orang ibu dengan pengetahuan cukup (61,67%), 7 orang ibu dengan pengetahuan kurang (11,67%), dan 2 orang ibu dengan pengetahuan sangat kurang (3,33%)
Kesimpulan yang diperoleh adalah secara umum dari 60 ibu hamil yang diteliti dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu hamil terhadap dampak mengkonsumsi kopi bagi kehamilan di BPS CH. Sudilah Ganjar Agung Kota Metro memiliki pengetahuan yang cukup.

Kata Kunci : Pengetahuan, ibu hamil, dampak mengkonsumsi kopi

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
B. Ibu Hamil
1. Proses Kehamilan
2. Perubahan Fisiologi Kehamilan
C. Kopi
1. Pengertian Kafein
2. Sumber Kafein
3. Kopi Bagi Kehamilan
D. Kopi Bagi Ibu Hamil
E. Dampak Kopi Pada Bayi
F. Kerangka Konsep Penelitian
G. Definisi Operasional
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
B. Populasi dan Sampel
C. Waktu dan Tempat Penelitian
D. Variabel Penelitian
E. Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
F. Analisa Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gamabran Umum Daerah Penelitian
2. Hasil Penelitian
B. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Baca Selengkapnya - Pengetahuan Ibu Hamil Terhadap Dampak Mengkonsumsi Kopi Bagi Kehamilan

Gambaran Pengetahuan dan Praktek Pijat Bayi 0-6 Bulan Oleh Ibu Di Desa

Pijat telah dipraktekkan hampir diseluruh dunia sejakdulu kala, termasuk di Indonesia. (Utami Roesli, 2001). Menurut Dr. Tiffany Fiel Pendiri They Touch Research Institute, Floride. USA, pijatan yang diberikan pada si kecil setiap hari selama 20 menit selama sebulan ternyata tidak hanya membuatnya lebih relaks, tetapi juga dapat membantu menstimulasi saraf otaknya.
Pemijatan pada bayi dapat meningkatkan kesehatan fisik dan kesehatan mentalnya. Aktifitas sepanjang hari dapat menyebabkan keletihan pada bayi. Keletihan tubuh ini dapat dipulihkan dengan pijatan.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapat Gambaran pengetahuan dan praktek pijat bayi 0-6 bulan oleh ibu di Desa Tirta Kencana Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2009.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan sampel semua populasi ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan di Desa Tirta Kencana Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang sejumlah 48 orang. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dan alat ukur berupa kuisioner untuk mengukur tingkat pengetahuan dan lembar ceklist untuk mengukur praktek pijak bayi.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang pijat bayi di Desa Tirta Kencana Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang sebagian besar dengan kategori cukup sebanyak 30 orang (62,50%) dan untuk kategori Praktek pijat bayi dalam kategori kurang baik sebanyak 28 orang (58,33%)
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang pijat bayi di Desa Tirta Kencana Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang dalam kategori cukup baik dan untuk praktek Pijat bayi secara umum adalah kurang baik.

Kata Kunci : Pengetahuan dan Prakek Pijat Bayi 0-6 bulan

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. ASI
2. Menyusui
3. Mekanisme Menyusui
4. Beberapa Masalah yang sering terjadi ketika bayi menyusui
5. Keunggulan ASI terhadap Susu Lainnya
6. Tehnik Menyusui
7. Langkah-langkah Menyusui yang Benar
8. Menyendawakan Bayi
B. Kerangka Konsep Penelitian
C. Definisi Operasional
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Populasi dan Sampel dan Tehnik sampling
C. Instrumen Penelitian
D. Tehnik Pengumpulan Data
E. Pengolahan Data
F. Analisa Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum BPS Nur Aisyah
1. Jenis Pelayanan
2. Sarana dan Prasarana
3. Ketenagaan
B. Hasil Penelitian
C. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran

Baca Selengkapnya - Gambaran Pengetahuan dan Praktek Pijat Bayi 0-6 Bulan Oleh Ibu Di Desa

Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Dengan Kunjungan Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya diperkirakan bahwa 60% kematian akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Prawirohardjo, 2005).
Kontak ibu nifas dengan tenaga kesehatan minimal 3 kali untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan ibu nifas. Baik di dalam maupun di luar gedung puskesmas (bidan di desa / Polindes dna kunjungan rumah) (Depkes, 2007).
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah ibu-ibu nifas dan yang menjadi objeknya adalah pengetahuan ibu dan kunjungan masa nifas. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu nifas dengan kunjungan ibu nifas di wilayah kerja Kota Metro Tahun.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik dimana yang menjadi sampel adalah ibu nifas yang berada di wilayah Kota Metro dengan penentuan sampel menggunakan quota sampling sehingga diperoleh sampel sebanyak 86 ibu nifas. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dan alat ukur berupa kuisioner yang langsung diberikan pada responden.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa karakteritik ibu nifas terbanyak adalah berumur 20-35 tahun sebanyak 57 orang (66,27%), paritas yang terbanyak yaitu multi sebanyak 64 orang (74,42%), tingkat pendidikan sedang (SMA) sebanyak 47 orang (54,65%), dan pekerjaan yaitu Ibu rumah tangga sebanyak 46 orang (54,49%). Untuk pelayanan yang didapatkan pemberian vitamin A 2 kapsul tidak sesuai standar sebanyak 44 orang (51,16%), dan tablet Fe 40 tablet diperoleh tidak sesuai standar sebanyak 47 orang (54,65%), untuk tingkat kunjungan terbesar adalah tidak lengkap sebanyak 61 orang (70,93%), dan tingkat pengetahuan baik sebanyak 50 orang (58,14%). Berdasarkan hasil analisis, diperoleh hasil bahwa nilai x2 hitung = 1,19 <>
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah ternyata tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu nifas yang baik dengan tingkat kunjungan masa nifas oleh ibu di wilayah kerja Kota Metro pada tahun 2009.

Kata Kunci : Hubungan, Pengetahuan Ibu, Kunjungan Masa Nifas

DAFTAR ISI :

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengertian Masa Nifas
2. Tujuan Masa Nifas
3. Frekuensi Kunjungan Masa Nifas
4. Perubahan Fisiologi dan Anatomis Masa Nifas
5. Perawatan Masa Nifas
6. Penanganan
7. Pengawasan Akhir Kala Nifas
8. Kunjungan Masa Nifas
9. Karakteristik Ibu
10. Pengetahuan
11. Pelayanan yang Diterima
B. Kerangka Konsep Penelitian
C. Hipotesis Penelitian
D. Definisi Operasional

BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
B. Populasi dan Sampel
C. Variabel Penelitian
D. Alat Ukur
E. Analisa Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Profil Wilayah
2. Orientasi Wilayah
3. Cakupan KN
B. Hasil Penelitian
C. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Baca Selengkapnya - Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Dengan Kunjungan Masa Nifas

Pengertian dan Ciri-ciri Penelitian kualitatif

Penelitian kualitatif atau naturalistic inquiry adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati, demikianlah pendapat Bogdan dan Guba, sementara itu Kirk dam Miller mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Fraenkel dan Wallen menyatakan bahwa penelitian yang mengkaji kualitas hubungan, kegiatan, situasi, atau material disebut penelitian kualitatif, dengan penekanan kuat pada deskripsi menyeluruh dalam menggambarkan rincian segala sesuatu yang terjadi pada suatu kegiatan atau situasi tertentu.
Bila diperhatikan, definisi di atas nampaknya hanya menggambarkan sebagian kecil dari suatu konsep penelitian kualitatif yang kompleks dan berdimensi banyak, oleh karena itu untuk pemahaman yang lebih utuh mengenai penelitian kulitatif, maka pengetahuan tentang apa ciri-ciri (karakteristik) penelitian kualitatif akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan padu tentang penelitian kualitatif. Untuk itu berikut ini akan dikemukakan berbagai ciri penelitian kualitatif.

Ciri- ciri pokok Penelitian Kualitatif
  1. Naturalistic inquiry: Mempelajari situasi dunia nyata secara alamiah, tidak melakukan manipulasi,; terbuka pada apapun yang timbul.
  2. Inductive analysis : Mendalami rincian dan kekhasan data guna menemukan kategori, dimensi, dan kesaling hubungan.
  3. Holistic perspective: Seluruh gejala yang dipelajari dipahami sebagai sistem yang kompleks lebih dari sekedar penjumlahan bagian-bagiannya.
  4. Qualitative data : Deskripsi terinci, kajian/inkuiri dilakukan secara mendalam.
  5. Personal contact and insight : Peneliti punya hubungan langsung dan bergaul erat dengan orang-orang, situasi dan gejala yang sedang dipelajari.
  6. Dynamic systems : Memperhatikan proses; menganggap perubahan bersifat konstan dan terus berlangsung baik secara individu maupun budaya secara keseluruhan
  7. Unique case orientation: Menganggap setiap kasus bersifat khusus dan khas
  8. Context Sensitivity: Menempatkan temuan dalam konteks sosial, historis dan waktu
  9. Emphatic Netrality :Penelitian dilakukan secara netral agar obyektif tapi bersifat empati
  10. Design flexibility : Desain penelitiannya bersifat fleksibel, terbuka beradaptasi sesuai perubahan yang terjadi (tidak bersifat kaku) (Sumber : Patton : 1990 :40-41)
Setelah mensintesiskan pendapat Bogdan & Biklen dengan pendapat Lincoln & Guba, Moleong mengemukakan sebelas karakteristik penelitian kualitatif yaitu :
  1. Latar alamiah (penelitian dilakukan pada situasi alamiah dalam suatu keutuhan)
  2. Manusia sebagai alat (Manusia/peneliti merupakan alat pengumpulan data yang utama)
  3. Metode kualitatif (metode yang digunakan adalah metode kualitatif)
  4. Anslisa data secara induktif (mengacu pada temuan lapangan)
  5. Teori dari dasar/grounded theory (menuju pada arah penyusunan teori berdasarkan data)
  6. Deskriptif (data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka)
  7. Lebih mementingkan proses daripada hasil
  8. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus (perlunya batas penelitian atas dasar fokus yang timbul sebagai masalajh dalam penelitian)
  9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data (punya versi lain tentang validitas, reliabilitas dan obyektivitas)
  10. Desain yang bersifat sementara (desain penelitian terus berkembang sesuai dengan kenyataan lapangan)
  11. Hasil penelitiaan dirundingkan dan disepakati bersama (hassil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama antar peneliti dengan sumber data)
Sementara itu menurut Nasution ciri-ciri metode kualitatif adalah :
1. Sumber data adalah situasi yang wajar atau natural settting Peneliti sebagai instrumen penelitian
2. Sangat deskriptif
3. Mementingkan proses maupun produk
4. Mencari makna
5. Mengutamakan data langsung
6. Triangulasi (pengecekan data/informasi dari sumber lain)
7. Menonjolkan rincian kontekstual
8. Subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti
9. Mengutamakan perspektif emik (menurut pandangan responden)
10. Verifikasi (menggunakan kasus yang bertentangan untuk memperoleh hasil yang lebih dipercaya)
11. Sampling yang purposive
12. Menggunakan audit trial (melacak laporan/informasi sesuai dengan data yang terkumpul)
13. Partisipsi tanpa mengganggu
14. Mengadakan analisis sejak awal penelitian
15. Data dikumpulkan dalam bentuk kata-kata atau gambar ketimbang
16. Desain penelitian tampil dalam proses penelitian

Dengan memperhatikan karakteristik penelitian kualitatif yang dikemukakan para ahli sebagaimana dikemukakan di atas, nampaknya lebih bersifat saling melengkapi dan menambah, karakteristik yang dikemukakan oleh Patton lebih bersipat umum yang merupakan ciri-ciri dasar, rumusan Moleong sudah menambahkan hal-hal yang bersipat operasional penelitian, terlebih lagi karakteristik yang dikemukakan oleh Nasution. Dengan variasi semacam ini maka akan lebih mempermudah/memperjelas pemahaman tentang penelitian kualitatif

a. Inkuiri naturalistik
Desain penelitian kualitatif bersifat alamiah dimana peneliti tidak berusaha memanipulasi setting penelitian, kondisi/situasi obyek yang diteliti benar-benar merupakan kejadian, komunitas, interaksi yang terjadi secara alamiah, hal ini dikarenakan metode kualitatif berusaha memahami fenomena-fenomena dalam kejadian alami yang wajar. Menurut Guba inkuiri naturalistik merupakan pendekatan yang berorientasi pada penemuan yang meminimalisir manipulasi peneliti atas obyek penelitian/studi

b. Analisis induktif
Metode kualitatif terutama berorientasi pada upaya eksplorasi, penemuan dengan menggunakan logika induktif . analisis induktif bermakna analisis yang dimulai dengan melakukan observasi spesifik menuju terbentuknya pola umum. Peneliti kualitatif berusaha memahami berbagai hubungan antar dimensi/variabel yang muncul dari data-data yang ditemukan tanpa terlebih dahulu membuat hipotesis sebagaimana umum dilakukan dalam penelitian kuantitatif.

c.Perspektif menyeluruh
Metode kualitatif berusaha memahami fenomena sebagai suatu keseluruhan yang padu dan total. Peneliti kualitatif memandang bahwa keseluruhan itu merupakan suatu sistem yang kompleks tidak sekedar penjumlahan bagian-bagiannya. Pendeskripsian serta pemahaman atas lingkungan sosial (atau lingkungan dalam konteks lainnya) seseorang (informan) merupakan hal yaang sangat penting bagi pemahaman yang menyeluruh atas apa yang diteliti.

d. Data kualitatif
Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan lebih bersifat kualitatif yang mendeskripsikan setting penelitian baik situasi maupun informan/responden yang umumnya berbentuk narasi baik melalui perantaran lisan seperti ucapan/penjelasan responden, dokumen pribadi, catatan lapangan. Berbeda dengan penelitian kuantitatif dimana data yang dikumpulkan merupakan hasil pengukuran atas variabel-variabel yang telah dioperasionalkan (umumnya brbrntuk angka-angka)

e. Kontak personal
Metode kualitatif mensyaratkan perlunya kontak personal secara langsung antara peneliti dengan orang-orang dan lingkungan yang sedang diteliti. Perlunya kontak langsung secara personal adalah guna memahami secara personal realitas yang terjadi dalam kehidupan wajar sehari-hari, sehingga peneliti dapat mengerti dan memahami bagaimana orang-orang mengalami, memahami dan menghayati realitas yang terjadi.

f. Sistem yang dinamis
Setting penelitian merupakan sesuatu yang dinamis, dan selalu berubah baik secara individual maupun budaya secara keseluruhan. Perhatian utama peneliti kualitatif adalah menggambarkan dan memahami proses dinamika yang terjadi, karena fenomena-fenomena yang terjadi saling berkaitan dan saling mempengaruhi secara dinamis dalam suatu sistem yang menyeluruh.

g. Berorientasi pada kasus yang khas
Kedalaman metode kualitatif secara tipikal bermula dari kasus-kasus kecil yang menarik sesuai dengan tujuan penelitian. Pentingnya studi kasus ini terutama bila seseorang memerlukan pemahaman atas orang-orang yang istimewa, masalah-masalah khas atau situasi-situasi yang unik secara lebih mendalam.

h. Sensitif pada konteks
Temuan-temuan dalam penelitian kualitatif selalu ditempatkan sesuai dengan konteksnya, baik konteks sosial, konteks historis, maupun konteks waktu, ini berarti bahwa suatu temuan akan banyak bermakna atau akan memberikan makna yang lebih mendalam bila dilihat dalam konteksnya sendiri-sendiri, oleh karena itu peneliti harus peka dalam memahami konteks suatu temuan penelitian.

i. Netralitas yang empati
Obyektivitas yang sempurna adalah tidak mungkin, subyektivitas murni akan merusak keterpercayaan, untuk itu dalam penelitian kualitatif seorang penelity diharapkan bersifat netral tapi empati, kenetralan merupakan upaya untuk menjaga obyektivitas, sedangkan sikap empati perlu ada mengingat peneliti kualitatif melakukan kontak personal secara langsung dengan sumber-sumber data (informan)

j. Desain yang lentur
Desain penelitian dalam metode kualitatif tdak bersifat kaku, dia biasa mengadaptasi perubahan sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam kegiatan penelitian, oleh Karena itu dalam penelitian kualitatif desain secara parsial bisa muncul pada saat penelitian sedang berlangsung.

Baca Selengkapnya - Pengertian dan Ciri-ciri Penelitian kualitatif

Perbedaan Metode Kuantitatif dengan Kualitatif

Metode Kuantitatif
  1. Menggunakan hiopotesis yang ditentukan sejak awal penelitian
  2. Definisi yang jelas dinyatakan sejak awal
  3. Reduksi data menjadi angka-angka
  4. Lebih memperhatikan reliabilitas skor yang diperoleh melalui instrumen penelitian
  5. Penilaian validitas menggunakan berbagai prosedur dengan mengandalkan hitungan statistik
  6. Mengunakan deskripsi prosedur yang jelas (terinci)
  7. sampling random
  8. Desain/kontrol statistik atas variabel eksternal
  9. Menggunakan desain khusus untuk mengontrol bias prosedur
  10. Menyimpulkan hasil menggunakan statistik
  11. Memecah gejala-gejala menjadi bagian-bagian untuk dianalisis
  12. Memanipulasi aspek, situasi atau kondisi dalam mempelajari gejala yang kompleks
Metode Kualitatif
  1. Hipotesis dikembangkan sejalan dengan penelitian/saat penelitian
  2. Definisi sesuai konteks atau saat penelitian berlangsung
  3. Deskripsi naratif/kata-kata, ungkapan atau pernyataan
  4. Lebih suka menganggap cukup dengan reliabilitas penyimpulan
  5. Penilaian validitas melalui pengecekan silang atas sumber informasi
  6. Menggunakan deskripsi prosedur secara naratif
  7. Sampling purposive
  8. Menggunakan analisis logis dalam mengontrol variabel ekstern
  9. Mengandalkan peneliti dalam mengontrol bias
  10. Menyimpulkan hasil secara naratif/kata-kata
  11. Gejala-gejala yang terjadi dilihat dalam perspektif keseluruhan
  12. Tidak merusak gejala-gejala yang terjadi secara alamiah /membiarkan keadaan aslinya
Baca Selengkapnya - Perbedaan Metode Kuantitatif dengan Kualitatif

Pengambilan Sampel (Sampling)

Penentuan sampel merupakan langkah penting dalam penelitian kuantitatif, konsep dasar dari penentuan sampel adalah bahwa agregasi dari orang, rumah tangga atau organisasi yang sangat besar dapat dikaji secara efektif dan efisien serta akurat melalui pengkajian yang terinci dan hati-hati pada sebagian agregasi yang terpilih. Agregasi (Keseluruhan) disebut populasi atau universe yang terdiri dari unit total informasi yang ingin diketahui. Dari populasi yang ingin dikaji kemudian ditentukan sampelnya, melalui prosedur sampling yang sesuai dengan karakteristik populasinya.
Penelitian bidang sosial dan Pendidikan banyak dilakukan dengan menggunakan sampel (Sampling Methods), hal ini tidak hanya karena alasan biaya dan waktu, tapi juga untuk menghindari kekeliruan akibat pengumpulan, pemrosesan dan penganalisaan data dari agregasi yang sangat besar. Dengan penarikan sampel maka estimasi dapat dilakukan serta hipotesis dapat diuji yang hasilnya dapat berlaku terhadap populasi darimana sampel itu diambil. Pengkajian terhadap sampel pada dasarnya dimaksudkan untuk menemukan generalisasi atas populasi atau karakteristik populasi (Parameter), sehingga dapat dilakukan penyimpulan (inferensi) tentang universe, oleh karena itu penarikan sampel jangan sampai bias dan harus menggambarkan seluruh unsur dalam populasi secara proporsional, hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan kesempatan yang sama pada seluruh elmen dalam populasi.
Adapun langkah-langkah dalam penentuan sampel adalah :
a. Mendefinisikan populasi yang akan dijadikan obyek penelitian
b. Menentukan prosedur sampling
c. Menentukan besarnya sampel
pendefinisian populasi merupakan langkah pertama yang sangat penting, dari sini dapat tergambar bagaimana keadaan populasi, sub-sub unit populasi, karakteristik umum populasi serta keluasan dari populasi tersebut. Dalam hubungan ini perlu dibedakan antara populasi target (Target/actual population) dan populasi terjangkau (Accessible population), populasi target adalah populasi yang ingin digeneralisasi oleh peneliti, sedangkan populasi terjangkau adalah populasi yang dapat digeneralisasi oleh peneliti, target populasi merupakan pilihan ideal dan populasi terjangkau merupakan pilihan yang realistis. Sesudah diperoleh gambaran tersebut kemudian ditentukan prosedur apa yang akan diambil dalam penentuan sampel, sesudah langkah ini baru kemudian ditentukan besarnya sampel yang akan dijadikan obyek penelitian.
Penentuan prosedur sampling (Sampling Method) yang akan dipergunakan pada dasarnya sebagian besar tergantung pada ada tidaknya kerangka sampel (Sampling Frame : daftar unit-unit analisis dari populasi yang akan diambil sampelnya)) yang lengkap dan akurat, jika tidak demikian maka diperlukan pembaruan daftar tersebut agar sampel dapat benar-benar menjadi representasi dari populasi
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah bahwa semakin sempit (sedikit) peneliti mendefinisikan (membatasi) populasi semakin efisien dalam waktu dan dana, namun semakin terbatas kemampuan melakukan generalisasi, untuk itu peneliti harus mencari jalan yang efisien dalam waktu dan dana serta kemampuan generalisasi yang lebih luas, dan untuk menghindari kekeliruan pembaca, maka peneliti perlu menggambarkan populasi dan sampel secara rinci, sehingga orang yang membaca hasil penelitian dapat menentukan daya terap (Aplicability) penemuan hasil penelitian terhadap situasi yang berbeda.
Sebagaimana diketahui bahwa terdapat banyak metode pengambilan sampel yang dapat dilakukan dengan caranya sendiri-sendiri, namun dalam prakteknya cara pengambilan sampel campuran (Multistage sampling) banyak juga dipergunakan dalam penelitian, karena masing-masing cara terkadang diperlukan dalam tahap-tahap tertentu. Untuk tujuan-tujuan penyimpulan (inference) persyaratan yang paling penting adalah perlunya sampel diambil secara random (Probability samples), dimana setiap elemen populasi punya kesempatan yang sama (Fair Chance) untuk terpilih menjadi sampel (Nonzero probability of selection), sifat random bermakna penggunaan metode probabilitas yang tidak bias dalam memilih sampel.

Simple Random Sampling
Pengambilan sampel acak sederhana adalah cara pengambilan sampel dimana setiap unsur yang membentuk populasi diberi kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel, cara ini akan sangat mudah apabila telah terdapat daptar lengkap unsur-unsur populasi. Prosedur yang cukup akurat untuk pengambilan sampel secara acak adalah dengan menggunakan tabel angka acak (Table of random numbers), disamping itu dapat pula dilakukan dengan cara mengundi.
Pengambilan sampel acak yang dilakukan sesuai prosedur sama sekali bukan jaminan bahwa suatu sampel akan menjadi representasi sempurna dari populasi, karena bisa saja terjadi pengambilan sampel secara random dalam kenyataannya menghasilkan suatu sampel yang unik, akan tetapi perlunya pengambilan sampel secara acak harus dipahami dalam konteks proses kemungkinan, apabila sampel acak diambil dari suatu populasi secara berulang-ulang, maka secara umum seluruh sampel tersebut akan mampu memberikan estimasi yang lebih akurat terhadap populasi, demikian juga variabilitas atau kekeliruan dapat diestimasi dan uji signifikansi statistik juga menunjukan probabilitas hasil dengan mempertimbangkan kekeliruan pengambilan sampel (Sampling Error).

Pengambilan Sampel secara Sistimatis
Systematic Sampling merupakan Alternatif lain pengambilan sampel yang sangat bermanfaat untuk pengambilan sampel dari populasi yang sangat besar. Pengambilan sampel secara sistematis adalah suatu metode dimana hanya unsur pertama dari sampel yang dipilih secara acak, sedang unsur-unsur selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu. Sebagai contoh Kepala Dinas Pendidikan ingin mengetahui bagaimana Motivasi Kerja Kepala Sekolah di Kabupaten Kuningan yang berjumlah 1000 orang dan akan mengambil sempel 100 orang Kepala sekolah, kemudian Nama-nama Kepala Sekolah disusun secara alpabetis, lalu dipilih sampel per sepuluh Kepala Sekolah, untuk itu disusun nomor dari 1 sampai 10, lalu diundi untuk memilih satu angka, jika angka lima yang keluar, maka sampelnya adalah nomor 5, 15, 25, 35, dan seterusnya sampai diperoleh jumlah sampel yang dikehendaki.
Dalam pengambilan sampel secara sistematis dikenal dua istilah yaitu interval pengambilan sampel (Sampling intervals), yaitu perbandingan antara populasi dengan sampel yang diinginkan, dan proporsi pengambilan sampel (sampling Fraction/Sampling Ratio) yaitu perbandingan antara ukuran sampel dengan populasi. Dari contoh di atas Sampling intervalnya adalah 1000 : 100 = 10, dan sampling rationya adalah 100 : 1000 = 0,1. Contoh tersebut juga dapat disebut sebagai Systematic Sampling with random start, dimana awal penentuan sampel dilakukan secara acak, baru sesudah itu dilakukan langkah-langkah sistematis sesuai dengan prosedurnya. Cara pengambilan sampel seperti ini menurut Jack R. Fraenkel dan Norman E Wallen bisa dikategorikan sebagai random sampling jika daftar populasi disusun secara random dan sampel diambil dari daftar tersebut.

Pengambilan Sampel berstrata (Stratified Sampling)
Pengambilan sampel berstrata merupakan teknik pengambilan sampel dimana populasi dikelompokan dalam strata tertentu, kemudian diambil sampel secara random dengan proporsi yang seimbang sesuai dengan posisinya dalam populasi. Sebagai contoh : seorang Kepala Sekolah ingin mengetahui tanggapan Siswa tentang pelaksanaan program Keterampilan. Jumlah Siswa sebanyak 2000 orang dengan komposisi kelas 3 sebanyak 600 siswa, kelas 2 sebanyak 400 siswa dan kelas 1 sebanyak 1000 siswa, besarnya sampel yang akan diambil adalah 200 orang, jika stratanya berdasarkan Kelas maka langkah yang harus dilakukan adalah :
a. Tetapkan proporsi strata dari populasi hasilnya kelas 3 sebesar 30%, Kelas 2 sebesar 20% dan kelas 1 sebesar 50%.
b. Hitung besarnya sampel untuk masing-masing strata, hasilnya kelas 3 sebanyak 60 siswa, kelas 2 sebanyak 40 siswa dan kelas 1 sebanyak 100 siswa
c. Kemudian pilih anggota sampel untuk masing-masing strata secara acak (random sample).
Cara lain penentuan sampel berstrata adalah menentukan dulu proporsi sampel atas populasi, dalam kasus di atas proporsinya adalah 10 % kemudian proporsi ini dikalikan jumlah siswa pada tiap strata dan hasilnya akan sama dengan cara diatas. Sesudah langkah tersebut dilakukan baru instrumen penelitian disebarkan kepada anggota sampel yang sudah terpilih. Apabila jumlah sampel disamakan untuk tiap strata, cara itu disebut penarikan sampel strata tidak proporsional (Disproportional Stratified Sampling), sedangkan jika disesuaikan dengan proporsi strata dalam populasi disebut pengambilan sampel strata proporsional (Proportional Stratified Sampling)

Pengambilan sampel Kelompok (Cluster Sampling)
Cluster Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana pemilihannya mengacu pada kelompok bukan pada individu. Cara seperti ini baik sekali untuk dilakukan apabila tidak terdapat atau sulit menentukan/menemukan kerangka sampel, meski dapat juga dilakukan pada populasi yang kerangka sampelnya sudah ada.
Sebagai contoh : Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan ingin mengetahui bagaimana Sikap Guru SLTP terhadap Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), besarnya sampel adalah 300 orang, kemudian ditentukan Clusternya, misalnya sekolah, Jumlah SLTP sebanyak 66 Sekolah dengan rata-rata jumlah Guru 50 orang, maka jumlah cluster yang diambil adalah 300 : 50 = 6, kemudian dipilih secara acak enam Sekolah dan dari enam sekolah ini dipilih secara acak 50 orang Guru sebagai anggota sampel.
Pengambilan sampel dengan cara yang sudah disebutkan di atas umumnya dilakukan pada populasi yang bersifat terbatas (Finit), sementara itu untuk Populasi yang jumlah dan identitas anggota populasinya tidak diketahui (Infinit) pengambilan sampel biasanya dilakukan secara tidak acak (Non random Sampling). Adapun yang termasuk pada cara ini adalah :
1. Quota Sampling : yaitu penarikan sampel yang hanya menekankan pada jumlah sampel yang harus dipenuhi.
2. Purposive Sampling : pengambilan sampel hanya pada individu yang didasarkan pada pertimbangan dan karakteristik tertentu.
3. Accidental Sampling : pengambilan sampel dengan jalan mengambil individu siapa saja yang dapat dijangkau atau ditemui.

Menentukan Besarnya Sampel (Sample Size)
Besarnya sampel sebaiknya sebanyak mungkin; semakin besar sampel yang diambil umumnya akan semakin representatif dari populasinya dan hasil penelitian lebih dapat digeneralisasikan. Masalah besarnya sampel merupakan hal yang sulit untuk dijawab sebab terkadang dipengaruhi oleh dana yang tersedia untuk melakukan penelitian. Namun demikian hal yang penting untuk diperhatikan adalah terdapatnya alasan yang logis untuk pemilihan teknik sampling serta besarnya sampel dilihat dari sudut metodologi Penelitian.
Dilihat dari substansi tujuan penarikan sampel yakni untuk memperoleh representasi populasi yang tepat, maka besarnya sampel yang akan diambil perlu mempertimbangkan karakteristik populasi serta kemampuan estimasi. Pertimbangan karakteristik populasi akan menentukan teknik pengambilan sampel, ini dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan bias, sementara kemampuan estimasi berkaitan dengan presisi dalam mengestimasi populasi dari sampel serta bagaimana sampel dapat digeneralisasikan atas populasinya, upaya untuk mencapai presisi yang lebih baik memerlukan penambahan sampel, seberapa besar sampel serta penambahannya akan tergantung pada variasi dalam kelompok, tingkat kesalahan yang ditoleransi serta tingkat kepercayaan.
Menurut Pamela L. Alreck dan Robert B. Seetle dalam bukunya The Survey Research Handbook untuk Populasi yang besar, sampel minimum kira-kira 100 responden dan sampel maksimumnya adalah 1000 responden atau 10% dengan kisaran angka minimum dan maksimum, secara lebih rinci Jack E. Fraenkel dan Norman E. Wallen menyatakan (meskipun bukan ketentuan mutlak) bahwa minimum sampel adalah 100 untuk studi deskriptif, 50 untuk studi korelasional, 30 per kelompok untuk studi kausal komparatif. L.R Gay dalam bukunya Educational Research menyatakan bahwa untuk riset deskriptif besarnya sampel 10% dari populasi, riset korelasi 30 subjek, riset kausal komparatif 30 subjek per kelompok, dan riset eksperimental 50 subjek per kelompok. Sementara itu Krejcie dan Morgan menyusun ukuran besarnya sampel dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Kesalahan Pengambilan Sampel (Sampling Error)
Secara umum peneliti harus dapat memperoleh besarnya sampel minimum yang diperlukan agar dapat merepresentasikan populasi secara akurat, namun disadari bahwa sampel bukanlah populasi sehingga kemungkinan melakukan kesalahan dapat saja terjadi. Oleh karena itu peneliti harus memandang hasil dari sampel bukanlah hasil yang pasti, tapi sebatas estimasi. Kesalahan pengambilan sampel terjadi apabila sampel yang diproleh tidak/kurang akurat dalam merepresentasikan populasi, masalahnya berapa besar kesalahan sampling yang ditoleransi agar generalisasi dari suatu penelitian sampel dapat diandalkan
Sebagaimana telah diketahui bahwa besarnya sampel yang diperlukan agar dapat merepresentasikan populasi tidak hanya tergantung pada ukuran besarnya populasi tapi juga pada heterogenitas variansi variabel dalam populasi. Semakin besar populasi, semakin besar sampel yang diperlukan, demikian juga semakin heterogen variabel dalam populasi semakin besar sampel yang diperlukan dalam penelitian.
Teori pengambilan sampel (Sampling Theory) menyatakan bahwa jika banyak sampel (dengan jumlah tertentu) diambil dari suatu populasi, maka sebagian besar Mean sampel akan berada dekat dengan Mean populasi , dan hanya sedikit saja yang berada jauh dari mean populasi , hal ini berarti bahwa jika sampel diambil secara tepat, maka penyimpulan atas sampel akan mendekati (akibat sampling error) penyimpulan atas populasi.
Dari suatu populasi dapat digambarkan suatu distribusi sampel Mean (Sampling distribution), dan menurut Teorema batas pusat (Central limit Theorem) mean-mean dari sampel akan berdistribusi normal diseputar mean populasi serta mean dari mean semua sampel akan sama dengan nilai mean populasi. Namun demikian kemungkinan melakukan kekeliruan tetap saja ada, dan untuk menghitung/mengetahui kekeliruan tersebut pertama-tama perlu dilihat dulu bagaimana variasi dalam suatu populasi, akan tetapi karena variasi populasi secara empirik tidak diketahui, maka yang dapat digunakan adalah nilai variasi sampel, adapun ukuran-ukuran untuk mengetahui variasi suatu data penelitian yang biasa dipergunakan adalah Mean Deviasi (X – ), Varians (X – )2/N), dan Standar Deviasi yaitu akar pangkat dua dari Variance ( (X – )2 / N ).
Sebelum mengetahui nilai kesalahan pengambilan sampel terlebih dahulu perlu diketahui Standard Error, dan ukuran variasi Standard Deviasi merupakan ukuran yang baik untuk mengetahui rata-rata penyimpangan, adapun rumus perhitungan Standard Error adalah Standar Deviasi dibagi akar pangkat dua jumlah sampel ( SD : N (jumlah sampel) ),standar deviasi (SD) yang digunakan dalam rumus tersebut mestinya SD populasi, tapi karena yang diteliti adalah sampel, maka SD sampel yang dipergunakan dengan asumsi SD sampel sama dengan SD populasi. Standar Error merupakan estimasi terbaik bagi Sampling Error; semakin kecil Standar deviasi,dan semakin besar jumlah sampel maka semakin kecil Standard Error, yang berarti semakin kecil Sampling error, karena Kesalahan penarikan sampel merupakan perkalian antara Standard error dengan nilai z pada tingkat kepercayaan tertentu ( 95% = 1,96; 99% = 2,58).
Baca Selengkapnya - Pengambilan Sampel (Sampling)

Karakteristik Ibu Bersalin dengan Partus Lama di RS

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih 208 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab. Penyebab kematian ibu 90% disebabkan oleh salah satunya partus lama. Persalinan lama/kasep merupakan masalah besar di Indonesia karena pertolongan di daerah pedesaan masih dilakukan oleh dukun. Sesungguhnya tragedi kematian ibu tidak perlu terjadi karena lebih dari 80% kematian ibu sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan yang efektif, yaitu melalui pemeriksaan kehamilan untuk mendeteksi adanya faktor-faktor penyulit persalinan.

Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik ibu yang bersalin dengan partus lama. Data yang dikumpulkan adalah data skunder dari 34 sampel dengan menggunakan format pengumpulan data. Analisa data menggunakan statistik sederhana dengan persentasi.

Berdasarkan hasil hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa karakteristik ibu yang bersalin dengan partus lama paling banyak pada umur 20 – 35 tahun yaitu sebanyak 82,4%, multigravida sebanyak 50%, ibu rumah tangga sebanyak 73,5%, partus lama yang disebabkan oleh kelainan his sebanyak 61,8% dan mal posisi sebanyak 14,71%.

Kesimpulan dari penelitian ini karakteristik ibu yang bersalin dengan partus lama paling banyak disebabkan oleh kelainan his yakni sebesar 61,8%.

Dengan demikian perlu ditingkatkan kewaspadaan dan keterampilan khususnya kepada tenaga kesehatan dalam menghadapi komplikasi dalam persalinan khususnya partus lama.

Kata Kunci : Karakteristik, Ibu Berslin, Partus Lama.

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Persalinan Lama
B. Definisi karakteristik
C. Kerangka Konsep Penelitian
D. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
2. Sampel
C. Lokasi Penelitian
D. Variabel Penelitian
E. Instrument Penelitian
F. Pengolahan Data
G. Analis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah RS Urip Sumoharjo
B. Hasil Penelitian
C. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Baca Selengkapnya - Karakteristik Ibu Bersalin dengan Partus Lama di RS

Rahasia Belajar Baik dan Benar

1. Belajar Kelompok
Belajar kelompok dapat menjadi kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan karena ditemani oleh teman dan berada di rumah sendiri sehingga dapat lebih santai. Namun sebaiknya tetap didampingi oleh orang dewasa seperti kakak, paman, bibi atau orang tua agar belajar tidak berubah menjadi bermain. Belajar kelompok ada baiknya mengajak teman yang pandai dan rajin belajar agar yang tidak pandai jadi ketularan pintar. Dalam belajar kelompok kegiatan yang unik adalah membahas pelajaran yang belum dipahami oleh semua atau sebagian kelompok belajar baik yang sudah dijelaskan guru maupun belum dijelaskan guru.
2. Rajin Membuat Catatan Intisari Pelajaran
Bagian-bagian penting dari pelajaran sebaiknya dibuat catatan di kertas atau buku kecil yang dapat dibawa kemana-mana sehingga dapat dibaca di mana pun kita berada. Namun catatan tersebut jangan dijadikan media mencontek karena dapat merugikan kita sendiri.

3. Membuat Perencanaan Yang Baik
Untuk mencapai suatu tujuan biasanya diiringi oleh rencana yang baik. Oleh karena itu ada baiknya kita membuat rencana belajar dan rencana pencapaian nilai untuk mengetahui apakah kegiatan belajar yang kita lakukan telah maksimal atau perlu ditingkatkan. Sesuaikan target pencapaian dengan kemampuan yang kita miliki. Jangan menargetkan yang yang nomor satu jika saat ini kita masih di luar 10 besar di kelas. Buat rencana belajar yang diprioritaskan pada mata pelajaran yang lemah. Buatlah jadwal belajar yang baik untuk pendidikan.

4. Disiplin Dalam Belajar
Apabila kita telah membuat jadwal belajar maka harus dijalankan dengan baik. Contohnya seperti belajar tepat waktu dan serius tidak sambil main-main dengan konsentrasi penuh. Jika waktu makan, mandi, ibadah, dan sebagainya telah tiba maka jangan ditunda-tunda lagi. Lanjutkan belajar setelah melakukan kegiatan tersebut jika waktu belajar belum usai. Bermain dengan teman atau game dapat merusak konsentrasi belajar. Sebaiknya kegiatan bermain juga dijadwalkan dengan waktu yang cukup panjang namun tidak melelahkan jika dilakukan sebelum waktu belajar. Jika bermain video game sebaiknya pilih game yang mendidik dan tidak menimbulkan rasa penasaran yang tinggi ataupun rasa kekesalan yang tinggi jika kalah.

5. Menjadi Aktif Bertanya dan Ditanya
Jika ada hal yang belum jelas, maka tanyakan kepada guru, teman atau orang tua. Jika kita bertanya biasanya kita akan ingat jawabannya. Jika bertanya, bertanyalah secukupnya dan jangan bersifat menguji orang yang kita tanya. Tawarkanlah pada teman untuk bertanya kepada kita hal-hal yang belum dia pahami. Semakin banyak ditanya maka kita dapat semakin ingat dengan jawaban dan apabila kita juga tidak tahu jawaban yang benar, maka kita dapat membahasnya bersama-sama dengan teman.

6. Belajar Dengan Serius dan Tekun
Ketika belajar di kelas dengarkan dan catat apa yang guru jelaskan. Catat yang penting karena bisa saja hal tersebut tidak ada di buku dan nanti akan keluar saat ulangan atau ujian. Ketika waktu luang baca kembali catatan yang telah dibuat tadi dan hapalkan sambil dimengerti. Jika kita sudah merasa mantap dengan suatu pelajaran maka ujilah diri sendiri dengan soal-soal. Setelah soal dikerjakan periksa jawaban dengan kunci jawaban. Pelajari kembali soal-soal yang salah dijawab.

7. Hindari Belajar Berlebihan
Jika waktu ujian atau ulangan sudah dekat biasanya kita akan panik jika belum siap. Jalan pintas yang sering dilakukan oleh pelajar yang belum siap adalah dengan belajar hingga larut malam / begadang atau membuat contekan. Sebaiknya ketika akan ujian tetap tidur tepat waktu karena jika bergadang semalaman akan membawa dampak yang buruk bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak.

8. Jujur Dalam Mengerjakan Ulangan Dan Ujian
Hindari mencontek ketika sedang mengerjakan soal ulangan atau ujian. Mencontek dapat membuat sifat kita curang dan pembohong. Kebohongan bagaimanapun juga tidak dapat ditutup-tutupi terus-menerus dan cenderung untuk melakukan kebohongan selanjutnya untuk menutupi kebohongan selanjutnya. Anggaplah dengan nyontek pasti akan ketahuan guru dan memiliki masa depan sebagai penjahat apabila kita melakukan kecurangan.
Baca Selengkapnya - Rahasia Belajar Baik dan Benar

Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif: Wawancara

Wawancara merupakan bentuk pengumpulan data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Perawat seringkali menganggap wawancara itu mudah karena dalam kesehariannya, perawat sering bercakap-cakap dengan kliennya untuk mendapatkan informasi penting. Kenyataannya tak semudah itu. Banyak peneliti mengalami kesulitan mewawancarai orang, karena orang cenderung menjawab dengan singkat. Apalagi budaya pada masyarakat Indonesia yang cenderung tidak terbiasa mengungkapkan perasaan mereka.

Wawancara pada penelitian kualitatif memiliki sedikit perbedaan dibandingkan dengan wawancara lainnya seperti wawancara pada penerimaan pegawai baru, penerimaan mahasiswa baru, atau bahkan pada penelitian kuantitatif. Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan informal. Wawancara penelitian lebih dari sekedar percakapan dan berkisar dari informal ke formal. Walaupun semua percakapan mempunyai aturan peralihan tertentu atau kendali oleh satu atau partisipan lainnya, aturan pada wawancara penelitian lebih ketat. Tidak seperti pada percakapan biasa, wawancara penelitian ditujukan untuk mendapatkan informasi dari satu sisi saja, oleh karena itu hubungan asimetris harus tampak. Peneliti cenderung mengarahkan wawancara pada penemuan perasaan, persepsi, dan pemikiran partisipan.

Uraian berikut ini akan menggambarkan jenis wawancara, jenis pertanyaan, lama waktu wawancara, dan prosedur melakukan wawancara pada penelitian kualitatif. Penjelasan tentang pengumpulan data merupakan hal yang penting karena akan menuntun pembaca memahami proses penelitian secara tepat.
Jenis Wawancara
Peneliti harus memutuskan besarnya struktur dalam wawancara. Struktur wawancara dapat berada pada rentang tidak berstruktur sampai berstruktur. Penelitian kualitatif umumnya menggunakan wawancara tidak berstruktur atau semi berstruktur (Holloway & Wheeler, 1996).
Wawancara tidak berstruktur, tidak berstandard, informal, atau berfokus dimulai dari pertanyaan umum dalam area yang luas pada penelitian. Wawancara ini biasanya diikuti oleh suatu kata kunci, agenda atau daftar topik yang akan dicakup dalam wawancara. Namun tidak ada pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya kecuali dalam wawancara yang awal sekali. Misalnya untuk pertanyaan “Ceritakan tentang pangalaman nyeri anda”, maka dapat menggunakan kata kunci: perasaan, pergi ke dokter, profesi kesehatan lainnya, menggunakan pengobatan komplementer, dukungan social, dukungan praktik, klinik nyeri, puncak nyeri. Jenis wawancara ini bersifat fleksibel dan memungkinkan peneliti mengikuti minat dan pemikiran partisipan. Pewawancara dengan bebas menanyakan berbagai pertanyaan kepada partisipan dalam urutan manapun bergantung pada jawaban. Hal ini dapat ditindaklanjuti, tetapi peneliti juga mempunyai agenda sendiri yaitu tujuan penelitian yang dimiliki dalam pikirannya dan isyu tertentu yang akan digali. Namun pengarahan dan pengendalian wawancara oleh peneliti sifatnya minimal. Umumnya, ada perbedaan hasil wawancara pada tiap partisipan, tetapi dari yang awal biasanya dapat dilihat pola tertentu. Partisipan bebas menjawab, baik isi maupun panjang pendeknya paparan, sehingga dapat diperoleh informasi yang sangat dalam dan rinci.
Wawancara jenis ini terutama cocok bila peneliti mewawancarai partispan lebih dari satu kali. Wawancara ini menghasilkan data yang paling kaya, tetapi juga memiliki dross rate paling tinggi, terutama apabila pewawancaranya tidak berpengalaman. Dross rate adalah jumlah materi atau informasi yang tidak berguna dalam penelitian.
Wawancara Semi Berstruktur.
Wawancara ini dimulai dari isyu yang dicakup dalam pedoman wawancara. Pedoman wawancara bukanlah jadwal seperti dalam penelitian kuantitatif. Sekuensi pertanyaan tidaklah sama pada tiap partisipan bergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap individu. Namun pedoman wawancara menjamin bahwa peneliti mengumpulkan jenis data yang sama dari para partisipan. Peneliti dapat menghemat waktu melalui cara ini. Dross rate lebih rendah daripada wawancara tidak berstruktur. Peneliti dapat mengembangkan pertanyaan dan memutuskan sendiri mana isyu yang dimunculkan. Contoh pertanyaan dalam pedoman wawancara: Ceritakan bagaimana nyeri anda pertama kali mulai, apakah anda pergi dan mengatakannya ke dokter pada awal-awal?, Apa yang dokter bilang? Apa yang terjadi setelah itu?
Pedoman wawancara dapat agak panjang dan rinci walaupun hal itu tidak perlu diikuti secara ketat. Pedoman wawancara berfokus pada subyek area tertentu yang diteliti, tetapi dapat direvisi setelah wawancara karena ide yang baru muncul belakangan. Walaupun pewawancara bertujuan mendapatkan perspektif partisipan, mereka harus ingat bahwa mereka perlu mengendalikan diri sehingga tujuan penelitian dapat dicapai dan topik penelitian tergali.
Wawancara berstruktur atau berstandard.
Peneliti kualitatif jarang sekali menggunakan jenis wawancara ini. Beberapa keterbatasan pada wawancara jenis ini membuat data yang diperoleh tidak kaya. Jadwal wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang telah direncanakan sebelumnya. Tiap partisipan ditanyakan pertanyaan yang sama dengan urutan yang sama pula. Jenis wawancara ini menyerupai kuesioner survei yang tertulis. Wawancara ini menghemat waktu dan membatasi efek pewawancara bila sejumlah pewawancara yang berbeda terlibat dalam penelitian. Analisis data tampak lebih mudah sebagaimana jawaban yang dapat ditemukan dengan cepat. Umumnya, pengetahuan statistik penting dan berguna untuk menganalisis jenis wawancara ini. Namun jenis wawancara ini mengarahkan respon partisipan dan oleh karena itu tidak tepat digunakan
pada pendekatan kualitatif. Wawancara berstruktur bisa berisi pertanyaan terbuka, namun peneliti harus diingatkan terhadap hal ini sebagai isyu metodologis yang akan mengacaukan dan akan jadi menyulitkan analisisnya. Peneliti kualitatif menggunakan pertanyaan yang berstruktur ini hanya untuk mendapatkan data sosio-demografik, seperti usia, lamanya kondisi yang dialami, lamanya pengalaman, pekerjaan, kualifikasi, dsb. Kadang komite etik menanyakan jadwal wawancara yang ditentukan sebelumya sehingga mereka dapat menemukan alur penelitian yang sebenarnya. Pada kasus ini, pedoman wawancara semi berstruktur lebih dianjurkan.
Robinson (2000) mengatakan bahwa wawancara mendalam, formal terbuka merupakan aliran utama penelitian kualitatif keperawatan. Wawancara kualitatif formal adalah percakapan yang tidak berstruktur dengan suatu tujuan yang biasanya mengutamakan perekaman dan transkrip data verbatim (kata per kata), dan penggunaan suatu pedoman wawancara daripada susunan pertanyaan yang kaku. Pedoman wawancara terdiri atas satu set pertanyaan umum atau bagan topik, dan digunakan pada awal pertemuan untuk memberikan struktur, terutama bagi para peneliti pemula. Aturan umum dalam wawancara kualitatif adalah jangan memaksakan agenda atau kerangka kerja pada partisipan, justeru tujuan wawancara ini untuk mengikuti kemauan partisipan. Penggunaan format ini adalah untuk menangkap perspektif partisipan sesuai dengan tujuan penelitian.

Selain jenis wawancara di atas, May (1993) menambahkan jenis lain, yaitu:
Wawancara kelompok. Wawancara kelompok merupakan instrumen yang berharga untuk peneliti yang berfokus pada normalitas kelompok atau dinamika seputar isyu yang ingin diteliti.
Wilson (1996) membandingkan metode bertanya dengan menggunakan tiga dimensi, yaitu: dimensi prosedural, struktural dan konstekstual.
Faktor prosedural/structural. Dimensi prosedural bersandar pada wawancara yang bersifat natural antara peneliti dan partisipan atau disebut juga wawancara tidak berstruktur. Tempat wawancara adalah tempat keseharian partisipan seperti rumah atau tempat bekerja, bukan di laboratorium. Jadi yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah prosedurnya, apakah kaku seperti di laboratorium atau natural. Hal lain yang dibandingkan adalah strukturnya seperti metode yang sangat berstruktur (highly structured) dan kurang berstruktur (less structured).
Faktor konstekstual. Dimensi konstekstual mencakupi jumlah isyu. Pertama, terminologi yang di dalam wawancara dianggap penting. Kedua, konteks wawancara yang berdampak pada penilaian respon (response rate). Aspek kontekstual yang penting lainnya adalah persepsi partisipan terhadap karakteristik pewawancara. Hal yang menjadi dasar partisipan mengungkapkan pendapatnya atau pengalamannya adalah berdasarkan karakteristik pewawancara yang terlihat, misalnya aksen, pakaian, suku atau jender. Ini yang dikenal sebagai variabilitas pewawancara. Untuk meminimalkan dampak ini usahakan pewawancara cocok dengan responden, misalnya perempuan – perempuan.
Perlu diingatkan, peneliti sendiri harus memutuskan tekhnik wawancara apa yang terbaik untuk dirinya dan partisipan.
LAMA DAN PEMILIHAN WAKTU WAWANCARA
Field & Morse (1985 dalam Holloway & Wheeler, 1996) menyarankan bahwa wawancara harus selesai dalam satu jam. Sebenarnya waktu wawancara bergantung pada
partisipan. Peneliti harus melakukan kontrak waktu dengan partisipan, sehingga mereka dapat merencanakan kegiatannya pada hari itu tanpa terganggu oleh wawancara, umumnya partisipan memang menginginkan waktunya cukup satu jam. Pada pastisipan lanjut usia, menderita kelemahan fisik, atau sakit mungkin perlu istirahat setelah 20 atau 30 menit. Partisipan anak-anak juga tidak bisa konsentrasi dalam waktu yang lama. Peneliti harus menggunakan penilaian mereka sendiri, mengikuti keinginan partisipan, dan menggunakan waktu sesuai dengan kebutuhan topik penelitiannya. Umumnya lamanya wawancara tidak lebih dari tiga jam. Jika lebih dari tiga jam, konsentrasi tidak akan diperoleh bahkan bila wawancara tersebut dilakukan oleh peneliti berpengalaman sekalipun. Jika dalam waktu yang maksimal tersebut data belum semua diperoleh, wawancara dapat dilakukan sekali lagi atau lebih. Beberapa kali wawancara singkat akan lebih efektif dibanding hanya satu kali dengan waktu yang panjang.
JENIS PERTANYAAN DAN HAL YANG TERKAIT
Ketika menanyakan suatu pertanyaan, pewawancara menggunakan berbagai tehnik komunikasi dan cara bertanya. Patton (1990 dalam Holloway & Wheeler, 1996) membuat daftar jenis pertanyaan, seperti pertanyaan pengalaman (“Dapatkah anda ceritakan tentang pengalaman anda merawat pasien diabetes?”), perasaan (“Bagaimana perasaan anda saat pasien yang pertama anda rawat meninggal?”), dan pengetahuan (“Apa pelayanan yang tersedia untuk kelompok pasien ini?”).
Spradley (1979 dalam Holloway & Wheeler, 1996) membedakan pertanyaan grand-tour dan mini-tour. Pertanyaan grand-tour lebih luas sedangkan mini-tour lebih spesifik. Contoh pertanyaan grand-tour: Dapatkah anda jabarkan kekhususan hari di bangsal? Apa
yang anda lakukan jika pasien bertanya tentang kondisinya? Sedangkan contoh pertanyaan mini-tour: Dapatkah anda jabarkan apa yang terjadi jika seorang kolega mempertanyakan keputusan anda?
Pertanyaan dalam penelitian kualitatif sedapat mungkin tidak bersifat mengarahkan tetapi masih berpedoman pada area yang diteliti. Peneliti mengutarakan pertanyaan sejelasnya dan menyesuaikan pada tingkat pemahaman partisipan. Pertanyaan yang ambigu menghasilkan jawaban yang juga ambigu. Pertanyaan dobel lebih baik dihindari; seperti pertanyaan yang tidak tepat, seperti: berapa banyak kolega yang anda miliki, dan apa ide mereka tentang hal ini?
Menurut Devers & Frankel (2000) beberapa faktor mempengaruhi derajat struktur atau jenis instrumentasi yang digunakan dalam penelitian kualitatif. Faktor pertama adalah tujuan penelitin. Bila penelitian lebih bersifat eksplorasi atau pengujian untuk menemukan dan atau menghaluskan teori dan konsep, yang tepat untuk dipertimbangkan adalah protokol yang sangat berakhiran terbuka (open-ended). Faktor kedua adalah luasnya pengetahuan sebelumnya yang sudah ada tentang suatu subyek, misalnya suatu konsep yang telah ada dan digunakan secara luas di dunia, sejauhmana penerapannya di Indonesia. Ketiga, sumber yang tersedia, terutama waktu subyek dan jumlah serta kompleksitas kasus. Terakhir, persetujuan dengan yang berwenang dan penyandang dana. Instrumen yang membutuhkan waktu lama untuk menganalisisnya tentu perlu dipertimbangkan oleh penyandang dana.
Penyelidikan dan Penetapam
Selama wawancara peneliti dapat menggunakan pertanyaan prompts atau probing. Ini membantu mengurangi kecemasan baik pada peneliti maupun partisipan. Tujuan probes adalah penyelusuran untuk menguraikan arti atau alasan. Seidman (1991 dalam Holloway & Wheeler, 1996) lebih memilih istilah menjelajahi dan tidak menyukai istilah menyelidiki (probe) karena menekankan posisi kekuatan pewawancara dan merupakan nama untuk instrumen yang digunakan dalam investigasi medis. Pertanyaan eksplorasi mungkin dapat digunakan, seperti apa pengalaman yang menyenangkan anda? Bagaimana perasaan anda tentang hal itu? Dapatkah anda ceritakan lebih banyak lagi tentang itu? Menarik sekali, mengapa anda lakukan itu?
Pewawancara dapat menindaklanjuti poin tertentu atau kata-kata tertentu yang diungkankan partisipan. Partisipan jadi lancar bila diminta menceritakan tentang suatu kisah, merekonstruksi pengalaman mereka, seperti hari, insiden, atau perasaan mereka tentang suatu penyakit.
Prompt non-verbal mungkin lebih bermanfaat. Cara berdiri peneliti, kontak mata dan condong ke depan akan mendorong refleksi. Sebenarnya keterampilan yang diadopsi dalam konseling yang telah dimiliki perawat akan mempermudah melakukan hal ini.
Tujuan penggunaan prompt atau probe ini adalah agar wawancara berjalan lancar dan memberikan rasa nyaman baik pada peneliti maupun partisipan tanpa keluar dari tujuan penelitian. Ini tidak lepas dari kemampuan pewawancara itu sendiri.
Seorang pewawancara yang baik harus mempunyai ketetrampilan komunikasi yang mumpuni. Ketetrampilan ini meliputi ketrampilan mendengarkan, menyusun kata (paraphrasing), probing, dan meringkas (Byrne, 2001).

Mewawancarai kolega
Banyak tenaga profesional kesehatan berminat terhadap pandangan atau pemikiran kolega mereka. Ada keuntungan dan kerugian dalam mewawancarai teman. Bahasa dan norma yang sama dapat menjadi keuntungan atau masalah. Menjadi keuntungan karena konsep lebih mudah dipahami oleh peneliti yang termasuk dalam kultur partisipan itu. Walaupun peluang misinterpretasi dapat berkurang, salahpaham dapat saja menimbulkan asumsi yang diperoleh dari nilai dan kepercayaan yang bersifat umum. Menjadi masalah karena kadangkala pewawancara dari sesama kolega cenderung tidak menanyakan pemikiran yang dianggap umum atau tidak perlu ditanyakan lagi, walaupun sebenarnya data ini menjadi sasaran wawancara. Untuk menghilangkan hal demikian, peneliti perlu menanggulanginya dengan berperilaku atau menempatkan diri seolah orang yang berkultur asing atau pengamat yang naif dan bukan berasal dari latarbelakang yang sama dengan partisipan. Dengan demikian pemikiran yang belum tercakup atau gagasan yang mungkin tidak ditanya dapat diperoleh dengan bertanya pada partisipan tentang arti mereka dan untuk mengklarifikasi pemikiran mereka.
Pada banyak situasi wawancara dengan teman, peneliti dan partisipan berada pada posisi yang sejajar dan peneliti tidak asing dan bukan anonim. Ini merupakan keuntungan bagi partisipan.

PROSEDUR WAWANCARA
Creswell (1998) menjelaskan bahwa prosedur wawancara seperti tahapan berikut ini:
  • Identifikasi para partisipan berdasarkan prosedur sampling yang dipilih sebelumnya
  • Tentukan jenis wawancara yang akan dilakukan dan informasi bermanfaat apa yang relevan dalam menjawab pertanyaan penelitian.
  • Apakah wawancara individual atau kelompok terfokus, perlu dipersiapkan alat perekam yang sesuai, misalnya mike untuk kedua belah pihak baik pewawancara maupun partisipan. Mike harus cukup sensitif merekam pembicaraan terutama bila ruangan tidak memiliki struktur akustik yang baik dan ada banyak pihak yang harus direkam.
  • Alat perekam perlu dicek kondisinya, misalnya batereinya. Kaset perekam harus benar-benar kosong dan tepat pada pita hitam bila mulai merekam. Jika perekaman sudah dimulai, yakinkan tombol perekam sudah ditekan dengan benar.
  • Susun protokol wawancara, panjangnya kurang lebih empat sampai lima halaman dengan kira-kira lima pertanyaan terbuka dan sediakan ruang yang cukup di antara pertanyaan untuk mencatat respon terhadap komentar partisipan.
  • Tentukan tempat untuk melakukan wawancara. Jika mungkin ruangan cukup tenang, tidak ada distraksi dan nyaman bagi partisipan. Idealnya peneliti dan partisipan duduk berhadapan dengan perekam berada di antaranya, sehingga suara suara keduanya dapat terekam baik. Posisi ini juga membuat peneliti mudah mencatat ungkapan non verbal partisipan, seperti tertawa, menepuk kening, dsb.
  • Ketika tiba di tempat wawancara, tetapkan inform consent pada calon partisipan.Selama wawancara, cocokkan dengan pertanyaan, lengkapi pada waktu tersebut (jika memungkinkan), hargai partisipan dan selalu bersikap sopan santun. Pewawancara yang baik adalah yang lebih banyak mendengarkan daripada berbicara ketika wawancara sedang berlangsung.
Byrne (2001) menyarankan agar sebelum memilih wawancara sebagai metoda pengumpulan data, peneliti harus menentukan apakah pertanyaan penelitian dapat dijawab dengan tepat oleh orang yang dipilih sebagai partisipan. Studi hipotesis perlu digunakan untuk menggambarkan satu proses yang digunakan peneliti untuk memfasilitasi wawancara, misalnya mewawancarai pengalaman ayah selama prosedur seksio sesarea perlu dilakukan dalam 48 jam setelah persalinan dan kemudian antara satu hingga dua bulan berikutnya.
Wawancara perlu dilakukan lebih dari dua kali karena dua alasan utama. Pertama adalah pendekatan pengetahuan temporal. Istilah temporal maksudnya adalah istilah filosofis yang mendefinisikan bagaimana situasi dan pengetahuan orang saat itu dipengaruhi oleh pengalamannya dan bagaimana situasi saat itu akan menentukan masa depannya. Alasan kedua melakukan wawancara lebih dari satu kali adalah untuk memenuhi kriteria rigor (ketepatan/ketelitian). Selain itu juga memungkinkan peneliti mengkonfirmasi atau mengklarifikasi informasi yang ditemukan pada wawancara pertama. Melalui pertemuan ini hubungan saling percaya dengan partisipan semakin meningkat sehingga memungkinkan peneliti menyingkap pengalaman atau perasaan partisipan yang lebih pribadi. Jadi, secara umum wawancara terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama meliputi perkenalan, memberikan gambaran singkat proses wawancara dan membangun hubungan saling percaya. Tahap kedua merupakan tahap yang terpenting dengan diperolehnya data yang berguna. Tahap akhir adalah ikhtisar dari respon partisipan dan memungkinkan konfirmasi atau adanya informasi tambahan.
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dalam penelitian, terutama penelitian kualitatif. Ada beberapa jenis wawancara yang perlu dipahami, sebelum memutuskan akan menggunakan yang mana bergantung pada pertanyaan penelitian yang hendak dijawab. Jenis pertanyaan juga menggambarkan informasi yang akan diperoleh. Meskipun wawancara dianggap hal yang biasa namun pada penelitian, kegiatan ini berbeda dengan percakapan sehari-hari. Jika penelitian mengharuskan kolega sebagai partisipan, proses wawancara tidaklah semulus yang dibayangkan. Beberapa kendala seperti kesalahpahaman juga dapat timbul. Untuk itu diperlukan teknik tersendiri untuk mengurangi kendala tersebut. Melakukan wawancara dengan mengikuti tahapan prosedur merupakan hal yang penting agar hasil wawancara tidak mengecewakan. Sebagai perawat, sesungguhnya sudah mempunyai bekal kemampuan konseling untuk lebih menguasai keterampilan melakukan wawancara dalam rangka memperoleh data seperti yang diharapkan.

Rujukan
Byrne, M. (2001). Interviewing as a data collection method. Association of Operating Room Nurses. AORN Journal; 74, 2: 233-234.
Creswell, J.W. (1998). Qualitative inquiry and research design: Choosing among five traditions. Thousand Oaks: Sage Publication.
Devers, K.J. & Frankel, R.M. (2000). Study design in qualitative research-2: Sampling and data collection strategy. Education for Health; Jul 2000; 13, 2. [online database] diperoleh tanggal 12/6/06 dari Proquest Nursing & Allied Health Source.
Holloway, I & Wheeler, S. (1996). Qualitative research for nurses. London: Blackwell Science.
May, T. (1993). Social research issues, methods and process. London: Open University Press Buckingham.
Robinson, J.P. (2000). Phases of the qualitative research interview with institutionalized elderly individuals. Journal of Gerontological Nursing; Nov 2000; 26, 11; ProQuest Medical Library. Pg 17.
Wilson, M. (1996). Asking questions. In Data collection and analysis. (Sapsford, R & Jupp, V (Eds)). London: Open University, Sage Publication.
Baca Selengkapnya - Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif: Wawancara

Arsip

0-Asuhan Kebidanan (Dokumen Word-doc) 0-KTI Full Keperawatan (Dokumen Word-doc) Anak Anatomi dan Fisiologi aneh lucu unik menarik Antenatal Care (ANC) Artikel Bahasa Inggris Asuhan Kebidanan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuransi Kesehatan Berita Hiburan Berita Terkini Kesehatan Berita Tips Twitter Celeb contoh Daftar Pustaka Contoh KTI Contoh KTI Kebidanan Farmakologi (Farmasi) Gadar-kegawatdaruratan Gizi Handphone Hirschsprung Hukum Kesehatan Humor Segar (Selingan) Imunisasi Info Lowongan Kerja Kesehatan Intranatal Care (INC) Jiwa-Psikiatri kamus medis kesehatan online Kebidanan Fisiologis Kebidanan Patologis Keluarga Berencana (KB) Keperawatan Gerontology Kesehatan Anak (UMUM) Kesehatan Bayi (untuk UMUM) Kesehatan Haji Kesehatan Ibu Hamil (untuk UMUM) Kesehatan Ibu Menyusui (untuk UMUM) Kesehatan Pria (untuk UMUM) Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi (Kespro) Kesehatan Wanita (untuk UMUM) Koleksi Skripsi Umum Konsep Dasar KTI D-3 Kebidanan KTI Skripsi Keperawatan kumpulan askep Laboratorium Lain-lain Makalah Keperawatan Kebidanan Managemen Kesehatan Mikrobiologi Motivasi Diri Napza dan zat Adiktif Neonatus dan Bayi News Penyakit Menular potensi KLB Penyakit Menular Seksual (PMS) Postnatal Care (PNC) Protap-SOP Psikologi-Psikiater (UMUM) Reformasi Kesehatan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan Surveilans Penyakit Teknologi Tips dan Tricks Seks Tips Facebook Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum Tokoh Kesehatan Tutorial Blogging Youtuber