Ibunda Ponari, Mukharomah menjelaskan, anak semata wayangnya itu saat ini kelas V SDN Balongsari. Mukharomah mengaku, jumlah `pasien' yang datang jauh menurun ketimbang `masa jayanya' dulu.
Tapi hampir tiap hari selalu ada pengunjung minta diobati air celupan batu petir Ponari. 'Pokoknya lumintu,' katanya. Setiap tamu yang datang, meski tak pernah diminta dan dipatok tarif, rata-rata memberikan uang Rp 20.000.
Sudah berapa kekayaan Ponari selama berkarier sebagai dukun cilik? Mukharomah tak bisa menghitung pasti. Yang jelas, kekayaan itu sudah lebih banyak dirupakan dalam bentuk sawah dan pekarangan, serta rumah.
'Untuk rumah dan tanah yang ditempati, kira-kira menghabiskan biaya Rp 250 juta. Sedangkan untuk pembelian sawah dan pekarangan, mendekati Rp 1 miliar. Kalau tabungan, paling hanya beberapa juta,' imbuhnya.
Keluarga Ponari kini menempati rumah cukup mentereng untuk ukuran desa setempat. Dindingnya terbuat dari tembok dengan cat dominan warna putih, berlantai keramik mengkilap. Padahal, sebelum Ponari menemukan batu petir dan menjadi dukun cilik, rumahnya terbuat dari anyaman bambu dengan lantai tanah. Maklum, Khomsin berpencaharian sebagai buruh tani, karena tidak memiliki sawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar