Pengetahuan dasar yang harus dapat dikuasai oleh seorang bidan adalah pengetahuan dasar tentang adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus, kebutuhan dasar bayi baru lahir, kebersihan jalan nafas, perawatan tali pusat, kehangatan, nutrisi, bonding dan attachement, indikator pengkajian bayi baru lahir, misalkan APGAR, penampilan dan perilaku bayi baru lahir, tumbuh kembang yang normal pada bayi baru lahir sampai 1 bulan, memberikan imunisasi pada bayi.
Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti caput, molding, mongolion spot, hemangioma, komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti hypoglikemia, hypotermi, dehidrasi, diare dan infeksi, ikterus, promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi baru lahir sampai 1 bulan, keuntungan dan resiko imunisasi pada bayi, pertumbuhan dan perkembangan bayi premature dan komplikasi tertentu bayi baru lahir sperti taruma intra-cranial, fraktur clavicula, kematian mendadak, hematoma (IBI, 2006).
Hingga kini, infeksi masih merupakan masalah yang serius pada bayi baru lahir (BBL). Infeksi juga masih berperan utama dalam angka kesakitan dan angka kematian BBL di Indonesia. Sampai saat ini, memang belum ada data nasional yang akurat mengenai angka kesakitan dan kematian karena infeksi pada BBL. Namun, sejak krisis ekonomi melanda kawasan Asia, termasuk Indonesia, diperkirakan angka kematian bayi cenderung meningkat.Faktor tidak langsung misalnya keadaan sosial dan medis. Sedangkan faktor yang berpengaruh langsung adalah kontak bayi dengan organisme yang potensial patogenik, yang tidak dapat diatasi oleh daya tahan tubuh bayi tersebut Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan atau kontaminasi mikroorganisme selama proses persalinan berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir.
Infeksi pada bayi baru lahir ada dua tipe yaitu early infection (infeksi dini) dan late infection (infeksi terlambat). Disebut infeksi dini karena infeksi didapat dari si ibu saat masih dalam kandungan. Sementara late infection adalah infeksi yang didapat dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular oleh orang lain. Beragam infeksi bisa terkena pada bayi baru lahir, seperti, herpes, toksoplasma, Rubella, CMV, hepatitis, eksim, infeksi saluran kemih, infeksi telinga, infeksi kulit, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), dan HIV/AIDS (www.waspada.co.id).
Fungsi imunologis sang bayi yang belum berkembang dengan baik berpengaruh terhadap angka kesakitan dan kematian karena infeksi pada BBL. Terlihatnya cadangan prekursor granulosit yang masih rendah dalam sumsum tulang, masih rendahnya aktivitas komplemen serum, dan masih rendahnya kesanggupan memproduksi antibodi terhadap antigen polisakarida bakteri dan lain-lainnya, merupakan indikasi fungsi imunologis yang belum berkembang dengan baik. Juga, sedikitnya IgG yang diperoleh dari ibu turut pula berperan.
Infeksi yang terjadi pada BBL dapat pula disebabkan oleh kontak bayi dengan organisme yang potensial patogenik. Mekanismenya terbagi dalam tiga kategori, pertama, Infeksi Intrauterin (transmisi melalui plasenta). Kedua, infeksi saat persalinan. Ketiga, infeksi pascanatal yang berasal dari ibu setelah melahirkan, dari lingkungan, dan rumah sakit. Ibu yang mengidap cytomegalovirus, toxoplasmosis, HIV (Human Immunodeficiency Virus), rubella, hepatitis, herpes simplex, syphylis, bakteri, dan lain-lain, tentu dapat menular ke janin/bayi pada intranatal. Bila infeksi terjadi pada ibu sebelum konsepsi atau pada masa perinatal, kata Rachma, dampaknya akan terjadi sekaligus kepada ibu, janin, dan bayi yang baru lahir. (http://pusdiknakes.or.id).
Dari Perhitungan dengan Mortpak dari data Susenas 2004 memperoleh perkiraan Angka Kematian Balita sebesar 74 per 1000 balita, dengan referensi waktu Mei 2002. Artinya, pada tahun 2002 setiap 1000 balita (umur 0 sampai 4 thn 11 bln 29 hari) pada tahun 2002, 74 anak diantaranya tidak akan berhasil mencapai umur tepat lima tahun.Di propinsi lampung Angka Kematian Balita sebesar 47 per 1000 balita,dengan refernsi tahun 2007 Artinya, setiap 1000 balita (umur 0 sampai 4 thn 11 bln 29 hari) pada tahun 2007, 47 anak diantaranya tidak akan berhasil mencapai umur tepat lima tahun.( http://demografi.bps.go.id).
Bayi yang baru lahir ketika tidak mendapatkan salep mata dalam waktu kurang dari 1 jam menyebabkan infeksi mata bayi baru lahir. Bila keadaan ini tidak diobati atau terlambat diobati bisa timbul kerusakan kornea, mulai dari bentuk ulkus hingga perforasi (Depkes, 2000).
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan atau kontaminasi mikroorganisme selama proses persalinan berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir. Pada bayi baru lahir, saluran air mata belum terbuka sempurna, selain mata tampak merah, bayi akan terlihat seperti mengeluarkan air mata terus (di bagian mata dekat hidung) walaupun sedang tidak menangis. (http://www.scribd.com).
Salep mata memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan obat tetes mata. Salep mata cenderung lebih awet (dalam penyimpanan), penggunaannya juga lebih efisien dan tahan lama. Tidak seperti tetes mata yang cepat menguap habis akibat terbuang bersama air mata sehingga kita harus lebih sering menggunakannya, salep mata lebih lama menempel di mata sehingga pengobatannya pun menjadi lebih efektif. Pada penderita akut, salep mata sangat dianjurkan daripada tetes mata yang harus diteteskan setiap 3 sampai 4 jam sekali, karena daya kerjanya cepat menghilang, terbuang bersama air mata. Dengan penggunaan yang dioleskan pada kelopak mata bagian dalam, diharapkan zat aktif dalam salep mata dapat bekerja optimal, sehingga diharapkan penyembuhan menjadi lebih cepat.
Cara penggunaan salep mata tidak jauh berbeda dengan penggunaan obat tetes mata. Kedua jenis obat ini (salep mata dan tetes mata) merupakan obat steril. Jadi untuk mencegah kontaminasi, ujung wadah obat jangan sampai terkena permukaan lain dan tutup rapat sesudah digunakan. Selain itu, satu obat mata hanya boleh digunakan untuk satu orang saja. Hal ini penting, karena sakit mata yang diderita oleh satu orang dengan yang lain mungkin berbeda sehingga membutuhkan jenis obat yang berbeda. Selain itu juga untuk mencegah penularan penyakit mata ke orang lain. Selanjutnya, obat mata yang masih tersisa satu bulan setelah tutup dibuka harus segera dibuang, karena obat mata akan cepat rusak setelah dibuka. (Depkes, 2000).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar