Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.
Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan menyeluruh dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien.
2. Standar 7 langkah Varney, yaitu :
Langkah 1 : Pengkajian
Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan khusus
d. Pemeriksaan penunjang
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah di kumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.
Langkah II: Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasioleh bidan sesuaidengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus.
Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan.
Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari krangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural atau masalah psikologi.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.
Langkah VI: Implementasi
Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien. Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananyarencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien
Langkah VII: Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasidi dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya.
Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik
Penerapan Manajemen Kebidanan Varney Dalam Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Resiko Tinggi Dengan Pre Eklamsi
Adapun penerapan manajemen kebidanan menurut Varney meliputi : pengkajian, intervensi data, masalah, potensial antisipasi, implementasi, intervensi, evaluasi.
Langkah I: Pengkajian
Pasien datang periksa darik kepala sampai ujung kaki termasuk sistem tubuh, penampilan umum dan status fisiologi. Pada pasien pre eklampsi (PE) ringan kita kaji terutama ke arah adanya tanda-tanda PR eklamsia antara lain
1. Data Subyektif
1) Biodata
Umur penting karena merupakan faktor predisposisi terjadinya (PE). Pada pre eklampsi berat dapat terjadi pada umur <20>35 tahun.
2) Keluhan pasien
Dijunjukkan pada data yang terutama mengarah pada tanda dan gejala yang berhubungan dengan pre eklampsia.
Pada keadaan ini klien mengeluh kepala pusing, kaki dan jari tangan bengkak.
3) Riwayat penyakit keluarga
Berkaitan dengan ini dikaji terutama mengenai penyakit hipertensi dan penyakit diabetes melitus (DM), dimana keduanya merupakan penyakit keturunan. Bila hal ini terjadi maka hipertensi yang timbul dapat dijadikan data yang bukan mengacu pada tanda pre eklampsi.
4) Riwayat Kesehatan Pasien
Ditujukan pada faktor-faktor penyakit yang diderita yang berkaitan dengan arah Predisposisi PE yaitu hipertensi.
5) Riwayat kebidanan
Dikaji terutama riwayat kehamilan yang lalu bagi multigravida apakah pada riwayat kehamilan yang lalu mengalami hal yang sama HPHT untuk menentukan umur kehamilan, karena PE terjadi pada umur kehamilan setelah 20 minggu.
6) Riwayat keluarga berencana
Terutama pada ibu dengan alkon hormonal, untuk mengetahui penggunaan alkon sebelum hamil karena hipertensi salah satu kontrak indikasi penggunaan alat kontrasepsi hormonal.
7) Riwayat perkawinan
Kemungkinan psikologis pasien sebagai penyebab terjadinya PE, meskipun merupakan penyebab yang belum jelas. Gangguan psikologis pada ibu dapat memacu timbulnya pre eklampsi dalam kehamilan.
8) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Perlu dikaji mengenai :
Pola nutrisi
Berkaitan dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang asih, atau mengkonsumsi makanan yang berlebihan sehingga terjadi kenaikan berat badan yang berlebihan, ini perlu dicurigai terjadinya pre eklampsi.
Pola aktifitas dan latihan
Dikaji karena dasar pengobatan pada PE adalah istirahat yang cukup, dengan ini tekanan darah dan oedema berangsur berkurang.
Pola persepsi kesehatan
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan usaha yang akan dilakukan ibu untuk menolong dirinya sendiri apabila terjadi PE.
Pola persepsi kognitif
Untuk mengkaji kemampuan daya ingat terhadap peristiwa yang pernah dialami pada masa lalu yang berkaitan dengan kejadian PE, kaitannya dengan riwayat obstetri yang lalu dan riwayat kehamilan sekarang.
Pola pertahanan diri
Bagaimana ibu dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya yang dapat mempengaruhi mmentalnya atau memperberat penyakitnya.
9) Keadaan psikologis
Terutama pada psikologis pasien yang tidak stabil karena ini salah satu faktor penyebab terjadinya PE, didalamnya terdapat data bagaimana keluarga, suami maupun dirinya sendiri menerima kehamiannya.
10) Pengetahuan pasien
Yang dikaji adalah berkaitan dengan pengetahuan pasien tentang pre eklampsia yang meliputi pengertian, resiko dan upaya pengobatan.
2. Data Obyektif
Dari data obyektif terutama dikaji mengenai
1) Tekanan darah
Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan berat ringannya PE yaitu kenaikan sistolik 30 mm HG atau lebih diatas tekanan biasa, tekanan histolik naik 15 mm HG atau lebih atau menjadi 90 mm HG.
2) Berat badan
Pada pemeriksaan awal maupun ulang untuk mengevaluasi kenaikan BB yaitu bila kenaikan berat badan ½ kg per minggu dinyatakan normal, sedang berat badan dalam 1 minggu naik 1 kg sampai beberapa kali, ini perlu diwaspadai.
3) Muka/kaki dan jari tangan (Extremitas)
Pola PE akan terjadi oedema, pada PE ringan oedem biasanya belum terjadi, oedem terjadi karena penimbunan cairan umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh yang dijumpai pada muka, kaki maupun jari tangan.
4) Perkusi
Terjadinya spasme arteriol mempengatuhi pusat rangsang saraf diotak sehingga reflek patella tidak terjadi.
5) Auskultasi
Ditujukan untuk mengetahui keadaan janin didalam kandungan guna mendeteksi adanya gawat janin.
3. Data Penunjang
1) Laboratorium
Diarahkan untuk mengkaji protein urine, karena protein urine yang positif merupakan tanda dan gejala pre eklampsi.
2) Pemeriksaan dalam untuk menilai kemajuan persalinan.
3) UPD untuk mengetahui ada tidaknya kesempitan panggul.
Langkah II; Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
a. Diagnosa Nomenklatur
Diagnosa ditetapkan berdasarkan data-data yang tekumpul dari pengkajian yaitu ;
G1 P0 A0,umur 21 th, hamil 39 minggu
Janin tunggal.hidup intra uterin
Presentasi kepala,sudah masuk PAP,puka
Dengan pre eklamsi ringan
Masalah kebidanan
Didasari dengan tanda-tanda yang terkumpul dari pengkajian maka masalah kebidanan yang dapat ditetapkan adalah
Peningkatan tekanan darah,dan gangguan psikologi yaitu cemas karena kondisi ibu.
Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Diagnosa potensial yang kemungkinan muncul pada ibu bersalin dengan pre eklamsi ringan adalah pre eklamsi berat
Untuk mencegah terjadinya Pre eklamsi berat dilakukan pemantauan tekanan darah
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera berdasarkan
Kondisi yang mungkin muncul adalah kegawatan pada janin yang perlu tindakan segara dengan oxygenasi dan melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan atau pemberian therapy dan oxygenasi.
Langkah V: Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh
Perencanaan asuhan berkaitan dengan diagnosa dan masalah yang ditetapkan dan disusun secara prioritas yaitu :
1) Memberitahu tentang hasil pemeriksaan keadaan ibu dan janin
2) Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy dan pemeriksaan laboratorium.
Langkah VI : Implementasi
Pelaksanaan berdasarkan rencana yang disusun adalah:
1) Memberikan informasi tentang keadaan pasien.
2) Mengadakan kolaborasi dengan dokter, bila diperlukan.
3) Memberikan pengetahuan dan memberi motivasi terhadap tidak lanjut penaganan persalinannya.
Masalah
Kecemasan pasien terhadap keadaan dirinya dan janinnya diberikan penyuluhan dan konseling tentang pre eklamsi dan cara mengatasinya
Kebutuhan Masalah
Untuk pemeriksaan laboratorium, persalinan dan lain-lain akan berkolaborasi.
LangkahVII:Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk menilai pelaksanaan asuhan kebidanan mengacu pada diagnosa nomenklatur, masalah dan kebutuhan pasien telah dapat teratasi atau belum adalah:
1) Apakah pre eklamsi ringan berlanjut menjadi pre eklamsi berat?
2) Apakah terjadi kegawatan pada janin?
pakah kecemasan pasien teratasi?
Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan menyeluruh dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien.
2. Standar 7 langkah Varney, yaitu :
Langkah 1 : Pengkajian
Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan khusus
d. Pemeriksaan penunjang
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah di kumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.
Langkah II: Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasioleh bidan sesuaidengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus.
Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan.
Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari krangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural atau masalah psikologi.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.
Langkah VI: Implementasi
Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien. Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananyarencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien
Langkah VII: Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasidi dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya.
Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik
Penerapan Manajemen Kebidanan Varney Dalam Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Resiko Tinggi Dengan Pre Eklamsi
Adapun penerapan manajemen kebidanan menurut Varney meliputi : pengkajian, intervensi data, masalah, potensial antisipasi, implementasi, intervensi, evaluasi.
Langkah I: Pengkajian
Pasien datang periksa darik kepala sampai ujung kaki termasuk sistem tubuh, penampilan umum dan status fisiologi. Pada pasien pre eklampsi (PE) ringan kita kaji terutama ke arah adanya tanda-tanda PR eklamsia antara lain
1. Data Subyektif
1) Biodata
Umur penting karena merupakan faktor predisposisi terjadinya (PE). Pada pre eklampsi berat dapat terjadi pada umur <20>35 tahun.
2) Keluhan pasien
Dijunjukkan pada data yang terutama mengarah pada tanda dan gejala yang berhubungan dengan pre eklampsia.
Pada keadaan ini klien mengeluh kepala pusing, kaki dan jari tangan bengkak.
3) Riwayat penyakit keluarga
Berkaitan dengan ini dikaji terutama mengenai penyakit hipertensi dan penyakit diabetes melitus (DM), dimana keduanya merupakan penyakit keturunan. Bila hal ini terjadi maka hipertensi yang timbul dapat dijadikan data yang bukan mengacu pada tanda pre eklampsi.
4) Riwayat Kesehatan Pasien
Ditujukan pada faktor-faktor penyakit yang diderita yang berkaitan dengan arah Predisposisi PE yaitu hipertensi.
5) Riwayat kebidanan
Dikaji terutama riwayat kehamilan yang lalu bagi multigravida apakah pada riwayat kehamilan yang lalu mengalami hal yang sama HPHT untuk menentukan umur kehamilan, karena PE terjadi pada umur kehamilan setelah 20 minggu.
6) Riwayat keluarga berencana
Terutama pada ibu dengan alkon hormonal, untuk mengetahui penggunaan alkon sebelum hamil karena hipertensi salah satu kontrak indikasi penggunaan alat kontrasepsi hormonal.
7) Riwayat perkawinan
Kemungkinan psikologis pasien sebagai penyebab terjadinya PE, meskipun merupakan penyebab yang belum jelas. Gangguan psikologis pada ibu dapat memacu timbulnya pre eklampsi dalam kehamilan.
8) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Perlu dikaji mengenai :
Pola nutrisi
Berkaitan dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang asih, atau mengkonsumsi makanan yang berlebihan sehingga terjadi kenaikan berat badan yang berlebihan, ini perlu dicurigai terjadinya pre eklampsi.
Pola aktifitas dan latihan
Dikaji karena dasar pengobatan pada PE adalah istirahat yang cukup, dengan ini tekanan darah dan oedema berangsur berkurang.
Pola persepsi kesehatan
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan usaha yang akan dilakukan ibu untuk menolong dirinya sendiri apabila terjadi PE.
Pola persepsi kognitif
Untuk mengkaji kemampuan daya ingat terhadap peristiwa yang pernah dialami pada masa lalu yang berkaitan dengan kejadian PE, kaitannya dengan riwayat obstetri yang lalu dan riwayat kehamilan sekarang.
Pola pertahanan diri
Bagaimana ibu dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya yang dapat mempengaruhi mmentalnya atau memperberat penyakitnya.
9) Keadaan psikologis
Terutama pada psikologis pasien yang tidak stabil karena ini salah satu faktor penyebab terjadinya PE, didalamnya terdapat data bagaimana keluarga, suami maupun dirinya sendiri menerima kehamiannya.
10) Pengetahuan pasien
Yang dikaji adalah berkaitan dengan pengetahuan pasien tentang pre eklampsia yang meliputi pengertian, resiko dan upaya pengobatan.
2. Data Obyektif
Dari data obyektif terutama dikaji mengenai
1) Tekanan darah
Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan berat ringannya PE yaitu kenaikan sistolik 30 mm HG atau lebih diatas tekanan biasa, tekanan histolik naik 15 mm HG atau lebih atau menjadi 90 mm HG.
2) Berat badan
Pada pemeriksaan awal maupun ulang untuk mengevaluasi kenaikan BB yaitu bila kenaikan berat badan ½ kg per minggu dinyatakan normal, sedang berat badan dalam 1 minggu naik 1 kg sampai beberapa kali, ini perlu diwaspadai.
3) Muka/kaki dan jari tangan (Extremitas)
Pola PE akan terjadi oedema, pada PE ringan oedem biasanya belum terjadi, oedem terjadi karena penimbunan cairan umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh yang dijumpai pada muka, kaki maupun jari tangan.
4) Perkusi
Terjadinya spasme arteriol mempengatuhi pusat rangsang saraf diotak sehingga reflek patella tidak terjadi.
5) Auskultasi
Ditujukan untuk mengetahui keadaan janin didalam kandungan guna mendeteksi adanya gawat janin.
3. Data Penunjang
1) Laboratorium
Diarahkan untuk mengkaji protein urine, karena protein urine yang positif merupakan tanda dan gejala pre eklampsi.
2) Pemeriksaan dalam untuk menilai kemajuan persalinan.
3) UPD untuk mengetahui ada tidaknya kesempitan panggul.
Langkah II; Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
a. Diagnosa Nomenklatur
Diagnosa ditetapkan berdasarkan data-data yang tekumpul dari pengkajian yaitu ;
G1 P0 A0,umur 21 th, hamil 39 minggu
Janin tunggal.hidup intra uterin
Presentasi kepala,sudah masuk PAP,puka
Dengan pre eklamsi ringan
Masalah kebidanan
Didasari dengan tanda-tanda yang terkumpul dari pengkajian maka masalah kebidanan yang dapat ditetapkan adalah
Peningkatan tekanan darah,dan gangguan psikologi yaitu cemas karena kondisi ibu.
Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Diagnosa potensial yang kemungkinan muncul pada ibu bersalin dengan pre eklamsi ringan adalah pre eklamsi berat
Untuk mencegah terjadinya Pre eklamsi berat dilakukan pemantauan tekanan darah
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera berdasarkan
Kondisi yang mungkin muncul adalah kegawatan pada janin yang perlu tindakan segara dengan oxygenasi dan melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan atau pemberian therapy dan oxygenasi.
Langkah V: Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh
Perencanaan asuhan berkaitan dengan diagnosa dan masalah yang ditetapkan dan disusun secara prioritas yaitu :
1) Memberitahu tentang hasil pemeriksaan keadaan ibu dan janin
2) Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy dan pemeriksaan laboratorium.
Langkah VI : Implementasi
Pelaksanaan berdasarkan rencana yang disusun adalah:
1) Memberikan informasi tentang keadaan pasien.
2) Mengadakan kolaborasi dengan dokter, bila diperlukan.
3) Memberikan pengetahuan dan memberi motivasi terhadap tidak lanjut penaganan persalinannya.
Masalah
Kecemasan pasien terhadap keadaan dirinya dan janinnya diberikan penyuluhan dan konseling tentang pre eklamsi dan cara mengatasinya
Kebutuhan Masalah
Untuk pemeriksaan laboratorium, persalinan dan lain-lain akan berkolaborasi.
LangkahVII:Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk menilai pelaksanaan asuhan kebidanan mengacu pada diagnosa nomenklatur, masalah dan kebutuhan pasien telah dapat teratasi atau belum adalah:
1) Apakah pre eklamsi ringan berlanjut menjadi pre eklamsi berat?
2) Apakah terjadi kegawatan pada janin?
pakah kecemasan pasien teratasi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar