Abortus mempunyai pengertian adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan. Bisa berakibat fatal terhadap ibu misalnya perdarahan, perforasi, infeksi, syok dan payah ginjal akut
Menurut World Health Organization (WHO) di negara-negara miskin dan sedang berkembang, kematian maternal berkisar antara 750-1.000 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan di negara-negara maju kematian maternal berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup.
Di dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010 disebut bahwa dalam konteks rencana pembangunan menuju Indonesia sehat 2010, Visi MPS adalah “kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin yang meninggal dunia karena berbagai sebab. Penatalaksanaan MPS (Making Pregnancy Safer), target yang diharapkan dapat dicapai tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup.
Derajat kesehatan ibu tetap merupakan prioritas utama dalam pembangunan kesehatan menuju tercapainya Indonesia Sehat 2010. Mengenai penyebab kematian bahwa 90% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, toksemia gravidarum, infeksi, partus lama dan komplikasi abortus. Kematian ini paling banyak terjadi pada persalinan yang sebenarnya dapat dicegah.
Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat belum terlaksana dengan baik.
Perdarahan merupakan penyebab kematian kedua yang paling penting. Perdarahan dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap. Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya abortus. Beberapa karakteristik umum dapat diklasifikasikan yaitu status ekonomi, pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal, pekerjaan, umur dan paritas.
Menurut Siswanto, abortus di negara-negara sedang berkembang sebagian besar (lebih dari 90%) dilakukan tidak aman, sehingga berkontribusi sekitar 11-13% terhadap kematian maternal di dunia.
Di Zimbabwe, Afrika, dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruh kematian ibu berhubungan dengan abortus. Sementara di Tanzania dan Adis Ababa masing-masing-masing sebesar 21% dan 54%. Hal ini diperkirakan merupakan bagian kecil dari kejadian yang sebenarnya, sebagai akibat ketidakterjangkauan pelayanan kedokteran modern yang ditandai oleh kesenjangan informasi.
Insiden abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus memanjang). Terlebih lagi abortus kriminalis, sangat sulit ditentukan karena biasanya tidak dilaporkan. Angka kejadian abortus dilaporkan oleh rumah sakit sebagai rasio dari jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA, angka kejadian secara nasional berkisar antara 10-20%. Di Indonesia kejadian berdasarkan laporan rumah sakit, seperti di RS Hasan Sadikin Bandung berkisar antara 18-19%.
Menurut Prof. Dr. Wimpie Pangkahila abortus di Indonesia tingkat abortus masih cukup tinggi dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni mencapai 2,3 juta abortus per tahun. 1 juta diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta disebabkan oleh kegagalan program KB, dan 0,7 juta karena tidak pakai alat kontrasepsi KB.
Angka Kematian Ibu (AKI) Kota Palembang berdasarkan laporan indikator Database 2005 United Nation Found Population (UNFPA) 6th Country Programe adalah 317 per 100.000 kelahiran, lebih rendah dari Propinsi Sumsel sebesar 467 per 100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2005 di Kota Palembang sebanyak 15 orang diantaranya disebabkan oleh perdarahan dan selebihnya disebabkan faktor lainnya termasuk abortus.
Dari data yang diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2006, angka kejadian abortus sebesar 123 kasus dengan nkejadian abortus imminens sebanyak 106 kasus (86,17%), abortus komplit sebanyak 2 kasus (1,62%), abortus inkomplit sebanyak 12 kasus (9,75%) dan missed abortion sebanyak 3 kasus (2,44%).
Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya abortus. Beberapa karakteristik umum dapat didefinisikan yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, tinggal di daerah perkotaan, status perkawinan, umur dan paritas. Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di Indonesia, artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup perempuan usia 15 - 49 tahun. Sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia ditemukan bahwa insiden abortus lebih tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan.
Menurut World Health Organization (WHO) di negara-negara miskin dan sedang berkembang, kematian maternal berkisar antara 750-1.000 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan di negara-negara maju kematian maternal berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup.
Di dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010 disebut bahwa dalam konteks rencana pembangunan menuju Indonesia sehat 2010, Visi MPS adalah “kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin yang meninggal dunia karena berbagai sebab. Penatalaksanaan MPS (Making Pregnancy Safer), target yang diharapkan dapat dicapai tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup.
Derajat kesehatan ibu tetap merupakan prioritas utama dalam pembangunan kesehatan menuju tercapainya Indonesia Sehat 2010. Mengenai penyebab kematian bahwa 90% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, toksemia gravidarum, infeksi, partus lama dan komplikasi abortus. Kematian ini paling banyak terjadi pada persalinan yang sebenarnya dapat dicegah.
Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat belum terlaksana dengan baik.
Perdarahan merupakan penyebab kematian kedua yang paling penting. Perdarahan dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap. Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya abortus. Beberapa karakteristik umum dapat diklasifikasikan yaitu status ekonomi, pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal, pekerjaan, umur dan paritas.
Menurut Siswanto, abortus di negara-negara sedang berkembang sebagian besar (lebih dari 90%) dilakukan tidak aman, sehingga berkontribusi sekitar 11-13% terhadap kematian maternal di dunia.
Di Zimbabwe, Afrika, dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruh kematian ibu berhubungan dengan abortus. Sementara di Tanzania dan Adis Ababa masing-masing-masing sebesar 21% dan 54%. Hal ini diperkirakan merupakan bagian kecil dari kejadian yang sebenarnya, sebagai akibat ketidakterjangkauan pelayanan kedokteran modern yang ditandai oleh kesenjangan informasi.
Insiden abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus memanjang). Terlebih lagi abortus kriminalis, sangat sulit ditentukan karena biasanya tidak dilaporkan. Angka kejadian abortus dilaporkan oleh rumah sakit sebagai rasio dari jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA, angka kejadian secara nasional berkisar antara 10-20%. Di Indonesia kejadian berdasarkan laporan rumah sakit, seperti di RS Hasan Sadikin Bandung berkisar antara 18-19%.
Menurut Prof. Dr. Wimpie Pangkahila abortus di Indonesia tingkat abortus masih cukup tinggi dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni mencapai 2,3 juta abortus per tahun. 1 juta diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta disebabkan oleh kegagalan program KB, dan 0,7 juta karena tidak pakai alat kontrasepsi KB.
Angka Kematian Ibu (AKI) Kota Palembang berdasarkan laporan indikator Database 2005 United Nation Found Population (UNFPA) 6th Country Programe adalah 317 per 100.000 kelahiran, lebih rendah dari Propinsi Sumsel sebesar 467 per 100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2005 di Kota Palembang sebanyak 15 orang diantaranya disebabkan oleh perdarahan dan selebihnya disebabkan faktor lainnya termasuk abortus.
Dari data yang diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2006, angka kejadian abortus sebesar 123 kasus dengan nkejadian abortus imminens sebanyak 106 kasus (86,17%), abortus komplit sebanyak 2 kasus (1,62%), abortus inkomplit sebanyak 12 kasus (9,75%) dan missed abortion sebanyak 3 kasus (2,44%).
Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya abortus. Beberapa karakteristik umum dapat didefinisikan yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, tinggal di daerah perkotaan, status perkawinan, umur dan paritas. Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di Indonesia, artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup perempuan usia 15 - 49 tahun. Sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia ditemukan bahwa insiden abortus lebih tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar