Stadium dini dari CIN dapat dilakukan pengangkatan seluruhnya dengan biopsi kerucut, atau dibersihkan dengan laser, kauter atau dengan bedah beku, tindakan lanjut yang teratur dan sering dilakukan untuk memantau kekambuhan lesi perlu dilakukan setelah penanganan dengan cara-cara ini.
Pada tingkat klinis (KIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery) atau dengan sinar lase, kecuali bila yang menangani adalah ahli dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan belum mempunyai anak.
Jika wanita tersebut merencanakan untuk tidak mempunyai anak lagi, maka dipilih penanganan dengan histerektomi yang dilanjutkan dengan tindak lanjut berupa pemeriksaan berkala dan pemeriksaan pap smear.
Penanganan karsinoma serviks infasif dapat berupa radioterapi atau histerektomi radikal dengan mengangkat uterus, tuba, ovarium, sepertiga ats dari vagina dan kelenjar limfe panggul, jika kelenjar limfe aorta juga terkena maka juga diperlukan kemoterapi. Prognosis setelah dilakukan pengobatan kanker serviks akan makin baik jika lesi ditemukan dan diobati lebih dini, tingkat harapan kesembuhan dapat mencapai 85 % untuk stadium I, 50%-50% untuk stadium II, 30% untuk stadium III dan 5-10% untuk stadium IV.
Pada kasus tertentu dimana operasi merupakan kontra indikasi, aplikasi radium dengan dosis 6500-7000 rads/cGy di titik A (setinggi 2 cm dari oue dan sejauh 2 cm dari sumbu uterus)tanpa penambahan penyinaran luar dapat dilakukan.
Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif, bila kedalaman invasif kurang dari atau hanya 1 mm dan tidak meliputi area yang luas dan tidak melibatkan pembuluh darah atau limfe, penangananya dilakukan seperti pada KIS di atas.
Pada klinik Ib. Ib occ. Dan Iia dilakukan histerektomi tadikal dengan limfadenektomi panngul. Paska bedah biasanya dilanjutkan penyinaran, tergantung ada/tidaknya sel tumor dalam kelenjar limfa regional yang diangkat.
Pada tingkat Iib,III, dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, untuk ini primer adalah radioterapi. Sebaiknya kasus dengan karsinoma serviks selekasnya dikirim ke pusat penaggulangan kanker.
Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian khemotherapi dapat dipertimbangakan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah penanganan lengkap dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesnya masih terbatas padan panggul, bilamana prosesnya sudah jauh atau operasi tak mungkin dilakuakn, harus dipilih khemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi, untuk ini tak digunakan sitostastika tunggal tetapi berbentuk regimen yang terdiri dari kombinasi beberapa sitostatika (polokhemoterapi). Jika terapi terdahulu adalah operasi sebaiknya dilakukan penyinaran bila prosesnya masih terbatas dalam panggul (lokoregional), sedangkan kalau penyinaran tidak memungkinkan atau proses penyebarannya sudah lanjut maka dipilih polikhemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi.
Kemoterapi
Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker.
Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker.
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah , hal ini disebut Kemoresisten.
Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :
1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA.
3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
4) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut.
Pola pemberian kemoterapi
Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan.
Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).
Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.
Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.
Cara pemberian obat kemoterapi.
Intra vena (IV)
Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.
Intra tekal (IT)
Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C.
Radiosensitizer
yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.
Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®, Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.
Subkutan dan intramuskular
Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.
Topikal
Intra arterial
Intracavity
Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin.
Tujuan pemberian kemoterapi.
Pengobatan.
Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.
Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
Mengurangi komplikasi akibat metastase.
Persiapan dan Syarat kemoterapi.
Persiapan
Sebelum pengotan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang meliputi:
a) Darah tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit.
b) Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.
c) Fungsi ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance Test bila serim creatinin meningkat.
d) Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum)
e) EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin).
Syarat
a) Keadaan umum cukup baik.
b) Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan terjadi, informed concent.
c) Faal ginjal dan hati baik.
d) Diagnosis patologik
e) Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
f) Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.
g) Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10 gram %, leukosit > 5000 /mm³, trombosit > 150 000/mm³.
Efek samping kemoterapi.
Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1. Efek amping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.
4. Effek samping yang terjadi kemudian ( Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna.
Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24 jam.
Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus gastrointestinal.
Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai pada kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru.
Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru umumnya iireversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1. Nyeri kronik berhubungan dengan pertumbuhan tumor.
2. Nyeri akut berhubungan dengan aktual atau potensual kerusakan jaringan akibat metastase tumor.
3. PK: Perdarahan
4. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5. Mual berhubungan dengan kemotherapi
Daftar Pustaka
Bulecheck, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby-Year Book, USA
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses Definition dan Classification, Philadelpia
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Saifudin, A. dkk, 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YBP-SP, Jakarta.
Wiknjosastro, H. dkk, 2002, Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta.
Wiknjosastro, H.dkk, 1999, Ilmu Kandungan, YBP-SP, Jakarta.
WwwI.Us.Elsevierhealth.Com, 2004, Nursing Diagnosis : A Guide to Planning Care, fifth Edition.
Ditulis oleh suster.nada di 09:08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar