CIKARANG (SINDO) – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengusulkan kemudahan investasi bagi investor asing dalam masalah kesehatan. Salah satunya melalui pemberian kepemilikan saham secara penuh atas pabrik obat.
Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, bagian yang akan direvisi dari peraturan Menkes (permenkes) tentang registrasi obat tersebut di antaranya terkait prosedur kepemilikan saham. Semula, ketentuan investasi mengharuskan asing menggandeng investor lokal dengan komposisi 75% asing dan 25% investor lokal.
Peraturan itu, kata Endang, tampaknya kurang diminati investor asing sehingga Kemenkes berencana mengizinkan sepenuhnya (100%) saham pabrik obat dimiliki pemodal asing asalkan memenuhi syarat- syarat tertentu. “Ketentuannya nanti akan kita bahas lebih lengkap dalam permenkes yang baru,” ujar alumnus Universitas Harvard, Amerika Serikat,itu kemarin.
Menurut Endang, salah satu upaya pemerintah untuk menarik investor asing adalah dengan memberikan kesempatan kepada pemodal asing untuk memiliki seluruh saham pabrik obat yang dibangun di Indonesia.”Ini belum diterapkan, masih sedang kami diskusikan. Tapi jika memungkinkan akan kami usulkan dalam permenkes baru nanti,”tegasnya. Dia berharap, kepemilikan investasi itu didukung dengan komitmen kuat dari investor,yakni dengan memenuhi persyaratan tertentu yang telah diatur oleh pemerintah.
Ketentuan yang diminta antara lain membangun industri obat dari hulu hingga hilir di Indonesia.”Sejauh ini proses hilir banyak dikerjakan di luar negeri,”ujarnya. Jika proses industri dikerjakan di luar negeri,lanjut Endang,Indonesia tidak banyak menerima manfaatnya. Akan berbeda jika aspek hulu dan hilir proses industrinya dibangun di Tanah Air.Dia memastikan Indonesia akan terbantu dalam mengurangi pengangguran. ”Biaya distribusi murah karena tidak jauh dan akhirnya obat juga bisa dijual dengan harga terjangkau,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Anthony Charles Sunarjo menilai rencana pemerintah mengubah kebijakan Investasi bagi investor asing yang semula formulasinya 75%:25% menjadi penuh (100%) sebagai kebijakan “pocopoco”. Sebelum era Reformasi, kata dia, kebijakan 100% pernah diterapkan yang lantas berubah menjadi kebijakan 75%:25%.
“Dan sekarang mau diganti lagi jadi 100%. Jadi ketentuannya maju- mundur seperti tari poco-poco,” ujarnya lewat sambungan telepon. Menurut dia, perubahan kebijakan tersebut memang bisa menjadi daya tarik masuknya investor asing di bidang industri farmasi.Namun, berdasarkan pengalaman tidak akan terlalu signifikan.
Pasalnya, kata Anthony, bagi investor asing,soal komposisi dan kepemilikan saham bukanlah masalah utama. “Ada faktor lain yang lebih penting untuk diperhatikan seperti kepastian hukum, jaminan keamanan, proses perizinan, ketenagakerjaan, dan masalah infrastruktur,” tandasnya. (inda s)
Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/355285/
Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, bagian yang akan direvisi dari peraturan Menkes (permenkes) tentang registrasi obat tersebut di antaranya terkait prosedur kepemilikan saham. Semula, ketentuan investasi mengharuskan asing menggandeng investor lokal dengan komposisi 75% asing dan 25% investor lokal.
Peraturan itu, kata Endang, tampaknya kurang diminati investor asing sehingga Kemenkes berencana mengizinkan sepenuhnya (100%) saham pabrik obat dimiliki pemodal asing asalkan memenuhi syarat- syarat tertentu. “Ketentuannya nanti akan kita bahas lebih lengkap dalam permenkes yang baru,” ujar alumnus Universitas Harvard, Amerika Serikat,itu kemarin.
Menurut Endang, salah satu upaya pemerintah untuk menarik investor asing adalah dengan memberikan kesempatan kepada pemodal asing untuk memiliki seluruh saham pabrik obat yang dibangun di Indonesia.”Ini belum diterapkan, masih sedang kami diskusikan. Tapi jika memungkinkan akan kami usulkan dalam permenkes baru nanti,”tegasnya. Dia berharap, kepemilikan investasi itu didukung dengan komitmen kuat dari investor,yakni dengan memenuhi persyaratan tertentu yang telah diatur oleh pemerintah.
Ketentuan yang diminta antara lain membangun industri obat dari hulu hingga hilir di Indonesia.”Sejauh ini proses hilir banyak dikerjakan di luar negeri,”ujarnya. Jika proses industri dikerjakan di luar negeri,lanjut Endang,Indonesia tidak banyak menerima manfaatnya. Akan berbeda jika aspek hulu dan hilir proses industrinya dibangun di Tanah Air.Dia memastikan Indonesia akan terbantu dalam mengurangi pengangguran. ”Biaya distribusi murah karena tidak jauh dan akhirnya obat juga bisa dijual dengan harga terjangkau,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Anthony Charles Sunarjo menilai rencana pemerintah mengubah kebijakan Investasi bagi investor asing yang semula formulasinya 75%:25% menjadi penuh (100%) sebagai kebijakan “pocopoco”. Sebelum era Reformasi, kata dia, kebijakan 100% pernah diterapkan yang lantas berubah menjadi kebijakan 75%:25%.
“Dan sekarang mau diganti lagi jadi 100%. Jadi ketentuannya maju- mundur seperti tari poco-poco,” ujarnya lewat sambungan telepon. Menurut dia, perubahan kebijakan tersebut memang bisa menjadi daya tarik masuknya investor asing di bidang industri farmasi.Namun, berdasarkan pengalaman tidak akan terlalu signifikan.
Pasalnya, kata Anthony, bagi investor asing,soal komposisi dan kepemilikan saham bukanlah masalah utama. “Ada faktor lain yang lebih penting untuk diperhatikan seperti kepastian hukum, jaminan keamanan, proses perizinan, ketenagakerjaan, dan masalah infrastruktur,” tandasnya. (inda s)
Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/355285/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar