BAB II
TINJAUAN TEORI
1. KARSINOMA SERVIKS UTERUS
1.1. DEFINISI
Karsinoma seviks uterus merupakan tumor ganas yang menyerang leher rahim (Sarwono, 2005)
1.2. EPIDEMIOLOGI
a. Diantara tumor ganas ginekologik, kanker serviks uterus masih menduduki peringkat pertama di Indonesia . Perbandingan di RSUP Sardjito Yogyakarta yaitu 179 diantara 263 kasus atau kira-kira 68,1 % dari semua kasus kanker ginekologik (Sarwono, 2005)
b. Umur penderita 30-60 tahun dan terbanyak 35-50 tahun
c. Hanya 9% dari wanita berusia <35>
1.3. ETIOLOGI
Sebab langsung belum diketahui, akan tetapi factor pemicunya berhubungan erat dengan factor-faktor ekstrinsic yaitu:
a. Jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin
b. Insidensi tinggi pada gadis yang coitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda (<16>
c. Insidensi meningkat dengan tingginya paritas, jarak persalinan yang terlampau dekat, berasal dari golongan ekonomi rendah (hygiene seksual yang jelek)
d. Aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan
e. Mempunyai suami yang tidak pernah disirkumsisi
f. Terinfeksi virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe 16 dan 18
g. Adanya kebiasaan merokok
1.4. PATOLOGI
a. Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoseviks (porsio)dan endoserviks kanalis serviks yang disebut squamo-columnar junction (SCJ)
b. Ektoserviks terdiri dari epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio, sedangkan endoserviks terdiri dari epitel kuboid / silindris pendek selapis bersilia dari kanalis servikalis.
c. Pada wanita muda SCJ ini berada di luar ostium uteri eksternum (OUE), sedang pada wanita berumur >35 tahun SCJ ini berada dalam kanalis servikalis
d. Pada awal perkembangan tak memberi tanda-tanda dan keluhan, akan tetapi dengan pemeriksaan speculum akan tampak porsio yang erosive (metaplasi skuamosa) yang fisiologik atau patologik
e. Tumor dapat tumbuh:
o Eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis
o Endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cendrung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus
o Ulseratif mulai dari SCJ dan cendrung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas
f. Serviks yang normal secara alami mengalami proses metaplasi (erosion) akibat saling desak mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Akan tetapi, dengan masuknya mutagen, porsio yang erosive (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologis dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) melalui tingkatan NIS -I, II, III, dan KIS dan akhirnya menjadi karsinoma invasive.
g. Umumnya fase prainvasif berkisar antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun)
h. Histopatologik sebagian terbesar (95-97%) berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma, dan yang paling jarang sarkoma
1.5. PENYEBARAN
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:
o Ke arah fornises dan dinding vagina
o Ke arah korpus uteri, dapat sampai menembus membrane basalis dengan kedalaman invasi > 1mm dan sel tumor telah tempak pada pembuluh limfa atau darah
o Ke arah parametrium dan dalam tingkat lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih, hingga menyebar ke kelenjar iliak luar dan dalam (hipogastrika), ligamentum latum, obturator, prasakral, praaorta, dan secara teoritis dapat lanjut melalui trunktus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang dan otak. Pada tingkat keganasan akhir dapat menyebabkan fistula rectum atau kandung kemih. Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan oleh perdarahan-perdarahn yang eksesif dan gagal ginjal menahun karena obstruksi ureter.
1.6. PEMBAGIAN TINGKAT KEGANASAN
Tingkat | Kriteria |
0 I Ia Ib occ Ib II IIa IIb III IIIa IIIb IV IVa IVb | KIS / kasinoma intraepitel: membrane basalis masih utuh Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus Karsinoma mikroinvasif: bila membrane basalis sudah rusak dan sel tumor sudah memasuk stroma tak lebih dari 1 mm, dan sel tymor tidak terdapat dalam pembuluh limfa atau pembuluh darah Ib occult = Ib yang tersembunyi: secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma , tetapi pada pemeriksaan histoligik ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebih Ia Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan invasi ke dalam struma serviks uteri Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan / ke parametriumtetapi tidak sampai dinding panggul Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrate tumor Penyebaran ke parametrium, uni / bilateral tetapi belum sampai dinding panggul Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul Penyebaran sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul atau proses pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa rectum dan / kandung kemih Telah terjadi penyebaran jauh |
Table 1.1 Tingkat Keganasan Klinik Menurut FIGO, 1978
1.7. GAMBARAN KLINIK
a. Keputihan
Keputihan yang dimaksud adalah keputihan yang berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan karena pertumbuhan tumor menjadi ulseratif
b. Perdarahan pervaginam
o Perdarahan setelah bersenggama (poscoital bleeding), merupakan gejala khas dari karsinoma serviks.
o Perdarahan yang terjadi lama kelamaan tidak hanya setelah bersenggama saja, tetapi akan lebih sering terjadi bahkan di luar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut
o Perdarahan saat defekasi akibat bergesernya tumor eksofitik dari serviks
c. Anemia akan ikut menyertai karena terjadinya perdarahan berulang
1.8. DIAGNOSIS
o Anamnesa, berdasarkan keluhan dan riwayat penyakit terdahulu
o Pemeriksaan dalam
o Pemeriksaan sitologi eksploratif
o Pemeriksaan histologik dengan biopsy
o Kuretase endoserviks
1.9. PENANGANAN
o Pada tingkat KIS: tidak dibenarkan melakukan elektrokoagulasi / elektrofulgerasi, bedah krio atau dengan sinar laser kecuali bila yang menangani ahli dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan belum punya anak. Bila penderita telah cukup tua dan telah cukup anak, dapat dilakukan histerektomi sederhana
o Pada tingkat klinik Ia: lakukan penanganan seperti KIS bila invasive belum meluas dan <1>
o Pada tingkat klinik Ib, Ib occ., dan IIa: dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul. Pasca bedah dilanjutkan dengan penyinaran.
o Pada tingkat IIb, III, dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, karena pengobatan primernya adalah radioterapi
o Pada tingkat klinik Iva dan IVb: penyinaran hanya bersifat paliatif, karena kita harus mempertimbangkan kemoterapi, tetapi syarat-syaratnya harus terpenuhi. Untuk ini tak digunakan sitostatika tunggal tetapi regimen yang terdiri dari kombinasi beberapa sitostatika.
2. RADIOTERAPI
2.1. DEFINISI
Radioterapi adalah suatu cara pengobatan dengan menggunakan sinar pengion, yang bertujuan merusak sel-sel abnormal tanpa menimbulkan kerusakan atau gangguan yang berat dan irreversible pada jaringan sehat disekitarnya. (Sarwono, 2005)
2.2. DASAR-DASAR RADIOTERAPI
a. Proses radiobiologik
Sinar pengion yang berinteraksi dengan jaringan hidup akan menimbulkan reaksi biokimiawi yang dapat menyebabkan gangguan atau berakhirnya proses biologic sel
b. Radiofisika
Sumber sinar untuk terapi penyinaran umumnya terdri dari generator yang menghasilkan sinar X (sinar foton), sinar electron, dan sinar neutron serta zat radioaktif yang menghasilkan sinar gamma dan beta
Sinar X dan sinar gamma mempunyai tenaga sama dengan atau lebih dar 1 megavolt (1000 kvolt) dan mempunyai banyak kelebihan disbanding sinar X konvesional (sinar X yang dihasilkan dari tabung rontgen), yaitu:
o Mempunyai daya tembus yang lebih tinggi
o Mempunyai dosis maksimum di bawah kulit, sehingga kulit dapat terhindar dari akibat radiasi
o Tidak mudah menimbulkan kerusakan tulang (radionekrosis tulang) karena tidak ada perbedaan absorpsi di jaringan lunak dan tulang
Oleh karena itulah sinar X bertenaga tinggi yang lebih cocok untuk penyinaran tumor ginekologik, mengingat lokalisasi tumor ginekologik umumnya di bawah kulit, dikelilingi tulang-tulang pelvis dan sacrum, kecuali tumor vulva.
c. Teknologi
o Ditemukan pesawat cobalt yang dapat menghasilkan sinar gamma megavolt yang mempunyai kelebihan dari pesawat konvensional
d. Patologi
o Dosis dan teknik radiasi harus disesuaikan harus selalu disesuaikan dengan jenis anatomi patologik, sifat-sifat penjalaran tumor, dan tingkat kliniknya.
2.3. ALAT RADIOTERAPI
o Sumber sinar pengion dari generator:
- Pesawat konvensional (orthovoltage)
- Pesawat megavolt (supervoltage), banyak digunakan untuk radiasi tumor ginekologik
o Sumber sinar pengion dari zat radioaktif
- Sumber radioaktif tertutup: zat radioaktif tersimpan dalam wadah sedemikian rupa, sehingga tidak ada hubungan langsung antara zat radioaktif dengan jaringan tubuh. Zat yang paling banyak digunakan cobalt, cesium, dan iridium
- Sumber radioaktif terbuka: zat radioaktif berhubungan langsung dengan jaringan tubuh / tumor sehingga penderita baru bebas dari zat radioaktif setelah zat ini habis, oleh karena itu dipakai zat yang waktu paruhnya pendek contoh koloid emas (Au 198)
2.4. RADIOTERAPI PADA KARSINOMA SERVIKS UTERI
- Pembatasan dosis lebih ditentukan oleh daya tahan usus, ureter, dan kandung kencing yang mempunyai daya toleransi lebih rendah disbanding uterus. Dosis radiasi local melebihi 5000 rad dapat menimbulkan reaksi yang cukup berat seperti timbulnya ulserasi pada mukosa yang dapat menimbulkan fistula
- Teknik radiasi merupakan kombinasi antara radiasi local dengan radiasi eksternal. Radiasi local bertujuan untuk memberikan dosis yang yang tinggi pada serviks sedangkan radiasi eksternal bertujuan untuk penyinaran di luar serviks yang dapay mengamankan metastasis kelenjar limfe.
- Dosis yang masih termasuk dosis toleransi ialah 200 rad sehari, 5 x seminggu dengan dosis total sekitar 5000 rad dalam 5 minggu. Dapat pula diberikan 300 rad tiap kali , 3 x seminggu dengan total 4500 rad
- Pada KIS, lebih dipilih tidakan operatif, namun pada karsinoma yang sudah invasive radioterapi memegang perana penting
DAFTAR PUSTAKA
www.askep-askeb-kita.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar